BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,1 kata “siasat” dapat berarti muslihat dan cara berperang, atau cara bekerja; cara melakukan sesuatu; metode. Jadi siasat tempur di sini dapat diartikan sebagai cara atau metode yang dilakukan oleh suatu pihak dalam suatu pertempuran atau peperangan. Dari tahun 1467 hingga 1603, Jepang berada dalam masa Sengoku, saat penguasa-penguasa saling berkoalisi dan menjatuhkan satu sama lain untuk memperluas kekuasaannya. Pada masa ini pertempuran menjadi hal yang lazim dilakukan bagi para penguasa untuk merebut wilayah kekuasaan pesaingnya. Pada masa Sengoku tersebut, teknologi asing masuk ke daratan Jepang dalam bentuk senjata api. Senjata api sendiri telah ada sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Penemuan senjata api membawa perubahan yang cukup besar terutama dalam bidang militer. Sejarah senjata api bermula pada abad kesembilan, ketika bangsa Tiongkok menemukan bubuk mesiu. Bangsa Tiongkok menggunakan bubuk mesiu untuk membuat senjata-senjata api yang masih sederhana seperti pelontar atau tombak api yang terbuat dari bambu atau tabung besi. Pada masa itu, senjata-senjata api yang masih
1
www.kbbi.co.id
1
sederhana tersebut cukup efektif ketika digunakan di medan perang, terutama jika pihak lawan masih menggunakan senjata konvensional seperti busur dan panah. Meskipun bubuk mesiu yang menjadi bahan utama untuk membuat senjata api ditemukan oleh bangsa Tiongkok, bukan mereka yang berhasil mengembangkan senjata api ke tahap berikutnya. Walaupun sudah memiliki teknologi yang sudah cukup maju, bangsa Tiongkok membatasi penggunaan senjata api dan memanfaatkan bubuk mesiu untuk membuat temuan-temuan berupa roket, kembang api, dan meriam. Bangsa Eropalah yang membawa perkembangan senjata api ke tahap berikutnya dengan membuat senapan lantak. 2 Bangsa Eropa untuk pertama kalinya mengenal senjata api melalui usaha penjajahan bangsa Mongolia terhadap Eropa Timur antara tahun 1220 dan 1240. Dalam usaha penjajahan tersebut, bangsa Mongolia menggunakan persenjataan dan juga alat-alat pengepungan khas Tiongkok. Kemajuan bangsa Eropa dalam pengembangan senjata api juga didukung oleh penjelajahan dan penelitan bangsa Eropa terhadap bangsa-bangsa asing pada abad pertengahan. Salah satunya adalah perjalanan William dari Rubruck, seorang anggota Fransiskan3 yang mengunjungi Mongolia antara tahun 1253 dan 1255. Bangsa Eropa memiliki andil yang besar dalam perkembangan senjata api. Mereka berhasil menemukan senjata api yang lebih mudah digunakan dalam bentuk
2
Salah satu senjata api awal yang populer pada abad ke-15 hingga sekitar abad ke-19. Senapan ini hanya dapat ditembakkan sekali sebelum diisi lagi dengan peluru dan bubuk mesiu. Pada umumnya peluru senapan lantak berbentuk bola timah. 3 Sebuah orde agama yang didirikan oleh Santo Francis, yang merupakan biarawan gereja Katolik Roma asal Italia.
2
senapan lantak. Meskipun begitu, bangsa Eropa bukanlah satu-satunya yang berhasil memanfaatkan senjata api dengan baik. Jepang merupakan salah satu bangsa yang mampu menerima senjata api dan menggunakannya secara efektif dalam waktu yang relatif cepat. Seperti bangsa-bangsa lain pada masa itu, Jepang memiliki tradisi dan gaya berperangnya sendiri. Seni berperang yang muncul dan berkembang di Jepang menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi kaum prajuritnya, terutama para samurai. Para samurai mendapatkan keahlian bertempur dan menggunakan berbagai macam senjata melalui latihan-latihan berat yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Mereka yang mewarisi darah samurai diberi pelatihan sejak kecil agar nantinya bisa menginjakkan kaki di medan perang ketika memasuki usia remaja. Pada akhirnya, kaum samurai sangat menghormati berbagai ritual pada kegiatan-kegiatan latihan tersebut. Bukan hanya pada seni berperang dan semangat, kaum samurai juga dikenal lekat dengan senjata-senjata, terutama pedang. Pedang merupakan simbol kehormatan bagi seorang samurai. Pedang samurai biasanya diberikan secara turun temurun dalam satu keluarga dan diperlakukan secara sangat terhormat. Pedang juga dibuat dengan proses yang rumit, melebihi kerumitan proses pembuatan senjata lainnya. Para pembuat pedang pada masa itu dianggap sebagai seniman dan orang-orang suci, dan bengkel kerja mereka sering dianggap sebagai sebuah kuil (Gaskin, 1990: 12).
3
Kehebatan pedang tidak hanya diceritakan oleh mereka yang pulang dari medan perang, namun juga melalui berbagai dongeng atau legenda yang telah diceritakan secara berulang-ulang selama berabad-abad. Selain pedang, senjata-senjata yang umumnya digunakan oleh para prajurit di medan perang antara lain berupa busur panah dan tombak. Masuknya senjata api ke Jepang mulai menggoyahkan berbagai tradisi yang telah dilakukan oleh kaum prajurit Jepang, khususnya dalam hal gaya bertempur. Senjata api, terutama senapan dianggap tidak anggun dan tidak berseni oleh kaum samurai karena bisa digunakan oleh siapa saja dan dapat dipelajari dalam waktu singkat. Sangat berbeda dengan senjata-senjata konvensional di Jepang pada masa itu yang untuk menguasainya dibutuhkan latihan yang amat keras dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa teori mengenai bagaimana senjata api bisa masuk ke Jepang. Salah satunya menyebutkan bahwa bangsa Jepang pertama kali mengenal senjata api melalui upaya penjajahan dari bangsa Mongol pada tahun 1274 dan 1281. Hal tersebut dibuktikan melalui sebuah lukisan bertajuk Mooko Shurai Ekotoba yang menggambarkan pertempuran bangsa Jepang dalam mengusir penjajah. Senjata api yang dibawa oleh bangsa Mongolia pada saat itu berbentuk meriam besi kecil atau disebut dengan teppoo (Varley, 2007: 2). Selain teori tersebut, masih ada teori-teori lain yang menjelaskan pertama kalinya senjata api masuk ke Jepang. Salah satunya adalah senjata api pertama kali masuk ke Jepang melalui tangan kaum perompak yang disebut wakoo. Meskipun disebut perompak, mereka sebenarnya lebih banyak melakukan perdagangan, meski 4
bersifat ilegal. Para wakoo diduga merupakan bangsa Tiongkok yang tidak puas akan peraturan yang ditetapkan oleh dinasti Ming yang melarang dilakukannya perdagangan mancanegara. Meski begitu, lebih banyak yang mengetahui bahwa senjata api masuk ke Jepang pada tahun 1543 melalui bangsa Portugal yang mendarat di Tanegashima, sebuah pulau yang terletak sejauh kurang lebih 70 kilometer di sebelah tenggara Kyuushuu. Di antara ratusan penumpang yang ada di kapal yang mendarat di Tanegashima tersebut terdapat dua orang prajurit yang masing-masing membawa sebuah senapan lantak. Suatu siang, ketika sedang berjalan-jalan dengan Tokitaka, daimyo atau tuan tanah dari Tanegashima, salah satu prajurit Portugal tadi menembak seekor bebek menggunakan senapan. Terkesan dengan kekuatan yang ditunjukkan oleh senjata asing tersebut, Tokitaka langsung mengatur diadakannya latihan menembak, dan dalam sebulan ia pun membeli kedua senapan yang dibawa oleh kedua prajurit dari Portugal tersebut. Senapan tersebut diberi nama tanegashima, sesuai dengan tempat di mana sebuah kapal dagang dari Portugal mendarat, atau disebut juga sebagai teppoo yang berarti “meriam besi”. Tidak hanya berhenti pada Tokitaka, para daimyo dari daerah lain yang telah mendengar kabar mengenai efektifitas senapan lantak yang dibawa oleh bangsa asing tersebut pun berlomba-lomba untuk membelinya. Mereka membeli senapan-senapan yang tersedia dan langsung memerintahkan para pandai besi untuk memulai pembuatan senjata yang serupa. 5
Meskipun muncul saat Jepang sedang berada dalam zaman Sengoku, teknologi yang dibawa oleh bangsa asing tidak begitu saja mengubah siasat tempur yang dijalankan oleh pasukan-pasukan pada masa itu. Perlu waktu beberapa tahun bagi senapan sebelum senjata tersebut mulai digunakan sebagai senjata utama bagi para prajurit di Jepang. Faktor-faktor yang sempat menghambat persebaran dan penggunaan senapan lantak di Jepang antara lain adalah adanya berbagai masalah teknis yang dihadapi para pandai besi dalam pembuatan senjata api. Para pandai besi tentunya memerlukan waktu untuk mengenal, memelajari, dan merakit senapan dengan baik, mengingat pada saat itu senapan merupakan teknologi yang masih asing. Masalah-masalah teknis tersebut pada akhirnya dapat teratasi setelah para pandai besi Jepang mendapat bantuan dan petunjuk daripara pembuat senapan dari Barat. Faktor lainnya adalah, banyaknya keluarga-keluarga atau klan-klan lama yang menganggap senjata baru tersebut tidak patut digunakan oleh samurai. Ironisnya, keluarga-keluarga inilah nantinya yang justru pertama kali merasakan besarnya dampak penggunaan senapan lantak di medan perang, ketika keluarga lain yang menjadi saingan mereka mengambil langkah pragmatis dengan menggunakan senapan lantak sebagai salah satu senjata utama pasukan mereka. Meski adanya hambatan-hambatan seperti yang telah disebutkan, dalam kurun waktu satu dekade, bangsa Jepang sudah dapat membuat senjata api dengan kualitas yang baik dan telah berhasil diperdagangkan ke seluruh penjuru negeri. Seorang petualang asal Portugal, dalam tulisannya mengenai pengalamannya selama berada di 6
Jepang pada masa itu, mencatat bahwa dalam kurun waktu dua atau tiga tahun Jepang berhasil membuat beberapa ratus senapan. Pada tahun 1556, telah ada lebih dari 300.000 unit senjata api di Jepang (Brown, 1948: 3). Pada bulan April tahun 1575, Oda Nobunaga, seorang daimyo dari provinsi Owari yang terkenal bukan hanya karena pemikirannya yang maju, namun juga karena kelalimannya, telah mendemonstrasikan kekuatan senapan lantak dengan sangat baik dalam pertempuaran Nagashino. Dengan mengerahkan pasukan penembak, ia berhasil meluluhlantakkan pasukan kavaleri klan Takeda yang terkenal tangguh di bawah pimpinan Katsuyori Takeda dan menjadi pemimpin militer pertama dalam sejarah yang menerapkan taktik tembakan bergilir untuk memberondong pasukan musuh dengan senapan lantak (Bryant, 1994: 54). Siasat tembak bergilir sendiri belum pernah digunakan di manapun. Bahkan di Eropa, tempat berkembangnya senjata api secara pesat, siasat tersebut baru mulai digunakan pada tahun 1594, seperti yang diutarakan Geoffrey Parker dalam Military Revolution (Varley, 2007: 13): (Pada pertempuran Nagashino) panglima perang Oda Nobunaga mengerahkan 3000 orang penembak dalam pertempuran, yang telah dilatih untuk menembak secara bergilir agar bisa memberondong musuh tanpa henti. Pasukan kavaleri (Takeda) yang menjadi lawannya … binasa. Pada akhirnya, senapan lantak terbukti sebagai senjata yang efisien dalam berbagai hal, baik dalam hal perakitan, daya hancur, dan juga kemudahan dalam menguasainya. Sebagai catatan, dibutuhkan latihan yang dapat memakan waktu hingga
7
bertahun-tahun untuk menjadi terampil dalam menggunakan pedang atau busur. Sebaliknya, penggunaan senapan dapat dipelajari dalam beberapa jam saja, dan efisiensi penggunaan secukupnya dapat dicapai dalam satu hari (Bryant, 1954: 54). Senjata api juga memiliki peran yang sangat penting pada masa penjajahan besar-besaran oleh Jepang terhadap Korea yang berlangsung dari tahun 1592 hingga 1598. Pada upaya penjajahan yang dilaksanakan atas perintah Toyotomi Hideyoshi tersebut, penggunaan senjata api oleh tentara Jepang menjadikan mereka pihak yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan tentara Korea yang pada saat itu masih menggunakan busur dan panah, terutama pada masa-masa awal penjajahan. Meskipun akhirnya pasukan Jepang berhasil dipukul mundur pada tahun 1598 oleh pasukan Korea yang mendapat bala bantuan dari Tiongkok, pada awal masa penjajahan, pasukan Jepang berhasil membuktikan bahwa teknologi persenjataan yang maju digabungkan dengan siasat perang yang jitu dapat memberi keunggulan tersendiri kepada suatu pasukan di medan perang, meskipun di daerah yang betul-betul asing sekalipun. Hal tersebut dibuktikan pasukan Jepang yang berhasil menduduki Seoul dalam waktu 18 hari sejak mereka melakukan pendaratan di Pusan. Pada saat Tokugawa Ieyasu mengukuhkan kekuasaannya pada tahun 1603, perputaran senjata api di Jepang diperkirakan telah mencapai ratusan ribu unit. Sebagian senjata didatangkan dari Eropa, namun kebanyakan merupakan buatan Jepang sendiri dengan pusat produksi yang antara lain berada di Sakai dan desa Kunitomo.
8
Dengan berakhirnya masa perang antar provinsi, maka peran dan pengaruh yang tampak dari senjata api lambat laun mulai berkurang. Berkurangnya peran senjata api pada era keshogunan Tokugawa tidak lantas mematikan industri senjata api di Jepang. Meskipun banyak pembuat senapan yang kembali beralih menjadi pembuat pedang, tidak sedikit pembuat senjata api yang masih bertahan membuat senjata. Selain itu, seperti halnya bela diri dan pembuatan pedang, mulai muncul aliran-aliran tertentu dalam industri pembuatan senjata api. Penggunaan senjata api yang tampak pada masa keshogunan Tokugawa sangat terbatas, biasanya hanya berkisar pada kegiatan perburuan dan juga pertanian, di mana para petani menggunakan senjata api untuk mengusir hewan-hewan hama yang dapat merusak hasil panen mereka. Dengan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti bermaksud menelaah lebih dalam mengenai sejarah dan pengaruh senjata api di Jepang, khususnya pada zaman Sengoku. Peneliti juga ingin mengetahui proses yang dilalui bangsa Jepang dalam memanfaatkan dan mengendalikan teknologi asing tersebut, yang dapat dilihat dari perubahan siasat tempur yang dijalankan di medan perang setelah masuknya senjata api. Untuk mengetahui perubahan siasat tempur, peneliti akan mengambil Oda Nobunaga dan pasukan yang dipimpinnya sebagai sampel. Alasan peneliti memilih Nobunaga sebagai sampel adalah, selain karena dia adalah sosok yang pernah
9
menyatukan separuh Jepang di bawah kekuasaannya, dia juga salah satu daimyo pertama yang dapat memanfaatkan senapan lantak secara efektif di medan perang. 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang diangkat oleh penulis dalam penilitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana peranan senjata api terhadap perubahan siasat bertempur Oda Nobunaga? 1.3 Ruang Lingkup Peneliti lebih memfokuskan penelitian ini pada periode Sengoku, dari tahun 1534 hingga tahun 1603. Ruang lingkup penelitian berkisar pada masuknya senjata api melalui Tanegashima pada 1543, diikuti dengan persebarannya, dan penggunaannya di medan perang, terutama oleh Oda Nobunaga. Hal yang diteliti dibatasi pada sejarah dan dampak yang diberikan oleh sebuah teknologi asing yang muncul dalam bentuk senjata api kepada bangsa Jepang, terutama pada bidang militer di era Sengoku. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini antara lain: 1. Mendapatkan gambaran yang jelas mengenai sejarah senjata api di negara Jepang. 2. Mengetahui pengaruh yang diberikan oleh Oda Nobunaga setelah masuknya senjata api terhadap siasat bertempur pada masa Sengoku.
10
1.5 Manfaat Penelitian Dengan melakukan penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaatmanfaat, antara lain: 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi pihak-pihak lain yang melakukan penelitian dengan tema serupa atau penelitian yang ruang lingkupnya menyentuh tema yang diusung penulis. 2. Menambah wawasan pembaca seputar tema penelitian. 1.6 Tinjauan Pustaka Sebelumnya, sudah ada tulisan-tulisan yang membahas mengenai senjata api di Jepang. Salah satunya adalah buku Samurai 1550-1600 karya Anthony J. Bryant. Buku yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1994 ini mengupas seluk beluk kehidupan samurai, baik di dalam maupuan di luar medan perang beserta persenjataannya, terutama pada rentang waktu antara tahun 1550 hingga tahun 1600. Mengenai senjata api, buku tersebut menggambarkan secara singkat sejarah kemunculannya di Jepang, cara kerja, dan penggunaannya di medan tempur, namun tidak memberikan informasi yang cukup mengenai besar kecilnya pengaruhnya, proses transisi dari penggunaan senjata konvensional ke senjata api, dan bagaimanakah praktik penggunaan senjata api yang sesungguhnya di medan perang. Tulisan lainnya adalah Reinventing the Sword: A Cultural Comparison of the Development of the Sword in the Response to the Advent of Firearms in Spain and Japan, sebuah tesis karya Charles E. Etridge dari Louisiana State University.Tesis
11
tersebut membandingkan fenomena tergesernya pedang oleh senjata api di Jepang dan Spanyol. Tulisan ini memberikan penjelasan yang sangat rinci mengenai sejarah seputar pedang dan berbagai kisah yang mengiringinya dari masing-masing negara, serta sejarah singkat masuknya senjata api ke kedua negara tersebut. Pada tesis tersebut, ditulis pula perkembangan-perkembangan yang terjadi di masing-masing negara setelah senjata api mulai masuk. Dijelaskan juga bagaimana posisi pedang yang merupakan salah satu senjata utama yang digunakan oleh kaum prajurit dari kedua negara tersebut setelah senjata api mulai mengambil tempat di medan perang. Beberapa hal yang membedakan tulisan peneliti dengan tulisan-tulisan di atas antara lain adalah, selain melakukan penelitian terhadap sejarah senjata api, khususnya pada zaman Sengoku di Jepang, peneliti juga akan melakukan penelitian mengenai seberapa besar peran senjata api dalam bidang militer dan sejauh mana teknologi tersebut mengubah seni dan siasat berperang bangsa Jepang dengan meneliti Oda Nobunaga sebagai sampel. 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan peneliti dalam tulisan ini adalah metode penelitian sejarah. Menurut Louis Gottschalk (1975: 32), metode sejarah dapat diartikan sebagai proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan di masa lampau.
12
Pencarian data dilakukan melalui studi pustaka. Peneliti mengumpulkan informasi, menyaring informasi, dan merumuskan suatu kesimpulan dengan menggunakan sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan subjek penelitian sebagai acuan dasar penelitian. Sumber-sumber yang dirujuk oleh peneliti antara lain adalah jurnal-jurnal yang ditulis oleh para peneliti sejarah Jepang. Beberapa di antaranya yaitu Guns, and Early Modern Warfare in Japan karya Paul Varley dan The Impact of Firearms on Japanese Warfare, 1543 - 98 karya Delmer M. Brown. Sumber-sumber lain yang juga digunakan peneliti antara lain berupa buku-buku mengenai sejarah Jepang, seperti buku-buku yang telah disebutkan di bagian tinjauan pustaka, dan juga informasi-informasi yang didapat melalui internet, yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Peneliti memverifikasi, merangkum, dan menganalisis data-data beserta informasi-informasi yang ada pada sumber-sumber tersebut untuk kemudian memberikan gambaran yang jelas mengenai subjek penelitan lalu mengambil sebuah kesimpulan yang berdasar dari data dan informasi tersebut. 1.8 Sistematika Penulisan Skripsi ini akan disajikan dalam empat bab. Bab pertama berisi pendahuluan. Bab kedua berisi tentang sejarah senjata api dari ditemukannya bubuk mesiu yang menjadi bahan baku utama dalam pembuatan senjata api, hingga abad kelima belas dan awal mula masuknya senjata api ke Jepang, termasuk teori-teori masuknya senjata api ke Jepang sebelum peristiwa di Tanegashima pada tahun 1543. 13
Bab ketiga memaparkan profil dari Oda Nobunaga dan berbagai siasat perang yang dia jalankan sebelum senjata api masuk ke Jepang. Bab keempat akan menjelaskan proses transisi persenjataan dan siasat tempur yang dijalankan Oda Nobunaga setelah masuknya senjata api, serta bagaimana siasat-siasat tersebut memengaruhi pola pertempuran pada zaman Sengoku. Bab kelima berisi kesimpulan.
14