BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat. Peradilan dapat dimaknai juga sebagai tempat terakhir dalam mencari kebenaran dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan. Meskipun demikian, kenyataan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini adalah ketidakefektifan dan ketidakefisienan sistem peradilan.1
1
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet VII, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 229.
1
2
Dalam menyelesaian suatu perkara membutuhkan waktu yang lama. Mulai dari tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Di sisi lain, para masyarakat pencari keadilan membutuhkan penyelesaian perkara yang cepat yang tidak hanya bersifat formalitas belaka. Hakim mempunyai berbagai tugas-tugas yang harus dilaksanakan, dan tugas hakim yang paling berat adalah menjawab kebutuhan manusia akan keadilan tersebut, sebab nilai standar nilai rasa keadilan bagi kedua belah pihak yang berperkara di pengadilan tentu berbeda. Maka cara yang paling efektif dan efisien dalam menjawab persoalan tersebut adalah dengan melalui jalan yang di sebut dengan perdamaian (mediasi). Sehubungan dengan itu, Lembaga bantuan hukum menjadi suatu kebutuhan praktek dalam suatu proses peradilan. Dari suku-suku bangsa yang belum maju sampai dunia modern, Kini lembaga bantuan hukum sangat diperlukan. Didalam lembaga penegak hukum terdapat badan-badan penegak hukum didalamnya seperti halnaya Hakim, Mediator, Polisi, Jaksa, Advokad dan lain sebagainya. Diantara yang telah disebut tersebut advokad adalah satu-satunya penegak hukum yang berdiri sendiri akan tetapi memiliki kedudukan yang setara dengan penegak hukum yang lainnya seperti : hakim, jaksa, dan polisi. Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain. Mengikuti konsep trias politica tentang pemisahan kekuasaan Negara, maka hakim sebagai penegak hukum menjalankan kekuasaan yudikatif, jaksa dan polisi meenjalankan kekuasaan eksekutif. Disini diperoleh gambaran, hakim mewakili
2
3
kepentingan Negara, jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintah. Sedangkan advokad tidak termasuk dalam kekuasaan Negara (eksekutif, legistatif, dan yudikatif). Advokad sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara mandiri untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan Negara (yudikatif, dan eksekutif). Bahwasannya istilah penegak hukum atau pengacara adalah sebagai terjemah dari kata “Advocat” dalam bahasa belanda. Ditinjau dari sudut etimologi perkataan advocate itu berasal dari bahasa latin yaitu “Advocare” yang berarti memohon atau memohonkan. Pengertian yang demikian masih terlihat sampai sekarang dari kewajiban seorang advokat untuk bertindak sebagai wakil atau kuasa dari rakyat dalam statusnya sebagai pembela atau penasehat dalam suatu perkara untuk meminta keadilan dalam pemeriksaan perkara.2 Mengenai tugas dan kedudukan seorang advokad atau penasehat hukum didalam suatu perkara yang diatur dalam reklame op de rechteljke organisatie yang disingkat dengan “RO”. Seorang advokad adalah seorang pembela atau penasehat hukum yang jasanya dalam mengajukan perkara dalam peradilan dan mewakili orang yang berperkara dimuka pengadilan. Yang tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN Tahun 2003 Nomor 49, TLN Nomor 4255, maka profesi advokat di Indonesia memasuki era baru. Suatu era yang dalam konteks ini diartikan sebagai pemacu bagi seorang calon advokat atau advokat untuk lebih baik dalam memberi pelayanan hukum kepada masyarakat. Untuk itu,
2
Abdur Rahman, Aspek-aspek Bantuan Hukum di Indonesia, h.215.
3
4
sebagai titik tolak, peran, fungsi dan perkembangan organisasi advokat perlu dipahami secara benar, baik dalam level filosofis (teori) maupun praktik. Sehingga tugas seorang advokad dapat tercapai secara baik. Adapun keterkaitan mengenai advokad terhadap munculnya PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Seorang advokad bertugas untuk menjalankan peran dan fungsinya secara mandiri untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan Negara (yudikatif, dan eksekutif). Sedangkan dengan munculnya PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Yang mana mediasi adalah sarana yang dibuat oleh pengadilan untuk membantu para pihak dalam menyelesaikan perkaranya dengan menggunakan perundingan atau mufakat yang menghasilkan perdamaian. Dengan adanya mediasi tersebut, apakah seorang advokad merasa diuntungkan dengan munculnya perma tersebut ataupun sebaliknya.3 Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediasi itu adalah suatu kegiatan untuk menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna untuk menghasilkan kesepakatan. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau
3
Lubis, Suhrawardi. K, Etika Profesi Hukum ( Jakarta: SinarGrafika, 2003).
4
5
penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak. Latar Belakang Mediasi Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 (PERMA No. 2 Th. 2003), dimana dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 masih terdapat banyak kelemahankelemahan Normatif yang membuat PERMA tersebut tidak mencapai sasaran maksimal yang diinginkan, dan juga berbagai masukan dari kalangan hakim tentang permasalahan permasalahan dalam PERMA tersebut. proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara. Jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula. Jika sengketa dapat diselesaikan melalui perdamaian, para pihak tidak akan menempuh upaya hukum kasasi karena perdamaian merupakan hasil dari kehendak bersama para pihak, sehingga mereka tidak akan mengajukan upaya hukum. Sebaliknya, jika perkara diputus oleh hakim, maka putusan merupakan hasil dari pandangan dan penilaian hakim terhadap fakta dan kedudukan hukum para pihak. Pandangan dan penilaian hakim belum tentu sejalan dengan pandangan para pihak, terutama pihak yang kalah, sehingga pihak yang kalah selalu menempuh upaya hukum banding dan kasasi. Pada akhirnya semua perkara bermuara ke Mahkamah Agung yang mengakibatkan terjadinya penumpukan perkara. institusionalisasi proses mediasi
5
6
ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa. Jika pada masa-masa lalu fungsi lembaga pengadilan yang lebih menonjol adalah fungsi memutus, dengan diberlakukannya PERMA tentang Mediasi diharapkan fungsi mendamaikan atau memediasi dapat berjalan seiring dan seimbang dengan fungsi memutus. PERMA tentang Mediasi diharapkan dapat mendorong perubahan cara pandang para pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat, bahwa lembaga pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan. PERMA tentang Mediasi memberikan panduan untuk dicapainya perdamaian. Sebelum perkara diproses sebagai sengketa, seluruh perkara perdata didahului dengan proses mediasi untuk mengoptimalkan usaha perdamaian. Manakala proses mediasi berhasil, maka perkara akan berakhir dengan akta perdamaian atau perkara di cabut. Semula kita pesimis apakah proses mediasi ini dapat berhasil dengan baik atau tidak, sebab terutama pada perkara perceraian, perselisihan sudah meruncing betul baru ke pengadilan, bahkan ada yang sudah pisah sampai setahun atau dua tahun baru maju ke pengadilan. Dalam kenyataan cukup banyak yang berhasil didamaikan. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis akan membahas dan mendalami tentang bagaimana pandanga seorang advokad dalam urgensi mediasi, dengan judul “ Pandangan Advokad Pengadilan Agama Kabupaten Malang Terhadap Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan”.
6
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada pemaparan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah-masalah, yaitu sebagai berikut : 1. Mengapa Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan diberlakukan? 2. Bagaimana Pandangan Advokat Pengadilan Agama Kabupaten Malang terhadap Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan? C. Batasan Masalah Agar kajian dalam penelitian ini tidak melebar dan fokus pada suatu permasalahan serta dapat dipahami secara baik dan benar sebagaimana yang diharapkan, Maka dalam hal ini, peneliti membatasi penelitian ini pada kajian pandangan advokad pengadilan agama kabupaten malang terhadap peraturan mahkamah agung (perma) no. 01 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Tepatnya di pengadilan agama kabupaten malang. Sedangkan advokad yang dimaksud dalam penelitian skripsi ini adalah hakim-hakim yang berada di lingkungan Pengadilan Agama Kabupaten Malang. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui mengapa Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan diberlakukan.
7
8
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan advokad Pengadilan Agama Kabupaten Malang terhadap Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. E. Manfaat Penelitian : 1. Manfaat teoritis. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi positif dalam bidang hukum, khususnya hukum perdata Islam di Indonesia yang berkaitan dengan pembahasan peneliti yakni pandangan advokad pengadilan agama kabupaten malang terhadap peraturan mahkamah agung (perma) no. 01 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Peneliti memiliki harapan besar bahwa nantinya penelitian ini akan mampu memberikan kejelasan hukum, yang memberikan kontribusi pada bidang keilmuan bagi kemajuan akademik. 2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan para pembaca penelitian ini sebagai sumbangan pikiran dari peneliti bagi kemajuan hukum perdata Islam di Indonesia yang hingga kini masih berirama seiring dengan perkembangan zaman. F. Definisi Operasional 1. Mediasi Di pengadilan Agama kabupaten Malang pelaksanaan mediasi telah sesuai dengan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan agama
8
9
kabupaten malang. Dengan munculnya PERMA No. 1 Tahun 2008 sangatlah memberikan manfaat terutama terhadap para hakim di pengadilan agama kabupaten malang. Pada awalnya mediasi dilakukan oleh para hakim di pengadilan kabupaten malang dan terkadang hakim tersebut tidak mempunyai sertifikat resmi menjadi mediator, Hal ini dikarenakan kekurangannya mediator di pengadilan kabupaten malang. Sedangkan perkara yang masuk sangatlah banyak sehingga penanganan dalam
memutuskan
perkara
membutuhkan
waktu
yang
lama
untuk
penyelesaiannya. Akan tetapi pada tahun 2013 mediasi harus dilakukan oleh mediator yang sudah mempunyai sertifikat yang resmi. Dan seorang hakim tidak lagi melakukan mediasi diluar persidangan. 2. Advokad. Profesi advokad sesungguhnya dikenal sebagai profesi yang mulia, karena mewajibkan pembelaan terhadap semua orang tanpa membedakan latar belakang ras, warna kulit, agama, budaya, social, ekonomi, kaya miskin, keyakinan politik gender, dan ideologi. Dan didalam penelitian ini, seorang advokat di pengadilan agama kabupaten malang dijadikan prioritas utama dalam penelitian untuk dijadikan informan dengan cara wawancara. G. Sistematika Pembahasan. Dalam penelitian ini disusun sebuah sistematika pembahasan penulisan agar dengan mudah diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh, Maka secara global dapat ditulis sebagai berikut :
9
10
Pada Bab I akan diuraikan mengenai latar belakang masalah penelitian yang menggambarkan atau merinci lebih jelas dari penelitian ini. Selain itu dikemukakan pula mengenai perumusan masalah, tujuan metode, dan Sistematika Pembahasan. Pada bagian ini dimaksudkan sebagai tahap pengenalan dan deskripsi permasalahan serta langkah awal yang memuat kerangka dasar teoritis yang akan dikembangkan dalam bab-bab berikutnya. Pada Bab II menerangkan tentang bagaimana teori atau pun landasan yang digunakan dalam penelitian yang mengenai upaya mediasi dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang, Yang mana menggunakan pandangan, gagasan dan pemikiran seorang advokad (Pengacara). Pada Bab III akan mendeskripsikan mengenai lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, dan metode pengumpulan data penelitian dan tekhnik analisis data penelitian. Pada Bab IV merupakan inti dari penelitian karena pada bab ini akan menganalisis data-data baik melalui data primer maupun data sekunder untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan. Penulisan judul ditulis dengan “Hasil Penelitian dan Pembahasan” dan judul sub bab-nya disesuaikan dengan tema-tema yang dibahas dalam penelitian. Pada Bab V merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam bab ini bukan merupakan ringkasan dari penelitian yang dilakukan, melainkan jawaban singkat atas rumusan masalah yang telah ditetapkan. Saran adalah usulan atau anjuran kepada pihak-pihak terkait atau
10
11
memiliki kewenangan lebih terhadap tema yang diteliti demi kebaikan masyarakat atau penelitian di masa-masa mendatang.
11