BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana yang bermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian fungsional terhadap tingkah lakunya.1 Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas pendidikan Islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara tepat guna manakala jalan ditempuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat.2 Salah satu komponen operasional ilmu pendidikan Islam, metode harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan materi pelajaran kepada tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui proses tahap demi tahap, baik dalam kelembagaan formal maupun non formal atau yang informal. Dengan demikian suatu metode yang baik adalah bila memiliki
1 Hamdani Ihsan, Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 163. 2 Al-Rasydin Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 65.
1
2
watak dan relevansinya yang senada atau sejiwa dengan tujuan pendidikan Islam itu.3 Ada beragam metode dalam pendidikan Islam yang seringkali di implementasikan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik, salah satunya dengan menggunakan metode cerita atau kisah. Metode kisah atau cerita mengandung arti suatu cara dalam penyampaian materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekayasa saja. Cerita sebagai metode pembelajaran berada pada posisi pertama dalam mendidik etika anak (peserta didik). Mereka cenderung menyukai dan menikmatinya, baik dari segi ide, imajinasi, maupun peristiwa-peristiwanya. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik maka cerita akan menjadi bagian dari seni yang disukai anak-anak, bahkan orang dewasa.4 Metode cerita atau kisah diisyaratkan dalam Al-Quran:
2”utIøム$ZVƒÏ‰tn tβ%x. $tΒ 3 É=≈t6ø9F{$# ’Í<'ρT[{ ×οuö9Ïã öΝÎηÅÁ|Ás% ’Îû šχ%x. ô‰s)s9 5Θöθs)Ïj9 ZπuΗ÷qu‘uρ “Y‰èδuρ &óx« Èe≅à2 Ÿ≅‹ÅÁøs?uρ ϵ÷ƒy‰tƒ t÷t/ “Ï%©!$# t,ƒÏ‰óÁs? Å6≈s9uρ ∩⊇⊇⊇∪ tβθãΖÏΒ÷σムArtinya: “Sesungguhnya di dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang 3
Ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode yang mengandung watak dan relevansinya tersebut, yaitu: Pertama, membentuk manusia didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya semata. Kedua, bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Quran dan ketiga berkaitan dengan motivasi dan kedisplinan sesuai ajaran Al-Quran yang disebut pahala dan siksaan. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 198. 4 Lebih lanjut lihat Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik dengan Cerita (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), vii.
3
dibuat-buah, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman ”. (QS. Yusuf (12): 111).5 Metode kisah atau cerita, banyak terdapat di dalam Al-Quran yang tujuan
pokoknya
adalah
untuk
menunjukkan
fakta-fakta
kebenaran.
Kebanyakan setiap surat dalam Al-Quran terdapat cerita tentang kaum-kaum terdahulu baik dalam makna sejarah yang positif ataupun yang negatif. Dari segi psikologis, metode kisah mengandung makna penguatan kepada seseorang untuk bertahan uji dan berjuang melawan keburukan.6 Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam mengeksploitasi cerita untuk menjadikan salah satu teknik pendidikan.7 Sejak awal, anak-anak sudah harus dikenalkan cerita Islami. Lewat kisah perang misalnya, anak-anak dilatih untuk memiliki ke beranian dan kebanggaan terhadap pahlawan-pahlawan Islam. Kisah pahlawan Islam yang sejak awal sebaiknya ditanamkan dalam benak anak-anak.8 Cerita atau kisah dapat membiaskan dampak psikologis dan edukatif yang baik, konstan dan cenderung mendalam sampai kapanpun. Pendidikan melalui kisah-kisah tersebut dapat menggiring anak didik dalam kehangatan perasaan, kehidupan dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan
5
Al-Quran dan Terjemah, Jakarta. Departemen Agama, 366. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 214. 7 Hamdani Ihsan, Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung; CV Pustaka Setia, 2001), 160. 8 Juadah Muhammad Awwah, Pendidik Anak Secara Islami (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 45. 6
4
mempengaruhi tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut.9 Karena di antara bentuk-bentuk perkembangan tingkah laku sosial anak adalah menirukan apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat. Terutama tokoh-tokoh yang menjadi idolanya. Di masa dewasanya cerita demikian berpengaruh dalam jiwanya. Kisah Nabi SAW misalnya, dengan sifat yang dermawan dan suka menolong terhadap kaum tertindas, bila kisah seperti ini diceritakan kepada anak didik akan mempunyai pengaruh positif dalam upaya pembelajaran agama dan menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang luhur serta mengembangkan kepribadian anak secara utuh baik mental, intelektual, maupun spiritual. Mengingat bahwa pentingnya metode cerita atau dongeng, sangat dianjurkan dalam pendidikan Islam karena mengandung nilai-nilia tauhid dan akhlak yang akan mendekatkan anak didik pada nilai-nilai fitrahnya, serta dapat menumbuhkembangkan untuk beriman kepada Allah. Selain itu, dengan mengenalkan anak didik akan kepribadian Rasulullah SAW, dengan mengisahkan pengalaman hidupnya, makna keteladanan pribadi Rasul kita, akan memberikan peluang pada anak didik untuk menumbuhkan sikap keikhlasan dengan kesediaan tawakal tanpa dipaksakan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, dalam pembelajaran akidah akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo menerapkan metode cerita 9
Abdurrahman AN-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 239.
5
dalam penyampaian materi. Hal itu dikarenakan dalam pelajaran Akidah Akhlak itu sendiri tidak bisa lepas dan selalu berkaitan dengan cerita dan dongeng Nabi. Sekaligus dalam pelajaran ini pendidik mempunyai tujuan untuk membentuk anak didiknya agar selalu berpegang teguh terhadap ajaran agama Islam seperti yang terkandung dalam Al-Quran dan hadits serta diharapkan anak didiknya tersebut bisa menirukan perilaku-perilaku dan sifatnya Nabi.10 Adapun kegiatan bercerita atau dongeng merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk memberikan pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui cerita anak dapat menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai itu dihayati anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.11 Selain itu, kisah juga dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca, sehingga dengan kisah setiap pembaca senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.12 Dari latar belakang inilah penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang konsep pendidikan melalui metode kisah atau cerita, maka dari itu penulis mengangkat sebuah judul “IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI KELAS X-B MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 PONOROGO”
10 Hasil wawancara dengan Ibu. Hastutik Akidah Akhlak Kelas X B MAN 2 Ponorogo. Rabu Pukul 09.00-11-15. 11 Moeslichatoen, Metode Pengajaran (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), 170. 12 Abdurrahman, Pendidikan lslam, 239
6
B. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti hendak melihat lebih dekat penerapan metode cerita sebagai metode pembelajaran terhadap peserta didik. Sehingga penelitian ini fokus pada implementasi dan efektifitas metode cerita atau kisah dalam kegiatan pembelajaran akidah akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu: 1. Bagaimana langkah-langkah kegiatan pembelajaran Akidah Akhlak di kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 20082009? 2. Bagaimana faktor-faktor pendukung dan penghambat metode melalui cerita atau kisah dalam pembelajaran Akidah Akhlak di kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponogoro Tahun Pelajaran 2008-2009? 3. Bagaimana efektifitas metode cerita dalam pembelajaran Akidah Akhlak di kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponogoro Tahun Pelajaran 20082009?
D. Tujuan penelitian Berangkat dari permasalahan yang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
7
1. Untuk menjelaskan dan mendiskripsikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran Akidah Akhlak di kelas X-BMadrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009. 2. Untuk menjelaskan dan mendiskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat metode cerita di kelas X-BMadrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun 2008-2009. 3. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita di kelas X-BMadrasah Aliyah 2 Ponogoro
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sekaligus dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di lingkungan pendidikan sekolah. 2. Secara Praktis a. Bagi kalangan akademis, penelitian ini dapat memberikan masukan awal untuk pendidikan lebih lanjut dalam masalah yang sama atau masalah-masalah yang bersinggungan dengan obyek penelitian ini. b. Bagi pribadi penulis, penelitian ini selain secara formal sebagai syarat menempuh sarjana strata I, juga untuk mengembangkan intelektual yang telah diperoleh selama ini, khususnya mengenai konsep dan strategi pembelajaran.
8
c. Dapat dijadikan masukan bagi kalangan guru Akidah Akhlak mengembangan metode atau cara dalam pembelajarannya yang lebih efektif. F. Landasan Teori dan Telaah Pustaka 1. Landasan Teori a. Pembelajaran Aqidah Akhlak 1) Pengertian Aqidah Akhlak Kata aqidah secara etimologis (bahasa) berasal dari kata “aqada – ya’qidu – ‘aqdan – ‘aqidatan yang berarti simpul atau ikatan, perjanjian dan kokoh. Sedangkan menurut istilah berarti ‘aqoid (bentuk jama’ dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati. Mendatangkan ketentraman jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.13 Kemudian Kata akhlak berasal dan bahasa Arab akhlaqo adalah jamak taksir dan kata kholaqo yang sudah diindonesiakan. Yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan.14 Sedangkan Imam Bamawie dari “khilqun” yang mengandung segisegi persesuaian dengan “khalqun” serta erat hubungannya dengan “khaliq” dan “makhluq”. Dari sinilah asal perumusan akhlak yang merupakan koleksi yang memungkinkan timbulnya hubungan yang
13
Yunahar Ilyas. LC. Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, (LPII) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), 1. 14 “Wahyudin, KuliahAkhlak TasawuJ (Jakarta:Kalam Mulia, 1999), 7.
9
baik antara makhluk dengan khaliq dan sebaliknya.15 Sedangakan menurut lbnu Miskawaih, yang disadur oleh Suwito, akhlak adalah jamak dari khuluq yang berarti adat kebiasaan (al-adab), tabiat (alsajiyyat), watak (al-thab), adab sopan santun (al-nuruat).16 Menurut lstilah Banyak sekali pengertian akhlak yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam bukunya lhya’ ‘Ulumuddin juz III yang artinya sebagai berikut: “akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (rnanusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan lebih lama, maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentun akal dan norma agama dinamakan akhlak yang baik, tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang lahat maka dinamakan akhlak yang buruk”. Adapun pengertian akhlak menurut Wahyudin adalah perbuatan manusia yang bersumber dan dorongan jiwanya, maka gerakan refleks, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak karena gerakan tersebut tidak diperintah unsur jiwanya. 2) Fungsi dan Tujuan a) Fungsi Mata pelajaran Aqidah dan Akhlaq di Madrasah berfungsi untuk: (a) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai 15 16
Bamawie Umari, MateriAkhlak, (Solo:Ramadani, 1990), 1. Suwito, Filsafar Pendidikan Akhlak, (Jogjakarta:Belukar, 2004), 31
10
pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat; (b) Pengembangan keimanan dan ketaq’vaan kepada Allah Swt serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang sebelumnya telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga; (c) Peayesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial; (d) Perbaikan kesalahan- kesalahan, kelemahankelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran Agarna Islam dalam, kehidupan sehari-hari (e) Pencegahan peserta didik dan hal-hal negatif dan lingkungannya atau dan budaya asing yang dihadapinya sehari-hari (f) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya; dan (g) Pembekalan bagi peserta didik untuk mendalami Aqidah dan Akhlaq pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. b) Tujuan Mata
pelajaran Aqidah Akhlaq bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keirnanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaqnya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalarnan peserta didik tentang Aqidah dan, akhlaq Islam, sehingga menjadI manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepda Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi.
11
Bermasarakat. berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melarijutkan padajenjarg pendidikan yang lebih tinggi. c) Ruang Lingkup Mata pelajaran Aqidah Akhlaq di Madrasah Aliyah berisi
bahan pelajaran
yang dapat mengarahkan
pada
pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk dapat memahami rukun lslani secara ilmiah serta pengamalan dan pembiasaan berakhlaq Islami, untuk dapt dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari- hari serta sebagai bekal untuk jejaring pedidikan berikutnya.17 b. Macam-macam Metode Dalam proses pelaksanaan belajar-mengajar, Muhamad Nurdin mencoba mengulas dan membahas tentang metode dan strategi belajarmengajar tersebut, baik metode dan strategi yang lama maupun yang baru Muhammad Nurdin (2004:106) menyebutkan sebelas metode belajar mengajar, dan beberapa di antaranya lengkap dengan terminologi bahasa Arab. sebagai berikut: 1) Metode ceramah (Al-mau’idhoh); 2) Metode tanya jawab (aI-As’ilah wa ajwibah); 3) Metode diskusi (an-niqasy) 4) Metode pemberian tugas. 5) Metode demonstrasi (at-tathbig). 17
Firdaus, Standart Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) dan Lulusan Kompetensi dasar (KD) Madrasah Aliyah (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007), 4-5.
12
6) Metode karyawisata. 7) Metode kerja kelompok. 8) Metode bermain peran; 9) Metode dialog (hiwar) 10) Metode bantah-membantah (aI-mujadalah); dan 11) Metode bercerita (al-qishash).18 c. Metode Cerita Pada bukunya M. Arifin yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis” berdasarkan pendekatan interdipliner mengatakan bahwa metode cerita banyak terdapat dalam Al-Quran, yang tujuan pokoknya adalah untuk menunjukkan faktafakta kebenaran.19 Hamdani Ihsan-Fuad “Filsafat Pendidikan Islam” mengatakan bahwa seluruh cerita dalam Al-Quran mengandung iktibar yang bersifat mendidik manusia.20 Ahmad Tafsir, “Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam” mengatakan bahwa cerita merupakan metode amat penting, alasannya: 1) Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya. 2) Kisah Qur'ani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia
18
Suparlan, Guru sebagai Profesi, Hikayat: Jogyakarta, 46. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 214. 20 Hamdani Ihsan, Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung; CV Pustaka Setia, 2001),185. 19
13
3) Kisah Qur'ani mendidik perasaan keimanan.21 Dr. Armei Arief, “Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam” mengatakan bahwa metode cerita adalah suatu penyampaian materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau fiktif saja. Tetapi metode kisah dalam pendidikan Islam menggunakan paradigma Al-Quran dan Hadits Nabi SAW, sehingga subtansi cerita yang valid tanpa diragukan lagi kebenarannya.22 Abdurrahman An-nahwawi, “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat” mengatakan bahwa cerita atau kisah membiaskan dampak psikologis dan edukatif yang baik, konstan, dan cenderung mendalam sampai kapanpun.23 2. Telaah Pustaka Disamping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini, penulis juga melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Adapun penilitian yang dilakukan oleh Nurlaila Imro’atul Mu’awanah pada tahun 2007 dengan judul dongeng sebagai materi pembelajaran agama Islam bagi pendidikan anak (tinjauan psikologis) dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa dongeng atau cerita memiliki
21
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), 140 22 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press. 2002), 163. 23 Abdurrahman AN-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 239.
14
pengaruh yang positif dalam proses pendidikan. Sekaligus dapat dijadikan salah satu materi yang cukup efektif dalam penanaman nilai-nilai agama yang positif melalui nasehat yang menunjang dengan panutan yang melekat pada seorang tokoh. Dan penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka (library research) yang ditinjau dari psikologi anak.24 Sedangkan yang penulis kaji dalam penelitian ini adalah implementasi metode cerita dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo yang meliputi: Langkah-langkah pembelajarannya dengan menggunakan metode cerita pada pembelajaran Akidah akhlaq, bagaimana faktor pendorong dan menghambat mendidik melalui cerita bagaimana efektifitas dan tidaknya metode cerita tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif (studi kasus). Dari pustaka di atas, sudah jelas bahwa penelitian yang penulis teliti ini berbeda dengan penelitian yang telah lalu, dan sudah dapat diketahui bahwa skripsi ini adalah asli, bukan dari hasil meniru, maka penelitian ini masih relevan karena murni dari sebuah penelitian. G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif,25 yang memiliki karakteristik alami (natural setting)
24
Nurlaila Imro’atul Muawanah, Dongeng Sebagai Materi Pembelajaran Agama Islam Bagi Anak.Skripsi Tarbiyah PAI STAIN Ponorogo 2007. 25 Pendekatan Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat dialami. Lihat Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif
15
sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil, analisa dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial.26 Ada 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu etnografi, studi kasus grounded, penelitian interaktif, penelitian ekologikal dan penelitian masa depan. Dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Dengan obyek kajian adalah implementasi metode cerita atau kisah. Sedangkan subyek penelitian ini dipilih dengan teknik proposive sampling, yaitu pengambilan unsure sample atas dasar tertentu sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti. 2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitianlah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang 3. Lokasi Penelitian Dalam hal ini peneliti mengambil lokasi di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo yang berlokasi di Jalan Sukarno Hatta No. 381 Ponorogo.
26
2000), 3.
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
16
Penentuan lokasi ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut: a. Mengingat bahwasannya Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo adalah lembaga yang berciri khas Islam, dan b. Mengingat bahwa dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo dikaitkan dengan kisah-kisah Nabi. 4. Sumber Data a. Literatur Literatur yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian. b.
Lapangan Penulis menggunakan sumber data lapangan yaitu informan dan responden. Responden adalah orang yang dianggap mengetahui tentang obyek penelitian. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini respondennya adalah guru mata pelajaran Akidah Akhlak yang menjadi informannya adalah kepala sekolah, guru Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo dan siswa kelas XB. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan dari responden dan informan, selebihnya adalah tambahan seperti rekaman, foto-foto, catatan lapangan, dan lainnya.
17
5. Prosedur Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah meliputi: wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi penelitian kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek). a. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain: 1) Merekontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. 2) Merekontruksi kebulatankebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu. 3) Memproyeksi kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang. 4) Memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia, dan 5) Memverifikasi, mengubah dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh penelitian sebagai pengecekan anggota.27 Dalam pelaksanaan pengumpulan data lapangan, penelitian menggunakan
metode
wawancara
mendalam.
Sesuai
dengan
pengertiannya, wawacara mendalam bersifat terbuka. Pelaksanaan
27
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,(bandung;remaja rosda karya,200) 135
18
wawancara tidak hanya sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak hanya percaya begitu saja pada apa yang dikatakan oleh informan, melainkan perlu mencek dalam kenyataan melalui pengamatan. Itu sebabnya cek dan recek dilakukan secara silih berganti dari hasil wawancara ke pengamatan di lapangan, atau dari informan yang satu ke informan yang lain.28 Dalam hal ini orang-orang yang akan kami wawancarai antara lain: 1) Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo 2) Guru Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo 3) Guru Mata Pelajaran Akidah Akhlak Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo. 4) Siswa Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data tentang latar belakang, faktor pendorong dan penghambat, dan implikasinya bagi siswa dalam mendidik perilakunya melalui cerita/kisah di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo. b. Teknik Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian.29 Dalam penelitian kualitatif observasi diklasifikasikan menurut tiga cara; Pertama, pengamat dapat bertindak sebagai seorang 28 29
Burhan Burgin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada) 62. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, II (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), 136.
19
partisipan atau non partisipan. Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menganut latar penelitian. Dan peneliti mengamati aktifitas-aktifitas sehari-hari obyek penelitian, karakteristik fisik situasi sosial dan bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut.30 Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam Catatan Lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
mengandalkan
pengamatan
dan
wawancara
dalam
pengumpulan data di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat “catatan” setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan”. Dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jantungnya adalah catatan lapangan. Catatan lapangan dalam hal ini bersifat diskriptif. Artinya, bahwa catatan lapangan ini berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan dan pembicaraan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan fokus penelitian. Dan bagian deskriptif tersebut berisi beberapa hal, diantaranya adalah gambaran diri fisik, rekonstruksi dialog, deskripsi latar fisik, cacatan tentang peristiwa khusus, gambaran kegiatan dan perilaku pengamat. Format rekaman hasil obeservasi (pengamatan) catatan lapangan dalam penelitian ini menggunakan format rekaman hasil observasi.
30
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 161.
20
Dari observasi tersebut dapat penulis peroleh, bahwa pelaksanaan pembelajaeran akidah akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo berjalan dengan baik, contohnya: ada murid yang ramai guru langsung menegur. Dalam pelaksanaan pembelajaran akidah akhlak tersebut, guru menerangkan materia pelajaran dengan menggunakan metode cerita. Selain itu, observasi yang penulis lihat juga terdapat ruangan-ruangan seperti, ruang perpusatakaan, ruang UKS, ruang guru, laboratorium, kantin serta musholla. Jadi, sarana dan prasarana serta letak geografis yang ada di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo cukup relevan untuk pelaksanaan penelitian. c. Teknik dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. “Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa atau memenuhi accounting.31 Alat-alat recording sangat membantu peneliti untuk merekam informasi yang disampaikan informan saat wawancara sampai ke halhal yang detail. Selain itu informasi-informasi lainnya dapat disampaikan
31
226.
oleh
informan
setelah
mendengarkan
rekaman
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, Jilid II, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi, 1991),
21
sebelumnya. Peneliti juga dengan mudah mentransliterasi hasil rekaman karena dapat diulang-ulang.32 Adapun dokumentasi yang kami peroleh meliputi: transkrip sejarah berdirinya Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo, struktur personalia organisasi sekolah, struktur organisasi karyawan dan karyawati, serta tata usaha, struktur guru bidang studi yang diampu oleh masing-masing guru, kemudian sarana dan prasarana Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo. Selain itu juga ada dokumen foto dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo khususnya di kelas X-B. Sedangkan “dokumen” yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, tape recorder, foto-foto, catatan khusus dan catatan lapangan dan sebagainya. Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini, mengingat (1) Sumber ini selalu tersedia dan murah terutama ditinjaui dari konsumsi waktu; (2) Rekaman dan dokumen merupakan sumber
informasi
yang
stabil,
baik
keakuratannya
dalam
merefleksikan situasi yang terjadi dimasa lampau, maupun dapat dianalisa kembali tanpa mengalami perubahan, (3) Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara konstektual relevan dan mendasar dalam konteksnya; (4) Sumber ini sering merupakan pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntalibitas. 32
Burhan Bungin, 65.
22
Hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini, dicatat dalam format transkip dokumentasi. 6. Analisis data Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperlukan dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih wara yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang akan dapat diceritakan kepada orang lain. Teknik analisa data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Hubermen dan Spardty dikemukakan bahwa aktifitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Dalam analisa data, meliputi data reduction, data display dan constution.33
33
Miles dan Hurbenmen, Kualitatif Data Analisis: A Source Book Of New Metode (Be Verty Hills: Sage Publiation, 1984), 184.
23
Langkah-langkah analisa ditunjukkan pada gambar berikut:
Pengumpulan Data Penyajian Data Reduksi Data Kesimpulankesimpulan: Penarikan/verivikasi
Keterangan: a. Pengumpulan data adalah proses dari penyusunan secara sistematis data yang diperlukan dan hasil wawancara catatan lapangan dan bahan-bahan kain sehingga dapat dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. b. Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, memuat kategori. Dengan demikian data yang telah direkdusikan
memberikan
mempermudah
peneliti
mempermudah
peneliti
gambaran gambarkan
untuk
yang yang
melakukan
lebih
jelas
dan
lebih
jelas
dan
pengumpulan
data
selanjutnya. c. Setelah
data
direduksi,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang
24
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan grafik, matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. d. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.34 7. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas), dan keandalan (relibilitas).35 Derajat kepercayaan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan a. Pengamatan yang tekun. Ketekunan pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Ketekunan pengamatan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: 1) Mengadakan
pengamatan
dengan
teliti
dan
rinci
secara
berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol yang ada hubungannya dengan menggunakan metode cerita dan kisah Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponogoro. 2) Menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang bisa. 34
Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2008), 54. 35 Moleong, Metodologi Penelitian, 171.
25
b. Teknik Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik dan teori.36 Dalam penelitian ini, dalam hal ini digunakan teknik tringulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berada dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: 1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan. 5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
36
Ibid, 178.
26
8. Tahap -Tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: a. Tahap pralapangan yang meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan dan yang menyangkut persoalan etika penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Tahap analisa data yang meliputi: analisa selama dan setelah pengumpulan data. d. Tahap penulisan hasil penelitian
H. Sistematika Pembahasan Mensistematika suatu pembahasan dimaksudkan untuk memudahkan dalam memberikan gambaran terhadap maksud yang terkandung dalam skripsi ini. Untuk mempermudahnya, skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab yang dilengkapi dengan bahasan-bahasan yang dipaparkan secara sistematis, yaitu: Bab I
: Pendahuluan Bab ini merupakan ilustrasi tentang skripsi secara keseluruhan. Dalam bab ini akan dibahas latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
27
penelitian, kerangka teoritik, metodologi penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan. Bab II
: Implementasi Metode Cerita Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak Bab ini berisi tentang landasan teori, yakni Implementasi Metode Cerita atau Kisah Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak yang meliputi metode dalam pendidikan agama Islam, pengertian kisah atau cerita, cerita sebagai metode pendidikan, keistimewaan metode
kisah/cerita
dan
tujuan pendidikan islam melalui
cerita/kisah dan Pembelajaran Aqidah Akhlak, yang meliputi: pengertian aqidah akhlak, fungsi dan tujuan pembelajaran aqidah akhlak serta ruang lingkup pembelajaran aqidah akhlak. Bab III : Implementasi Metode Cerita dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009. Pada bab ini berisikan tentang hasil-hasil temuan penelitian yang meliputi gambaran data umum dan data khusus. Data umum meliputi sejarah berdirinya Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo, letak geografisnya, struktur organisasi, keadaan gurunya, sarana dan prasarana Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo. Data khusus yang meliputi: langkah-langkah kegiatan pembelajaran Akidah Akhlak melalui metode cerita, faktor pendukung dan penghambat pembelajaran akidah akhlak. Efektifitas metode cerita dalam
28
pembelajaran akidah akhlak di MAN 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009. Bab IV : Analisis Implementasi Metode Cerita dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009. Pada bab ini berisi tentang pembahasan, yang membahas tentang analisis implementasi metode cerita dalam pembelajaran Akidah Akhlak di kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009. Dalam bab ini berisi analisis tentang konsep mendidik melalui metode cerita, pelaksanaan dan implementasinya siswa kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo. Bab V : Penutup Bab ini berisi penutup, merupakan bab terakhir dari semua rangkaian pembahasan dari bab I sampai bab V. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
29
BAB II IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK
A. Implementasi Pendidikan Melalui Cerita/Kisah 1. langkah-langkah pelaksanaan Dalam pelaksaan pendidikan proses belajar mengajar atas dasar pengajaran berorientasi pada tujuan, maka pelaksanaan pengajaran menempuh tiga fase, yaitu : a. Pre-Test (test awal). Pre-test dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat kemampuan siswa terhadap materi yang akan dipelajari. Bila ternyata materi yang bersangkutan sudah dipelajari, guru tidak perlu lagi melaksanakan proses belajar mengajar materi tersebut. b. Proses. Proses belajar mengajar yang dilakukan guru berpegang pada program
kegiatan
sebagaimana
dirumuskan
dalam
langkah
pembelajaran c. Post-Test (test akhir-evaluasi). Bahan yang diteskan dalan evaluasi sama dengan pre-test. Tujuan test akhir ini adalah untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, jadi dengan melihat perbedaan hasil pre-test dan posttest, guru dapat mengetahui apakah proses pengajaran berhasil dengan baik atau tidak. Artinya bila hasil pre-test rendah sedangkan hasil post-test tinggi berarti preoses belajar berhasil dengan baik. Bila terjadi sebaliknya
30
proses belajar akan gagal. Hal ini perlu direvisi apakah kejelasan tujuan, bahan, metode atau alat yang digunakan selanjutnya dapat ditingkatkan kembali.37 2. Metode dalam Pendidikan Agama Islam Dalam pendidikan Islam membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya ke arah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam tanpa adanya metode tidak akan berarti apa-apa. Ketidak tepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang mengakibatkan membuang waktu dan tenaga secara percuma. Secara literer, metode berasal dari bahasa greek yang terdiri dari 2 kosa kata, yaitu meta yang berarti melalui dan bodos yang berarti jalan. Jadi metode adalah jalan yang dilalui.38 Metode
dalam
pengertian
umum
diartikan
sebagai
cara
mengerjakan sesuatu. Cara itu mungkin baik dan mungkin juga buruk. Baik dan buruknya metode yang digunakan sangat tergantung dari beberapa faktor. Faktor itu berupa situasi dan kondisi. Pemakaian metode itu sendiri yang kurang memahami penggunaannya atau tidak sesuai dengan seleranya atau secara subyektif metode kurang cocok dengan
37 Drs. Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), 50. 38 Dr. Al-Rasyidin MA & Syamsul Nizar MA, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 65.
31
kondisi obyek. Hal ini tergantung pada metode itu diciptakan di satu pihak dan pada sasarannya yang akan digarap dengan metode itu pihak lain.39 Dalam dunia pendidikan, metode merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Karena metodelah yang menentukan sukses tidaknya tujuan yang hendak dicapai. Maka metode dan tujuan pendidikan agama Islam mempunyai hubungan sebab akibat. Dalam pengertian ini, jika metode pembelajaran yang digunakan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat, maka tujuan yang akan dicapai kemungkinan akan dapat dicapai. Metode dapat dikatakan sebagai jalan atau cara yang harus dinilai untuk mencapai tujuan. Adapula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan tujuan tersebut. Sedangkan metode pendidikan Islam yaiitu metode pengajaran yang disesuaikan dengan materi atau bahan pelajaran yang terdapat dalam Islam. Karena ajaran Islam itu luas, maka untuk pendidikan Islam juga luas cakupannya. Pada dasarnya, metode pendidikan Islam sangatlah efektif dalam membina kepribadian anak didik dan motivasi mereka sehingga metode pendidikan Islam tersebut dapat memungkinkan puluhan kaum mukmin untuk dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk ilahi dan konsep-konsep peradaban Islam.40
39 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjuan Teoritis dan Praktis (Jakarta; Bumi Aksara, 1996), hal 65. 40 Abdurrahman an-Nahwali, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), 204.
32
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam pendidikan agama Islam, antara lain: a. Metode kisah/cerita Metode kisah/cerita yang mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan atau menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal atau peristiwa. Dengan kisah atau cerita maka anak didik menjadi mengetahui sejarah dan peristiwa di masa lampau, sehingga dapat dijadikan cermin anak bagi orang yang mendengarkannya atau membacanya untuk bercermin kepada fakta dan data di masa lampau.41 Dengan harapan kisah atau cerita tersebut dapat ditangkap maknanya kemudian dapat diamalkan dalam kehidupan serta untuk kebaikkan di masa depannya. 42 Kisah sebagai suatu metode pendidikan yang mempunyai daya tarik yang dapat menyentuh perasaan pendengar atau pembacanya. Oleh karena itu, kisah dapat dijadikan salah satu teknik pendidikan. Di dalam kisah terdapat suatu bentuk penyampaian pesan terhadap anak didik dan dapat membangkitkan imajinasi anak didik.
43
Metode kisa
terkandung dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 111:
41
Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers. 2002), 160. Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Ponorogo: STAIN Press, 2007), 145. 43 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 149. 42
33
ô‰s)s9 šχ%x. ’Îû öΝÎηÅÁ|Ás% ×οuö9Ïã ’Í<'ρT[{ É=≈t6ø9F{$# 3 $tΒ tβ%x. $ZVƒÏ‰tn 2”utIøムÅ6≈s9uρ t,ƒÏ‰óÁs? “Ï%©!$# t÷t/ ϵ÷ƒy‰tƒ Ÿ≅‹ÅÁøs?uρ Èe≅à2 &óx« “Y‰èδuρ ZπuΗ÷qu‘uρ 5Θöθs)Ïj9 tβθãΖÏΒ÷σム∩⊇⊇ ∪ Artinya: "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.44 b. Metode teladan Metode teladan ini dianggap penting karena aspek pendidikan agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku. Hal ini sesuai dengan motode keteladanan dalam Al-Quran surat al-Azhab ayat 21:45
ô‰s)©9 tβ%x. öΝä3s9 ’Îû ÉΑθß™u‘ «!$# îοuθó™é& ×πuΖ|¡ym yϑÏj9 tβ%x. (#θã_ötƒ ©!$# tΠöθu‹ø9$#uρ tÅzFψ$# tx.sŒuρ ©!$# #ZÏVx. ∩⊄⊇∪ Artinya: "Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". Pada dasarnya, manusia cenderung memerlukan sosok teladan yang pantas sehingga panutan yang dapat mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syari’at Allah SWT. 46
44
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemah, (Semarang: cv. Alwah, 1995), 366. Depag RI, Al-Qur'an . . . 670. 46 . Abdurrohman, Pendidikan, 260. 45
34
c. Metode Nasehat Dampak pendidikan melalui nasehat banyak terdapat dalam alQur’an pengaruhnya sangat besar, yaitu dapat mengantarkan penyimak pada kepuasan berfikir mengenai persoalan-persoalan aqidah. Dalam al-Qur’an
menggunakan
kalimat-kalimat
nasehat
yang
dapat
menyentuh hati ini berfungsi untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Tapi dalam pemberian nasehat ini disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi nasehat dalam hal ini keteladanan bersifat melengkapi. Inilah yang disebut nasehat.47 d. Metode Pembiasaan Metode pembiasaan merupakan sebuah cara belajar yang dapat dilakukan oleh anak didik untuk membiasakan diri mereka dapat berfikir, bertindak, bersikap yang sesuai dengan tuntutan ajaran agama Islam. e. Metode Hukuman dan Ganjaran Keberadaan hukuman dan ganjaran digunakan dalam metode pendidikan Islam ini dimaksudkan untuk membina anak didik atau umat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hal ini diberlakukan kepada sasaran pembina yang lebih khusus.
f. Mendidik Melalui Praktik dan Latihan
47
Abuddin Nata, Filsafat . . . . 150.
35
Pendidikan Islam yang melalui praktik dan latihan akan mengarahkan anak didik untuk menjadi individu yang stabil, berakhlak mulia, serta lebih produktif. g. Metode Ceramah Metode ceramah adalah mengandung arti cara penyampaian pelajaran atau materi yang secara lisan oleh guru dihadapan siswa dimuka kelas. Cara seperti ini adalah cara yang lazim digunakan oleh pendidik. Peran murid di sini adalah sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan dan mencacat keterangan-keterangan guru bila diperlukan. h. Metode Demonstrasi Yaitu salah satu teknik mangajar yang dilakukan oleh seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau siswa sendiri dituntut untuk memperhatikan kepada teman-teman yang lainnya tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu.48 i. Metode Lain Yang dimaksud dengan metode yang lain adalah metodemetode yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama selain yang disebutkan du atas, metode-metode tersebut adalah diskusi, karya wisata,
kerja
kelompok, perumpamaan,
pepujian, wirid, dan
sebagainya.
48
2002), 34.
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
36
Hal terpenting dalam penerapan metode tersebut adalah prinsip bahwa tak ada metode yang paling ideal untuk semua tujuan pendidikan. Semua mata pelajaran, guru, maupun keadaan, karena hal itu tidak dapat dihindari bahwa, seorang pendidik hendaknya melakukan penggabungan metode lebih dari satu metode, dalam mempraktekkannya di lapangan. Untuk itu dituntut sikap arif dalam memilih dan menerapkannya.49 Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, di dalam pendidikan Islam terdapat metode (teknik) untuk menyampaikan ajaran tersebut kepada umatnya. Namun perlu diketahui bahwa metode-metode tersebut masih dalam bentuk pedoman-pedoman yang bersifat umum sehingga diperlukan kecakapan para pendidik untuk mengambil dan menerapkannya secara khusus terhadap tiap-tiap bahan pelajaran yang akan disampaikan. Walaupun banyak sekali tentang metode dalam pendidikan Islam tersebut, akan tetapi penulis cuma menggali tentang metode
yang
pertama, yaitu metode kisah, yaitu mendidik melalui kisah-kisah. Karena menurut penulis pendidik melalui kisah atau cerita mempunyai daya tarik yang dapat menyentuh perasaan. Selanjutnya, penulis akan mengkaitkan kisah-kisah tersebut di dalam pelajaran Aqidah Akhlak.
49
Al-Rasyidin, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, Dan Praktis, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), 74.
37
3. Pengertian Kisah atau Cerita Abuddin nata mengidentifikasikan istilah kisah dengan historis50 dan Abdul Aziz Abdul Majid mengidentifikasikan cerita adalah merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki suatu keindahan dan kenikmatan tersendiri. Cerita adalah salah satu bentuk sastra yang biasa dibaca atau hanya didengar oleh orang yang tidak bisa membaca. Bercerita adalah merupakan salah satu keterampilan yang sangat imajinatif dan komonikatif antara pendengar dengan pembacanya atau si pencerita. Informasi dan peristiwa yang terkandung dalam cerita-cerita atau kisah-kisah akan berpengaruh pada pembentukan moral, akal anak kehangatan perasaan, pengarahan, dalam kepekaan rasa, imajinasi dan bahasanya.51 Kegiatan bercerita sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan budi pekerti, dan mendorong anak untuk berfikir positif. Pemikiran akal anak akan berkembang sesuai dengan nalurinya. Bercerita dapat mengantarkan keindahan alam langsung ke hadapan anak. Selain itu, bercerita merupakan cara termudah, tercepat untuk membina hubungan antara guru dan murid, dan salah satu cara yang paling efektif untuk membentuk tingkah laku di kemudian hari.
50 51
2001).
Abuddin Nata, Filsafat….. 149. Abdul Aziz, Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
38
Dengan kata lain, bercerita mempunyai tujuan yang antara lain merangsang dan menumbuhkan daya penalaran sikap kritis dan kreatif. Dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan yang perlu ditiru dengan perbuatan yang buruk dan yang tidak perlu dicontoh, punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak didik.52 Mengingat bahwa pentingnya unsur-unsur yang dirangkai dalan suatu cerita atau kisah, maka dalam proses penyusunannya, sebuah cerita atau kisah harus mengacu kepada upaya pengembangan moral kepada anak didik, unsur-unsur dalam cerita mencakup tiga unsur pokok, yaitu: a. Ide Cerita Ide dalam mengarang cerita adalah suatu bakat alami yang terlahir dari seseorang tidak semua orang memiliki kemampuan ini dan dapat memperolehnya walau dengan latihan. Jika bakat tersebut tidak ada dalam diri seseorang. Perlu diperhatikan ide dalam bermacammacam cerita karena dengan cerita tersebut dapat mempengaruhi pola tingkah laku, pengembangan akal dan emosi. Maka dalam sebuah cerita harus ada batasan-batasannya. Berikut akan dibahas mengenai batasan-batasan dari tema tersebut antara lain: 1) Tema yang dibatasi oleh lingkungan Tema ini ditujukan pada anak yang berumur 2 (dua) sampai 5 (lima) tahun. Pada usia ini anak biasanya sudah bisa berjalan, 52
15.
Kusuma Priyono, Terampil Mendongeng, (Jakarta: PT. Gramedia Indonesia, 2001), 14-
39
mengerakkan otot-ototnya, mulai memiliki kepekaan rasa yang membantunya memilih lingkungan yang terbatas disekelilingnya misalnya dalam rumah, kebun, jalan raya dan sekolah yang dikunjunginya. Cerita-cerita yang sesuai bagi anak usia ini adalah cerita tokoh-tokoh atau tentang peristiwa-peristiwa. Pemberian sifat-sifat, gerakan pembicaraan akan menjadi daya tariknya, anak cenderung berangan-rangan bahwa benda dapat berbicara. Ia akan menjadi suka dengan berbagai imajinasi dengan tokoh-tokoh khayalan.53 Sebagai akibatnya anak mulai mengerti tentang apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Oleh sebab itu cerita yang sesuai pada anak usia ini adalah cerita yang bertema tentang lingkungan, karena akan lebih mudah ditangkap. 2) Tema Imajinasi bebas dan keteladanan Tema ini ditunjukan kepada anak usia 5 (lima) sampai 9 (sembilan) tahun. Karena, pada fase ini anak telah melewati masa pengenalan lingkungan sekitarnya yang terbatas pada rumah dan sekitarnya, ia mulai tahu bahwa kucing mencakar, api dapat membakar
dan
sebagainya.
Pada
tahap
ini
anak
mulai
membayangkan sesuatu yang abstrak yang tidak ada dalam lingkungannya dan mulai memiliki fantasi yang bebas, yang dapat melihat adanya malaikat, bidadari, jin, dan sebagainya. Maka cerita
53
Abdul Aziz, Mendidik….., 10.
40
yang sesuai dengan anak usia ini adalah dengan tema yang penuh imajinasi, seperti kisah Rasulullah SAW mengisahkan bahwa Rasulullah SAW itu dahulu selalu mengerjakan shalat tepat waktu, suka
senyum,
penyabar,
sayang
terhadap
binatang,
suka
bersedekah, dan segala contoh ajaran lain yang perlu ditanamkan pada anak. Melalui gambaran seperti itu, anak akan menemukan sosok tauladan dari pribadi Rasulullah SAW sebagai idolanya yang terbaik dalam kehidupan ini.54 Ada suatu hal yang penting yaitu kisah-kisah yang diceritakan bukanlah bohong belaka, melainkan riwayat-riwayat yang jelas, dan juga terkandung dalam al-Qur’an. Dalam surat Hud (11): 120 Allah SWT berfirman:55
yξä.uρ Èà)‾Ρ y7ø‹n=tã ôÏΒ Ï!$t6/Ρr& È≅ß™”9$# $tΒ àMÎm7sVçΡ ÏµÎ/ x8yŠ#xσèù 4 x8u!%y`uρ ’Îû ÍνÉ‹≈yδ ‘,ysø9$# ×πsàÏãöθtΒuρ 3“tø.ÏŒuρ tÏΨÏΒ÷σßϑù=Ï9 ∩⊇⊄⊃∪ Artinya: "Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. 3) Tema petualangan dan kepahlawanan Tema ini ditunjukan pada anak usia 9 (sembilan) sampai 12 (dua belas) tahun. Pada tahap ini adalah merupakan masa
54 55
Ibid, 15. Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahan….., 345.
41
perpindahan dari masa kanak-kanak atau masa yang sangat tergantung dengan orang lain, menuju masa remaja. Dimana anak mulai berperilaku secara mandiri, melalui kekuatan instingnya, anak mulai mengenal perjuangan dan keinginan untuk menguasai. Dan kegiatan yang dilakukan mulai mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti berkelahi. Oleh sebab itu, tema yang sesuai adalah tema petualangan dan kepahlawanan. Maka cerita atau kisah yang disukai anak pada masa ini adalah kisah atau cerita yang penuh bahaya, tantangan dan keberanian. Pada usia ini, seorang anak bangga hidup bebas dan berkelompok. Oleh karena itu ide yang sesuai dengan usia seperti ini adalah cerita yang meiliki muatan yang mendorong terhadap hal-hal yang positif.56 Seperti kisah perjuangan Abu Bakar as- Siddieqi dan tokoh-tokoh lainnya. 4) Tema Keteladanan Tema ini ditunjukan pada anak usia 12-19 tahun. Pada tahap ini pemuda atau pemudi sudah memasuki masa kematangan berfikir dan bermasyarakat. Biasanya, telah terbentuk dalam dirinya sebagian dasar-dasar sosial, moral dan politik, baik yang salah maupun yang benar. Biasanya juga, semakin jelas kecenderungan dan tujuannya dalam hidup. Telah terbentuk dalam dirinya pandangan yang luas mengenai lingkungan sosialnya dan segala hal yang berkaitan dengan kehidupannya. Pada masa ini, 56
Abdul Aziz, Mendidik….., 10.
42
mereka
terpengaruh
oleh
kebutuhan-kebutuhan
individu,
kehidupan manusia terasa kian rumit. Sehingga agak sulit untuk mambatasi bentuk cerita yang memiliki kecenderungan seperti ini. Dalam
tahap
ini
hal
yang
dapat
mempengaruhi
dalam
kehidupannya misalnya pengetahuan, hobi, kegiatan sosial di lingkungannya, kebudayaan dan sebagainya. Oleh sebab itu, cerita yang disajikan adalah keberagaman keteladanan dan cita-cita yang tinggi. Seperti kesuksesan dalam ekonomi, dan juga dapat mencapai kedudukan sebagi pemimpin agar nantinya dapat dijadikan panutan dalam kehidupan yang akan datang. b. Susunan Ide Susunan ide mencakup unsur-unsur cerita, yaitu peristiwa atau kejadian yang terangkai dalam cerita unsur-unsur ini terdiri dari tokohtokoh, perbincangan (dialog) yang terjadi antara tokoh, dan tema sentral yang dijiwai para tokoh yang mengikat hubungan antar mereka. Secara umum, setiap cerita atau kisah dibentuk dalam tiga tahap, yaitu: pendahuluan, konflik dan klimaks.57 Pendahuluan adalah pengantar singkat mengenai ide atau isi dalam cerita dan sebagai tempat masuk bagi pembaca untuk merasakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kemudian diceritakanlah peristiwa-peristiwanya. Konflik adalah kesulitan yang terjadi pada pertengahan cerita dan membutuhkan penyelesaian atau tempat yang samar yang
57
Ibid, 17.
43
membutuhkan penjelasan serta dapat menimbulkan rasa penasarannya ketika sampai dipertengahan bacaan atau mendengarkan terjadinya konflik. Dan akhirnya setelah berbagai ketegangan dan konflik mencapai klimaks, membuat pendengar atau pembaca merasa senang dan tenang kembali. Misalnya seperti kisahnya Nabi Muhammad SAW meletakkan hajar aswad setelah Ka’bah diperbaiki. c. Bahasa dan gaya bahasa Tidak diragukan lagi, bahwa bahasa mempunyai pengaruh dan respon yang amat vital dalam pembinaan segenap aspek kepribadian anak. Demikian juga dalam penyusunan sebuah cerita hendaknya dengan bahasa mudah dan dapat dimengerti oleh pendengarnya atau pembacanya. Karena dengan bahasa yang tidak bisa dipahami akan membuat pembaca atau pendengarnya akan cepat merasa cepat bosan. Untuk itu perlu diperhatikan bagaimana cara berbicara yang tepat kepada pendengar atau pembaca, sehingga mudah diserap dan ditangkap sesuai kemampuan berfikir mereka. Alat utama atau sarana dalam penyampaian pikiran dalam cerita adalah dengan penggunaan bahasa , bahasa itu harus yang sederhana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdul Aziz, bahwa seorang pencerita jika ingin berhasil dalam bercerita hendaklah sudah terbiasa mengajar anak-anak dan juga menyederhanakan gaya bahasa dalam penyampaian cerita sesuai
44
dengan tingkat perkembangannya.58 Bercerita sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar berbicara dalam berbagai gaya bahasa, serta dapat menambah kosakata baru dan merangsang kreatifitas anak dalam mengungkapkan dir secara verbal dan berkomunikasi dengan semua. 4. Cerita Sebagai Metode Pendidikan Dalam pendidikan Islam, kisah dapat membiaskan dampak psikologis dan edukatif yang baik konstan dan cenderung mendalam sampai kapanpun. Kisah dapat mengaktifkan kesadaran pembaca atau pendengar, sehingga dengan kisah tersebut, pendengar atau pembaca akan selalu merenungkan makna dan mengikuti berbagai satuan kisah sehingga atau pendengar dapat terpengaruh oleh tokoh-tokoh yang terdapat dalam kisah tersebut.59 Dalam cerita nasehat yang diberikan ditunjang dengan sosok keteladanan, sehingga nampak dalam kisah adalah sebuah kombinasi antara metodologi pendidikan keteladanan dalam sebuah kisah yang berisikan nasehat, yang dapat menyentuh perasaan hati-hati60 untuk menunjukkan bahwa antara metode satu dengan metode yang lainnya saling melengkapi, seperti metode nasehat dengan keteladanan tersebut. Keunggulan kisah sebagai dalam pendidikan adalah sebagai salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan bahasa pada anak. Pesan-pesan baik yang terkandung dalam kisah atau cerita tersebut, dapat memberikan 58
Ibid, 23. Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan, 239. 60 Abuddin Nata, Filsafat, 28. 59
45
pengaruh yang besar terhadap jiwa manusia, karena dalam cerita keseluruhan cerita/kisah tersebut. Terdapat suatu kebutuhan dan jalinan kehidupan yang lebih mudah mereka tangkap. Namun bila dilihat dari sudut pandang pendidikan Islam, cerita sebagai metode pendidikan yang sudah tepat digunakan dalam rangka mengembangkan pendidikan Islam, dikatakan metode tersebut sudah tepat karena: a. Cerita/kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya, dan makna tersebut dapat menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengarnya. b. Dalam kisah biasanya menampilkan tokoh sehingga pembaca atau pendengarnya dapat ikut menghayati atau merasakan isi kisah tersebut seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokoh dalam kisah yang telah disampaikan. c. Cerita
dapat
membangkitkan
perasaan
bagi
pendengar
atau
pembacanya. Misal: perasaan pemaaf, perasaan cinta, penolong dst. d. Cerita/kisah terdapat tujuan untuk meningkatkan rasa keimanan bagi kaum muslimin khususnya, dengan mendengarkan kisah tersebut dapat menghibur diri dari kesediran akan musibah yang telah menimpanya. e. Cerita dan kisah dapat mempengaruhi emosi seseorang seperti rasa takut, merasa bahwa semua manusia selalu dijaga dan diawasi,
46
sehingga dia merasa sungkan atau lebih hati-hati dalam mengerjakan suatu tindakan atau perbuatan yang akan dia lakukan.61 5. Keistimewaan Metode Kisah/Cerita Salah satu keistimewaan metode kisah/cerita adalah dengan memberikan kesempatan kepada pendengar atau pembaca untuk mengembangkan pola berpikir, melalui topik dalam cerita tersebut. Karena cerita/kisah dapat memberikan sugesti, keinginan dan keantusiasan dalam kehidupan. Kisah Nabi Yusuf misalnya, dengan keimanannya dia tidak mudah terpengaruh oleh rayuan wanita yang menginginkannya. Dengan sikap yang menakjubkan itu dapat memberikan dampak kekuatan bahwa prinsip hidup para tokoh dalam kisah atau cerita itu sangatlah penting karena dengan kisah tersebut pembaca atau pendengar merasa terdorong untuk memiliki sifat yang ada dalam tokoh cerita atau kisah tersebut. Sehingga memungkinkan sifat-sifat seperti itu akan dapat terus melekat sehingga para pembaca atau pendengar berkeinginan untuk menyimak beberapa kisah-kisah yang lain agar mereka dapat terpengaruh oleh kisah tersebut. Cerita/kisah mengandung isi perenungan atau pikiran. Di dalam kisah-kisah qur'ani banyak sekali yang mengandung dialog-dialog pemikiran
yang
intinya
membela
kebenaran.
Selanjutnya
untuk
memperoleh suatu kebenaran tersebut senantiasa dikelilingi dan diliputi oleh berbagai peristiwa serta kesimpulan yang mengokohkan kebenaran
61
Arman'I Arief. Pengantar, 140.
47
dan keagungan dalam diri manusia, sehingga manusia merasa yakin akan penguatan Allah SWT atas kebenaran tersebut. Maka dari hal tersebut lahirlah suatu penalaran yang logis, kobaran semangat, kecintaan manusia pada unsur-unsur kepahlawanan yang diketahui umat manusia melalui kisah. Serta manusia dapat terdorong untuk mencintai kebenaran dan membina dari agar nantinya bisa seperti tokoh-tokoh yang berada pada kisah tersebut agar dapat menjadi manusia yang kuat maupun batin.62 Cerita yang mengagumkan dan seperti membuat pembaca atau pendengarnya berusaha untuk dapat meniru dan menerapkan sifat-sifat yang dimiliki para tokoh dala kisah dalam dirinya sendiri, meskipun pembaca atau pendengar tidak mengharapkan peristiwa-peristiwa yang banyak mengandung cobaan itu menimpa dirinya, biasanya pembaca atau pendengar sangat terkesan dengan isi kisah, ia mungkin mengkaji ulang dan menghidupkan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam kisah tersebut dalam imajinasinya. Penyajian cerita/kisah seperti itu dapat dijadikan suatu alat atau metode pendidikan dalam rangka menggugah perasaan ketuhanan misalnya cinta karena Allah SWT, membenci terhadap kekufuran, berkeinginan selalu melindungi agama Islam (membela Islam), berjuang demi Allah SWT dan selalu sadar dan berperilaku yang sesuai dengan syari'at Allah SWT dan perintah-perintahnya.63
62
Abdurrahman, Pendidikan, 241. Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV Diponegoro, 1989), 337. 63
48
6. Tujuan Pendidikan Islam Melalui Cerita/Kisah Kisah/cerita bukan hanya karya seni yang disusun tanpa tujuan, melainkan merupakan salah satu dari berbagai metode dalam Al-Quran untuk menuntun dan menyampaikan
serta mengokohkan dakwah
Islamiyah.64 Kisah-kisah dalam Al-Quran dapat sebagai sarana untuk mempengaruhi mental, mengobarkan semangat, dan membina perasaan ketuhanan.65 Tujuan terpenting dari cerita secara umum adalah pengambilan pelajarannya yang tergantung dalam al-Quran. Kisah/cerita mengungkapkan pemantapan wahyu dan risalah Rasulullah SAW, artinya Nabi Muhammad SAW tidak pernah belajar kepada pendeta baik dari orang Yahudi maupun Nasrani, tetapi memperoleh kisah/cerita tersebut melalui firman Allah SWT. Jadi, Nabi Muhammad SAW hanya menyampaikan dari Allah SWT kepada umatnya. Kisah/cerita dalam Al-Quran merupakan penjelasan bahwa seluruh agama yang dibawa para Nabi berasal dari Allah SWT adalah penolong para rasul dan orang yang beriman kepada-Nya, serta mengasihi dan menyelamatkan mereka dari berbagai bencana dari zaman ke zaman. Maka dari itu dapat diperoleh ketegasan bahwa seluruh kaum mukminin adalah umat yang satu. Dan Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan bagi seluruh makhluk. Ketika mendengar atau membaca cerita para Nabi akan ditemukan bahwa Allah SWT senantiasa membantu, menolong dan menyelamatkan mereka dar berbagai macam bencana atau kesulitan 64 65
Ibid, 227. Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan . . . . . . 243.
49
yang menimpanya.
Misalnya Allah SWT menyelamatkan Ibrahim as.
yang nyaris terbakar. Allah SWT pun mengajikan keindahan atau kenikmatan kepada rasul dan kaum muslimin lainnya jika mereka benarbenar bisa bersabar, tawakal, serta bersungguh-sungguh dan mereka dapat mengimbangi dengan rasa syukur atau nikmat-nikmat dari-Nya.
B. Pembelajaran Aqidah Akhlak 1. Pengertian Aqidah Akhlak Dalam Kamus Mutawir secara etimologi kata "Aqidah"berasal dari kata "ةQRXST
,QRSUV ,QRST", yang artinya simpul, ikatan, perjanjian yang
kokoh, setelah berbentuk akidah berarti keyakinan atau kepercayaan,66 dan secara termologi Ibnu Taimiyah (1983) menjelaskan makna "Aqidah" sebagai suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengannya jiwa menjadi tenang, sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap tanpa adanya keraguan. Sedangkan secara etimologi kata "Akhlak" merupakan jama' kata "khuluq" yang artinya tabiat, budi pekerti, kebiasaan. Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak, antara lain: a. Menurut Imam Al-Ghazali, Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 66
Taufikkurahman, Moch Edy Siswanto X, Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas X Semester Gasal, (Provinsi Jawa Timur, Kanwil Depertemen Agama, 2008), hal 2.
50
b. Menurut Ibrahim Anis, Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. c. Menurut Abdul Karim Zaidah, Akhlak adalah nilai atau sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih atau meninggalkannya.67 Dari beberapa definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga akan muncul secara spontan memerlukan pertimbangan atau pemikiran baik itu perbuatan baik atau buruk, lalu dipilih atau ditinggalkan. Sedangkan definisi dari pendidikan Aqidah Akhlak adalah: upaya sadar, terencana dalam menyatakan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku. Akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran, latihan penggunaan pengalaman, dan pembiasaan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang keagamaan. Pendidikan ini juga diarahkan pada penggunaan Aqidah di satu sisi dan peningkatan tolerensi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa.
67
Yanuar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta; Lembaga Pengkajian dan Pengajaran Islam, 2006), hal 1-2.
51
2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Aqidah Akhlak a. Fungsi Pengajaran mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah berfungsi untuk: 1) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 2) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin untuk sebelumnya telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. 3) Menyesuaikan mental peserta didik terhadap lingkungan social dan fisik. 4) Perbaikan kesalahan serta kelemahan peserta didik dalam keyakinan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. 5) Pencegah peserta didik dari hal-hal negative dari lingkungannya dari budaya asing yang dihadapinya sehari-hari. 6) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan tentang keimanan dan akhlak serta system dan fungsionalnya. 7) Pembekalan bagi peserta didik untuk mendalami aqidah akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.68 b. Tujuan Mata pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk: a) Menumbuh kembangkan 68
Aqidah
melalui;
pemberian,
pemupukan
dan
Depertemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, (Jakarta: Derektor Jendral Pendidikan Islam, 2006), hal 22-23.
52
pengembangkan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan, serta, pengalaman peserta didik tentang Aqidah Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. b) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individual maupun social, sebagai manifestasi dari ajaran dari ajaran dan nilai aqidah Islam. Dengan adanya fungsi dan tujuan tentang pembelajaran Aqidah Akhlak maka sangat perlu dan penting untuk dipelajari. Karena Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah sebagai bagian yang integral dalam pendidikan agama Islam. Walaupun bukan satu-satunya mata pelajaran Aqidah Akhlak memiliki kontribusi dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan akhlaqul Karimah dalam kehidupan sehari-hari. 3. Ruang Lingkup Pembelajaran Aqidah Akhlak Adapun ruang lingkup pembelajaran Aqidah Akhlak meliputi: a. Aspek Aqidah terdiri atas: prinsip-prinsip Akidah dan metode peningkatannya Al-Asma Al-Husna, macam-macam tauhid seperti tauhid uluhiyah, tauhid rubuhiyah, tauhid ash shifat wa al-af'al dan tauhid
Thamaniyah,
tauhid
Mulkiyah,
dan
lain-lain,
syirik
implikasikan dalam kehidupan, pengertian dan fungsi ilmu kalam serta
53
hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya dan aliran-aliran dalam ilmu kalam. b. Aspek Akhlak terdiri atas; masalah akhlak yang meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode pendekatan kualitas akhlak, macam-macam akhlak terpuji seperti khusnuzhan, taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, berjalan, bertemu dan menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang tasawuf, sedangkan ruang lingkup akhlak meliputi', aniaya dan kriminasi, berbuat dosa besar.69
69
Departemen Agama RI, Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD) Madrasah Aliyah (Jakarta: Direktor jendral Pendidikan Nasional Madrasah, 2001), hal 4.
54
BAB III DATA PENELITIAN IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS X B DI MAN 2 PONOROGO
A. Paparan Data Umum 1.
Letak Geografis MAN 2 Ponorogo Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo terletak di sebelah utara kota kurang lebih 1,5 km dari pusat kota Ponorogo, tepatnya di jalan Sukarno Hatta No. 381 dengan nomor telepon (0352) 481168 dibangun diatas tanah seluas 9593 meter persegi dengan perbatasan:
2.
-
Sebelah utara perumahan penduduk
-
Sebelah barat perumahan penduduk
-
Sebelah selatan perumahan penduduk
-
Sebelah timur jalan raya.70
Sejarah Singkat Berdirinya MAN 2 Ponorogo Ditinjau dari segi sejarahnya, MAN 2 Ponorogo adalah bukan MAN murni sejak berdirinya. Namun merupakan Madrasah Aliyah alih fungsi dari PGAN Ponorogo. Dalam membantu tugas pemerintah dan mendirikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa maka para tokoh ulama Tegalsari kecamatan Jetis yang dipelopori oleh K. Muhsinul Qomar, K. Sarjuni, K. Iskandar pada tahun 1966 mendirikan madrasah dengan nama Ronggowarsito dan dinegerikan oleh Departemen Agama RI menjadi PGA negeri 4 tahun Jetis dengan kepala madrasah Bapak Zubairi Maskur (Alm). 70
Profil Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo, 2005, hal 1.
55
Berdasarkan keputusan Menteri Agama RI No. 240 tahun 1970 PGAN 4 tahun Jetis disingkatkan statusnya menjadi PGAN 6 tahun Jetis Kabupaten Ponorogo. Namun seiring dengan tuntutan jaman serta dengan adanya perubahan kurikulum secara nasional, maka PGAN 6 tahun kabupaten Ponorogo beralih fungsi menjadi Madrasah Negeri 2 Ponorogo yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Agama RI No. 64 tahun 1990 dan No. 42 tahun 1992. Sejak berdirinya MAN 2 Ponorogo telah mengalami peralihan beberapa kali pergantian kepemimpinan yaitu: a.
A.Z. Qoribun BBA
:
Tahun 1982-1984
b.
Drs. H. Muslim
:
Tahun 1984-2000
c.
Kasanun S.H.
:
Tahun 2000-2006
d.
Imam Faqih Edris S.H.
:
Tahun 2006-2007
e.
Abdullah S.Ag.
:
Tahun 2007-sekarang 71
Adapun visi, misi dan tujuan MAN 2 Ponorogo sebagai berikut:
a.
Visi MAN 2 Ponorogo "Terbentuknya Manusia yang Beriman dan Bertaqwa kepada Allah SWT, Cerdas, terampil berilmu pengetahuan dan teknologi serta berakhlak mulia."
b.
Misi MAN 2 Ponorogo 1) Mencetak manusia yang beriman, bertaqwa, cerdas, terampil dan
71
Ibid. 1.
berakhlaqul
karimal,
mampu
menguasai
ilmu
56
pengetahuan
dan
teknologi,
mandiri,
mampu
mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. 2) Tercipta hubungan yang harmonis dan demokratis antara, warga sekolah dan lingkungan sekolah. 3) Terlaksanakan menejemen sekolah yang tertib, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan. 4) Terwududnya warga sekolah yang sejahtera lahir dan batin 5) Terwujudnya kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dengan lembaga atau isntansi lainnya. c.
Tujuan Pendidikan MAN 2 Ponorogo 1) Mendidik siswa menjadi manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia, sebagai muslim yang menghayatinya dan mengamalkan ajaran agamanya. 2) Mendidik siswa untuk menjadi manusia pembangun yang memiliki
sikap
sebagai
warga
negara
Indonesia
yang
berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945. 3) Memberi bekal pengetahuan, pengalaman dan sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran di Perguruan Tinggi. 4) Memberi bekal kemampuan dasar dan keterampilan tertentu untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat. 5) Mendidik siswa terus mengembangkan kemampuannya sering dengan perkembangan 72 3.
Struktur dan Personalia Organisasi Sekolah MAN 2 Ponorogo
72
Kurikulum MAN 2 Ponorogo Tahun Ajaran 2007/2008, 1-2.
57
Susunan Personalia Organisasi dari : Kepala Madrasah : Kepala Tata Usaha : Wk. Ur Kurikulum : Wk. Ur. Sarana dan Prasarana : Wk. Ur Kesiswaan : Wk. Ur. Humas : Koor Bp : 4.
Sekolah MAN 2 Ponorogo terdiri Abdullah, S.Pd H. Muhchyar S.Ag Drs. Suhanto, MA Drs. Suhanto, MA Drs. Abidin Widodo MM Drs. Abidin Cahyono M.SI Dra Wijanah M.Pa 73
Struktur Organisasi Karyawan dan Tata Usaha MAN 2 Ponorogo Sebagaimana yang terdapat dalam organisasi lainnya, organisasi karyawan dan Tata Usaha MAN 2 Ponorogo telah tersusun secara rapi, sistematis struktur ini terdiri dari beberapa guru yang masing-masing guru memegang satu tugas yang berbeda.74
5.
Keadaan Pendidik MAN 2 Ponorogo Identitas tenaga pendidik di MAN 2 Ponorogo secara garis besar adalah sebagai berikut : a. Jumlah tenaga pendidik ; 72 orang, yang terdiri dari 49 tenaga lakilaki dan 23 tenaga perempuan. b.
Asal Tenaga Pendidik 1) Ponorogo 2) Luar Ponorogo
c.
d.
Pendidikan terakhir : 1) Strata 2 (S2)
: 6 orang
2) Strata 1 (S1)
: 59 orang
3) Lainnya
: 7 orang
Bidang studi yang diampu Bidang studi yang diampu oleh guru di MAN 2 Ponorogo secara total terdiri dari 21 macam, yang masing-masing dalam bidang studi ada yang diampu oleh sejumlah guru yang tidak sama.75
6.
Sarana dan Prasarana MAN 2 Ponorogo 73
Lihat transkrip dokumentasi 01/D/F-1/31-IV/2009 dilampiran hasil penelitian. Lihat transkrip dokumentasi 02/D/F-2/31-IV/2009 dilampiran hasil penelitian. 75 Lihat transkip dokumentasi 04/D/F-4/31-IV/2009 dilampiran hasil penelitian. 74
58
Sarana dan prasarana yang dimiliki MAN 2 Ponorogo, untuk menunjang jalannya kegiatan pembelajaran, antara lain ; Ruang perkantoran, ruang guru, tempat olah raga, tempat ibadah, laboratorium, perpustakaan, koperasi, kantin dan lain-lain.76 B. Paparan Data Khusus
1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Akidah Akhlak Melalui Metode Cerita Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 Pembelajaran akidah akhlak dewasa ini merupakan suatu hal yang mengalami banyak tantangan. Hal ini karena kondisi perkembangan informasi dan tatanan sosial masyarakat yang berubah dengan pesat. Materi akidah akhlak yang berisi tuntunan keimannan kepada hal-hal yang ghaib, abstrak serta tuntunan pedoman untuk menentukan pilihan atas hal yang baik atau buruk, berbenturan dengan begitu banyaknya ketimpangan dengan kenyataan yang di alami oleh siswa sehari-hari.77 Hal ini menuntut guru untuk mempersiapkan pembelajaran dengan sebaik mungkin. Pandangan ini dikemukakan oleh ibu Hastutik: Saat ini masalah akidah akhlak, terutama ahlak menghadapi problem yang sangat serius. Hal yang paling mempengaruhi adalah media masa sekarang terutama televisi yang menyajikan tontonan yang kurang mendidik melalui sinetron sinetron.78 Pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita di MAN 2 Ponorogo dilakukan dengan beberapa tahap. Dimulai dengan apersepsi
76 77
Lihat transkip dokumentasi 04/D/F-4/31-IV/2009 dilampiran hasil penelitian. Lihat transkip wawancara nomor: 01/1-W/29-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil
penelitian. 78
penelitian
Lihat transkip wawancara nomor: 02/1-W/29-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil
59
atau pendahuluan. Hal ini dilakukan dengan ucapan salam, do’a dan pengabsenan. Kegiatan inti pertama adalah pre test. 10 menit awal dilakukan tanya jawab materi terutama materi minggu sebelumnya. Setelah pre test guru memberikan pelajaran inti berupa pembelajaran akidah akhlak dengan metode kisah. Kisah ini diberikan selama kurang lebih 20 menit. Dalam pemberian metode kisah ini, metode lain semisal snowball juga dilakukan. Hal ini dilaksanakan karena jika hanya mendengar cerita saja maka siswa kadang cenderung bosan, ngantuk atau tidak fokus. Kegiatan yang ketiga yakni post test, guru memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang baru saja diberikan guna mengukur tingkat kefahaman. Selain memberikan pertanyaan, guru juga memberikan kesempatan untuk mendiskusikan materi, atau juga memberikan metode problem solving dengan memberikan sebuah contoh kasus yang berkaitan dengan materi untuk dianalisis dan dicarikan problem solving. Seasion pelajaran kemudian ditutup dengan do’a. Hal ini diungkapkan sebagaimana bu hastutik yang mengajar materi akidah akhlak di MAN 2 Ponorogo. Dalam memberikan pembelajaran akidah akhlak, selain memberikan kisah kisah yang berkaitan dengan pelajaran, saya juga menggunakan metode diskusi dan snowball. Hal ini saya lakukan karena jika hanya bercerita saja siswa menjadi bosan. Selain itu jika hanya bercerita, kadang mereka menggap itu terlalu teoritis. Dengan diskuisi dan snowball pelajaran akidah ini bisa lebih diinternalisasikan kepada siswa79
79
penelitian.
Lihat transkip wawancara nomor: 03/1-W/29-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil
60
Pembelajaran akidah akhak melalui metode cerita ini memiliki tujuan agar siswa memiliki teladan yang baik dalam hidupnya. Masa siswa di sekolah menengah adalah masa remaja akhir yang penuh gejolak. Pada masa ini mereka cenderung untuk mencari sosok ideal untuk ditiru. Dalam kehidupan nyata, kita bisa melihat betapa gaya hidup seperti cara berpakaian, cara bergaul siswa sekarang meniru tokoh tokoh idola mereka. Media pembelajaran yang digunakan, yang paling utama adalah buku buku ajar yang telah ditentukan pihak sekolah sesuai dengan kurikulum, selain itu guru juga menambahkan bahan ajar melalui bukubuku, ataupun tulisan-tulisan mengenai kisah-kisah qur’ani yang sekarang banyak ditulis dalam media cetak. Dari hal ini dapat dilihat bahwa dalam memberikan pelajaran ini guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pemikiran dan nalar kritis. Metode tanya jawab, diskusi dan problem solving memberikan perspektif yang berbeda dalam memandang materi cerita yang diberikan. 2. Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Pembelajaran Akidah Akhlak Melalui Metode Cerita Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 a. Faktor Pendukung Dalam latar belakang telah diterangkan bahwa kisah sebagai suatu metode pendidikan mampu mempunyai daya tarik yang dapat menyentuh perasaan pendengar. Di dalam kisah terdapat suatu bentuk
61
penyampaian pesan terhadap anak didik. Dalam masyarakat kisah ini juga sangat diminati. Kisah yang kemudian dikembangakn menjadi media visual maupun cetak mendapat perhartian yang cukup baik. Hal ini bisa diketahui dengan banyaknya media cetak yang mengangkat kisah-kisah para nabi dan tokoh agama di masa lampau. Dalam konteks pendidikan, kisah ini juga masih mempunyai daya tarik tersendiri Pemberian pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo didukung dengan minat siswa terhadap materi-materi kisah keagamaan. Dalam buku pelajaran memang kisah-kisah ini memang sudah ditulis, namun kebanyakan siswa sekarang kurang suka membaca. Mereka juga menganggap bahwa mendengar kisah memberikan nuansa yang berbeda dari pada hanya membaca. Kisah disampaikan dalam bahasa yang sederhana, sementara kisah yang di buku cenderung panjang. Faktor emosi juga berpengaruh, mendengar sebuah cerita secara langsung lebih menggugah emosi dari pada membaca buku yang terkesan”dingin” Bu Hastutik selaku guru menjelaskan: Metode cerita ini relatif disukai jika materi pelajaran sesuai dengan ceritanya. Misalnya jika kisah nabi-nabi dikaitkan dengan akhlakul karimah, atau kisah-kisah umat terdahulu yang mendapat azab akibat kesalahan kesalahan mereka. Kisah-kisah nabi ini terutama disukai
62
karena memberi teladan moral yang baik, karena remaja saat in cenderung ingin mencari sosok yang ideal untuk dijadikan panutan.80 Pendapat ini diperkuat oleh murid Alfi Lutfiana: Saya lebih suka mendapat materi pelajaran melaui kisah-kisah alQur’an. Jika membaca buku memang bisa, tapi saya cenderung malas karena kurang ada nuansa emosionalnya, lain jika mendengar guru bercerita.81 b. Faktor penghambat Selain faktor pendukung, dalam setiap pembelajaran terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat. faktor penghambat itu bisa dari faktor intern meliputi guru ataupun siswa, maupun faktor ekstern dari unsur luar di masyarakat. Faktor penghambat dalam pembelajaran akidah akhlak melalui metode kisah adalah pertama dari faktor murid. Siswa cenderung bosan dan mudah kehilangan konsentrasi seperti yang dituturkan bu hastutik: Hambatan pebelajaran metode kisah ini pertama dari murid.Mereka cenderung mudah bosan jika tidak sering di beri pertanyaan. Sering ditemui mereka mengantuk, bahkan berbicara sendiri dengan teman tema mereka.82 Pendapat ini diperkuat oleh murid Laily Kurniawati: Kalau terlalu lama cerita. Kadang kita bosan, sebab materi yang diceritakan biasanya sudah kita dengar sejak kita kecil. Kami ingin menggunakan banyak metode yang bervaviasi agar tidak bosan.83 80
Lihat transkip wawancara nomor: 04/1-W/29-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil
penelitian 81
Lihat transkip wawancara nomor: 05/1-W/05-V/2009 dalam lampiran laporan hasil
penelitian 82
Lihat transkip wawancara nomor: 06/1-W/29-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil
penelitian 83
penelitian
Lihat transkip wawancara nomor: 07/1-W/05-V/2009 dalam lampiran laporan hasil
63
Problem selanjutnya, materi yang ingin disampaikan kurang cocok dengan kisah yang ada. Hal ini terutama pada materi akidah yang berisi hal hal abstrak semisal ke-Esaan Allah dan sifat sifat Allah. Materi akhlak lebih mudah dicarikan kisah yang tepat, seperti kisah para nabi ataupun shabat untuk contoh akhlak yang baik, atau kisahkisah dosa umat terdahulu yang disiksa karena kesesatan mereka sebagi contoh kisah untuk akhlak yang buruk.
3. Efektivitas pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 Dalam setiap proses pembelajaran, diharapkan metode yang digunakan mampu memberikan jalan bagi murid untuk mendapat pengetahuan baru. Namun setiap metode pasti mempunyai tingkat efektivitas masing-masing, karena setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan masing masing. Menurut pengamatan guru bidang study, metode cerita ini relatif kurang efektif untuk meyampaikan materi pelajaran akidah akhlak. Materi materi yang ada kadang kurang sesuai jika diberikan melalui metode cerita. Murid kemudian cenderung merasa bosan, malas, ramai dan kurang berkonsentrasi. Ini sesuai penuturan bu Hastuty:
64
Metode cerita ini kurang begitu efektif. Seringkali murid kemudian menjadi ramai, ataupun berbuat gaduh, bahkan sebagian mengantuk.84 Para siswa sendiri juga memepunyai pendapat senada. Sebenarnya, paling tidak saya bisa meniru sifat sifat yang baik dari tokoh tokoh nabi maupun para sahabat.Namun karena ceritanya itu itu saja maka saya cenderung menjadi bosan.85
84
Lihat transkip wawancara nomor: 08/1-W/29-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil
penelitian. 85
penelitian.
Lihat transkip wawancara nomor: 09/1-W/05-V/2009 dalam lampiran laporan hasil
65
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI KELAS X-B MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2008-2009
A. Analisis Langkah Langkah Kegiatan Pembelajaran Akidah Akhlak Melalui Metode Cerita Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 Berdasarkan hasil penelitian dan obeservasi di MAN 2 Ponorogo, penulis dapat menyampaikan analisis sebagai berikut. Langkah pertama dalam kegiatan pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 adalah langkah apersepsi. Di sini seorang guru mempersiapkan hal hal yang berkaitan dengan pembelajaran seperti do’a dan abesensi. Do’a dilakukan untuk mempersiapkan kondisi kejiwaan siswa untuk menerima pelajaran. Setiap siswa mempunyai latar belakang kehidupan dan permasalahan hidup akibat aktifitas keseharian mereka, dengan berdoa diharapkan maka mereka mendapat ketenangan dalam mengikuti pelajaran, sehingga materi yang di dapatkan diterima dengan baik. Sementara absensi dilakukan selain untuk mengetahui keadaan siswa, juga untuk mendekatkan siswa dan guru secara psikologis.
66
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan pembelajaran utama yakni dengan metode kisah. Sebelum melanjutkan materi diadakan pre test dengan mengulang materi minggu sebelumnya. Pre test materi minggu sebelumnya ini di ulas dengan beberapa alasan. Pertama, karena setiap materi dalam kurikulum adalah berkesinambungan dan saling berkaitan satu sama lain. Tujuan kedua adalah evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tingkat penyerapan dari siswa terhadap mata pelajaran akidah akhlak. Tujuan ketiga agar otak siswa mulai terfokus kepada pelajaran. Jika diberikan analogi, hal ini seperti memanaskan mesin sepeda motor sebelum dilakukan perjalanan jauh yang sebenarnya. Setelah penyampain pre test maka diadakan penyampaian materi. Di sini materi kisah diberikan dengan durasi waktu yang tidak terlalu lama karena tingkat konsentrasi siswa yang kurang baik jika ceritanya terlalu panjang. Durasi waktu yang tidak terlalu panjang ini juga dimaksudkan agar siswa tidak pasif terhadap materi yang disampaikan. Hal ini juga untuk menghindari kesan menggurui, karena usia siswa di masa remaja akhir cenderung kurang suka jika merasa terlalu dituntut untuk meniru seseorang. Setelah penyampaian materi maka langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 diadakan post test berupa tanya jawab. Tanya jawab ini bertujuan untuk merangsang daya kritis siswa dan juga menemukan pembelajaran.
hal-hal
baru
yang
mungkin
tertinggal
selama
proses
67
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan secara umum langkah langkah pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 berjalan cukup baik. Tahapan tahapan pembelajaran telah dilakukan secara sistematis. Antara guru dan murid sendiri komunikasi berjalan cukup baik. Pada masa ini siswa telah menginjak remaja akhir yang telah bersentuhan dengan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya. Mereka telah mampu bersikap kritis terhadap materi cerita yang berikan
B. Analisis Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Akidah Akhlak Melalui Metode Cerita Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 1. Analisis Faktor Pendukung Metode kisah memang mempunyai posisi tersendiri dalam metode pembelajaran. Sejak pendidikan awal seorang siswa di taman kanak-kanak metode kisah ini telah digunakan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa para siswa masih menyukai metode kisah karena beberapa faktor antara lain faktor keterlibatan emosional dalam mendengar sebuah kisah berbeda dengan membaca buku. Keterlibatan emosional ini sebenanya sangat bagus jika ditinjau dari teori pendidikan modern yang berusaha menyeimbangkan fungsi otak kiri dan otak kanan. Selama ini fungsi otak kiri yang berkaitan dengan intelegensi, kemampuan berfikir selalu mendapatkan perhatian yang sangat besar.
68
Padahal otak kiri ini juga mempunyai kelemahan antara lain pengetahuan yang diserap cepat hilang dari ingatan. Otak kanan yang berkaitan dengan emosi semisal rasa suka, benci dan perasaan lain seperti kekaguman kepada objek cerita mempunyai potensi untuk digunakan dalam pembelajaran akidah akhlak karena mempunyai kelebihan bisa menyimpan memori dalam jangka waktu yang lama.86 Dalam konteks pembelajaran akidah akhlak, metode cerita ini mempunyai kelebihan jika disampaikan secara baik karena akan selalu diingat oleh siswa. 2. Faktor penghambat Selain faktor pendukung, berdasarkan penelitian juga ditemukan beberapa faktor penghambat yang cukup signifikan. Faktor penghambat ini baik faktor intern dari siswa, guru, metode hingga bahan pelajaran, juga berasal dari faktor ekstern seperti keadaan sosial budaya di masyarakat yang banyak mempengaruhi siswa. Pesatnya informasi dewasa ini tidak hanya membawa pengaruh yang posistif namun juga pengaruh negatif. Faktor penghambat pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita dari faktor intern cukup kompleks. Dari point pertama yakni materi pelajaran, mata pelajaran akidah akhlak terdiri dari dua bagian yakni akidah yang banyak berkaitan dengan keimanan terhadap hal-hal yang ghaib, dan akhlak yang berkaitan dengan tingkah laku sehari hari. Keduanya mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, masalah akhlak lebih mudah digambarkan karena paling tidak bisa dilihat didengar dengan
86
Bobbi De Porter & Mike Hernacki, Quantum Learning (Bandung: Kaifa, 1999), 38.
69
panca indera sedangkan akidah lebih banyak berbicara tentang keimanan yang sulit diserap dengan panca indera kecuali melalui keyakinan hati. Hubungannya dengan metode cerita, banyak materi akidah yang sulit diberikan dengan metode cerita. Keimanan terhadap tauhid lebih banyak bersifat keyakinan yang sulit diceritakan. Materi akhlak lebih mudah diberikan dibandingkan dengan akidah karena banyak kisah kongkret yang bisa disampaikan. Problem selanjutnya adalah dari siswa. Siswa cenderung kurang tertarik jika cerita yang disampaikan terlalu panjang atau terkesan klise. Inilah yang menjadi faktor penyebab mereka mengantuk, ramai, atau berbicara dan membuat gaduh dalam ruangan. Di tinjau dari faktor kejiwan remaja, memang usia siswa reaja cenderung bergejolak atau mengalami perubahan secara cepat.87 Jika mereka tertarik pada pelajaran mereka akan cepat memperhatikan, namun jika merasa bosan mereka juga akan cepat kehilangan konsentrasi. Faktor selanjutnya adalah guru. Kadang guru menganggap bahwa materi akidah akhlak yang ada sukar disampaikan dengan metode cerita. Metode cerita ini memang memerlukan waktu untuk dapat diserap. Berbeda dengan metode tanya jawab yang membuat siswa langsung harus beradaptasi untuk memproses informasi yang dibutuhkan.
87
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 74.
70
Faktor penghabat selanjutnya adalah dari faktor ekstern. Siswa sebagai remaja berada di lingkungan yang memungkinkan ia menerima begitu banyak informasi akibat perkembangan tekhnologi. Kenyataan dan fenomena masyarakat modern saat ini banyak yang bertentangan dengan materi akidah akhlak ini. Akibat seringnya bertemu dengan hal hal yang salah dari sisi akhlak, misalnya hubungan yang terlalu bebas antara lakilaki dan perempuan, maka siswa menganggap kesalahan itu sebagai hal yang biasa karena orang lain juga banyak yang melakukannya. Faktor ekstern lainya berkaitan dengan faktor lain semisal peran orang tua yang kurang dalam memperhatikan siswa. Kebanyakan orang tua sekarang bersikap acuh tak acuh dalam mendidik anak terutama di bidang akhlak.
C. Analisis Efektivitas Pembelajaran Akidah Akhlak Melalui Metode Cerita Kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo Tahun Pelajaran 20082009 Metode pembelajaran dibuat dengan tujuan membantu pendidik menyampikan
pengetahuan
kepada
peserta
didik.
Banyak
metode
pembelajaran yang masing masing mempunyai kelemahan dan kelebihan masing masing. Tingkat efektifitas suatu metode pembelajaran berkaitan dnegan banyak faktor Berdasarkan hasil penelitian dan observasi, metode cerita dalam pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 sebenarnya kurang efektif.
71
Meski terdapat beberapa kekurangan namun secara prinsipil metode ini sebenarnya cukup disukai para murid, dan relatif bisa menyampaikan pesan yang di kandung dalam pelajaran. Di lihat dari segi ibadah yang berkaitan dengan akidah, siswa siswa MAN 2 ponorogo cukup rajin beribadah. Masjid yang berada di sebelah sekolah selalu dipenuhi siswa jika tiba waktu sholat berjamaah. Berdasarkan observasi, pada waktu pagi juga sering terlihat siswa yang melakukan sholat sunnah, demian juga sholat rawatib menjelang sholat wajib. Hal ini menunjukan bahwa akidah siswa cukup baik. Dari segi moral, pergaulan siswa di MAN 2 ponorogo juga lebih bernuansa islami daripada sekolah umum. Ini menunjukan pembelajaran akhlak yang diberikan pihak sekolah cukup baik. dari hal ini dapat di ambil kesimpulan bahwa pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita ini cukup membekas di hati para siswa.
72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Langkah langkah kegiatan pembelajaran pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 adalah pendahuluan atau apersepsi, pre test, penyampaian materi, post test dan menutup dengan do’a. 2. Faktor pendukung adalah faktor kedekatan emosional siswa. Siswa merasa tertarik mendegar cerita secara langsung daripada hanya membaca di buku pelajaran. Adapun faktor yang menghambat antara lain faktor intern dari materi akidah yang sukar diberikan dnegan metode cerita. Faktor siswa yang secara psikologis mudah berubah dan faktor guru yang merasa kurang mendapat respon. Faktor ekstern adalah pengaruh informasi sosial budaya di masyarakat yang kadang bertentangan dengan materi yang mereka pelajari. 3. Efektivitas kegiatan pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita kelas X-B Madrasah Aliyah Negeri 2 Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 kurang maksimal. Hal ini karena metode yang disampaikan secara monoton. Metode lain seperti metode pembiasaan melalui tata tertib sekolah lebih maksimal dalam membentuk akhlak para siswa.
73
B. Saran Kepada pihak sekolah, hendaknya saat ini bisa lebih memebrikan alternatif variasi dalam menunjang kegiatan pembelajaran Pembelajaran akidah akhlak melalui metode cerita. Cerita akan lebih menarik jika diberikan visualisasi, sedangkan alat visualisasi sekarang lebih mudah di dapatkan. Selain itu workshop yang di ikuti para guru hendaknya di aplikasikan secara baik, bukan hanya sekedar menjadi pengalaman dan teori. Hasil workshop seperti metode snowball telah di aplikasikan dengan baik, hanya metode cerita ini yang kurang dieksplorasi.
74
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyidin MA & Nizar Syamsul. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2005. Al-Rasyidin, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, Dan Praktis. Jakarta: PT Ciputat Press, 2005. An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press. 2002.. Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Awwah, Juadah Muhammad. Pendidik Anak Secara Islami. Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Aziz, Abdul & Majid, Abdul. Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. Departemen Agama. Al-Quran dan Terjemah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998. Depertemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah. Jakarta: Derektor Jendral Pendidikan Islam, 2006. Firdaus, Standart Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) dan Lulusan Kompetensi dasar (KD) Madrasah Aliyah. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, II. Yogyakarta: Andi Offset, 2000. Ihsan, Hamdani & Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
75
Ilyas. Yunahar, LC. Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, (LPII). Yogyakarta Universitas Muhammadiyah. Jalaluddin. Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Majid, Abdul Aziz Abdul. Mendidik dengan Cerita (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Miles dan Hurbenmen, Kualitatif Data Analisis: A Source Book Of New Metode. Be Verty Hills: Sage Publiation, 1984. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Moeslichatoen. Metode Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999. Muawanah, Nurlaila Imro’atul. Dongeng Sebagai Materi Pembelajaran Agama Islam Bagi Anak.Skripsi Tarbiyah PAI STAIN Ponorogo 2007. Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi. Ponorogo: STAIN Press, 2007. Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005. Nizar, Al-Rasydin Samsul. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press, 2005. Porter Bobbi De & Hernacki, Mike. Quantum Learning. Bandung: Kaifa, 1999. Priyono, Kusuma. Terampil Mendongeng. Jakarta: PT. Gramedia Indonesia, 2001. Suparlan, Guru sebagai Profesi, Jogyakarta: Hikayat, 2005. Suwito, Filsafar Pendidikan Akhlak, (Jogjakarta:Belukar, 2004. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994. Taufikkurahman, Moch Edy Siswanto X, Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas X Semester Gasal. Provinsi Jawa Timur, Kanwil Depertemen Agama, 2008. Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo. Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2008.
76
Uhbiyati, Nur. & Ahmadi, Abu. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. 2002. Umari, Bamawie. MateriAkhlak. Solo:Ramadani, 1990. Usman, Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002. Wahyudin, KuliahAkhlak Tasawuf. Jakarta:Kalam Mulia, 1999.