BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan pikirannya. Kehidupan manusia yang berkelompokkelompok dan membentuk satu tatanan sosial masyarakat dan kebudayaan yang memiliki ciri dan kekhususannya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat untuk saling berinteraksi. Manusia yang memiliki kemampuan berpikir menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan media komunikasi yang paling canggih dan produktif, semua kelompok manusia mempunyai bahasa, (Ibrahim, 1993:125). Dengan menggunakan bahasa manusia saling bertutur dan berujar untuk menyampaikan pesan dan maksud pikirannya. Penggunaan Bahasa yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi adalah bentuk representatif kemampuan manusia itu berpikir. Setiap kelompok manusia memiliki bahasa tersendiri, yang digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tersebut. Melalui bahasa dapat dipahami kebudayaan pemakai bahasa, yang mencakupi cara berpikir masyarakatnya, (Sibarani, 2004: 46). Bangsa Arab yang menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasinya, menjadikan bahasa Arab tersebar luas di berbagai penjuru Dunia. Karena bahasa Arab dipilih sebagai bahasa Al-Quran, maka seiring dengan kemajuan syiar Islam bahasa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah dikemukakan bahwa Al-Quran merupakan kitab suci yang diturunkan dalam bahasa Arab, kebenaran pernyataan ini diperjelas dengan Firman Allah sebagai berikut:
(۱۱۳, )ﻁﻪ.......ﻚ ﺃَ ْﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎﻩُ ﻗُﺮْ ﺁﻧًﺎ َﻋ َﺮﺑِﻴًّﺎ َ َِﻭ َﻛ َﺬﻟ
wa każalika anzalnāhu qurānan ‘arabiyyan…… (Taha, 113) “Dan Demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab…..”. (QS. Taha, 113).
Sejak permulaannya, Al-Quran sebagai kitab dakwah, yakni ajakan untuk menuju Allah S.W.T dan mengikuti jejak Rasul-Nya, artinya, Al-Quran mengajak manusia untuk menaati dan mengikuti ajaran agama Islam yang dikehendaki oleh Allah S.W.T dan Rasul-Nya. Para Rasul Allah S.W.T menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan keagamaan dalam kegiatan berdakwah yang merupakan kegiatan berkomunikasi, baik secara verbal maupun visual. Maka pada waktu yang bersamaan para Rasul Allah S.W.T juga telah melakukan tindak tutur, antara penutur dan lawan tutur. Pesan yang dikomunikasikan dapat dipandang sebagai gabungan atau kombinasi dari berbagai tindak, serangkaian unsur dengan maksud dan tujuan tertentu. Komunikasi mempunyai fungsi, bersifat purposif, mengandungi maksud dan tujuan tertentu, serta dirancang untuk menghasilkan beberapa efek, pengaruh, atau akibat pada lingkungan para penyimak dan para pembaca, (Tarigan, 1990: 145). Dalam kegiatan berkomunikasi ini, ada tindak bahasa atau tindak tutur dalam menyampaikan pesan sesuai dengan konteks.
Universitas Sumatera Utara
Tindak tutur ‘speech act’ yang merupakan bagian dari kajian pragmatik, pertama kali disampikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, Jhon L. Austin, (Nadar, 2009:12). Austin mengemukakan pendapat bahwa pada dasarnya, saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Selanjutnya pendapat ini dikembangkan oleh Searle dan berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat, dan lain-lain. Searle, (dalam Nadar, 2009:14) membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan yang berbeda, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta dan lain sebagainya. Tindak tutur ilokusi dapat dikatakan sebagai tindak terpenting dalam kajian dan pemahaman tindak tutur. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur untuk mempengaruhi lawan tutur, seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk dan lain-lain. Leech, (1993: 162) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi berdasarkan fungsinya menjadi empat jenis, yaitu: a) Kompetitif (Competitive) : tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial; misalnya, memerintah, meminta, menuntut, mengemis. b) Menyenangkan (Convivial): tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial; misalnya menawarkan,
mengajak/mengundang,
menyapa,
mengucapkan
terima
kasih,
Universitas Sumatera Utara
mengucapkan selamat. c) Bekerja sama (Collaborative): tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial; misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan, mengajarkan. d) Bertentangan (Conflictive): tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi. Searle, (dalam Leech, 1993: 164) mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan berbagai kriteria, antara lain: 1) Asertif (Assertives): pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. 2) Direktif (Directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. 3) Komisif (Commissives): pada ilokusi ini penutur terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya, menjanjikan, menawarkan. 4) Ekspresif (Expressives): fungsi ilokusi ini ialah mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapakan belasungkawa.
5) Deklarasi (Declarations): berhasilnya
pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya. Tindak tutur juga dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung, dan literal maupun tidak literal. Wijana dan Rohmadi, (2009: 28) secara formal,
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu informasi, kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan dan permohonan. Bila kalimat difungsikan secara konvensional sesuai dengan fungsinya maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung, yaitu: tindak tutur yang sesuai dengan modus kalimatnya. Jika kalimat difungsikan dengan tidak sesuai dengan fungisnya maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur tidak langsung, yaitu: tindak tutur yang tidak sesuai dengan modus kalimatnya. Selanjutnya, setelah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, sejumlah tindak tutur mempunyai tuturan yang sesuai dan tidak sesuai dengan katakata yang menyusunnya. Wijana dan Rohmadi, (2010:31) menjelaskan bahwa tindak tutur yang maksudnya sama dan maksudnya tidak sama dengan kata-kata yang menyusunnya dibagi menjadi dua, yaitu: 1)Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. 2) Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Rasul merupakan manusia pilihan yang diberi kemampuan luar biasa untuk menerima wahyu dan menyampaikannya kepada manusia. Ini berarti pada saat tertentu Rasul dapat mengkondisikan dirinya untuk berkomunikasi dengan umatnya sebagai sasaran dakwah. Pada saat yang lain beliau juga harus mengkondisikan diri
Universitas Sumatera Utara
untuk menerima wahyu yang berupa teori-teori maupun materi dakwah yang mesti disampaikan, (Wahid, 2010: 6). Dalam kegiatan berkomunikasi ini, sudah pasti ada bahasa yang digunakan sebagai tindak tutur dalam menyampaikan pesan sesuai dengan konteks. Setiap Rasul dan Nabi berbeda umatnya, maka berbeda pula kondisi keimanan umat tersebut, berbeda pulalah tindak tutur yang digunakan oleh Rasul dan Nabi tersebut. Perbedaan tindak tutur ini menjadi masalah dalam kajian ini, oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian dengan menggunakan pendekatan pragmatik yang membahas pemakaian tindak tutur yang dilakukan oleh Nabi-nabi Allah S.W.T, khususnya para Rasul Ulul Azmi. Secara etimologi, kata Ulul Azmi terdiri dari dua kata “ ﺃﻭﻟﻮ/ūlū/” dan “ﺍﻟﻌﺰﻡ /al-‘azmu/”. Dalam kamus bahasa Arab Al-Munawwir karya Ahmad Warson Munawwir (2002), Kata ﺃﻭﻟﻮ/ūlū/ adalah kata yang bermakna “yang memiliki” yang berbentuk jama’, dan dalam bentuk mufrad atau bentuk tunggalnya adalah “ ﺫﻭ/żū/”. Kata “ ﺍﻟﻌﺰﻡ/al-‘azmu/” adalah kata yang berbentuk masdar “ﻋﺰﻡ/’azmun/” dari kata kerja “ ﻳﻌﺰﻡ- ﻋﺰﻡ/’azama-ya’zimu/” yang bermakna “seseorang yang berkeinginan yang kuat dan penuh kesabaran”. Dengan demikian Ulul Azmi dapat diartikan sebagai: “seseorang yang mempunyai keinginan yang kuat dan penuh kesabaran”. Beberapa pakar bahasa Arab berpendapat seperti yang terdapat di dalam AlMu’jam Al-‘arabī Al-Asāsī (2003) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “ ﺃﻭﻟﻮ ﺍﻟﻌﺰﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ/ūlū al-‘azmi mina al-rasūli/ adalah Nabi-nabi Allah S.W.T
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki kesabaran dan bersungguh-sungguh dalam berdakwah, mereka adalah Nabi Nuh A.S, Nabi Ibrahim A.S, Nabi Musa A.S, Nabi Isa A.S, dan Nabi Muhammad S.A.W. Alhamid, (1995: xii) menyatakan bahwa Ulul Azmi adalah Rasul-rasul Allah S.W.T yang menjadi teladan bagi Rasulullah S.A.W, karena tekad mereka kuat dalam berdakwah, Nabi Muhammad S.A.W juga termasuk kepada Nabi Ulul Azmi, karena beliau banyak melakukan jihad sabar dan berkorban. Pemilihan para Rasul Ulul Azmi karena dalam melakukan dakwah, mereka sangat sabar walaupun mereka sangat ditentang oleh umatnya. Sehingga mereka menjadi tokoh yang memiliki ketegaran dan kesabaran dalam medan perjuangan dakwah Islam. Selanjutnya adalah contoh tindak tutur yang dituturkan oleh Nabi Nuh A.S mengajak kaumnya beriman kepada kekuasaan Allah S.W.T, yang terdapat pada surat Nuh ayat 15:
ﻖ ﱠ (۱٥ ,ﺕ ِﻁﺒَﺎﻗًﺎ )ﻧﻮﺡ َ َْﻒ َﺧﻠ َ ﺃَﻟَ ْﻢ ﺗَ َﺮ ْﻭﺍ َﻛﻴ ٍ ﷲُ َﺳ ْﺒ َﻊ َﺳ َﻤﺎ َﻭﺍ
alam taraw kaifa khalaqa allāhu sab’a samwātin tibāqan(15) “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat- tingkat?” (QS. Nuh:15). Contoh di atas gambaran tindak tutur yang tergolong kepada tindak tutur ilokusi yaitu bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk mempengaruhi agar si mitra tutur melakukan tindakan. Pada konteks ini penutur menginginkan mitra tuturnya untuk melakukan tindakan yaitu memperhatikan kekuasan Allah S.W.T menciptakan langit dengan beberapa tingkatan. Tuturan di atas diklasifikasikan kepada tindak tutur direktif yang memiliki fungsi komunikasi kompetitif. Tindak
Universitas Sumatera Utara
tutur ini merupakan tindak tutur tidak langsung karena menggunakan modus interogatif yang bermaksud untuk memerintah atau imperatif agar beriman kepada Allah S.W.T. Contoh yang kedua ialah tuturan Nabi Musa A.S kepada Nabi Khaidhir A.S, pada surat Al-Kahfi ayat 69 sebagai berikut:
ﻗَﺎ َﻝ َﺳﺘَ ِﺠ ُﺪﻧِﻲ ﺇِ ْﻥ َﺷﺎ َء ﱠ (٦۹ ,ﻚ ﺃَ ْﻣﺮًﺍ) ﺍﻟﻜﻬﻒ َ َﺼﻲ ﻟ َ ُﷲ ِ ﺻﺎﺑِﺮًﺍ َﻭﻻ ﺃَ ْﻋ
qāla satajidunī insyā allāhu ṣābiran wa lā a’ṣī laka amran(69) “Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun" (QS. Al-Kahfi: 69). Tuturan di atas adalah tuturan yang disampikan oleh Nabi Musa A.S kepada nabi Khaidhir A.S. Nabi Musa A.S diperintahkan Allah SWT untuk menjumpai Nabi Khaidhir A.S yang lebih pandai, karena Nabi Khaidhir A.S lebih mengetahui hal-hal yang ghaib dengan izin Allah SWT. Ketika Nabi Musa A.S berjumpa Nabi Khaidhir A.S, Nabi Khaidir A.S mengatakan kepada Nabi Musa A.S bahwa Nabi Musa A.S tidak akan sanggup mengikutinya. Namun Nabi Musa A.S berjanji kepada Nabi Khaidhir A.S bahwa ia akan sanggup mengikutinya selama perjalalan mereka. Tindak tutur di atas diklasifikasikan kepada tindak tutur komisif bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji. Tuturan komisif ini memiliki fungsi konvivial, dan tindak tutur ini merupakan tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus deklaratif. Contoh yang ketiga ialah tuturan Nabi Musa A.S kepada kaumnya yaitu bangsa Israel yang terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 68, sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
ُ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺍ ْﺩ ٌﺎﺭﺽ َ ﻉ ﻟَﻨَﺎ َﺭﺑﱠ ِ َﻚ ﻳُﺒَﻴ ْﱢﻦ ﻟَﻨَﺎ َﻣﺎ ِﻫ َﻲ ﻗَﺎ َﻝ ﺇِﻧﱠﻪُ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﺇِﻧﱠﻬَﺎ ﺑَﻘَ َﺮﺓٌ ﻻ ﻓ ٌ َﻭﻻ ﺑِ ْﻜ ٌﺮ َﻋ َﻮ (٦۸) ُﻭﻥ َ ﻚ ﻓَﺎ ْﻓ َﻌﻠُﻮﺍ َﻣﺎ ﺗُ ْﺆ َﻣﺮ َ ِﺍﻥ ﺑَﻴ َْﻦ َﺫﻟ Qālū ud’u lanā rabbaka yubayyin lanā mā hiyā qāla innahu yaqūlu innhā baqaratun lā fāridun wa lā bikrun ‘awānun baina żalika faf’alū mā tu’marūna (68) Mereka menjawab: "mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Pada ayat di atas menceritakan kisah bangsa Israel yang meminta Nabi Musa A.S agar menanyakan kepada Allah S.W.T tentang kriteria sapi yang akan disembelih seperti yang diperintahkan Allah S.W.T kepada mereka. Pada ayat ini terdapat dua jenis tuturan yaitu tuturan langsung dan tidak langsung. Tuturan Nabi Musa A.S tersebut adalah sebagai berikut:
ٌ ﺎﺭﺽٌ َﻭﻻ ﺑِ ْﻜ ٌﺮ َﻋ َﻮ (٦۸) …. ﻚ َ ِﺍﻥ ﺑَﻴ َْﻦ َﺫﻟ ِ َﻗَﺎ َﻝ ﺇِﻧﱠﻪُ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﺇِﻧﱠﻬَﺎ ﺑَﻘَ َﺮﺓٌ ﻻ ﻓ...
……innahu yaqūlu innhā baqaratun lā fāridun wa lā bikrun ‘awānun baina żalika…...(68) ….Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu;….(68)
Pada tuturan ini Nabi Musa A.S memerintahkan bangsa Israel untuk memyembelih seekor sapi betina yang berumur tidak tua dan tidak pula muda, tetapi berumur diantara tua dan muda. Tuturan ini diklasifikasikan sebagai tuturan direktif, karena pada konteks ini penutur memerintahkan kepada lawan tuturnya untuk menyembelih seekor sapi sesuai dengan yang diperintahkan Allah S.W.T. Tindak
Universitas Sumatera Utara
tutur ini memiliki fungsi kompetitif, jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur tidak langsung literal, karena menggunakan modus deklaratif untuk memerintah. Selanjutnya jenis tuturan kedua yaitu tindak tutur langsung literal Nabi Musa A.S, sebagai berikut:
(٦۸) ُﻭﻥ َ ﻓَﺎ ْﻓ َﻌﻠُﻮﺍ َﻣﺎ ﺗُ ْﺆ َﻣﺮ.......
……………..faf’alū mā tu’marūna (68). …………….Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu"(68).
Pada tuturan ini Nabi Musa A.S memerintahkan bangsa Israel untuk langsung melakukan perintah Allah S.W.T dan jangan menundanya,
Tuturan ini
diklasifikasikasikan sebagai tindak tutur direktif karena penutur menginginkan lawan tuturnya untuk segera melakukan pekerjaan yang diperintahkan yaitu menyembelih seekor sapi dengan beberapa kriteria. Tindak tutur ini memiliki fungsi kompetitif, jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus imperatif untuk menyatakan suatu perintah. Contoh keempat adalah tuturan Nabi Ibrahim A.S kepada bapaknya yang terdapat pada surat Maryam ayat 43, sebagai berikut:
(٤۳) ﺻ َﺮﺍﻁًﺎ َﺳ ِﻮﻳًّﺎ َ ﻚ ﻓَﺎﺗﱠﺒِ ْﻌﻨِﻲ ﺃَ ْﻫ ِﺪ َ ِﺖ ﺇِﻧﱢﻲ ﻗَ ْﺪ َﺟﺎ َءﻧِﻲ ِﻣ َﻦ ْﺍﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ َﻣﺎ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺄْﺗ ِ ﻙ ِ َﻳَﺎ ﺃَﺑ
Yā abati innī qad jāanī mina al-‘ilmi mā lam ya’tika fāttabi’nī ahdika sirātan sawiyyan (43) Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus(43).
Ayat di atas menceritakan kisah tentang Nabi Ibrahim A.S yang mengajak bapaknya untuk beriman kepada Allah S.W.T dan meninggalkan perbuatan syirik yaitu meyembah berhala. Pada ayat ini terdapat tiga tuturan yang diklasifikasikan
Universitas Sumatera Utara
menjadi tuturan Asertif, tuturan direktif, dan tuturan komisif. Berikut ini adalah Tuturan asertif Nabi Ibrahim A.S yang terdapat pada ayat di atas, sebagai berikut:
(٤۳)………ﺖ ﺇِﻧﱢﻲ ﻗَ ْﺪ َﺟﺎ َءﻧِﻲ ِﻣ َﻦ ْﺍﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ َﻣﺎ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺄْﺗِ َﻚ ِ َﻳَﺎ ﺃَﺑ
Yā abati innī qad jāanī mina al-‘ilmi mā lam ya’tika……(43) Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu,…….(43) Pada ayat ini Nabi Ibrahim A.S memberitahukan kepada bapaknya, bahwa dirinya telah mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan Semesta Alam yaitu Allah S.W.T, pengetahuan ini merupakan hidayah bahwa Allah S.W.T adalah Tuhan yang patut untuk disembah, dan bukan berhala yang dijadikan sebagai tuhan untuk disembah kerena berhala itu tidak dapat memberikan manfaat apa pun. Tuturan ini diklasifikasikan sebagai tuturan asertif, karena pada konteks ini penutur memberitahukan kepada lawan tuturnya bahwa ia telah mendapatkan suatu pengetahuan dari Allah S.W.T tentang kebenaran bahwa Allah S.W.T adalah Tuhan yang Maha Esa. Tindak tutur ini memiliki fungsi kolaboratif, dan jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus deklaratif untuk memberikan suatu informasi. Selanjutnya pada tuturan kedua yaitu tuturan direktif Nabi Ibrahim A.S, sebagai berikut:
(٤۳)………..…..………………ﻓَﺎﺗﱠﺒِ ْﻌﻨِﻲ.
……………fāttabi’nī………..(43) ………….Maka ikutilah Aku,……..(43)
Pada ayat ini Nabi Ibrahim A.S juga menasehati bapaknya untuk mengikutinya untuk beriman kepada Allah S.W.T. Tuturan ini diklasifikasikasikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai tindak tutur direktif karena penutur menginginkan lawan tuturnya untuk melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan yaitu mengikuti pekerjaan yang dilakukan oleh penutur yaitu menyembah Allah S.W.T. Tindak tutur ini memiliki fungsi kompetitif, jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus imperatif untuk menyatakan suatu perintah. Tuturan terakhir yang dituturkan Nabi Ibrahim A.S kepada bapaknya adalah tuturan komisif, berikut ini adalah tuturannya:
(٤۳) ﺻ َﺮﺍﻁًﺎ َﺳ ِﻮﻳًّﺎ َ …………………ﺃَ ْﻫ ِﺪ.. ِ ﻙ
…………………….ahdika sirātan sawiyyan (43) …………..niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus (43). Pada ayat ini Nabi Ibrahim A.S juga berjanji kepada bapaknya bahwa ia akan membimbing dan menuntun bapaknya ke jalan yang lurus, jelas, mudah dan suci yang akan mengantarkannya kepada kebaikan dunia dan akhirat, yaitu dengan menyembah Allah S.W.T. Tuturan ini diklasifikasikasikan sebagai tindak tutur komisif karena penutur menyatakan kesanggupannya untuk melakukan suatu tindakan pada masa yang akan datang kepada lawan tuturnya, yaitu menuntun dan
menunjukkan jalan yang benar yang penuh kebaikan di dunia dan akhirat. Tindak tutur ini memiliki fungsi konvivial, jenis tindak tutur ini adalah tindak tutur langsung literal, karena menggunakan modus deklaratif untuk menyatakan suatu informasi. Oleh sebab keberagaman tindak tutur yang dijumpai di dalam Al-Quran, penulis berpikir dan merasa perlu melakukan kajian untuk menjawab fenomena tindak tutur para Rasul Allah S.W.T yang telah mampu mempengaruhi umatnya
Universitas Sumatera Utara
untuk senantiasa beribadah kepada Allah S.W.T. Hasil dan dapatan fenomena tersebut akan dijadikan sebagai jawaban atas fenomena da’i dan da’iah masa kini yang lebih dan cenderung mengundang tawa lawan tuturnya. Basit, (2006: 30) mengatakan bahwa, para pelaku dakwah di masyarakat banyak yang mengembangkan dakwah hanya melalui metode ceramah dan ironisnya, umat Islam sangat bangga dan tertarik dengan model ceramah yang penuh tawa. Akibatnya, dakwah hanya sebatas tontonan dan tidak dijadikan sebagai tuntunan. Padahal, pada dasarnya tugas pokok seorang da’i adalah meneruskan tugas Rasulullah Muhammad S.A.W, karena da’i adalah pewaris nabi. Ia berarti harus menyampaikan ajaran-ajaran Allah S.W.T seperti yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadis. Selanjutnya untuk
menemukan
jawaban
fenomena
tersebut,
penulis
menjadikan kisah-kisah umat manusia terdahulu sebagai objek kajian. Kisah-kisah itu didapati di dalam percakapan para Rasul Ulul Azmi dengan kaumnya yang diabadikan dalam kisah-kisah nabi di dalam Al-Quran dan buku-buku hadis serta sejarah Islam. Kajian ini difokuskan pada tindak tutur ilokusi, karena kajian terpenting dalam pemahaman tindak tutur adalah tindak tutur ilokusi. Ini karena tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi. Hal itu terjadi karena tindak ilokusi itu berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur dilakukan. Pada tindak tutur ilokusi perlu disertakan konteks tuturan dalam situasi tutur, (Wijana dan Rohmadi, 2010: 23).
Universitas Sumatera Utara
1.2 Persoalan Kajian Dengan memaparkan latar belakang kajian di atas, maka peneliti mengajukan beberapa persoalan kajian untuk melakukan penelitian ini: 1. Klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan oleh Rasul Ulul Azmi kepada umatnya? 2. Bagaimana kesantunan tindak tutur Rasul Ulul Azmi dalam berkomunikasi kepada umatnya? 3. Klasifikasi, jenis dan fungsi tuturan manakah yang paling dominan digunakan
oleh Rasul Ulul Azmi kepada umatnya? dan apa yang
mempengaruhi dominanisasi jenis, fungsi dan klasifikasi tindak tutur tersebut? 1.3 Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur ilokusi Rasul Ulul Azmi kepada umatnya. 2. Menganalisis kesantunan tindak tutur Rasul Ulul Azmi kepada umatnya. 3. Menganalisis klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur ilokusi yang paling dominan digunakan oleh Rasul Ulul Azmi kepada umatnya, beserta faktor yang mempengaruhi dominanisasi tersebut. 1.3 Batasan Kajian Kajian yang akan dilakukan ini berfokus pada percakapan atau dialog antara Rasul Ulul Azmi dengan umatnya. Percakapan dialog itu terhimpun di dalam kisah-
Universitas Sumatera Utara
kisah di dalam Al-Quran dan terjemahnya. Penulis merujuk kepada Al-Quran dan Terjemahnya, yang diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1971. Namun dalam hal ini, dialog yang di ambil dari kisah Al-Quran adalah dialog Nabi Nuh A.S, Nabi Ibrahim A.S, Nabi Musa A.S, dan Nabi Isa A.S. Selanjutnya, untuk tindak tutur Nabi Muhammad S.A.W, penulis merujuk kepada buku Khutab ar-Rasūl: 574 Khutbatan min kunuz ad-durar wa jawami alkalim (edisi terjemahan oleh Muslih) yang diterbitkan oleh Qisthi Press tahun 2009. Buku ini berisikan khutbah-khutbah Nabi Muhammad S.A.W dalam berdakwah, dan menceritakan sejarah kehidupan beliau. Buku ini dipilih sebagai bahan kajian untuk mendapatkan tuturan Nabi Muhammad S.A.W, karena Al-Quran adalah mukjizat Nabi Muhammad S.A.W sendiri. Sehingga Al-Quran tidak memuat langsung perkataan dari Nabi Muhammad S.A.W, seperti yang telah tertulis di dalam Al-Quran surat An-Najm ayat 1-4, sebagai berikut:
ُ ( َﻭ َﻣﺎ ﻳَ ْﻨ ِﻄ۲) ﺎﺣﺒُ ُﻜ ْﻢ َﻭ َﻣﺎ َﻏ َﻮﻯ (۳) ﻖ ﻋ َِﻦ ْﺍﻟﻬَ َﻮﻯ َ ﺿ ﱠﻞ َ ( َﻣﺎ۱) َﻭﺍﻟﻨﱠﺠْ ِﻢ ﺇِ َﺫﺍ ﻫ ََﻮﻯ ِ ﺻ (٤) ﻲ ﻳُﻮ َﺣﻰ ٌ ْﺇِ ْﻥ ﻫُ َﻮ ﺇِﻻ َﻭﺣ
wa al-najmi iżā hawā(1)mā dallā sāhibukum wa mā gawā(2)wa mā yantiqu ‘ani al-hawā(3)in huwa illā wahyun yūhā(4) Demi bintang ketika terbenam (1) Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru (2).Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya (3).Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)(4).
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Kajian Temuan dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoretis dan praktis, yakni: 1.5.1 Manfaat teoretis Penelitian ini akan menambah, memperluas dan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang pragmatik khususnya dalam bahasa Arab. 1. Penelitian ini akan memperjelas jenis, fungsi dan klasifikasi tindak tutur ilokusi yang digunakan oleh masing-masing Rasul Ulul Azmi. 2. Penelitian akan memperjelas kesantunan tindak tutur yang digunakan oleh masing-masing Rasul Ulul Azmi. 3. Penelitian ini akan memberikan informasi dan pengetahuan di bidang tindak tutur untuk yang mempelajari bahasa, budaya dan sastra Arab, serta pengajar agama Islam dan penceramah di Indonesia. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Penelitian ini berguna bagi peneliti selanjutnya. 2. Penelitian ini berguna bagi pengajar dan pembelajar bahasa Arab. 3. Penelitian ini membantu dan mengembangkan bidang ilmu komunikasi dakwah. 1.6 Kajian Terdahulu Penelitian dan tulisan tentang tindak tutur yang berkaitan dengan kisah nabinabi Allah S.W.T di dalam Al-Quran tentunya sudah pernah dilakukan oleh peneliti-
Universitas Sumatera Utara
peneliti sebelumnya. berikut ini paparan tentang beberapa literatur tentang kisah di dalam Al-Quran: 1. Penulis mendapati sebuah hasil penelitian yang bersumber dari http://duniabaca.com/category/dunia-ilmiah/referensi-tesis-dunia-ilmiah. Penelitian tersebut berkaitan dengan kisah Ulul Azmi di dalam Al-Quran, permasalahan
dalam
penelitian
tersebut
adalah
tentang
relevansi
pengulangan kisah-kisah Ulul Azmi di beberapa surat di dalam Al-Quran dengan kerasulan Nabi Muhammad S.A.W dan relevansinya terhadap kehidupan umat Nabi Muhammad S.A.W. Penelitian tersebut sama sekali tidak menggunakan pendektan Pragmatik, seperti yang penulis lakukan. 2. Sebuah tesis dengan
judul “Tuturan Direkif dalam Al-Quran: Kajian
Pragmatik Terhadap Ayat-ayat Hukum, yang ditulis oleh Ayup Purnawan mahasiswa pascasarjana linguistik UGM pada tahun 2009. Sepanjang yang diketahui penulis sampai saat ini, belum ada satu kajian tentang tindak tutur Rasul Ulul Azmi, oleh sebab itu penulis mencoba melakukan penelitian yang berkaitan dengan tindak tutur Rasul Ulul Azmi. 1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri atas lima bab. Bab pertama menjelaskan tentang pendahuluan yang berisikan; latar belakang kajian, tujuan kajian, persoalan kajian, batasan kajian, manfaat penelitian, kajian terdahulu, dan sistematika penulisan. Bab dua adalah kerangka teori. Bab tiga adalah metodologi penelitian. Bab empat adalah klasifikasi, fungsi dan jenis tindak tutur ilokusi serta kesantunan tindak tutur Ulul Azmi dalam
Universitas Sumatera Utara
berkomunikasi kepada umatnya. Bab lima adalah penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
Universitas Sumatera Utara