BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sampai dengan saat ini persoalan gizi masih menjadi masalah utama dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012). Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk pada anak usia dibawah lima tahun (balita) sebesar 5.7% dan gizi kurang sebesar 13.9% (Kemenkes RI, 2015). Kekurangan gizi pada usia
balita
dapat
menyebabakan
terganggunya
pertumbuhan
fisik,
perkembangan mental serta menurunnya kecerdasan, bahkan dapat menjadi penyebab kematian (Bappenas, 2013). Gizi kurang merupakan salah faktor yang secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit infeksi pernafasan akut, diare, campak dan beberapa penyakit infeksi lainnya (Rabbidan Karmaker, 2014). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 sebanyak 54% kematian balita disebabkan oleh gizi buruk (Putri et al., 2015). Gizi kurang pada balita terjadi karena tidak adekuatnya masukan nutrisi, dan adanya penyakit dimana kedua hal tersebut berhubungan dengan faktor maternal, sosial ekonomi, demografi dan perilaku (Chikhungu et al., 2014). Status gizi balita juga akan dipengaruhi oleh level pertumbuhan dan perkembangan sebelumnya yaitu dari masa konsepsi sampai dengan usia dua tahun atau yang disebut sebagai masa seribu hari pertama kehidupan (Cunha
1
2
et al. 2015). Masa seribu hari pertama kehidupan merupakan masa kritis dimana terjadi pembentukan dan perkembangan organ-organ penting. Malnutrisi pada masa ini dapat menyebabkan dampak yang bersifat permanen dan berjangka panjang (Achadi, 2014). Faktor biologi yang dapat mempengaruhi status gizi balita antara lain status gizi ibu prahamil, berat badan bayi baru lahir, keberhasilan ASI eksklsusif dan asupan nutrisi yang adekuat. Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan berdampak kumulatif pada status gizi janin yang dipresentasikan oleh berat badan lahir rendah (BBLR) (Karima dan Achadi, 2012). Balita dengan riwayat BBLR mempunyai risiko 3.34 kali lebih besar untuk mengalami status gizi kurang dibandingkan dengan yang tidak mengalami BBLR (Arnisam, 2007). Status gizi juga berkaitan langsung dengan asupan nutrisi. Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir sampai dengan usia 6 bulan tercukupi dengan pemberian air susu ibu (ASI) saja tanpa tambahan makanan atau minuman lainnya yang disebut dengan ASI Ekslusif. Lamanya pemberian ASI Eksklusuif berpengaruh positif terhadap pertumbuhan balita yang diukur berdasarkan persen terhadap median berat badan/umur (BB/U) dan berat badan/tinggi badan (BB/TB) baku rujukan WHO-NCHS (Lepita et al., 2009). Setelah usia 6 bulan ASI hanya mencukupi kebutuhan nutrisi sebanyak 60% sehingga setelah 6 bulan perlu diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sampai dengan anak berusia 2 tahun. MP-ASI diberikan secara bertahap baik dari jenis, tekstur, frekuensi, maupun porsi dan pada usia satu
3
tahun anak sudah dapat diberikan makanan keluarga seperti anggota keluarga yang lain. Tingkat pendidikan orang tua turut menentukan status gizi balita (Sebataraja et al., 2014). Balita dengan gizi yang baik lebih sering ditemukan pada rumah tangga dengan pendidikan orang tua yang tinggi (Bharati et al., 2010). Status gizi balita juga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jayapura, didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita (Persulessy, 2012). Keluarga dengan standar hidup yang tinggi cenderung memiliki balita dengan gizi baik dibandingkan keluarga dengan standar hidup rendah (Bharati et al., 2010). Penelitian lain menyebutkan pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu determinan penting dalam status gizi balita (Masiye et al., 2010). Pendekatan pengeluaran keluarga biasanya digunakan untuk mengukur kondisi sosial ekonomi keluarga karena data tentang pendapatan keluarga yang akurat sulit didapat (Hastuti et al., 2011). Selain faktor sosial ekonomi, status gizi balita juga dipengaruhi oleh topografi wilayah tempat tinggal. Berdasarkan studi di wilayah pantai dan wilayah punggung bukit Kabupaten Jepara, terdapat perbedaan signifikan antara tingkat konsumsi protein balita yang tinggal di wilayah pantai dengan wilayah punggung bukit (Auliya et al., 2015). Studi yang berbeda menyebutkan rerata status gizi anak pada kelompok urban lebih tinggi dibandingkan dengan rerata status gizi anak pada kelompok suburban (Falasifah dan Noor, 2014).
4
Kabupaten Cilacap merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dimana secara geografis terdiri dari daerah dataran tinggi, dataran rendah dan pantai. Kabupaten Cilacap juga merupakan salah satu dari tiga kawasan industri utama di Jawa Tengah. Berdasarkan data Riskesdas 2013, sebanyak 4% balita di Kabupaten Cilacap mengalami gizi buruk dan 13.4% mengalami gizi kurang. Hal tersebut menjadikan Kabupaten Cilacap berada pada urutan 17 dari 35 Kabupaten dengan kasus gizi buruk terbanyak dengan persentase kasus yang tidak jauh dari persentase kasus secara nasional. Upaya perbaikan gizi telah dilakukan namun demikian belum menunjukan hasil yang signifikan hal ini dapat dilihat dari tren kejadian gizi kurang pada anak usia 6 samapai 11 bulan di Kabupaten Cilacap yang tidak banyak mengalami penurunan dimana pada tahun 2014 terdapat 152 kasus gizi kurang, 2015 sebanyak 158 kasus dan pada bulan Januari 2016 sebanyak 150 kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, empat wilayah dengan kasus gizi kurang anak usia 6-11 bulan terbanyak di Kabupaten Cilacap memiliki karakteristik yang berbeda yaitu Sampang dengan 51 kasus gizi kurang merupakan daerah pusat pertumbuhan di bagian timur Cilacap dengan mayoritas penduduk bekerja dalam sektor pertanian. Kesugihan II yang merupakan daerah pesisir pantai terdapat kasus gizi kurang sebanyak 14 kasus. Cilacap Tengah I dengan 11 kasus gizi kurang dan Cilacap Tengah II dengan 9 kasus gizi kurang dimana kedua wilayah tersebut termasuk dalam daerah pusat pemerintahan dan industri (Dinkes Kab. Cilacap, 2016). Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
5
penelitian dengan judul “Pengaruh Faktor
Biologi, Sosial Ekonomi dan
Geografi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan Terhadap Kejadian Gizi Kuranganak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap”
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Adakah pengaruh faktor biologi terhadap kejadian gizi kurang anak usia 611 bulan di Kabupaten Cilacap? a. Adakah pengaruh faktor lingkar lengan atas (LILA) ibu pada awal kehamilan terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? b. Adakah pengaruh faktor berat badan bayi baru lahir terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? c. Adakah pengaruh faktor keberhasilan ASI eksklusif terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? d. Adakah pengaruh faktor asupan MP-ASI terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? 2. Adakah pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? a. Adakah pengaruh faktor pendidikan ibu terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? b. Adakah pengaruh faktor pendidikan ayah terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap?
6
c. Adakah pengaruh faktor pengeluaran keluarga terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan balita di Kabupaten Cilacap? d. Adakah pengaruh faktor alokasi pangan terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? 3. Adakah pengaruh faktor geografi terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? Adakah pengaruh faktor daerah tempat tinggal terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap? 4. Faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap?
C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor biologi, sosial ekonomi dan geografi pada 1000 hari pertama kehidupan terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis pengaruh faktor biologi terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap meliputi : a. Pengaruh faktor lingkar lengan atas (LILA) ibu pada awal kehamilan terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap b. Pengaruh faktor berat badan bayi baru lahir terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap
7
c. Pengaruh faktor keberhasilan ASI eksklusif terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap d. Pengaruh faktor asupan MP-ASI terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap 2. Menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap meliputi : a. Pengaruh faktor pendidikan ibu terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap b. Pengaruh faktor pendidikan ayah terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap c. Pengaruh faktor pengeluaran keluarga terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap d. Pengaruh faktor alokasi pangan terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap 3. Menganalisis pengaruh faktor geografi terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap yaitu : Pengaruh faktor daerah tempat tinggal terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap. 4. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap
8
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya mengenai gizi balita. Sedangkan manfaat praktis antara lain 1. Meningkatkan pengetahuan, pembelajaran dan pemahaman baik tenaga kesehatan maupun masyarakat tentang pengaruh faktor biologi, sosial ekonomi dan geografi pada 1000 hari pertama kehidupan terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan. 2. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam upaya mencari solusi untuk mengatasi masalah gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap 3. Sebagai pedoman dan motivasi tenaga kesehatan dalam meningkatkan pelayanan khususnya dalam upaya meningkatkan status gizi pada anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap