1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis
dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura yang termasuk di dalamnya antara lain tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias dan tanaman obat, merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional. Pengelolaan usahatani hortikultura secara agribisnis dapat meningkatkan pendapatan petani dengan skala usaha yang kecil, karena nilai ekonomi komoditas hortikultura yang tinggi. Hortikultura terbesar adalah buah-buahan, diikuti sayuran dan tanaman hias. Komoditas hortikultura pada umumnya ditanam sebagai tanaman sela, tanaman pekarangan, dan kebun. Seiring dengan nilai komersialnya yang tinggi, terutama sayuran dan tanaman hias, banyak dikembangkan melalui budidaya hidroponik (Bapenas, 2006) Salah satu komoditas hortikultura yang menguntungkan adalah kentang. Kentang merupakan salah satu jenis tanaman umbi yang dapat memproduksi makanan bergizi lebih banyak dan lebih cepat, namun membutuhkan hamparan lahan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Kentang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.
2
Kentang dengan potensi pasar yang luas baik di tingkat lokal, regional maupun internasional, mempunyai prospek yang cerah untuk lebih dikembangkan dengan skala luas. Serapan kentang segar masih didominasi oleh pasar tradisional, namun seiring dengan tumbuhnya pasar modern, permintaan kentang dengan spesifik tertentu semakin meningkat. Spesifikasi yang diminta oleh pasar modern antara lain rata-rata berat dan ukuran seragam, kemudian kulit halus, tidak mudah rusak, bersih dan dikemas dengan baik. Untuk itu perlu peningkatan keterampilan budidaya dan pascapanen yang baik, serta penggunaan input produksi yang memadai. Kentang biasa digunakan untuk sayuran, kentang goreng, keripik, dan tepung. Jenis yang biasa digunakan petani terdiri dari jenis granola dan jenis lokal. Granola banyak dipakai karena tahan virus, bentuknya menarik, umbi berwarna kuning, dan benih bisa digunakan hingga lima generasi (Susanto, 1994). Beberapa manfaat tanaman kentang antara lain (1) tanaman cepat menghasilkan (cash crop) bagi petani, (2) bahan makanan fast-food yang menjamur di kota-kota besar, (3) bahan dasar industri pangan dan tekstil, (4) komoditas ekspor non-migas, dan (5) bahan diversifikasi pangan non beras yang bernilai gizi tinggi. Kentang memiliki berbagai macam kultivar yang dapat digunakan sesuai kebutuhan, seperti untuk konsumsi segar, bakingpotato, chip, french fries dan tepung. Berbagai kultivar telah dikembangkan di Indonesia dan menunjukan hasil yang memuaskan dan menguntungkan bagi petani produsennya. Salah satu contoh yang menarik adalah pengembangan kentang atlantik yang berasal dari Belanda dan Amerika Serikat. Kentang atlantik adalah jenis unggul yang digunakan
3
industri makanan kemasan, terutama untuk diolah menjadi keripik kentang. Penanaman untuk
pembenihannya
berbeda
dengan
keperluan
konsumsi
(Siswoputranto, 1989). Perdagangan kentang dunia tahun 2003-2007 berdasarkan data dari FAO, terdapat tujuh negara eksportir kentang terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 64,02% terhadap total nilai ekspor kentang dunia (US$ 2.231.974). Indonesia merupakan negara eksportir kentang dengan urutan ke ke-39 dengan kontribusi 0,17% terhadap total nilai ekspor kentang dunia.
25% 20,16% 20%
16,30%
15% 10%
7,24%
5,79%
5,13%
4,74%
4,66%
5% 0% Belanda
Perancis
Jerman
Belgia
Kanada
USA
Inggris
Gambar 1. Negara Eksportir Kentang Terbesar di Dunia (rata-rata 2003-2007) Sumber : FAO diolah pusdatin Sementara itu impor kentang dilakukan oleh hampir semua negara di dunia. Terdapat sembilan negara importir terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi 54,54% terhadap total nilai impor kentang di dunia (US$ 2.601.828). Indonesia merupakan negara importir urutan ke-89 dengan rata-rata impornya memberikan kontribusi sebesar 0,10% terhadap total nilai impor kentang dunia.
4
10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0%
8,58%
8,44%
8,02% 7,22%
6,58%
6,38% 4,20%
3,99% 3,15%
Gambar 2. Negara Importir Kentang Terbesar di Dunia (rata-rata 2003-2007) Sumber : FAO diolah pusdatin Produksi kentang telah berkembang dengan pesat selama dekade terakhir, dan kini Indonesia telah menjadi negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara (Dinas Pertanian Jabar,2008). Produksi kentang Indonesia setiap tahun bisa mencapai sekitar 850.000 ton. Jumlah ini dihasilkan dari luasan lahan sekitar 60.000 ha. Luas areal tanam dan produksi meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Dinas Pertanian Jabar,2008). Indonesia mengekspor kentang sekitar 21.000 ton/tahun dengan nilai devisa sekitar 10 juta dollar AS. Kentang yang dikonsumsi di dalam negeri sekitar 829.000 ton/tahun (Dinas Pertanian Jabar,2008).
5
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Impor Kentang Segar, Beku, dan Olahan Indonesia tahun 2004-2008 Tahun Pertumbuhan No Uraian (%) 2004 2005 2006 2007 2008 Volume 1 16.791 14.512 86.442 10.282 8.585 94,37 Ekspor (ton) - Segar 16.448 13.820 85.994 9.661 8.013 100,06 - Beku 66 323 172 561 417 135,37 - Olahan *) 237 369 276 61 155 84,84 Nilai Ekspor 2 3.739 3.928 6.288 3.331 2.892 1,23 (000 US$) - Segar 3.556 3.576 5.952 2.868 2.388 -0,39 - Beku 34 100 107 393 183 103,83 - Olahan *) 149 252 230 70 322 86,92 Volume 3 28.150 32.218 31.756 34.812 37.642 7,69 Impor (ton) - Segar 3.831 6.391 5.698 6.952 8.289 24,40 - Beku 5.075 2.866 3.628 5.865 4.825 6,75 - Olahan *) 19.244 22.961 22.430 21.995 24.528 6,64 Nilai Impor 4 20.229 21.666 23.219 27.687 35.505 15,44 (000 US$) - Segar 1.672 3.258 3.074 3.711 4.895 35,47 - Beku 2.922 2.116 2.755 5.041 4.768 20,04 - Olahan *) 15.635 16.293 17.390 18.934 25.842 14,08 Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) terdiri dari pati kentang, kentang olahan, irisan, dan potongan serta kentang lain-lain
Berdasarkan data rata-rata produksi kentang Indonesia tahun 2006-2008, daerah sentra produksi kentang terdapat di lima provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Kelima provinsi ini memberikan kontribusi sebesar 87,17% terhadap total produksi kentang Indonesia.
6
Tabel 2. Provinsi Sentra Produksi Kentang di Indonesia, tahun 2006-2008 Produksi (ton) Share No Provinsi Rata-rata (%) 2006 2007 2008 1 Jawa Barat 349.158 337.368 292.253 351.380 33,99 2 Jawa Tengah 236.695 255.481 263.147 217.855 21,07 3 Sulawesi Utara 116.730 110.521 139.018 121.205 11,73 4 Sumatera Utara 98.267 90.634 130.296 115.589 11,18 5 Jawa Timur 87.928 90.365 105.058 95.083 9,20 Lainnya 123.133 119.364 141.771 132.607 12,83 Indonesia 1.011.911 1.003.733 1.071.543 1.033.719 100,00 Sumber : Dirjen Hortikultura diolah Pusdatin Peluang pengembangan areal untuk peningkatan produksi masih cukup besar, terutama di wilayah dataran tinggi luar Jawa, seperti di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua (Ashandi dkk, 1985). Hanya saja dalam kenyataannya, pengembangan usahatani kentang banyak mengalami hambatan yang sangat memberatkan petani, seperti mahalnya harga input di tingkat petani yang berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi. Salah satu input yang sangat berpengaruh pada keberhasilan usahatani kentang adalah benih kentang. Benih kentang yang bermutu sangat diperlukan untuk mendapatkan tingkat produktivitas yang tinggi. Rendahnya kualitas dan kuantitas benih kentang seharusnya menjadi perhatian utama dalam usaha peningkatan produksi kentang di Indonesia (Wattimena, 2000). Kertergantungan bahan baku juga menjadi hambatan bagi para penangkar benih kentang bersertifikat. Hal ini dikarenakan berdasarkan peraturan pemerintah, penangkar yang diperkenankan untuk melaksanakan penangkaran benih induk kentang generasi nol, generasi satu dan generasi dua adalah Lembaga Penelitian, Universitas, Balai Induk Benih Kentang yang telah mampu dan diberi
7
kewenangan atau perusahaan yang telah terakreditasi karena memenuhi persyaratan (Wattimena, 2000). Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan di Jawa Barat (Dinas Pertanian Jabar, 2008). Keadaan alam di Provinsi Jawa Barat terdapat banyak dataran tinggi sangat kondusif bagi pertumbuhan tanaman kentang. Keadaan alam tersebut menjadikan Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi kentang di Indonesia (Dinas Pertanian Jabar, 2008). Potensi lahan yang dapat ditanami kentang di Jawa Barat seluas 35.000 hektar, luas tanam rata-rata setiap tahun kurang lebih 23.000 hektar dengan produksi rata-rata 18,7 ton per hektar (nasional:15,59 ton per hektar). Penyebaran tanaman kentang di Jawa Barat tersebar di beberapa kabupaten diantaranya Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Majalengka. Tabel 3. Luas Tanam Kentang (ha) pada Berbagai Sentra di Jawa Barat 2005-2009 Tahun Wilayah 2005 2006 2007 2008 Bandung 10.955 11.511 9.669 7.145 Garut 5.459 4.585 5.086 5.761 Majalengka 119 750 1.103 1.100 Kab.Lain 13.961 447 2.771 352 Jumlah 17.969 17.323 16.135 14.358 Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2010.
2009 7.007 4.933 897 424 13.261
Dilihat dari kesesuaian wilayah, Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang paling sesuai untuk pengembangan tanaman kentang, karena memiliki lahan kering dataran tinggi yang cukup luas. Pengembangan komoditas kentang di Kabupaten Bandung sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif. Pengembangan yang dilakukan harus memperhatikan keseluruhan aspek dan segmen agribisnis dari hulu sampai ke hilir dan perangkat penunjangnya menuju
8
keseimbangan antara usaha peningkatan produksi, perbaikan distribusi dan peningkatan konsumsi, yang menguntungkan semua pihak. Salah satunya dengan pendekatan manajemen rantai pasok (Anatan & Ellitan, 2008). Pada intinya, manajemen rantai pasok adalah suatu jejaring organisasi yang saling tergantung dan bekerjasama secara menguntungkan melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi, pelayanan dan finansial dari pemasok ke konsumen akhir (Anatan & Ellitan, 2008). Konsep manajemen rantai pasok dilakukan agar peningkatan daya saing itu tidak semata dilakukan melalui perbaikan produktivitas dan kualitas produk, tetapi juga melalui pengemasan, pemberian merk, efisiensi, transportasi, informasi, penguatan kelembagaan dan penciptaan inovasi secara berkelanjutan dan sistematik. Pendekatan manajemen rantai pasok didasarkan pada (1) proses budidaya untuk menghasilkan produk (hortikultura), (2) mentransformasikan bahan mentah (penanganan panen dan pasca panen) dan (3) pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi (Dirjen Hortikultura, 2008). Untuk menjamin keberhasilan penerapan manajemen rantai pasok, perlu memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan, antara lain kebijakan, sumber daya manusia, prasarana, sarana, teknologi, kelembagaan, modal/pembiayaan, sistem informasi, sosial budaya dan lingkungan lain. Proses aktifitas dalam penerapan manajemen rantai pasok, memiliki lima aliran utama yang harus dikelola dengan baik: aliran produk, aliran informasi, aliran finansial, aliran pelayanan dan aliran kegiatan (Dirjen Hortikultura, 2008).
9
Salah satu pelaku usaha yang terlibat di dalam rantai pasok kentang di Kabupaten Bandung adalah Kelompok Tani Insani Agrosamesta. Kelompok Tani Insani Agrosamesta merupakan salah satu kelompok tani di Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, yang bergerak dalam komoditas kentang, terutama kentang jenis atlantik. Kentang atlantik dikhususkan untuk bahan baku industri pengolahan makanan. Kelompok Tani Insani Agrosamesta sudah bergerak di komoditas kentang atlantik kurang lebih selama dua tahun dan bekerja sama dengan pihak industri pengolahan makanan. Industri pengolahan makanan memanfaatkan kentang atlantik sebagai bahan baku untuk diolah menjadi berbagai macam produk makanan olahan. Kentang atlantik yang dipasok kelompok tani setiap bulannya berkisar 1316 ton.
Petani yang melakukan budidaya kentang atlantik setiap bulannya
sebanyak 3-4 orang. Namun hal ini disesuaikan lagi dengan ketersediaan bibit kentang G3 dan rotasi tanam di setiap petani. Sebelum dikirimkan kepada pihak industri pengolahan makanan, dilakukan sortasi dan grading oleh para petani dilahannya masing-masing. Setelah itu hasil panen dikumpulkan di kelompok tani dan langsung dikirim tanpa disimpan terlebih dahulu. Pengiriman dilakukan oleh kelompok tani dengan menggunakan jasa pengangkutan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengangkutan sebesar Rp.1.100.000,00/ satu kali pengangkutan. Hasil panen dikirimkan langsung ke tempat produksi industri pengolahan makanan di daerah tangerang.
10
Kentang yang sudah sampai di tempat tujuan, diterima oleh pihak gudang dan dilakukan penimbangan ulang. Terkadang terjadi perbedaan berat timbangan karena terjadi penyusutan selama perjalanan. Penyusutan berat selama perjalanan tidak lebih dari 5%. Pengawasan selama perjalanan oleh kelompok tani dilakukan melalui sms atau telepon. Hubungan antara kelompok tani dengan jasa pengangkutan sudah sangat akrab sehingga sudah saling percaya satu dengan yang lainnya. Pembayaran yang diterima oleh kelompok tani tidak langsung dibayarkan saat kentang dikirimkan, melainkan terdapat tenggat waktu. Lamanya tenggat waktu, maksimal 10 hari kerja setelah kentang dikirimkan. Sistem kontrak antara industri pengolahan makanan dengan Kelompok Tani Insani Agrosamesta bersifat tahunan dan di akhir tahun selalu dilakukan evaluasi. Hal-hal yang diatur di dalam kontrak antara lain, jumlah pasokan setiap bulan, sistem pembayaran, dan harga kentang atlantik. Permintaan kentang atlantik industri pengolahan makanan sebenarnya mencapai 200 ton/bulan, tergantung dari kebutuhan dan kapasitas produksi. Namun dalam kontrak kerjasama antara kedua belah pihak, kentang atlantik yang harus dipasok kelompok tani berkisar 20-30 ton/bulan. Pada kenyataannya, kelompok tani belum bisa memenuhi secara maksimal dan tak jarang dalam satu bulan kelompok tani tidak bisa mengirimkan hasil panennya. Permasalahan yang dialami kelompok tani berada pada ketersediaan input produksi, yaitu bibit kentang. Untuk mendapatkan pasokan bibit kentang atlantik, kelompok tani mendapatkannya dari petani penangkar benih. Bibit yang dibeli
11
kelompok tani merupakan bibit generasi ke dua (G2). Bibit yang sudah dibeli tidak langsung dijual kepada anggotanya, melainkan diperbanyak terlebih dahulu selama tiga bulan. Hasil perbanyakan bibit G2 akan menjadi bibit generasi ke tiga atau biasa dikenal dengan G3. Bibit G3 inilah yang dijual kepada petani. Bibit G3 yang ada di tingkat petani, sebenarnya masih bisa diperbanyak kembali menjadi G4. Karena itu, pada masa tanam selanjutnya para petani tidak membeli bibit G3 lagi. Bibit G4 didapat dari hasil panen sebelumnya, kira-kira diambil sebanyak 15% dari hasil panen. Para petani tidak disarankan untuk menggunakan bibit G5, karena akan berdampak pada menurunnya produktivitas. Karena itu, para petani akan membeli lagi bibit G3 kepada kelompok tani. Kelompok tani sangat mengharapkan adanya pasokan benih G1 dan G0 agar perbanyakan di tingkat kelompok tani dan petani bisa semakin banyak dan semakin panjang. Namun hal itu masih menjadi permasalahan bagi petani penangkar benih. Petani penangkar benih sendiri masih kesulitan dalam mencari pasokan benih G0, karena benih G0 untuk kentang varietas atlantik harus diimpor atau membeli kepada pihak swasta. Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu ditinjau kembali manajemen rantai pasok kentang atlantik, mulai dari ketersediaan benih sampai kepada pasca panen sehingga permintaan pihak industri bisa terpenuhi.
12
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang bisa
dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana manajemen rantai pasok kentang atlantik mulai dari ketersediaan benih sampai pasca panen dan dikirimkan kepada industri pengolahan makanan ? 2. Bagaimana strategi membangun rantai pasok kentang atlantik mulai dari ketersediaan benih sampai pasca panen, sehingga bisa memenuhi kebutuhan industri pengolahan makanan ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui manajemen rantai pasok kentang atlantik mulai dari ketersediaan benih sampai panen dan dikirimkan kepada industri pengolahan makanan. 2. Membentuk strategi dalam membangun rantai pasok kentang atlantik mulai dari ketersediaan benih sampai pasca panen, sehingga bisa memenuhi kebutuhan industri pengolahan makanan.
13
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini antara lain : 1. Peneliti, sebagai sumber informasi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai manajemen rantai pasok kentang atlantik. 2. Petani, agar dapat memperoleh tambahan informasi dan masukan dalam pengelolaan rantai pasok kentang atlantik. 3. Pemerintah dan instansi-instansi terkait, sebagai sumber informasi tambahan dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan rantai pasok kentang atlantik. 4. Perusahaan, sebagai masukan agar jumlah pasokan kentang atlantik dari pangalengan dapat memenuhi kebutuhan industri pengolahan makanan berbasis bahan baku kentang atlantik.