BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini maka kebutuhan sarana dan prasarana yang terkait dengan transportasi guna mendukung produktifitas di berbagai bidang yang menggunakan sarana jalan raya semakin meningkat yang akan memberi dampak positif dan negative. Masalah lalu lintas merupakan masalah yang dihadapi oleh negara‐negara yang maju dan juga negara‐negara berkembang seperti Indonesia. Namun, di Indonesia, permasalahan yang sering dijumpai pada masa sekarang menjadi lebih parah dan lebih besar dari tahun‐tahun sebelumnya, baik mencakup kecelakaan, kemacetan dan polusi udara serta pelanggaran lalu lintas.1 Oleh karena itu upaya preventif dalam menjaga keamanan dan keselamatan di jalan harus menjadi prioritas yang diutamakan. Aparat penegak hukum (polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie toezicht) dan sebagai penindak (politie dwang) dalam fungsi politik. Di samping itu polisi lalu lintas juga melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segitiga pengaman) dan fungsi bestuur khususnya dalam hal perizinan atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan (SIM) Surat Izin Mengemudi).2 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengamanatkan bahwa peran dan fungsi polisi dibidang lalu lintas adalah pendidikan masyarakat lantas (education), rekayasa lantas (enginering), 1
Arif Budiarto dan Mahmudal, 2007. Rekayasa Lalu Lintas, Penerbit UNS Press. Hal.3. Soerjono Soekanto 2. 1989. Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah – Masalah Sosial. Bandung. Penerbit Citra Aditya Bakti. Hal 58 2
1
2
penegakan hukum (law enforcement), registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor (regestration and identification), dan sebagai pusat K3I (komando, kendali, koordinasi dan informasi) lalu lintas. Fungsi dan peran tersebut bertujuan untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, meminimalisisir korban fatalitas sebagai akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas, kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan peraturan lalu lintas, serta meningkatkan pelayanan masyarakat dibidang lalu lintas. Tata cara berlalu lintas secara umum telah diatar dalam Bab IX Bagian Keempat Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam bagian keempat tersebut, telah diatur bahwa setiap orang yang menggunakan jalan wajib berperilaku tertib dan/atau mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan (pasal 105). Ketentuan yang diatur dalam pasal 105 secara umum bertujuan untuk menjaga keselamatan dan kelancaran berlalu lintas. Berkaitan keselamatan dan kelancaran lalu lintas, banyak kondisi dimana pengguna jalan tidak mampu menjaga keduanya ketika menggunakan jalan. Bahkan, pengaturan lalu lintas pun kadang tidak mencerminkan untuk menjaga dua kondisi tersebut secara bersamaan. Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, mulai dari yang ringan hingga yang berat.3 3
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung. Penerbit Refika Aditama. Hal 20
3
Beberapa contohnya adalah (1) pengendara kendaraan bermotor yang berhenti di persimpangan pada saat fase lampu merah; (2) pengendara kendaraan bermotor yang akan masuk ke jalur utama; dan (3) ketentuan belok kiri jalan terus. Namun demikian, masih banyak yang melanggar adanya aturan tersebut, misalnya mengenai aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas atau belok kiri langsung. Banyak kita jumpai rambu - rambu, “belok kiri boleh jalan terus”, atau “belok kiri ikuti isyarat lampu APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas)”. Tujuan utama pemasangan rambu - rambu ini adalah untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas di persimpangan. Dengan adanya rambu rambu ini, pengemudi yang akan berbelok kiri boleh langsung berbelok kiri tanpa harus menunggu lampu menyala hijau. Memang tidak semua persimpangan diberikan rambu - rambu belok kiri jalan terus atau belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas. Hal ini menyebabkan pengendara menjadi bingung, apakah akan langsung berbelok atau menunggu lampu hijau. Untuk itulah, sebaiknya pengaturan setiap simpang diseragamkan dengan menggunakan lampu. Selain itu, perlu disosialisasikan aturan ketika berbelok kiri yaitu “boleh langsung belok kiri jika kendaraan dari arah kanan tidak ada yang melaju”. Dengan demikian, marka “belok kiri jalan terus” tersebut berlaku dengan syarat “tidak ada kendaraan yang melaju dari arah kanan atau depan”. Memang demikian adanya, banyak pengemudi yang langsung berbelok kiri ketika melihat ada rambu - rambu tersebut. Mereka rela berebut hak jalan
4
dengan kendaraan yang melaju dari arah kanan atau depan agar bisa tetap langsung berbelok kiri dan terus melaju. Walaupun terkadang berbeda antara mobil dengan motor. Mobil kadang ada yang berhenti terlebih dahulu dan ada juga yang langsung berbelok kiri, sedangkan motor semuanya langsung berbelok kiri. Dalam aturan lalu lintas yang lama pasal 59 ayat 3 PP No.43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, bahwa pengemudi dapat langsung belok kiri pada setiap persimpangan jalan, kecuali ditentukan oleh rambu – rambu atau alat pemberi isyarat lalu lintas pengatur belok kiri. Dalam konteks ini menimbulkan permasalahan yang diantaranya kesulitan bagi pejalan kaki yang akan menyeberang di persimpangan tersebut atau seringkali kendaraan yang belok kiri langsung mengabaikan kendaraan lain dari arah yang mendapatkan lampu hijau. Namun dalam hal keselamatan jalan, hal ini perlu ditinjau kembali. Bilamana terjadi kecelakaan antara kendaraan yang berbelok kiri dengan kendaraan yang melaju dari arah kanan karena fase lampu hijau, maka yang harus bertanggung jawab adalah kendaraan yang berbelok kiri. Ini tentunya tanpa syarat, karena kendaraan yang dari arah kanan memang seharusnya diutamakan hak jalannya. Ketika tidak ada rambu - rambu “belok kiri jalan terus”, maka aturan yang berlaku adalah kendaraan (baik mobil maupun motor) boleh berbelok kiri ketika tidak ada kendaraan yang melaju dari arah kanan. Hal ini sama dengan ketika dipasang rambu-rambu stop atau beri kesempatan. Oleh karena itu aturan lalu lintas yang lama tidak digunakan lagi dan diganti
5
dengan yang baru yaitu UU.No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal ini sudah di atur di dalam pasal 112 ayat (3) yang dimana “pada persimpangan Jalan yang dilengkapi APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas), pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas)”. Namun masih banyak yang tidak mengetahui adanya aturan tersebut sehingga banyak yang mengabaikan dan melanggar aturan tersebut. Padahal dalam sanksinya yang dimana diatur didalam pasal 106 ayat (4) huruf c juncto pasal 287 ayat (2) UU. No.22 Tahun 2009 “ Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan APPIL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)”. Adapun contoh kasus yang pernah terjadi sebagai berikut : Sumenep, Jawa Timur, peristiwa Kamis malam (31/01/2013) paling tidak menjadi bukti penegakan hukum oleh aparat polisi, belum sepenuhnya memberi rasa aman terhadap masayarakat. Sekitar pukul 20.30, Salamet Wahedi, warga masyarakat Desa Pinggir Papas melintas dari arah barat Jalan Pandian ke arah timur per-empatan. Mendekati perempatan, lampu merah menyala. Salamet Wahedi belok kiri dan jalan terus. Sekitar lima puluh meter ke arah utara jalan Halim Perdana Kusuma, seorang polisi dengan pakaian dinas yang terlihat tegar dan kekar menghadangnya. Seorang polisi lainnya, dengan baju dinas dan jaket luar mendekati Salamet Wahedi dan meminta STNK dan SIM. Setelah berbasa-basi sedikit, Salamet Wahedi dipersilahkan untuk menunggu, sementara polisi berjaket yang memegang STNK dan SIM bersiap-siap untuk menuliskan surat tilangan. Sontak Salamet wahedi melakukan klarifikasi.
6
Polisi menjelaskan bahwa kalau lampu merah menyala di perempatan, pengemudi harap berhenti. Tapi Salamet Wahedi juga bersikukuh bahwa dia sengaja jalan terus belok kiri. Alasannya (1) Salamet Wahedi tidak tahu bahwa di perempatan itu, belok kiri harus mengikuti isyarat lampu. Karena menurutnya, Salamet wahedi tidak melihat rambu itu. Untuk alasan ini, polisi sedikit berang. Menurutnya, di perempatan itu sudah terpasang rambu yang menunjukkan belok kiri ikuti isyarat lampu. Tapi Salamet Wahedi bersikukuh bahwa dia dari arah barat tidak melihat itu. Sehingga, dengan mengingat rambu lampu merah perempatan di jalan Dr. Cipto, yang berbunyi belok kiri jalan terus, Salamet Wahedi memutuskan untuk jalan terus dengan belok kiri. Polisi dan Salamet Wahedi pun bersitegang. Keduanya pun meluncur ke lampu merah di jalan Pandian. Ternyata plang rambu “Belok Kiri Mengikuti Isyarat Lampu” itu memang ada, tapi pemasangannya tidak sebagaimana mestinya. Plang itu terletak di atas lampu merah-hijau-kuning dan menghadap ke arah selatan, sehingga kalau dari arah barat tidak terlihat. Di pos Polisi Halim Perdana Kusumah, Salamet Wahedi menjelaskan bahwa dia benar-benar tidak melihat plang rambu itu, dan mengambil keputusan untuk jalan terus dengan belok kiri seperti yang biasa ia lakukan di lampu perempatan jalan Dr. Cipto, karena di perempatan Dr. Cipto terpasang rambu “Belok Kiri Jalan Terus”. Salamet wahedi menjelaskan bahwa dirinya benar-benar tidak tahu karena sudah lama ia tidak pulang kampung. Sehingga ia tidak mengetahui kebijakan rambu-rambu lalulintas di Sumenep, apalagi plang rambu di perempatan Jalan Pandian itu terpasang salah. Penjelasan Salamet Wahedi, ternyata tak membuat polisi untuk mengendurkan presurenya. Polisi tetap bersikukuh untuk menilang Salamet Wahedi, dan Salamet Wahedi tetap bersikukuh tidak mau ditilang karena keputusannya semata-mata tidak disengaja dan juga karena salahnya pemasangan plang rambu itu.4 Ketika melihat kasus diatas, maka kemungkinan yang terjadi bahwa banyak yang melanggar aturan tersebut dikarenakan tidak tahu mengenai aturan yang menjelaskan tentang belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas kecuali ditentukan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) dan juga tidak ada pemasangan rambu pada setiap persimpangan yang menjelaskan belok
kiri
ikuti
lampu
lalu
lintas,
sehingga
banyak
sekali
yang
mengabaikannya. 4
Slamet Wahedi. Enggan ditilang SIM ditahan. http://www.OkaraSetWahedi.com. Diakses pada Tanggal 24 Juni 2015 Pukul 15.23 WIB
7
Dan juga tidaklah efektif meskipun sudah ada aturan tersebut tetapi kebiasaan masyarakat masih tidak mentaatinya. Selain itu ketika banyak sekali pengemudi sepeda motor yang melanggar, tidak ada penegak hukum (polisi lalu lintas) yang melakukan pengawasan atau yang berjaga pada setiap persimpangan yang dimana rasio penegak hukum disini sangat kurang dibanding jumlah pengemudi sepeda motor yang sangat banyak. Berdasarkan adanya kenyataan tersebut diatas yang melatar belakangi penulis untuk memilih judul : TINJAUAN TERHADAP PENEGAKAN HUKUM
PERKARA
PELANGGARAN
PASAL
112
AYAT
(3)
TENTANG ATURAN BELOK KIRI IKUTI ISYARAT LAMPU LALU LINTAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (STUDI DI WILAYAH HUKUM KOTA MALANG)
B. Rumusan Masalah Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang penting, agar dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum dalam hal aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas yang banyak dilanggar oleh pengendara kendaraan bermotor? 2. Apa faktor – faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum dalam hal aturan belok kiri iktuti isyarat lampu lalu lintas?
8
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum dalam hal aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas yang banyak dilanggar oleh pengendara kendaraan bermotor. 2. Peneitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum dalam hal aturan belok kiri iktuti isyarat lampu lalu lintas.
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Manfaat dan kegunaan yang ingin dicapai oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis, dengan memberikan sebuah wawasan baru atau memberikan gambaran yang berguna bagi pengembangan dan penelitian secara lebih jauh terhadap ilmu hukum, sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil yang bermanfaat dan berguna untuk masa yang akan datang. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan informatif yaitu sebagai bahan masukan informasi bagi masyarakat tentang memberikan
9
pemaparan dan pengetahuan kepada para pengguna jalan raya tentang aturan mengenai belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas. 2. Kegunaan Penulisan a. Bagi Penulis Selain sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum, harapannya melalui penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang berlalu lintas di jalan raya, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk penegakkan hukum yang lebih baik. b. Bagi Penegak Hukum Dengan diadakannya penelitian ini, harapannya penelitian ini akan menjadi sebuah informasi kepada para penegak hukum. Menyajikan bahan pertimbangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang transportasi, terlebih kepada instansi pemerintahan yang bergerak di bidang transportasi. c. Bagi Masyarakat Dengan dilaksanakannya penelitian ini, harapannya masyarakat dapat memahami lebih baik tentang tertib berlalu lintas dan masyarakat memahami aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas. E. Metode Penelitian Untuk memperoleh data-data yang dihubungkan dengan penulisan skripsi ini, penulis mengunakan metode sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan
10
Sebagai penelitian hukum, maka penelitian ini termasuk penelitian yuridis sosiologis. Secara Yuridis yaitu pendekatan `dari peraturan – peraturan hukum positif di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas bagi pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas di jalan raya. Secara Sosiologis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menghubungkan dengan kenyataan yang ada dalam praktek dan aspek hukum yang digunakan untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan penegakan hukum dalam hal aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas yang banyak dilanggar oleh pengendara kendaraan bermotor dan faktor – faktor yang mendorong pengendara kendaraan bermotor melakukan pelanggaran mengenai aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas. 2. Penentuan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di wilayah hukum Kota Malang. Beberapa lokasi yang dijadikan pengambilan data adalah sebagai berikut : a. Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang yang beralamat di Jalan Raden Intan No. 1 Kota Malang. b. Markas Polisian Resort (Malpores) Kota Malang yang beralamat di Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 19 Kota Malang yakni di bagian Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Kota Malang. c. Beberapa Jalan yang terdapat persimpangan di Kota Malang yaitu : 1) Jalan Sumbersari, Simpang ITN Kota Malang. 2) Jalan Sulfat, Simpang Sulfat Kota Malang.
11
3) Jalan Ahmad Yani, Simpang Blimbing Kota Malang. 4) Jalan Ahmad Yani, Simpang Borobudur Kota Malang. 5) Jalan Panglima Sudirman, Simpang Rampal Kota Malang. 6) Jalan Plaosan, Simpang Plaosan Kota Malang. 7) Jalan Raya Dieng, Simpang Dieng Kota Malang. 8) Jalan R. Panji Suroso, Simpang Araya Kota Malang. 9) Jalan Basuki Rahmad, Simpang Sarinah Kota Malang. 10) Jalann Basuki Rahmad, Simpang Rajabali Kota Malang. Lembaga / Instansi yang disebutkan diatas berkaitan dengan pelaksanaan penegakan hukum dalam hal aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas yang banyak dilanggar oleh pengendara kendaraan bermotor dan faktor – faktor yang mendorong pengendara kendaraan bermotor melakukan pelanggaran mengenai aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para informan sebagai data primer dan tulisan atau dokumen - dokumen yang mendukung pernyataan informan. Untuk memperoleh data data yang relavan dengan tujuan penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh dari lokasi penelitian yang diperoleh dari waktu Bulan Januari Tahun 2015 sampai Bulan Agustus Tahun 2015 yang bersumber atau berasal dari informan yang berkaitan
12
dengan Penegakan Hukum Perkara Pelanggaran Pasal 112 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang dimana didapat dari penyebaran questioner kepada 100 responden dari pengendara sepeda motor di Kota Malang, hasil wawancara dan data pelanggaran mengenai aturan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas yang terjadi selama Tahun 2014 yang diperoleh dari Satlantas Polresta Malang, serta hasil wawancara dan data jumlah pemasangan rambu belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas di setiap persimpangan Kota Malang yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Malang selama Tahun 2015. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data pelengkap yang diperoleh dari literatur, hasil penelitian, jurnal ilmiah, dokumen dokumen, buku, majalah, buletin, peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dang Angkutan Jalan, maupun berita-berita sajian media cetak yang berkaitan dengan masalah penelitian yang dibahas.
4. Metode Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Observasi Yaitu penulis melakukan kegiatan pengamatan secara langsung pada objek penelitian, yakni mengamati pengendara kendaraan bermotor yang
13
melangggar rambu – rambu belok kiri jalan terus atau ikuti isyarat lampu lalu lintas. b. Interview / Wawancara Interview/Wawancara yaitu suatu cara untuk mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusi dengan Responden yang dianggap mengetahui banyak tentang masalah penelitian, dengan menggunakan Daftar Pertanyaan / Questioner. Daftar Pertanyaan / Quesioner adalah daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan masalah penelitian.yang nantinya untuk dijawab. Wawancara yang akan peneliti lakukan, yaitu : 1) Pihak Satlantas Kota Malang yang diwakili oleh Brigadir Adi Candra selaku Anggota Satlantas Kota Malang, 2) Pihak Dinas Perhubungan Kota Malang yang diwakili oleh Bapak Oong Ngodjiono selaku Kasi Manajemen Rekayasa Lalu Lintas Dishub Kota Malang. 3) Pengendara Sepeda Motor yang menjadi responden yang dipilih dengan metode random sampling (sampel acak). c. Studi Dokumen Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengambil / mempelajari data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan (Dishub) dan Satuan Lalu Lintas (Satlantas) yaitu data - data terkait pelanggaran lalu lintas khususnya mengenai aturan lalu lintas dalam wujud penindakan
14
berupa penilangan dan / atau peneguran, serta data jumlah rambu yang menunjukkan belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas. 5. Metode Analisa data Metode yang digunakan adalah metode analisa Deskriptif yaitu menjelaskan,
menguraikan,
dan
menggambarkan
sesauai
dengan
permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Analisa data dalam penelitian ini nantinya juga akan dikaitkan dengan semakin banyaknya pengguna sepeda motor, sementara tidak diimbangi dengan sosialisasi mengenai adanya pengaturan mengenai aturan belok kiri tersebut sehingga banyak terjadi pelanggaran.
F. Rencana Sistematika Penulisan Pada penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam empat bab, dimana setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab, sistematika penulisannya secara singkat adalah sebagai berikut : BAB I
Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum di dalam memahami penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah\, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
Bab ini akan menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori hukum yang dapat mendukung penelitian dalam membahas dan
15
menjawab
rumusan
mengenai
Penegakan
Hukum
Perkara
Pelanggaran Pasal 112 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
BAB III
Bab ini berisi penulis akan menjawab, menguraikan dan menganalisa secara rinci dan jelas terkait rumusan masalah yang berhubungan dengan objek yang diteliti yaitu berkenaan dengan Penegakan Hukum Perkara Pelanggaran Pasal 112 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
BAB IV
Bab terakhir ini adalah kesimpulan yang merupakan kristalisasi hasil analisis dan intepretasi yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan dan merupakan jawaban atas identifikasi masalah.