BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Meskipun pada kenyataannya tidak ada tolok ukur tunggal dalam menghitung kemajuan demokrasi, namun Indonesia kerap kali dijadikan contoh negara non-barat yang berhasil menerapkan sistem demokrasi di dunia internasional. Harus diakui, ‘kompetisi' diantara lembaga penegak hukum sesungguhnya merupakan bagian dari proses pelembagaan demokrasi yang positif. Akan tetapi, hal tersebut akan berjalan buruk, apabila kemudian bercampur dengan kepentingan politik seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Perseteruan antara lembaga hukum yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyat akhirnya mengakibatkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah pun terancam pudar. Lembaga-lembaga penegak hukum di negara Indonesia sibuk saling menyalahkan dan mencari kebenaran diri sendiri. Dan lagilagi masalah ini tidak terlepas dari penyakit lama bangsa Indonesia, yaitu Korupsi. Perseteruan terbuka seperti ini akan memperlemah peran dan fungsi kedua institusi dalam penegakan hukum, khususnya pada kasus-kasus korupsi. Sebab biar bagaimanapun KPK tidak dapat bekerja sendiri dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Terlepas makin tingginya tensi perseteruan
Universitas Sumatera Utara
antara Polri dan KPK, namun kedua pimpinan lembaga tersebut harus menyadari bahwa membiarkan situasi tersebut berlarut-larut akan merugikan proses penegakan hukum di Indonesia. Perlu langkah-langkah yang bersifat saling menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi, agaknya sulit berharap kedua pimpinan tersebut duduk satu meja tanpa mediasi yang mengikat keduanya. Oleh sebab itu selaku Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono ikut campur tangan dalam menyelesaikan perseteruan tersebut. Konflik ini pada dasarnya merupakan buntut dari kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen yang awalnya dikaitkan dengan cerita ‘cinta segi-tiga’ antara korban, rani Juliani (seorang caddy belia) dan Antasari, ketua KPK saat itu. Dari hasil pengembangan penyidikan atas kasus pembunuhan Nasruddin inilah Polri akhirnya mencium aroma tidak sedap pada sejumlah oknum pimpinan KPK. Ceritanya kemudian merambat kemana-mana, dari kasus pengadaan sistem komunikasi di Departemen Kehutanan dengan tokoh utamanya Anggoro Widjojo, skandal alih fungsi di Tanjung Api-api hingga mega skandal Bank Century. Konflik antara Polri dan KPK dipicu oleh testimoni Antasari yang berisi pengakuan bahwa sejumlah pimpinan KPK juga menerima suap dari Anggoro agar status cekal Anggoro dicabut. Berpijak pada testimoni Antasari ini, Polri memanggil empat pimpinan KPK dan empat pejabat KPK. Polisi memanggil petinggi KPK dengan jeratan pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 atas dugaan telah menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 421 KUHP. Sejak Juli lalu SBY sudah berusaha menyelesaikan ketidakharmonisan ini dengan cara mempertemukan pimpinan kedua lembaga tersebut, dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
Rapat Koordinasi. Namun langkah tersebut agaknya tidak cukup untuk menyelesaikan ketidakharmonisan ini, oleh sebab itu langkah selanjutnya disiapkan presiden seperti halnya membentuk Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Sdr. Chandra M.Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto (2/11). Tim Independen ini yang sering disebut Tim-8 bekerja selama 2 minggu, siang dan malam, dan akhirnya pada tanggal 17 November 2009 yang lalu secara resmi telah menyerahkan hasil kerja dan rekomendasinya kepada Presiden. Setelah menerima hasil rekomendasi dari Tim 8 akhirnya pada tanggal 23 November Presiden menyatakan sikapnya atas kasus ini. Namun, pada kenyataannya sikap presiden justru mengandung kontroversi di kalangan masyarakat. Kisruh perseteruan antara lembaga pemerintahan ini pun akhirnya berhasil menjadi sorotan masyarakat. Bahkan menjadi sorotan utama yang mengalahkan pemberitaan-pemberitaan lain seperti masalah pendidikan dan kemiskinan. Setiap detil informasi dapat dikonsumsi masyarakat melalui media sebab media massa muncul sebagai penyaji informasi fakta dari peristiwa yang terjadi. Berbagai pandangan mengenai perseteruan ini dikemukakan dan dimuat di dalam media, termasuk setiap keterlibatan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyikapi kasus ini. Secara otomatis, setiap sikap yang ditunjukkan presiden sangat berpengaruh terhadap citra SBY selaku presiden. Selama ini Presiden SBY selalu dikenal sebagai presiden yang memiliki citra yang baik. Bahkan bisa dikatakan kemenangan SBY dalam pemilihan umum diperolehnya karena citra positif yang berhasil dibentuknya. Untuk itu presiden SBY sangat berhati-hati dalam menunjukkan sikapnya terhadap kasus ketidakharmonisan yang terdapat dalam tubuh pemerintahan yang sedang dipimpinnya ini.
Universitas Sumatera Utara
Media bukanlah saluran yang bebas, tempat semua kekuatan sosial saling berinteraksi dan berhubungan. Sebaliknya, media hanya dimiliki oleh kelompok dominan, sehingga mereka lebih mempunyai kesempatan dan akses untuk mempengaruhi dan memaknai peristiwa berdasarkan pandangan mereka. Media bahkan menjadi sarana dimana kelompok dominan bukan hanya memantapkan posisi mereka, tetapi juga memarjinalkan dan meminggirkan posisi kelompok yang tidak dominan (Eriyanto, 2001:53). Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Media juga dipandang sebagai mediator oleh wartawan dalam menuangkan pola pikirnya sehingga mampu membingkai pemberitaan yang ditulisnya. Dalam penelitian ini, penulis memilih media Kompas sebagai objek penelitian. Pemilihan harian Kompas dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan: Pertama, karena harian ini merupakan harian nasional yang mapan secara ekonomis. Kompas memiliki berbagai anak perusahaan yang dibangun di bawah atap kelompok Kompas Gramedia seperti majalah, stasiun radio, penerbitan, percetakan, hingga hotel. Kelompok perusahaan ini dikenal sebagai perusahaan yang memanjakan pegawainya, mulai tunjangan kesehatan, pendidikan untuk anak-anak karyawan, bonus lebih dari tiga kali dalam satu tahun, piknik keluarga, pesta ulang tahun perusahaan secara besar-besaran. Pemberian insentif seperti ini dimaksudkan untuk menghindari adanya ‘wartawan amplop’, sehingga wartawan lebih berintegritas dalam menyusun berita. Kedua, Kompas memiliki khalayak pembaca yang terbesar di seluruh Indoneisa. Hingga saat ini, Kompas masih dikenal sebagai koran berskala nasional terbesar di Indonesia dengan oplah lebih dari 550.000 per hari (www.blogberita.com, diakses 24 November 2009). Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian pemberitaan Kompas cukup berdampak luas bagi khalayak pembaca di Indonesia.
Adapun penelitian dilakukan sepanjang bulan November adalah
sebagai pembatasan penelitian. Selain itu, bulan November dianggap memiliki banyak sejarah penting dalam perkembangan kasus perseteruan KPK – Polri dimana Presiden cukup banyak memberikan respon. Salah satu diantaranya adalah pembentukan tim Delapan yang diiinstruksikan langsung oleh Presiden, adanya keputusan langsung dari Presiden untuk menghentikan kasus. Perangkat analisis yang digunakan peneliti adalah analisis framing. Framing dalam perspektif ilmu komunikasi dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dam pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2004 : 162). Sedangkan analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah model framing Framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami framing sebagai seperangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Jadi perangkat wacana akan saling mendukung satu dengan yang lainnya menuju sauatu titik pertemuan yaitu ide sentral dari suatu berita. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pencitraan presiden Susilo Bambang Yodhoyono terkait perseteruan Polri dan KPK pada harian Kompas.
Universitas Sumatera Utara
I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Bagaimanakah citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait perseteruan Polri dan KPK yang terjadi selama bulan November 2009 dikonstruksi oleh harian kompas?”
I.3 Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan mengambang, maka peneliti merasa perlu untuk membuat pembatasan masalah yang lebih spesifik dan jelas. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini hanya akan dilakukan pada harian Kompas. 2. Isi berita yang akan diteliti hanya berita yang menjadi headline tentang sikap presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait perseteruan Polri dan KPK. 3. Subjek penelitian adalah surat kabar Kompas terbitan November 2009. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana surat kabar kompas memaknai, memahami dan mengkonstruksi berita tentang Susilo Bambang Yudhoyono terkait perseteruan Polri dan KPK yang terjadi selama bulan November 2009.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk melihat citra yang dibentuk oleh harian Kompas terhadap presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait perseteruan Polri dan KPK selama bulan November 2009.
Manfaat Penelitian 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi khususnya mengenai analisis framing. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa kuliah dan memperluas cakrawala pengetahuan. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
I.5 Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi,1995:39). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah: 1. Media Massa Sebagai Arena Sosial Teori ini pertama kali dikemukakan oleh william gamson dan andre modigliani, menyatakan bahwa proses sosial dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
mengkonstruksi suatu realitas berlangsung dalam suatu “arena sosial”. Media massa dianggap sebagai wadah pertarungan dari berbagai kepentingan yang terdapat dalam masyarakat. kepentingan-kepentingan ini berusaha menampilkan defenisi situasi atau realitas versi mereka yang paling sahih (Hidayat 1999:48). Dalam memproduksi sebuah isu ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sehingga menjadi suatu proses. Hal tersebut adalah: a. Cultural Resonances/ Resonansi Budaya Disini media mengandung nilai-nilai budaya di dalamnya, dimana setiap isu yang terdapat didalamnya terkait dengan nilai budaya yang melekat dalam suatu masyarakat tersebut, seperti halnya pada kaitannya dengan isu tenaga nuklir tersebut bahwa di Amerika sendiri menganggap bahwa teknologi mereka yang harus ditempatkan pada skala yang tepat dan adanya ekosistem yang harus tetap terpelihara dengan baik bukan malah menyalahgunakan teknologi yang ada untuk menggali alam atau merusak alam karena dapat mengganggu dan mengancam ketentraman dan kualitas hidup (Gamson, 1989 :6). Pada kasus ini media yang didalamnya terdapat berbagai kepentingan tidak terlepas dari dalam kultur media sendiri. Nilai-nilai budaya sudah mendarah daging dalam tubuh media ini sangat mempengaruhi berbagai berita yang akan diturunkan kepada khalayak. b. Sponsor Activities/ Kegiatan Sponsor Sponsor adalah mereka yang terlibat dalam suatu isu yang sedang dibicarakan dalam wadah media massa tersebut. di sini berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
isu yang sedang terjadi bahwa sponsor itu sendiri berkaitan dengan berbagai
kepentingan
seoerti
dari
pihak
pemerintah,
pengusaha,
masyarakat, tokoh masyarakat, LSM, pemilik moidal atau dengan kata lain bisa merupakan individu atau organisasi. Di sini sponsor adalah merekamereka yang dimintai keterangan oleh media berkaitan dengan isu-isu tertentu. Mengenai sumber berita, shoemaker dan reese (Hidayat, 1999:409) menguraikan beberapa dimensi karakter yaitu dimensi effectiveness, dimana sumber memiliki efek yang besar terhadap isi media dan
karena
itu
dalam
melaporkan
reportasenya,
reporter
harus
mencantumkan sumber dari fakta yang diperolehnya. Serta dimensi multi acces yaitu untuk mengetahui objektivitas berita, dimana media melalui repoter/jurnalisnya berhubungan dengan mereka yang terlibat dalam peristiwa dengan pihak-pihak yang dianggap memiliki pengetahuan atas peristiwa yang diliput. Namun, dalam konteks media massa yang berlaku name make news atau pewawancara terhadap tokoh penting maka seringkali bahwa proses produksi dan reproduksi struktur sosial lebih banyak didominasi oleh elit sumber. c. Media Practices/ Kegiatan media Berkaitan dengan sumber, maka jurnalis atau wartawan seringkali secara tidak sadar telah memberi ruang pada elit sumber tetapi hal tersebutlah yang nantinya akan membuat suatu keragu-raguan apakah berita tersebut akan benar atau salah. Beberapa pengamat telah menuliskan bahwa betapa cerdik/halusnya dan secara tidak sadarnya proses ini
Universitas Sumatera Utara
berlangsung (Gamson, 1989:7). Disini awak media sangat berperan penting dalam kaitannya dengan penyuguhan berita. Mereka lazim menguraikan
gagasannya,
menggunakan
gaya
bahasanya
sendiri,
menjabarkan skemata interpretasinya sendiri, serta mendistribusikan retorika-retorika untuk meneguhkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu (Sudibyo, 2001:187).
2. Berita Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa atau entah karena pentingnya, atau karena ia mencakup segi-segi human interest, seperti human, emosi dan ketegangan. Namun ada beberapa konsep berita yang dapat dikembangkan yaitu berita itu sebagai laporan tercepat, rekaman fakta-fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan dan sebagai gambar (Effendy, 1993 :131-134). Pada umumnya, berita berasal dari peristiwa tetapi tidak semua peristiwa dapat menjadi berita. Dalam proses pembentukan suatu berita banyak faktor yang berpotensi untuk mempengaruhinya, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan wacana dalam memaknai realitas dalam presentasi media (Sudibyo, 2001 :7). Pamela D.Shoemaker dan Stephen D.Reese meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Individual Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesi dari pengelola media. level individual melihat bagaimana pengaruh aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Aspek personal tersebut seperti jenis kelamin, umur, atau agama. 2. Level Rutinitas Media Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang dibuat berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standart bagi pengelola media yang berada di dalamnya. 3. Level Organisasi Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya sebagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing
komponen
dalam
organisasi
media
bisa
jadi
mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Misalnya selain sebagai redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum dan seterusnya. 4. Level Ekstramedia
Universitas Sumatera Utara
Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. meskipun berada di luar organisasi media, namun hal-hal di luar organisasi
media
ini
sedikit
banyak
dalam
banyak
kasus
mempengaruhi pemberitaan media. Faktor- faktor tersebut adalah sumber berita, sumber penghasilan media (iklan, pelanggan/pembeli media), pihak eksternal (pemerintah dan lingkungan bisnis), dan ideologi (kerangka berpikir/referensi).
3. Surat Kabar Perkembangan media komunikasi massa seperti pers, radio, televisi, dan lain-lain begitu cepat. Hal ini berlangsung seiring dengan meningkatnya peran media massa sebagai institusi penting di dalam kehidupan masyarakat. Bila dilihat dari perspektif komunikasi, media massa merupakan channel of mass communication, yakni merupakan saluran (alat, medium) yang digunakan dalam proses komunikasi massa yaitu komunikasi yang diarahkan dan ditujukan kepada masyarakat banyak. Dalam lingkup studi komunikasi, surat kabar sebagai media komunikasi massa tidak dapat diragukan lagi kemampuannya dalam menyebarkan informasi sebagai media pendidikan dan pembentuk opini publik. Setiap orang memiliki hak untuk mengetahui segala pernak-pernik kejadian. Dari bekal informasi, setiap orang dapat turut urun-rembug berpartisipasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
kepastian informasi dan kemampuan urun rembug itu, setiap orang membutuhkan wartawan surat kabar yang bertugas sebagai wakil masyarakat untuk mencari dan memberi tahu tentang segala peristiwa yang terjadi yang dibutuhkan masyarakat. Pada sisi inilah, mengapa wartawan memiliki hak untuk “tahu” pada segala informasi publik, dan diberi keleluasaan untuk mencari ke mana pun informasi itu berada. Menurut Santana (2005: 87), surat kabar harian sendiri terbit untuk mewadahi keperluan masyarakat tersebut. Informasi menjadi instrumen penting dari masyarakat industri. Oleh sebab itulah, surat kabar harian bisa disebut sebagai produk dari industri masyarakat. Di samping itu dalam bentuknya yang independen, surat kabar biasanya integral dengan perkembangan paham demokrasi di sebuah masyarakat. Hal tersebut bisa terlihat dari kondisi kebebasan pers yang terdapat di sebuah masyarakat, dan tingkat keberaksaraan masyarakat Perkembangan surat kabar, menurut Encyclopedia Brittanica (Santana, 2005: 87-88) bisa dilihat dari tiga fase: Fase pertama, fase para pelopor yang mengawali penerbitan surat kabar yang muncul secara sporadis, dan secara gradual kemudian menjadi penerbitan yang teratur waktu terbit dan materi pemberitaan serta khalayak pembacanya. Fase kedua, sistem otokrasi yang masih menguasai masyarakat membuat surat kabar kerap ditekan kebebasan menyampaikan laporan pemberitaannya.
Penyensoran
terhadap
berbagai
subyek
materi
informasinya kerap diterima surat kabar. Setiap pendirian surat kabar
Universitas Sumatera Utara
mesti memiliki izin dari berbagai pihak yang berkuasa. Semua itu akhirnya mengurangi independensinya sebagai instrumen media informasi. Fase ketiga, ialah masa penyensoran telah tiada namun berganti dengan berbagai bentuk pengendalian. Kebebasan pers memang telah didapat. Berbagai pemberitaan sudah leluasa disampaikan. Namun sistem kapitalisasi industri masyarakat kerap menjadi pengontrol. Ini dilakukan antara lain melalui pengenaan pajak, penyuapan, dan sanksi hukum yang dilakukan kepada berbagai media dan pelaku-pelakunya.
4.
Teks Berita : Pandangan Konstruksionis Pendekatan
konstruktivisme
diperkenalkan
oleh
sosiolog
interpretatif Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secama ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, dia dibentuk dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang. Artinya, setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Penerapan gagasan Berger dalam ranah konteks berita adalah bahwa sebuah teks dalam berita tidak dapat kita samakan sebagai Copy (cerminan) dari realitas (mirror of reality), ia harus dipandang sebagai hasil konstruksi atas realitas. Realitas lapangan sebenarnya berbeda dengan realitas media. karenanya sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Sekelompok wartawan yang meliput suatu peristiwa, dapat memiliki konsepsi dan pandangan yang berbeda ketika melihat suatu
Universitas Sumatera Utara
peristiwa dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita (Eriyanto, 2001 :17). Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang rill.disini realitas bukan diperoleh begitu saja sebagai berita, ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta.
5. Analisis Framing Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Analisis Framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya (Sobur, 2004 :162). Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo, 2004 :186).
Universitas Sumatera Utara
Ada hal penting dalam framing, ketika sesuatu diletakkan dalam frame, tidak semua berita ditampilkan dalam arti ada bagian yang dibuang dan ada bagian yang dilihat. Untuk menjelaskan framing kita bisa menghadirkan analogi ketika kita memfoto suatu pemandangan, maka maksud foto hanyalah bagian yang berada dalam frame, sementara bagian yang lain terbuang. Contohnya adalah pasphoto Rachmat. Ketika Rachmat difoto 3x4 untuk KTP, maka di frame adalah bagian dada ke atas. Bagian bawah tidak termasuk dalam Frame (Kriyantono, 2008 :251-252). Tentunya ada alasan mengapa framing dilakukan pada bagian tententu, mengapa bagian tertentu yang difoto sementara bagaian yang lain tidak. Oleh karena itu analisis framing hadir untuk menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan dan ssedangkan peristiwa yang lain tidak? Mengapa suatu tempat dan pihak yang terlibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realita didefenisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sementara yang lain tidak? Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita lain yang diwawancarai? Jadi analisis framing ini merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, lain-lain) yang dilakukan media. pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang artinya realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktik, analisis framing banyak digunakan untuk melihat frame surat kabar karena masing-masing surat kabar memiliki kebijakan politis tersendiri. Dalam penelitian ini perangkat framing yang digunakan ialah model framing yang dikembangkan oleh Gamson dan Modigliani. Framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami framing sebagai seperangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Jadi perangkat wacana akan saling mendukung satu dengan yang lainnya menuju sauatu titik pertemuan yaitu ide sentral dari suatu berita.
I.6 Kerangka Konsep Kerangka sebagai hasil dari pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai
dan
dapat
mengantarkan
penelitian
pada
rumus
hipotesis
(Nawawi,1995:40). Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995:57). Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Universitas Sumatera Utara
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah model analisis yang dikembangkan oleh Gamson dan Modigliani seperti gambar berikut ini; Tabel perangkat framing Gamson dan Modigliani Media Package (Perspektif)
Core Frame
Considering Symbols Framing Devices
1. 2. 3. 4. 5.
Reasoning Devices
Metaphors Exemplars Catchphrases Depictions Visual Images
1. Roots 2. Appeals to Devices 3. COnsequences
Sumber : Eriyanto, 2001 : 256
Universitas Sumatera Utara
I.7 Defenisi Operasional Variabel I.7.1
Framing Framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana satu gugusan perspektif interpretasi (interpretative packages) saat mengkonstruksi dan memberikan makna suatu isu. Sebuah package memiliki struktur internal. Pada inti struktur terdapat gagsan sentral (core frame) yang berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan terhadap peristiwa, dan mengarahkan makna isu yang dibangun melalui condensing symbol. Condesing symbols terdiri dari framing devices (yang mengarahkan bagaimana cara melihat isu) dan reasoning devices )yang memberikan alasan pembenar apa yang seharusnya dilakukan terhadap isu tersebut). a. Framing Devices a.1 Metaphors dipahami sebagai cara memindahkan (transpose) makna sesuatu dengan merelasikan dua fakta analogi, sering berupa kiasan menggunakan kata : seperti, bak, laksana, dll. a.2 Exemplars adalah menguraikan atau mengemas fakta tertentu saja secara mendalam agar memiliki bobot makna lebih pada satu sisi untuk dijadikan rujukan. Posisinya sebagai pelengkap dalam kesatuan wacana.
Tujuannya
memperoleh
pembenaran
beroperasinya
kekuasaan.
Universitas Sumatera Utara
a.3 Cathprases adalah istilah, bentukan kata atau fase khas cerminan fakta yang merujuk pada pemikiran atau semangat sosial tertentu guna mendukung praktek kekuasaan. Dalam wacana cathprases dapat berwujud jargon, slogan, semboyan. a.4 Depictions adalah penggambaran fakta melalui kata, istilah, kalimat bermakna konotatif, dan bertendensi khusus agar pemahaman khalayak terarah kecitra tertentu, misalnya mencuatkan gairah, harapan, ketakutan, posisi, moral serta perubahan. Depiction berupa stigmasi, disfemisme dan akronimisasi. a.5 Visual image adalah pemakaian foto, diagram grafism tabel, kartun dan sejenisnya yntuk mengekspresikan pesan. Misalnya perhatian (penegasan)
atau
penolakan
(kontras)
menggunakan
huruf
dibesarkan, dikecilkan, ditebalkan, dimiringkan atau digarisbawahi serta pemakaian bermacam wacana. Merupakan berita yang dijadikan topik utama oleh media b. Reasoning Devices b.1 Roots analisis kausal dengan mengedepankan hubungan yang melibatkan suatu objek atau lebih yang dianggap suatu sebab terjadinya hal lain. Tujuannya
untuk
memberikan
alasan
pembenar
dalam
penyimpulannya.
Universitas Sumatera Utara
b.2 Appelas to principles upaya memberikan alasan pembenar memakai logika dan prinsip moral untuk mengklaim suatu kebenaran saat membangun wacana. Sifat appelas to principles yang apriori, dogmatis, simplistik dan mono kausal terkadang membuat khalayak tak berdaya menyanggahi isi argumentasi. b.3 Consequences adapun efek atau konsekuensi yang didapat dari framing.
I. 8
Metodologi Penelitian Metode dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan
bagaimana peneliti dalam menggambarkan tentang tata cara pengumpulan data yang diperlukan, serta analisis data. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudak mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) bukan banyaknya (kuantitas) (Kriyantono, 2008 : 56-57).
Universitas Sumatera Utara
I.8.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini menggunakan model analisis framing yang dibuat oleh Gamson dan Modigliani.
I.8.2 Subjek Penelitian Subjek penelitian pada penelitian ini berupa kumpulan berita tentang sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait perseteruan Polri dan KPK.
I.8.3 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu: 1. Studi Dokumenter Data-data unit analisis dikumpulkan dengan cara mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis pada harian Kompas yang memuat berita tentang program kerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur serta tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
I.8.4 Teknik Analisis Data Penelitian ini akan memusatkan pada penelitian kualitatif dengan perangkat metode analisis isi memakai analisis framing.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Berita Pembentukan citra Presiden SBY terkait kasus Perseteruan Polri dan KPK. No
Judul Berita
Edisi
Hlm
Deskripsi Umum
Tabel 2. Frame isi Pemberitaan Frame : Metaphors
Roots
Catchphrases
Appeals to Principle
Depictions
Consequences
Exemplaar
Visual Images
Universitas Sumatera Utara