1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan
teknologi
informasi
yang
sedemikian
pesatnya
membawa manfaat yang luar biasa bagi perkembangan komunikasi. Komunikasi antar individu satu dengan individu lain yang biasanya dilakukan dengan cara bertemu langsung, kini bisa dilakukan jarak jauh dan tanpa bertatapan muka dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Hakikat terminologi telekomunikasi adalah “komunikasi jarak jauh”. Komunikasi sendiri bersumber dari bahasa latin communis yang berarti sama. Jadi jika kita berkomunikasi itu berarti kita mengadakan kesamaan, dalam hal ini kesamaan pengertian atau makna. Seorang sarjana Amerika Carl I Hovland, mengemukakan bahwa komunikasi adalah: “the process by which an induviduals (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (communicatees)” .1 Adanya perkembangan informasi teknologi telah memberikan dampak kepada perkembangan hukum di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dibukanya peluang untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham melalui media telekonfrensi (RUPS Telekonfrensi) sebagaimana yang tertera dalam Pasal 77 ayat (1) UUPT tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi selain penyelenggarakan RUPS sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 76 1
Carl I Hovland. “Source of Communication”. (London: Yale University Publicity 1998). Hlm 24
2
UUPT, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonfrensi, video konfrensi atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat2
1.
2.
3. 4.
Dalam Pasal 77 UUPT menyatakan bahwa,3 selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonfrensi, video konfrensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud ayat (1) setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Berdasarkan Pasal 77 UUPT adanya pilihan untuk memanfaatkan
media seperti telekonfrensi dan sarana media elektronik lainnya harus memenuhi minimal 3 syarat yang bersifat kumulatif, yaitu: a. Peserta harus saling melihat secara langsung, b. Peserta harus saling mendengar secara langsung, c. Peserta berpartisipasi dalam rapat. Hal ini berarti apabila salah satu syarat tidak terpenuhi maka media yang dimaksud tidak memenuhi syarat untuk dijadikan media dalam pelaksanaannya.4
2
Anonim, 2007, Undang-Undang Perseroan terbatas 2007 dan penjelasannya, Gardien Mediatama, Yogyakarta. Hlm 51 3 Lihat Pasal 77 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 4 Ahmad Miru, Makalah: “Cyber Notary dari Sudut Pandang Sistem Hukum Indonesia dan Perkembangan Cyber Notary di Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Jabatan Notaris, dimuat dalam google, 22 Okteber 2013 Pukul 15.15 WIB.
3
Ada pandangan yang berbeda dalam menganalisa sebuah dokumen elektronik jika hal itu dikaitkan dengan suatu akta otentik. Pengertian akta notaris adalah otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang, sedangkan pengertian akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu tempat dimana akta dibuatnya. Akta otentik sebagai alat bukti formal memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sempurna disini berarti hakim menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan isi akta pertama tersebut salah. Oleh karena itu, pembuatan sebuah akta otentik menjadi sesuatu yang penting. Kekuatan pembuktian akta otentik adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat tertentu. Dengan kekuatan pembuktian formal, maka pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan itu, sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukannya dan disaksikannya di dalam menjalankan
jabatannya
itu.
Dalam
arti
formal,
maka
terjamin
kebenaran/kepastian tanggal dari akta itu, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta
4
itu, identitas yang hadir, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat. Di dalam Pasal 77 ayat (4) UUPT secara jelas disebutkan bahwa setiap RUPS yang dilakukan melalui media telekonfrensi, video konfrensi, atau sarana media elektronik lainnya harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta rapat RUPS. Berbeda dengan akta yang dibuat oleh notaris pada umumnya, risalah RUPS
yang
dilakukan
dengan
media
telekonfrensi
mempunyai
mekanisme yang berbeda sebagaimana yang telah diatur dalam UUPT. Dengan perkembangan teknologi informasi ini dan diakomodir oleh ketentuan Undang Undang Perseroan Terbatas yang terbaru ini maka ada wacana dan pemikiran untuk menggabungkan antara kemajuan teknologi informasi dengan proses pembuatan akta otentik.5 Berbeda dengan pembuatan akta otentik dimana para pihak menghadap langsung dengan notaris, pada Pasal 90 UUPT, risalah RUPS dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: 1. secara dibawah tangan yang dibuat dan disusun sendiri oleh direksi perseroan 2. secara akta notaris (otentik) yang dibuat dan disusun oleh notaris Proses pembuatan risalah rapat menjadi akta notaris yang dijelaskan diatas tidak memiliki hambatan jika RUPS dilakukan secara konvensional. Permasalahan akan muncul ketika RUPS dilakukan melalui media telekonfrensi karena pemegang saham tidak berada dalam satu tempat yang 5
Man Sastrawijaya D. Mantili. “Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang- Undang”, 2008, Alumni. Bandung. Hlm 4.
5
sama dalam melaksanakan RUPS tetapi berada pada letak geografis yang berbeda-beda dalam waktu yang sama dalam melaksanakan RUPS. Jika dalam pelaksanaannya RUPS telekonfrensi menuangkan dengan akta yang dibuat langsung oleh Notaris yang hadir dalam RUPS tersebut dalam bentuk Berita Acara Rapat, maka permasalahan yang muncul adalah tidak semua para pemegang saham yang hadir dalam RUPS berada di tempat yang sama dimana Notaris tersebut hadir didalam RUPS karena menggunakan media telekonfrensi. Kondisi ini mengakibatkan para pemegang saham yang hadir dalam RUPS tidak secara keseluruhan berada dihadapan Notaris. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (7) UU No 30 Tahun 2004 (UUJN), bahwa yang dimaksud dengan akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.6 Ketentuan Pasal 77 UUPT ini juga akan bertentangan dengan norma lain yaitu UUJN apabila akta Risalah RUPS PT melalui media telekonfrensi harus dituangkan dalam sebuah akta notaris. Hal ini berbeda dalam proses pembuatan Risalah RUPS PT menjadi akta notaris yang dilakukan secara konvensional atau langsung dihadiri oleh seluruh peserta rapat. Konflik norma tersebut dapat dilihat dalam ketentuan yang telah diatur dalam UUJN, Pasal 16 ayat (1) UUJN dimana kewajiban notaris membacakan akta didepan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
6
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
6
orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Dan dalam penjelasannya ditegaskan bahwa notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta dihadapan penghadap dan saksi. Substansi Pasal tersebut harus dikaitkan dengan Pasal 39 ayat (2) dan (3) UUJN, ditegaskan bahwa notaris harus mengenal para penghadap, dan pengenalan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta dan untuk saksi pun disebutkan dalam Pasal 40 ayat (3) dan (4) UUJN. Dengan melihat ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa notaris harus mengenal para penghadap dan pengenalan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta, dan saksipun disebutkan sebagaimana dimaksud Pasal 40 ayat (3) UUJN yang menyatakan bahwa, saksi sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 40 (1) UUJN harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas kepada notaris oleh penghadap dan juga pada pasal 40 ayat (4) yang menyatakan ”pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta”. Substansi yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut adalah bahwa baik para penghadap, saksi maupun Notaris harus saling kenal berdasarkan identitasnya yang diperlihatkan kepada Notaris dan berada pada tempat yang sama pada saat itu juga, serta hadir secara fisik, baik para penghadap, para saksi maupun notaris. Dengan perbandingan pasal-pasal yang telah disebutkan diatas, maka dapat dilihat bahwa dalam pasal 77 ayat (1) UUPT yang mengatur
7
tentang akta Risalah RUPS PT melalui media telekonfrensi bertentangan dengan Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN dan ketentuan lain yang diatur dalam UUJN, dan pertanyaan lainnya menyangkut bagaimana kekuatan pembuktian atas akta Risalah RUPS yang telah dibuat oleh Notaris apabila RUPS tersebut dilakukan dengan media telekonfrensi jika penulis mengacu pada ketentuan UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi Transaksi Elektronik. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk menulis tesis dengan judul “Keabsahan dan Kekuatan Pembuktian Akta Risalah RUPS PT melalui Media Telekonfrensi (Kajian Yuridis Pasal 77 (1) UUPT juncto UUITE dan juncto UUJN) ”
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana mekanisme pembuatan Risalah RUPS PT melalui media telekonfrensi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1) UUPT? 2. Bagaimana keabsahan Risalah RUPS PT melalui media Telekonfrensi berdasarkan UU ITE? 3. Bagaimana kekuatan pembuktian Risalah RUPS PT melalui media telekonfrensi di pengadilan?
C. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian, telah dilakukan penelusuran penelitian pada Kepustakaan Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana
8
Universitas Gadjah Mada. Penelitian yang berkaitan dengan “Keabsahan dan Kekuatan
Pembuktian Akta
Risalah
RUPS
PT
melalui
Media
Telekonfrensi (Kajian Yuridis Pasal 77 (1) UUPT juncto UUITE dan juncto UUJN) ” Pokok bahasan dalam penelitian ini berkaitan erat dengan keabsahan dan pembuktian akta Risalah RUPS PT, maka penulis mendata beberapa tesis yang berkaitan dengan pokok bahasan tersebut, antara lain: 1. Kekuatan
Pembuktian Akta
Penyertaan
Keputusan
Rapat
Mengenai Perubahan Anggaran Dasar Perseroan oleh M. Akira Fauzi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Tahun 2008. Pada penelitian ini memfokuskan pada kekuatan pembuktian hanya dari salah satu akta yang dibuat sebagai hasil dari RUPS yaitu penyertaan Keputusan Rapat, kemudian menjelaskan mengenai tanggung jawab dari Notaris dalam pembuatan akta tersebut. 2. Kekuatan Hukum Penandatanganan Akta secara elektronik oleh Para Pihak
Ditinjau
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 oleh Rolly, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Tahun 2008, membahas mengenai keabsahan suatu perjanjian yang dibuat secara elektronik dan kekuatan hukum penandatanganan akta oleh para pihak yang dilakukan secara elektronik ditinjau dari Undang-Undang Jabatan Notaris. 3. Tinjauan Hukum Tanda Tangan Elektronik Dalam Sertifikat Serta Relevansinya Terhadap Notaris sebagai Pejabat Pembuat akta oleh
9
Galuh Ajeng Pramita, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Tahun 2008, penelitian ini membahas mengenai jaminan keabsahan dan beban pembuktian tandatangan elektronik dalam sertifikat elektronik sebagai alat bukti perdata. 4. Akta Otentik Telekonfrensi
RUPS PT yang Dilakukan Melalui Media oleh
Wardani
Rizkianti,
Magister
Kenotariatan
Universitas Gadjah Mada, Tahun 2012. Penelitian ini membahas tentang
pengaturan dan kekuatan hukum berita acara RUPS
telekonfrensi pada akta otentik dari RUPS yang dilakukan melalui media telekonfrensi Berdasarkan temuan dari peneliti tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang menjadi fokus penelitian tesis tersebut dalam menjawab persoalan yang diteliti hanya mengacu pada Undang-Undang Jabatan Notaris. Hal ini berbeda dengan penelitiaan yang saat ini diteliti oleh penulis. Dalam penelitian yang berkaitan dengan “Keabsahan dan Kekuatan Pembuktian Risalah RUPS PT melalui Media Telekonfrensi (Kajian Yuridis Pasal 77 (1) UUPT juncto UUITE dan juncto UUJN)” peneliti tidak hanya memfokuskan pada mekanisme pembuatan Risalah RUPS PT seperti yang diteliti oleh peneliti sebelumnya, tetapi juga menganalisis mengenai keabsahan dan pembuktian Risalah RUPS PT dikaitkan dengan UU PT, UUITE dan juga UUJN. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
10
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian dalam mengembangkan ilmu hukum untuk dapat mengetahui keabsahan dan kekuatan pembuktian risalah RUPS PT melalui Telekonfrensi berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UUPT juncto UUITE b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pedoman bagi para Notaris, yaitu dalam membuat akta yang didasarkan Pasal 77 ayat (1) UUPT.
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini meliputi dua hal yaitu objektif dan tujuan subyektif. 1. Tujuan obyektif a. mengetahui mekanisme pembuatan Risalah RUPS PT melalui media telekonfrensi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1) UUPT dimana menjadi acuan bagi para Notaris dalam melaksanakan kewenangannya yang telah diatur oleh Undang-Undang Jabatan Notaris. b. untuk menjawab sejauhmana keabsahan Risalah RUPS PT melalui media Telekonfrensi berdasarkan UU ITE , dimana pelaksanaannya berbeda dengan RUPS secara konvensional c. mengetahui kekuatan pembuktian Risalah RUPS PT melalui media telekonfrensi di pengadilan, apakah hasil RUPS tersebut mempunyai
11
kekuatan
pembuktian
yang
sama
apabila
pelaksanaan
RUPS
dilaksanakan secara konvensional 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap dalam rangka penyelesaian perkara hukum sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan di FH UGM