BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen selalu menarik bagi pemasar. Pengetahuan tentang
perilaku konsumen membantu pemasar untuk memahami bagaimana konsumen berpikir, merasa, dan memilih dari alternatif seperti produk, merek dan sejenisnya, dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi, keluarga, tenaga penjualan, dan faktor-faktor lain. (Brosekhan dan Velayutham, 2006) Dalam konteks pemasaran, istilah konsumen merujuk tidak hanya pada tindakan pembelian itu sendiri, tetapi juga untuk pola pembelian agregat yang meliputi kegiatan pra-pembelian dan pasca-pembelian. Kegiatan pra-pembelian mungkin terdiri dari meningkatnya kesadaran dari kebutuhan atau keinginan, dan mencari dan melakukan evaluasi terhadap informasi tentang produk dan merek yang mungkin dapat memuaskan itu. Kegiatan pasca-pembelian mencakup evaluasi dari jenis yang dibeli dalam penggunaan dan pengurangan kecemasan yang menyertai pembelian barang-barang mahal dan jarang dibeli. Masing-masing memiliki implikasi untuk pembelian dan pembelian kembali dan mereka setuju dalam derajat yang berbeda untuk mempengaruhi pemasar (Foxall, 1987). Engel (1986), mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, menggunakan, dan membuang barang dan jasa ekonomi, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan ini. Pengamatan sederhana memberikan wawasan yang
terbatas ke dalam kompleksitas pilihan konsumen dan peneliti semakin mencari konsep yang lebih canggih dan metode penyelidikan yang disediakan untuk memahami, memprediksi, dan mungkin mengontrol perilaku konsumen yang lebih efektif. Konsumen film di bioskop kini semakin dimanjakan, sejak perubahan dalam industri perfilman terjadi, khususnya pada teknologi yang digunakan. Pada awalnya, film berupa gambar hitam putih, bisu, dan sangat cepat, kemudian berkembang hingga sesuai dengan sistem pengelihatan mata kita, berwarna, dengan segala macam efek yang membuat film lebih dinamis dan terlihat lebih nyata. Industri perfilman tanah air kembali bergeliat sejak 2001. Hal ini ditandai dengan diproduksinya film drama musikal karya Riri Riza, yaitu Petualangan Sherina. Tepat setelah itu, industri perfilman tanah air juga diramaikan dengan munculnya film Ada Apa Dengan Cinta yang ber-genre drama remaja karya Rudy Soedjarwo. Kedua film ini membawa gairah baru hingga saat ini pada industri perfilman di Indonesia yang sempat lesu untuk beberapa dekade sebelum tahun 2001. Kembalinya perfilman nasional hingga saat ini masih terus mengalami beberapa tantangan. Salah satu yang menjadi tantangan terbesar adalah kompetisi dengan film-film produksi luar negeri, dari Hollywood, Bollywood, hingga kini semakin diperparah dengan maraknya industri perfilman Korea yang semakin banyak peminatnya, khususnya di kalangan remaja.
Grafik 1.1. Jumlah Film Tahun 2010 - 2013 (Sumber: Ramadani, 2014) Sepanjang tahun 2013, jumlah film yang beredar jauh lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Rinciannya sebagai berikut: Pada tahun 2010, jumlah film yang beredar adalah 82 film. Jumlah ini meningkat 2% menjadi 84 film pada tahun 2011. Pada tahun 2012 tidak ada pertambahan jumlah film karena jumlah film tahun 2012 sama dengan jumlah film tahun 2011 yaitu 84 film. Pertambahan baru terjadi tahun 2013 yang mencapai 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Film yang beredar pada tahun 2013 berjumlah 99 film. Tahun 2014 juga terus mengalami pertambahan. Hal ini terlihat jumlah film yang beredar sampai dengan 25 Mei 2014 atau rentang waktu 5 bulan yang sudah mencapai 44 film. Pertambahan ini sebagai pertanda semakin bergairahnya industri film Indonesia.
Grafik 1.2. Peredaran Film Indonesia Berdasarkan Jenis Film (Sumber: Ramadani, 2014) Sepanjang tahun 2013, jenis film yang ditawarkan juga banyak ragamnya. Dari 99 film yang beredar pada tahun 2013, terdapat 3 besar jenis film yang mendominasi peredaran film yaitu drama, horor, dan komedi. Sebagai catatan, film dengan kategori thriller, drama thriller, dimasukan dalam kategori horor dan film dengan kategori drama komedi, horor komedi dimasukan dalam kategori komedi. Apabila dirinci, hasilnya adalah sebagai berikut: Drama menguasai sekitar 52%, horor dengan presentase 20%, serta komedi dengan 16% dari total film yang beredar. Sisanya, diisi oleh film laga yang menguasai 5% film yang beredar, dan film berkategori anak-anak, animasi, dokumenter, kompilasi, dan musikal yang mengisi 1-3% peredaran film.
Grafik 1.3. Data Penonton Tahun 2010 - 2013 (Sumber: Ramadani, 2014) Namun bertambahnya jumlah film yang beredar tidak diimbangi dengan jumlah penonton film Indonesia di bioskop. Grafik 1.3 menunjukan tren menurunnya jumlah penonton dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Hal ini juga sudah terlihat dari rata-rata penonton dalam kurun waktu tahun 2010 – 2012 yang berkisar antara 170 ribu – 190 ribu penonton. Kondisi terburuk dicapai pada tahun 2013 dengan jumlah rata-rata sebesar 129 ribu penonton. Gambar 1.1 menunjukan harga tiket film di jaringan Cinema 21 masih belum ditawarkan dengan skema harga yang komprehensif. Penawaran harga tiket film di bioskop akan lebih menarik bagi konsumen apabila diterapkan strategi harga yang komprehensif, salah satu yang bisa diterapkan adalah diskriminasi harga (price discrimination).
Gambar 1.1. Harga Tiket di Empire XXI Yogyakarta (Sumber: Cineplex, 2015) Berdasarkan gambar 1.1 tersebut, harga tiket di Empire XXI yang terletak di jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta adalah: 1. Senin s/d Kamis Rp.35.000,2. Jum’at Rp.40.000,3. Sabtu/Minggu/hari libur Rp 50.000,Menurunnya jumlah penonton film Indonesia di bioskop menggambarkan situasi industri perfilman nasional yang kini semakin berat tingkat kompetisinya dengan hadirnya film-film produksi luar negeri. Dengan harga yang sama, penonton dihadapkan dengan pilihan hiburan yang memiliki kualitas penyajian yang relatif berbeda, baik dari sisi efek visual, skenario cerita, aransemen musikal, hingga teknik pengambilan gambar. Hal ini belum ditambah pada kecenderungan film Indonesia yang diputar di bioskop memiliki waktu jeda yang cukup singkat, mulai 6 bulan hingga 1 tahun untuk diputar di televisi nasional, dimana pada pemutaran film di televisi, penonton tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar film yang diputar. Kondisi seperti ini tentu akan memengaruhi niat penonton film
Indonesia di bioskop. Hingga saat ini, niat masyarakat untuk menonton film Indonesia di bioskop masih lebih rendah daripada niat masyarakat untuk menonton film produksi luar negeri. Penulis memprediksi ada beberapa faktor yang memengaruhi niat menonton kembali film Indonesia di bioskop. Faktor-faktor tersebut antara lain persepsi harga, kelompok referensi, etnosentrisme, dan kualitas film, serta sikap terhadap film Indonesia di bioskop. Dalam memandang suatu harga, konsumen mempunyai beberapa pandangan berbeda. Harga yang ditetapkan di atas harga pesaing dipandang mencerminkan kualitas yang lebih baik atau mungkin juga dipandang sebagai harga yang terlalu mahal. Sementara harga yang ditetapkan di bawah harga produk pesaing akan dipandang sebagai produk yang murah atau dipandang sebagai produk yang berkualitas rendah (Leliana dan Suryandari, 2004). Penonton bioskop cenderung untuk lebih memilih tontonan yang murah ketimbang yang mahal. Oleh karena itu, pengelola bioskop perlu memperhatikan harga tiket yang ditentukan. Penelitian yang dilakukan oleh Mandasari (2012), menunjukkan persepsi harga berpengaruh positif terhadap sikap yang akan mempengaruhi minat beli. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mandasari (2012), keberadaan komunitas konsumen (kelompok referensi) di sekitar kita merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diamati. Keberadaan komunitas konsumen (kelompok referensi) ini sangatlah menarik untuk dibahas karena ternyata memiliki dampak bagi dunia pemasaran. Komunitas (kelompok) bukanlah bahasa baru dalam ruang lingkup sosial. Komunitas (kelompok) sendiri didefinisikan sebagai unit spasial atau unit politik dari suatu organisasi sosial yang dapat memberikan individu
perasaan kebersamaanatau perasan saling memiliki (sense of belonging). Perasaaan kebersamaan ini bisa didasarkan atas kebersamaan daerah tempat tinggal seperti kota tertentu atau hubungan ketetanggaan dan perasaman kebersamaan ini juga didasarkan dengan adanya perasaan saling memiliki identitas yang sama. Konsumen bioskop biasanya sangat menyukai adanya acara “nonton bareng”. Ketika konsumen menginginkan untuk menonton bioskop maka mereka lebih cenderung memutuskan menonton bersama dengan komunitas atau orang-orang terdekat mereka. Banyak riset country of origin yang menemukan bahwa konsumen cenderung lebih menyukai merek dan produk buatan negaranya sendiri (Rawwas, 1996). Konsumen ethnosentris cenderung bangga dengan merek, simbol, dan budaya nasionalisnya (Steenkamp, 2003). Mereka meyakini bahwa membeli merek asing adalah tindakan keliru, karena dampak buruk pada perekonomian domestik, menyebabkan terjadinya pengangguran dan sama sekali tidak patriotis (Netemeyer, 1991). Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk diantaranya adalah alasan untuk membeli. Menurut penelitian Boyd dan Mason (1999), dimana menekankan pada karakteristik munculnya kategori produk yang akan mengakibatkan evaluasi konsumen potensial pada kategori. Jika karakteristik menjadi lebih menarik untuk semua konsumen, maka daya tarik pada kategori produk semakin bertambah pada mereka dan akan meningkatkan kemungkinan bilamana konsumen tersebut mengadopsi pembaharuan dan melakukan pembelian.
Sikap adalah suatu kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu, dengan perkataan lain, sikap merupakan kecenderungan yang relatif stabil yang dimiliki individu dalam mereaksi dirinya sendiri, orang lain atau situasi tertentu (Sukardi, 1987). Sebelum seseorang melakukan tindakan mengonsumsi barang atau jasa, ada suatu sikap aktifitas mental yang mendahuluinya, yang kita kenal dengan niat. Niat bisa datang dari dalam diri konsumen itu sendiri. Konsumen dapat memutuskan kapan ia akan menggunakan dan membeli produk tersebut. Selain itu, niat bisa datang dari rangsangan luar, yaitu datang dari pengaruh orang-orang sekitar yang menggunakan suatu produk tertentu. Niat merupakan satu faktor internal (individual) yang memengaruhi perilaku konsumen, niat adalah suatu bentuk pikiran yang nyata dari refleksi rencana pembeli untuk membeli beberapa unit dalam jumlah tertentu dari beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu (Schiffman dan Kanuk, 2000). 1.2.
Rumusan Masalah Dengan adanya latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka dapat
dirumuskan permasalahannya, yaitu bertambahnya jumlah film Indonesia yang beredar di bioskop tidak diimbangi dengan jumlah penontonnya. Jumlah penonton film Indonesia di bioskop mengalami penuruan pada tahun 2012, dimana rata-rata penonton dalam kurun waktu tahun 2010 – 2012 berkisar antara 170 ribu – 190 ribu penonton. Penurunan jumlah penonton film Indonesia di bioskop ini semakin terlihat di tahun 2013, dengan jumlah rata-rata sebesar 129 ribu penonton.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang harus diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah persepsi harga berpengaruh pada sikap terhadap film Indonesia? 2. Apakah persepsi atas kekuatan kelompok referensi (komunitas) berpengaruh pada sikap terhadap film Indonesia? 3. Apakah etnosentrisme berpengaruh pada sikap terhadap film Indonesia? 4. Apakah persepsi atas kualitas film berpengaruh pada sikap terhadap film Indonesia? 5. Apakah sikap terhadap film Indonesia berpengaruh pada niat menonton kembali film Indonesia di bioskop?
1.4.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi minat menonton film Indonesia di bioskop. Lebih spesifik lagi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa: 1. Persepsi harga memiliki pengaruh positif dan signifikan pada sikap menonton. 2. Efek komunitas memiliki pengaruh positif dan signifikan pada sikap menonton. 3. Etnosentrisme memiliki pengaruh positif dan signifikan pada sikap menonton. 4. Kualitas film memiliki pengaruh positif dan signifikan pada sikap menonton. 5. Sikap menonton memiliki pengaruh positif dan signifikan pada niat menonton kembali film Indonesia di bioskop.
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua sudut yaitu sisi akademik dan
sisi manajerial. 1. Pada sisi akademik: a. Penelitian ini diharapkan akan memberikan analisis dan evaluasi tentang peranan pada pendekatan pemasaran khususnya pendekatan strategi pemasaran untuk meningkatkan animo masyarakat dalam menonton film Indonesia di bioskop. b. Memberikan pengetahuan dan referensi tambahan mengenai pengaruh dari setiap variabel yang diteliti pada perkembangan film Indonesia. 2. Pada sisi manajerial: a. Memberikan masukan pada pemerintah dan pengelola bioskop mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada minat menonton film Indonesia di bioskop, sehingga calon konsumen akan tertarik pada film Indonesia. b. Pemerintah dan pengelola bioskop akan dapat menilai apakah kebijakan pemasaran yang selama ini dilakukan untuk menggiatkan industri perfilman nasional, efektif atau tidak dalam mendorong peningkatan penjualan jasanya. 1.6.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam melakukan penelitian, penulis membatasi ruang lingkup penelitian
dan pembahasan, antara lain: 1. Responden dalam penelitian ini adalah mereka yang telah memiliki pengalaman menonton film Indonesia di bioskop. 2. Penelitian ini dilakukan dari pertengahan 2015 hingga akhir 2015.
3. Penelitian ini dilakukan menggunakan kuesioner online (google doc). 1.7.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan disajikan sebagai berikut: Bab I:
Pendahuluan
Bab ini menyajikan sub-bab antara lain tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan-pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup atau batasan penelitian dan sistematika penelitian yang digunakan. Bab II:
Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang mendasari pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan yang diambil dari berbagai literatur, mulai dari definisi berkaitan dengan varaibel yang digunakan. Landasan ini juga digunakan sebagai dasar dalam menjawab rumusan masalah. Pada bab ini disajikan pula hipotesis penelitian. Bab III:
Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan. Mencakup di dalamnya yaitu jenis penelitian yang dilakukan, identifikasi, dan definisi variabel operasional, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis. Bab IV: Analisis dan Pembahasan Bab ini menjelaskan analisis dan pembahasan dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dalam penelitian ini.
Bab V:
Penutup
Bab ini berisi ringkasan dari penelitian, kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan, keterbatasan-keterbatasan dari penelitian, dan saransaran untuk penelitian berikutnya.