BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak adalah masa depan maupun generasi penerus bangsa yang memiliki keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem yang ada 1. Di negara Indonesia sudah cukup memahami apa pentingnya dan arti anak itu sendiri sebagai suatu amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia. Sesuai dengan perkembangan Zaman, anak bukan lagi penerus yang baik, akibat dari pada pemanfaatan/eksploitasi orang tua terhadap anak yang kurang memahami kehidupan dunia si anak yang berdasarkan kehidupan yang keras sehingga mengganggu kejiwaan atau psikology si anak. Anak-anak di zaman sekarang kurang perhatian orang tuanya sehingga berdampak buruk bagi masa depannya, seperti: memanfaatkan si anak di jalanan untuk meminta-minta yang seharusnya ia berada di sekolah untuk mengecam pendidikan yang sebagaimana
1
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, Kata Pengantar Halaman [XV].
mestinya bukan untuk meminta-minta di jalan. Pemanfaatan anak ini juga merambah ke dunia keartisan, yang dimana banyak anak yang menjadi artis sebagai pemanfaatan orang tua untuk memberi kehidupan materi yang lebih bagi orang tua maupun keluarganya. Hal yang berikutnya adalah, pemanfaatan anak sebagai pemuas nafsu yang dilakukan orang tua, dalam skripsi ini adalah orang tua tiri yang mana, bahwa orang tua seharusnya sebagai pemberi teladan maupun pembimbing masa depan anak malahan menghancurkan masa depan si anak. Namun tindakan ini bisa disebut dengan pemerkosaan. Di zaman sekarang ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Sering di koran atau majalah maupun saluran berita televisi diberitakan terjadi tindak pidana perkosaan. Sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya. Kejahatan seperti ini mungkin tidak asing bagi kita semua di kalangan masyarakat Indonesia. Kejahatan tindak pidana perkosaan ini ada berbagai banyak macam yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP. Seperti kita ketahui salah satu kejahatan tindak pidana perkosaan antara lain yang akan dibahas di skripsi ini adalah perkosaan yang victimnya adalah anak di bawah umur. Kerap terjadi di zaman sekarang ini perkosaan terhadap anak di bawah umur merupakan hal yang tidak asing lagi untuk diperbincangkan. Namun jenis
kasus yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh orang tua tiri kepada anak di bawah umur. Permasalahan yang sangat penting kiranya untuk membahas tentang Hak Asasi manusia (HAM) pada segala aspek kehidupan, khususnya adalah perlindungan terhadap anak di Indonesia. Masalahnya perlindungan anak baru menjadi perhatian masyarakat Indonesia pada kurun waktu tahun 1990an, setelah secara intensif berbagai bentuk kekerasan terhadap anak di Indonesia diangkat kepermukaan oleh berbagai kalangan. Fenomena serupa muncul pula diberbagai kawasan Asia lainnya, seperti di Thailand, Vietnam dan Philipina, sehingga dengan cepat isu ini menjadi regional bahkan global yang memberikan inspirasi kepada masyarakat dunia tentang pentingnya permasalahan ini 2. Masalah ekonomi dan sosial yang melanda Indonesia berdampak pada peningkatan skala dan kompleksitas yang di hadapi anak Indonesia yang ditandai dengan makin banyaknya anak yang mengalami perlakuan salah, eksploitasi, tindak kekerasan, anak yang didagangkan, penelantaran, disamping anak-anak yang tinggal di daerah rawan konflik, rawan bencana serta anak yang berhadapan dengan hukum dan lain-lainnya. Dampak nyata yang berkaitan dengan memburuknya kondisi perekonomian dan krisis moneter adalah meningkatnya jumlah anak di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) milik masyarakat lebih diperberat lagi dengan menurunnya pendapatan masyarakat yang merupakan salah satu sumber dana 3.
2
http://koleksipengetahuan.wordpress.com/page/315/., terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011 3 Ibid
Dampak negatif dari kemajuan revolusi media elektronik mengakibatkan melemahnya jaringan kekerabatan keluarga besar dan masyarakat yang dimanisfestasikan dalam bentuk-bentuk fenomena baru seperti timbulnya kelompok-kelompok rawan atau marjinal. Misalnya eksploitasi anak di bawah umur 18 tahun sebagai pekerja seks di Indonesia, dimana menurut data DUSPATIN 2002 jumlah anak yang bekerja sebagai pekerja seks komersil di bawah umur 18 tahun adalah 70.000 anak di seluruh Indonesia. Anak-anak yang terjerat pada oknum yang memanfaatkan eksploitasi anak sebagai pekerja seks komersil terus meningkat. Keadaan ini membuat anak beresiko tinggi tertular penyakit yang disebabkan hubungan seksual khususnya HIV/AIDS. Laporan dari UNICEF mengenai upaya perlindungan khusus kepada anak-anak, tercatat bahwa dewasa ini banyak anak-anak di Indonesia mendapat perlakuan yang sangat tidak layak, mulai dari masalah anak jalanan yang berjumlah lebih dari 50.000 orang, pekerja anak yang dieksploitasikan mencapai sekitar 1,8 juta anak, sehingga kepada
permasalahan
perkawinan
dini,
serta
anak-anak
yang
terjerat
penyalahgunaan seksual (eksploitasi seksual komersil) yang menempatkan anakanak itu beresiko tinggi terkena penyakit AIDS. Dalam analisis situasi yang telah disiapkan untuk UNICEF, diperkirakan bahwa setidaknya ada sekitar 30% dari total eksploitasi anak sebagai pekerja seks di Indonesia dilacurkan ke luar negeri 4. Berbagai informasi yang valid atau akurat menyangkut perdagangan anak untuk tujuan seksual komersil, dimana selain diperdagangkan dari daerah satu ke daerah lain dalam wilayah hukum Negara Indonesia. Begitu pula terdapat
4
Ibid.
berbagai macam indikator mengenai penggunaan anak untuk produksi bahanbahan pornografi, dan para korban dari eksploitasi seksual komersil itu pada umumnya rata-rata berusia 16 tahun dimana bukan hanya anak-anak perempuan yang menjadi korban eksploitasi tetapi juga anak laki-laki yang menjadi korban eksploitasi seksual tersebut 5. Masih berkaitan dengan persoalan ini adalah bahwa anak-anak yang obyek eksploitasi seksual komersil menjadi seperti muara atau sebab dari segala persoalan yang ada. Pekerjaan dan anak-anak jalanan dengan amat mudah sekali terjebak ke dalam jaringan perdagangan seks komersil ini. Diperkirakan 30% dari seluruh pekerja seks komersil saat ini adalah anak-anak di bawah umur. Kembali ke pembahasan skripsi, dalam kasus yang telah penulis dapatkan dalam kasus putusan Negeri Medan, terjadi eksploitasi seksual berupa perkosaan yang dilakukan seorang ayah tiri terhadap anak dibawah umur yang menyebabkan terjadinya suatu pergeseran, yang dimana seharusnya bahwa orang tua seharusnya melindungi, menjaga serta membimbing anaknya berubah menjadi perkosaan yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri , hal yang paling menyalahi dalam kasus ini adalah perkosaan tersebut dilakukan oleh orang tua itu sendiri, dimana bahwa seharusnya orang tua menjadi teladan untuk anak tersebut agar menjadi bekal maupun mental dalam menjalani kehidupan yang keras, malah sebaliknya. Bahwa anak adalah masa depan bangsa yang patut untuk di perjuangkan kehidupan dan cita-citanya. Sudah sepatutnya anak dijadikan masa depan bangsa, bukan untuk dihancurkan masa depannya. Banyak orang tua kurang memahami
5
Ibid.
apa arti orang tua itu sendiri, orang tua merupakan contoh konkrit bagi anak kita agar dapat memberikan inspirasi bagi anak agar mau dapat berprestasi, bukan menghancurkan masa depannya. Menurut KUHP bahwa tindak pidana perkosaan termasuk dalam kejahatan terhadap kesopanan bab XIV yang dimulai dari pasal 281-303KUHP. Tindak pidana kesopanan dibentuk untuk melindungi kepentingan hukum (rechtsbelang) terhadap rasa kesopanan masyarakat (rasa kesusilaan di dalamnya). Norma-norma kesopanan berpijak pada tujuan menjaga keseimbangan batin dalam hal rasa kesopanan bagi setiap manusia dalam pergaulan hidup masyarakat 6. Tindak pidana kesopanan merupakan salah satu hal dari sekian kejahatan dalam KUHP. Dalam pengaturannya itu sendiri perkosaan terhadap anak di bawah umur dalam hal hubungan keluarga atau ayah dengan anak di atur secara khusus dalam undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang merupakan pembaharuan dari sekian banyak pasal kejahatan terhadap kesopanan telah di atur dalam undang-undang no.23 tahun 2002.
B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak di bawah umur oleh orang tua tiri? 2. Faktor penyebab yang menyebabkan terjadinya eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak tiri? 6
Chazawi, Adami, Tindak pidana Mengenai Kesopanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, halaman 2.
3. Bagaimana penerapan
hukum pidana terhadap tindak pidana
eksploitasi seksual (pemerkosaan) dalam putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui, pengaturan hukum terhadap tindak pidana eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak di bawak umur oleh orang tua tiri. 2. Untuk mengetahui faktor utama dari penyebab terjadinya tindak pidana eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak tiri berdasarkan dari sumber-sumber yang telah ada. 3. Agar dapat mengetahui penerapan hukum pidana dalam tindak pidana eksploitasi seksual (perkosaan) oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur berdasarkan putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN. D. Manfaat Penulisan Dapat kita ketahui bahwa manfaat tulisan terbagi atas 2 bagian: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, dari hasil pembahasan ini penulis mengharapkan agar dapat memperoleh penjelasan faktor penyebab dari tindak pidana perkosaan anak di bawah umur oleh orang tua tiri, berdasarkan sumber-sumber yang akurat dan telah ada. Selain itu penulis berharap pembahasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis dalam bidang hukum pidana.
2. Manfaat Praktis Secara praktis, kegunaan dari pembahasan ini adalah sebagai tambahan bahan kajian bagi mahasiswa lain sehingga dapat memperluas ilmu pengetahuan, khususnya dalam tindak pidana perkosaan oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur, dalam rangka untuk mengetahui pengaturan hukum apa yang sesuai bagi orang tua tiri yang melakukan perkosaan terhadap anak di bawah umur. Selain itu juga bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui dan mendalami masalah-masalah tindak pidana perkosaan oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur. E. Keaslian Penulisan Judul yang penulis pilih adalah “TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)” yang diajukan penulis dalam rangka memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Hukum”. Judul ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta permasalahan yang berbeda dari sebelumnya mengenai perkosaan. Penulisan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik. Penulisan skripsi ini merupakan sebuah karya asli yang berasal dari penulis dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. F. Metode Penulisan a. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam hal ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum Normatif sering pula disebut sebagai penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian terhadap apa yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau norma dan kaidah. b.
Data dan Sumber Data Ada dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder, dengan uraiannya sebagai berikut: 1) Data Primer Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung pada nara sumber atau responden yang bersangkutan. 2) Data Sekunder Data sekunder adalah data-data lain yang berhubungan dengan peneliti, berupa bahan-bahan pustaka. Fungsi data sekunder untuk mendukung data primer. Data sekunder yang berkaitan dengan penelitian meliputi: 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 3. Buku-buku yang berkaitan dengan penulisan 4. Karya ilmiah yang berkaitan dengan penulisan c. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yaitu: a) Library Research (Penelitian Kepustakaan)
Library research adalah penelitian melalui perpustakaan dengan cara membaca, menafsirkan, mempelajari, mentransfer dari bukubuku, makalah-makalah seminar, peraturan-peraturan dan bahan perkuliahan penulis memiliki keterkaitan untuk ,mendukung terlaksananya penulisan skripsi ini. b) Field Research (Penelitian Lapangan) Field research adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat langsung kondisi yang sebenarnya di lapangan melalui wawancara kepada orang yang bersangkutan dalam hal penanganan kasus perkosaan beserta korban, pelaku, dan mengambil bahan-bahan tulisan yang berupa data-data yang dapat digunakan untuk mendukung penulisan skripsi ini G. Analisis Data Setelah diperolehnya data secara lengkap maka tahap berikutnya adalah mengelola dan menganalisis data. Data dianalisis dengan metode pendekatan yang bersifat analisis deskriptif dan metode induksi dan deduksi tergantung data yang dianalisis dengan pendekatan yuridis sosilogis. Analisis deskriptif maksudnya bahwa penulis semaksimal mungkin berupaya untuk memaparkan data-data yang sebelumnya terjadi dilapangan. Metode deduktif artinya metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya
yang khusus 7 analisis didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang undang-undang perlindungan anak nomor. 23 tahun 2002 yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian. Metode induktif artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti 8. Maksudnya fenomena tersebut berdasarkan norma-norma hukum di bidang perlindungan anak yang akan menjadi pembahasan yang dikaitkan dengan hukum atau undangundang yang akan mengupas tuntas pembahasan, dimana diatur tentang pengaturan ayah tiri yang memperkosa anak di bawah umur beserta alasan ataupun penyebab, mengapa si ayah tiri melakukan perbuatan yang berhubungan dengan kejahatan terhadap kesopanan tersebut. H. Tinjauan Pustaka 1. Eksploitasi Seksual Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan. Jadi dengan kata lain dalam hal ini perkosaan juga termasuk dalam eksploitasi seksual yang dilakukan sebagai salah satu pemuas
7 8
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011 ibid
kemikmatan untuk dirinya sendiri seperti dalam kasus perkosaan yang dilakukan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur 9. 2. Pengertian Perkosaan A. Perkosaan (Rapping) adalah penetrasi alat kelamin dengan paksaan, perkosaan dibagi tiga yaitu: a. Common Law Rape adalah perkosaan dengan wanita yang cukup umur. b. Statutory rape adalah perkosaan yang dilakukan di bawah umur, yang berarti memiliki unsur-unsur phedofilia. c. True rape adalah ketika pemerkosaan melakukan kegiatannya secara berulang kali untuk menyalurkan nafsu seksualnya bersama-sama dengan agresifitas 10. B. Perkosaan menurut KUHP Sedangkan menurut KUHP sendiri perkosaan terdapat dalam pasal 285 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Menurut KUHP itu sendiri perkosaan di bawah umur terdapat dalam pasal 287 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP )
9
http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id=58:eksploitasiseksual-&catid=117:pengertian&Itemid=142, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011 10
http : //idws.in/106485, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
yang berbunyi11: “(1) Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, b 11ahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduan, kecuali kalau umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294”. Unsur-unsur Pasal 287: Unsur subjektif: Perbuatan perzinahan, Perbuatan pencabulan, Penuntutan, Diancam dengan pidana penjara Unsur objektif: Barangsiapa, Atas pengaduan, Umurnya masih dibawah umur 12 Sesuai dalam pasal ini bahwa pasal 287 termasuk delik biasa : Pasal 287 pencabulan, perzinahan Delik yang dikualifikasi (dikhususkan) : Kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. Alasan : Suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan-aturan pidana dan apabila ada perbuatan yang memberatkan misalnya ada penganiyaan didalamnya maka perbuatan itu akan mendapatkan sanksinya yang lebih berat 13.
11
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, 1983, Pasal 285, 287, 294 KUHP. 12 Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/127, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011 13 ibid
Sedangkan dalam pasal 294 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ):
(1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selamalamannya tujuh tahun. (2). Dengan hukuman yang serupa dihukum: 1. pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga. 2. pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan disitu. 14 Dalam pasal 294 ayat 1 diatas terdapat unsur-unsur subjektif dan objektif. Unsur-unsur subjektifnya adalah: Melakukan perbuatan cabul, yaitu perbuatan asusila dan termasuk tindak pidana yang dengan niat seseorang melakukan terhadap orang lain dalam hal ini merampas kebebasan seseorang dan menimbulkan kerugian bagi orang tersebut. Dengan orang yang belum dewasa, yaitu melakukan perbuatan asusila terhadap orang yang belum dewasa atau terhadap anak dibawah umur yang seharusnya dipelihara dan dijaga. unsur objektifnya adalah: Anak dibawah umur yang di cabuli, yaitu perbuatan yang melanggar hukum yang
14
R. Soesilo, Op. Cit halaman 215
dilakukan oleh seseorang terhadap anak dibawah umur dengan cara mencabuli sehingga anak tersebut merasa haknya dirampas 15. Inses biasanya terjadi antara saudara laki-laki dengan adik kandung atau tiri, ayah dengan anak kandung atau anak tiri, ayah dengan anak angkat atau anak adopsi, kakek dengan cucu, paman dengan keponakan kandung atau tiri dan lakilaki lain yang sudah seperti keluarga, yang posisinya dipercaya. Pengertian yang luas dari inses juga mencakup hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang diberikan kepercayaan untuk mengasuh seseorang misalnya guru terhadap murid atau, pendeta/ulama terhadap anak asuh nya dan lain-lain. Namun, pada dasarnya hubungan inses yang paling umum terjadi yaitu antara anggota keluarga antara anak dengan ayah kandung atau tiri, maupun antar anak dengan ibu kandung atau tiri, dan antara saudara kandung. Inses dilakukan dengan berbagai pola, misalnya disertai dengan kekerasan fisik, non fisik atau rayuan untuk membuat korban tidak berdaya sebelum, saat atau sesudah kejadian. Adakalanya inses terjadi tanpa menggunakan unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tetapi berdasarkan rasa saling suka meskipun ini jarang terjadi. 16 3. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu: “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WVS Hindia-Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.
15
Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/238, , terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011 16 ibid
Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat 17. Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundangundangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah: Tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang
boleh dihukum,
perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini setidaktidaknya dikenal dengan istilah dalam bahasa kita sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit. Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni: Straf, baar, Feit dari istilah yang digunakan sebagai terjemahan. Dalam strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan 18. Menurut wujud dan atas sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil, dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan anti sosial.
17
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Halaman 67 18 Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta, 1986, Halaman 11.
Wirdjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana. Untuk istilah “Tindak” memang telah lazim dalam peraturan perundang-undangan kita, bahkan dapat dikatakan sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan kita, seperti dalam KUHP dan peraturanperaturan tindak pidana khusus. 4. Pengertian Anak Di Bawah Umur Pengertian anak di bawah umur di sini mencakup batas usia anak. Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai anak di bawah umur. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum. Mengenai tentang anak ini dalam perumusannya tidak ada keseragaman, tingkat usia seseorang dapat dikategorisasikan sebagai anak di bawah umur antara suatu negara dengan negara lain cukup beraneka ragam. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian menentukan anak di bawah umur antara 8-18tahun, sementara 6 negara bagian menentukan anak di bawah umur antara 8-17tahun. Di Inggris ditentukan anak dibawah umur antara 12-16tahun, Belanda menentukan anak di bawah umur antara 12-18tahun, negaranegara Asia, antara lain Sri Lanka menentukan anak dibawah umur antara 8-16 tahun, di Korea dan Jepang menentukan anak dibawah umur antara 14-20 tahun, Singapura menentukan anak dibawah umur antara 1-
16 tahun. Sementara di Indonesia mengenai pengertian anak dibawah umur berbeda jika dilihat menurut Hukum Adat, Hukum Perdata, Hukum Pidana dan menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. a. Menurut Hukum Adat Menurut hukum adat tidak ada batasan umur yang pasti bilamana dikatakan seseorang itu masih dibawah umur atau tidak, hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri Ter Haar dalam bukunya “BEGINSELLEN EN STELSEL VAN HET ADATRECHT” Mengatakan: “seseorang sudah dewasa menurut hukum adat di dalam persekutuan hukum yang kecil adalah pada seseorang baik perempuan maupun lakilaki apabila dia sudah kawin dan disamping itu telah meninggalkan orang tuanya ataupun rumah mertua dan pergi pindah mendirikan kehidupan rumah keluarganya sendiri” 19. b. Menurut Hukum Perdata Mengenai pengertian anak di bawah umur (belum dewasa) tercantum dalam pasal 330 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut: “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dari dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di
19
Halaman 8.
Datuk Usman, Diktat Hukum Adat, Bina Sarana Balai Pemnas SU, Medan, 1984,
bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ke-tiga, ke-empat, ke-lima, ke-enam,bab ini 20. Jadi yang dimaksud belum dewasa(di bawah umur) berdasarkan pasal 330 KUHPerdata adalah: a. Belum penuh berumur 21 tahun b. Belum pernah kawin c. Menurut Hukum Pidana Berdasarkan KUHPidana bahwa mengeai anak di bawah umur (belum dewasa) adalah mereka yang berusia di bawah 16 tahun. Dalam pasal 45 KUHP menyebutkan: “Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan sitersalah itu dikembalikan kepada orang tunya, wali, atau pemeliharaanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 417-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu 2 tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan; atau menghukum anak yang bersalah itu 21. d. Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Yang dimaksud dari Anak di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 perlindungan anak bab I Ketentuan umum pasal 1 nomor 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan 22 20
R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984, halaman 98. 21 R. Soesilo, Op. Cit halaman 61 22 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, Jakarta, 2003, Pasal 1 Nomor 1 Halaman. 13
5. Pengertian Orang Tua Tiri Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, masuk ke dalam kategori orang tua. Dapat dilihat dalam bab I ketentuan umum pasal 1 nomor 4, orang tua adalah Ayah dan/atau Ibu kandung, atau Ayah dan/atau Ibu tiri, atau Ayah dan/atau Ibu angkat 23. I. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika skripsi ini adalah: BAB I Pendahuluan. Pada bab ini digambarkan secara umum tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penulisan, tinjauan pustaka, sistematika penulisan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. BAB II Pengaturan Hukum Terhadap Tindak Pidana Eksploitasi seksual (Perkosaan) Dibawah Umur Oleh Orang Tua tiri . Pada bab ini akan dibahas mengenai pengaturan hukum tindak pidana perkosaan anak di bawah umur oleh ayah tiri, yaitu : dimanakah pengaturan hal ini dapat kita lihat yang berkenaan dengan kasus seperti ini, apakah termasuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau malah mengenyampingkan KUHP malahan memakai Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. BAB III Faktor Penyebab Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Anak Tiri. Pada bab ini pula akan dibahas secara lebih fokus yang menyebabkan,
23
Ibid pasal 1 nomor 4. Hal. 14
mengapa orang tua tiri dapat melakukan hal yang tidak terpuji tersebut yang berhubungan dengan tindak pidana mengenai kesopanan. Perkosaan yang dilakukan orang tua tiri terhadap anak di bawah umur ini, merupakan hal yang memberatkannya dalam pertanggungjawaban pidananya. BAB IV Penerapan Sanksi Pidana Perkosaan Oleh Orang Tua Tiri Terhadap Anak Dibawah Umur (Putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN). Pada bab ini yang akan dibahas mengenai sampai sebatas mana penerapan hukum pidana terhadap kasus ini, serta menganalisis “Putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN” ini berdasarkan putusannya yang menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002. BAB V Kesimpulan dan saran, di dalam sesuatu penulisan haruslah berisi kesimpulan dan saran yang akan berdayaguna sebagai suatu jawaban dari suatu permasalahan yang diangkat serta memberikan saran yang berdayaguna menciptakan suatu jalam keluar dari suatu permasalah yang ada.