BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang terjadi di seluruh dunia tanpa ada yang dapat membatasinya. Perkembangan yang sangat cepat itupun dirasakan oleh masyarakat Indonesia di dalam berbagai bidang : bidang sosial, ekonomi, dan juga teknologi. Perkembangan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam dampak, baik yang positif maupun yang negatif bagi masyarakat. Jika kita langsung menerima segala informasi tersebut tanpa disaring terlebih dahulu, maka akan timbul dampak yang negatif bagi kehidupan kita. Masyarakat kita akan cepat mencontoh dan juga mempraktekkan hal yang mereka peroleh melalui media yang telah berkembang pesat. Hal tersebut dapat memicu meningkatnya segala tindak kejahatan di dalam masyarakat berupa pembunuhan, pencurian, perampokan dan juga penodongan yang telah banyak terjadi di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi warga masyarakat. Oleh karena itu sebagian besar warga masyarakat berusaha menjaga atau mencegah agar mereka terhindar dari segala tindak kejahatan tersebut. Maka menurut sebagian masyarakat senjata api cocok untuk menjaga diri, sebagai alat untuk pembelaan diri dan juga untuk perlindungan diri. Menyikapi perkembangan kebutuhan akan rasa aman dan tenteram tersebut, pemerintah Indonesia dalam hal ini Polri mempunyai kewenangan memberikan izin kepada warga sipil yang ingin memiliki senjata api, namun pemegang izin kepemilikan 1
Universitas Sumatera Utara
senjata api seringkali mengingkari dan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan aparat yang berwenang dengan cara menggunakan senjata api tidak sesuai dengan fungsinya, yaitu tidak digunakan untuk kepentingan self defence (mempertahankan diri) dari segala bahaya yang mengancam keamanan diri. Sebaliknya senjata api itu digunakan untuk menunjukkan eksistensi seseorang ataupun sebagai wujud personifikasi sikap aroganisme pribadi secara sewenang-wenang (show of force). Dikatakan demikian karena untuk memiliki senjata api diperlukan biaya yang tidak murah. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki senjata api, yaitu mereka yang karena tugas dan jabatannya diperbolehkan memiliki dan membawa senjata api. Namun bukan hanya orang-orang yang karena tugas dan jabatannya saja yang diperbolehkan membawa serta memiliki senjata api, masih ada orang-orang dari golongan ekonomi tertentu yang dapat memiliki serta membawa senjata api. Di dalam perkembangannya banyak warga sipil selain yang tersebut di atas memiliki izin untuk menguasai senjata api. Kepemilikan senjata api saat ini sudah bergeser menjadi sebuah gaya hidup. Di sisi lain, maraknya kepemilikan senjata api juga harus dilihat dari aspek keamanan masyarakat. Peningkatan kepemilikan senjata api dipicu oleh rasa aman yang kini sangat sulit diperoleh masyarakat. Syarat dan mekanisme perizinan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang dikeluarkan oleh POLRI termasuk ketat dengan syarat pertama mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian setempat. Kepemilikan senjata api diizinkan untuk masyarakat umum, namun diawasi dengana sangat ketat, melibatkan pelaporan pada polisi, tes tertulis, ceramh dan serangkaian pelatihan menembak, selain pemeriksaan latar belakang yang sangat menyeluruh dan rencana penyimpanan yang mendetail. Berangkat dari kekhawatiran
2
Universitas Sumatera Utara
penduduk sipil terhadap penggunaan senjata api oleh kelompok geng lokal, muncul sebuah keputusan oleh keputusan oleh pemerintah terhadap kepemilikan senjata api. 1 Untuk memiliki senjata api diperlukan biaya yang tidak murah. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki senjata api, yaitu mereka yang karena tugas dan jabatannya diperbolehkan memiliki dan membawa senjata api. Namun bukan hanya orangorang yang karena tugas dan jabatannya saja yang diperbolehkan membawa serta memiliki senjata api, masih ada orang-orang dari golongan ekonomi tertentu yang dapat memiliki serta membawa senjata api. Di dalam perkembangannya banyak warga sipil selain yang tersebut di atas memiliki izin untuk meguasai senjata api. Penggunaan senjata api untuk membela diri adalah sah-sah saja, tetapi jangan sampai justru berakibat pada penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain.
Penggunaan dan kepemilikan senjata api di Indonesia telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Mengubah "Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 Nomor 17) Dan Undang-undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 yang mengatur bahwa pihakpihak yang tanpa izin atau dapat dikatakan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dapat diancam dengan hukuman yang sangat berat yakni dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. 1
A. Josias Runturambi dan Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api dan Penanganan Tindak Pidana, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), halaman 12-21.
3
Universitas Sumatera Utara
Dalam pasal ini, terdapat pengertian yang sangat luas mengenai kepemilikan senjata api. Pasal ini meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 2 Pemerintah menggangap masalah kepemilikan senjata api oleh masyarakat sangatlah berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Jadi, bagi mereka yang melanggar dan akhirnya dipidana, berarti dirinyamenjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai kurang baik da membahayakan kepentingan umum. 3 Ijin kepemilikan senjata api untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif.
Pada tahap penggunaan (pasca diterbitkannya izin) maka seharusnya dilakukan kontrol mulai dari masa berlakunya surat ijin hingga dilakukannya upaya paksa penarikan senjata api apabila tidak diperpanjang ijinnya. Selain itu perlu diberikan dasar kewenangan untuk melakukan upaya pemeriksaan secara random yang meliputi pemeriksaan senjata api ditempat-tempat umum dan lain sebagainya. Kasus kepemilikan senjata api tanpa memiliki izin dari pihak yang berwenang untuk menyimpan, memiliki, ataupun menggunakan senjata api rakitan dan begitu dengan satu butir amunisi, untuk menjaga diri/membela diri apabila ada musuh . Sebagaimana
dalam Studi Kasus Putusan Nomor: 261/Pid.B/2013/PN.GS. Rumah milik ELIFASI WARUWU Als AMA LESTIN di temukan satu pucuk senjata api rakitan tersebut dan satu butir amunis. Terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang untuk menyimpan, memiliki, ataupun menggunakan senjata api rakitan dan begitu dengan satu butir amunisi. 2
Masruchin Rubai, Asas-Asas Hukum Pidana, (Malang : Penerbit UM PRESS, 2001), halaman
22. 3
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), halaman 154.
4
Universitas Sumatera Utara
Terkait kepemilikan senjata api tanpa memiliki surat izin maka hakim menyatakan terdakwa Elifasi Waruwu Alias Ama Lestin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah tanpa hak membawa, menyimpan amunisi. Tanpa hak, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakaan,atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Pengertian tanpa hak yang diartikan sebagai elemen delik yang menentukan tentang adanya kesalahan dalam perbuatan terdakwa tersebut, dimana pengertian kesalahan tersebut dibatasi pada perbuatan yang dilakukan apabila bertentangan dengan undangundang (wet) atau perbuatan yang dilakukan bertentang dengan hak orang lain yang diakui oleh undang-undang, yang dalam unsur Pasal ini menyangkut tentang senjata api, amunisi atau suatu bahan peledak.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam
bentuk
skripsi
dengan
judul
“ANALISIS
HUKUM
MENGENAI
PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API TANPA HAK OLEH WARGA
SIPIL
(STUDI
KASUS
PADA
PUTUSAN
NOMOR:
261/Pid.B/2013/PN.GS).”
B. Perumusan Masalah Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.
5
Universitas Sumatera Utara
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api? 2. Bagaimanakah faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya
tindak
pidana
penguasaan dan penggunaan senjata api? 3. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengenai apa saja yang akan dicapai dalam penelitian tersebut dan selalu menuliskan apa yang ingin dicapai dengan permasalahan. 4 Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui/mengkaji pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api. b. Untuk mengetahui/mengkaji factor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api. c. Untuk mengetahui/mengkaji
upaya
penanggulangan tindak pidana
secara
penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil.
D. Manfaat Penelitian Tidak ada penelitian yang tidak memiliki manfaat. Penelitian yang baik, harus dapat dimanfaatkan.Secara umum, sebuah penelitian memiliki terhadap pengembangan
4
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian: Lengkap, Praktis dan Mudah Dipahami, (Yogyakarta: PustakabaruPress, 2014), halaman 55.
6
Universitas Sumatera Utara
khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang penelitian tersebut. 5 Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata
api tanpa hak oleh warga sipil baik materiil maupun formil dan pada umumnya dalam pengembangan hukum pidana.
b. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penegak hukum dalam praktek ,khususnya menjadi bahan pertimbangan hak menguasai dan
penggunaan senjata api oleh warga sipil yang digunakan untuk kejahatan tertentu.
D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah analisis hukum mengenai penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil (studi kasus pada putusan nomor: 261/Pid.B/2013/PN.GS), judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
55
Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Citapustaka Media, 2012), halaman 98.
7
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tanpa Hak Atau Melawan Hukum (Wederrechtelijke) Pengertian perkataan tanpa hak “wederrchtelijkheid” terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok positif dan negatif, bagi penganut paham negatif mengartikan perkataan wederrchtelijkheid sebagai tanpa hak atau zonder bevoegdheid seperti yang dianut oleh HOGE RAAD. Hazewinkel-Suringa sebagai pengikut paham negatif berpendapat bahwa : “wederrechtelijk” itu, ditinjau dari penempatannya dalam suatu rumusan delik menunjukkan bahwa perkataan tersebut haruslah ditafsirkan sebagai” zonder eigen recht” atau “tanpa ada hak yang ada pada diri seseorang” yakni katanya seperti yang telah dijelaskan dalam rumusan-rumusan delik menurut pasal 548-551 KUHP.6 Bahwa unsur dengan sengaja dan tanpa hak merupakan satu kesatuan yang dalam tataran penerapan hukum harus dapat dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak” berarti pelaku “menghendaki” dan “mengetahui” secara sadar bahwa tindakannya dilakukan tanpa hak.7 Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah melawan hukum. Hal ini dikaitkan pada asas legalitas yang tersirat pada KUHP. Dalam bahasa Belanda melawan hukum itu adalah wederrechtelijk (weder = bertentangan dengan melawan, recht = hukum).8Definisi melawan hukum, misalnya merampas, nyawa orang lain ata menganiaya orang lain. Karena perbuatan-perbuatan ini kepentingan hukum orang lain dilanggar. 9 6
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 1997), halaman 353. 7 http://barita-advokat.pun.bz/unsur-dengan-sengaja-dan-tanpa-hak.xhtml, diakses tanggal 24 Mei 2015 8 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013), halaman 67. 9 Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH. Sutorius, Hukum Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), halaman 37.
8
Universitas Sumatera Utara
2. Kepemilikan senjata api bagi warga sipil Kepemilikan senjata api (senpi) di tangan sipil telah memicu kontroversi. Hal ini disebabkan sering terjadi penyalahgunaan senpi oleh penggunanya.
Banyaknya
terjadi penyalahgunaan senjata api belakangan ini memaksa kita berpikir ulang soal manfaat pemberian senjata bagi warga sipil. Rasa aman memang bagian dari hak asasi manusia, tetapi apakah upaya melindungi diri dan memberikan rasa aman harus diberikan hak kepada warga sipil memiliki senpi. Bukankah melindungi dan mengayomi masyarakat adalah menjadi tugas Kepolisian? UU memberikan hak kepada aparat negara melakukan upaya paksa terhadap warga negara. Senjata termasuk simbol dari penggunaan kekuasaan itu. Ketika warga sipil diberikan izin memiliki senjata, bukankah itu berarti menggerogoti fungsi dan peran yang seharusnya dimiliki aparat negara?.10 Kasus kriminalitas makin meningkat,korbanpun makin bertambah. Kondisi ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Sering terjadi tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api dan pihak aparat keamanan tidak bisa berbuat banyak karena volume kejahatan juga meningkat maka banyak kasus tidak dapat terselesaikan secara maksimal.Untuk memerangi kejahatan di lapangan banyak mengalami tantangan cukup berat jumlah personil kepolisian belum seimbang dengan luas cakupan tugasnya serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Meningkatnya senjata api akan menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat mengenai aturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat pelaksanaannya selama ini. Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak sasaran/target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti persyaratan yang telah 10
Puteri Hikmawati, Kontroversi Kepemilikan Senjata Api oleh Warga Sipil, Peneliti Madya Bidang Hukum Pidana pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, Jurnal Hukum Info Singkat Vol. IV, No. 10/II/P3DI/Mei/2012, halaman 1.
9
Universitas Sumatera Utara
ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi) tiap atlet penembak/yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib menjadi anggota perbakin. Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18 tahun (maks. 65), punya kemampuan menguasai dan menggunakan senjata api. Selain warga negara indonesia warga negara asing juga bisa memiliki senjata api, selama berada di indonesia diantaranya: 11 a) Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor D-184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api. b) Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api di Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari : 1) Wisatawan yang memperoleh izin berburu. c) Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api. d) Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran. e) Petugas security tamu negara. f) Awak kapal laut pesawat udara. g) Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan peraturan kemigrasian. Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif, yaitu 11
www.Deplu.com.html, diakses tanggal 24 Mei 2015
10
Universitas Sumatera Utara
suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan dapat juga dilihat sebagai hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan di dalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum.12 Tindak pidana penyalahgunaan senjata api Kejahatan terhadap tindak pidana penyalahgunaan senjata api merupakan kejahatan yang menyerang kepentingan hokum negara. Sesuai dengan namanya, kejahatan ini mempunyai obyek keamanan negara. Lebih tepat apabila disebut sebagai Kejahatan Terhadap Pelestarian Kehidupan Negara, karena yang dijaga di sini adalah berlangsungnya kehidupan bernegara, atau Kejahatan Tata negara. Dibentuknya peraturan dalam kepemilikan senjata api adalah ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum atas keselamatan dan keamanan negara dari perbuatanperbuatan yang mengancam, mengganggu dan merusak kepentingan hukum negara. Dari hal di atas dapat diketahui ada ketertiban hokum yang harus dilindungi dalam aturan tentang kejahatan terhadap keamanan negara itu. Bahwa unsur penyalahgunaan senjata api adalah orang atau pelaku sebagai subyek hukum dari suatu tindak pidana yang akan secara sadar mempertanggung jawabkan tindak pidana yang dilakukan Majelis Hakim akan mempertimbangkan Pasal 359 KUHP, dalam unsur tersebut terdiri dari : a. Unsur pertama “Barang siapa” menurut Undang-undang adalah setiap orang warga Negara atau siapa saja yang mampu bertanggung jawab yang tunduk pada peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah.
12
Surya, Ringkasan Hukum Pidana, www.docstoc.com.html, diakses tanggal 24 Mei 2015
11
Universitas Sumatera Utara
b. Unsur kedua Bahwa dari kata-kata tanpa hak dalam perumusan delik ini, sudah dipastikan bahwa seseorang (baik militer maupun non militer) sepanjang menyangkut masalahmasalah senjata api, munisi atau bahan peledak harus ada ijin dari yang berwenang untuk itu. c. Unsur ketiga Menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, suatu senjata api, munisi atau suatu bahan peledak. Unsur ini bersifat alternatif, maka majelis akan memilih unsur yang terkait dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yaitu “menyerahkan” berarti memberikan, mempercayakan, menyampaikan kepada (dalam hal ini senjata api) orang lain. Sedangkan yang dimaksud “senjata api” adalah menurut peraturan senjata api pasal 1 ayat 1 Staatblaad 1937 Nomor 170 yang diubah dengan Ordonantie tanggal 30 Mei 1939, Staatblaad 278 adalah senjata api dan bagianbagiannya termasuk amunisi sebagai kelengkapannya. 3. Menguasai dan Penyalahgunaan Senjata Api Menguasai benda sebagai orang yang menikmati, artinya mengambil manfaat secara materiil, misalnya pada hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, hak sewa. Penguasa benda tidak hanya memegang, melainkan menikmati dan itu adalah hak yang diperolehnya atas suatu benda. 13 Yang dimaksud dengan “Menguasai” adalah berkuasa atas (sesuatu), memegang kekuasaan atas (sesuatu), menggunakan
13
https://trinihandayani.wordpress.com/2010/05/20/penguasaan-benda-bezit/.html, diakses tanggal 24 Mei 2015
12
Universitas Sumatera Utara
kuasa/pengaruhnya atas (sesuatu) dalam hal ini senjata api, munisi atau bahan peledak. Peredaran senjata api di Indonesia mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat banyaknya kasus – kasus penyalahgunaan senjata api di masyarakat. Peredaran senjata api ilegal sampai kepada masyakat tentu tidak terjadi begitu saja, beberapa sumber penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api, antara lain :14 Penyelundupan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan impor, namun juga ekspor. Hal ini sering dilakukan baik oleh perusahaan–perusahaan eksportir/importir ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan dokumen tentang isi dari kiriman. Pasokan dari dalam negeri, maka hal ini erat kaitannya dengan keterlibatan oknum militer ataupun oknum polisi, karena memang mereka dilegalkan oleh undang-undang untuk menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api. Namun pada kenyataannya kepemilikan senjata api yang legal tersebut sering disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organic TNI / POLRI dengan harga yang murah kepada masyarakat sipil. Munculnya berbagai kasus terhadap penyalahgunaan senjata api sudah sering terjadi di tengah masyarakat. Terkadang penggunaan senpi tak lagi sesuai fungsi dan tak jarang pemilik menggunakannya semena-mena dengan sikap arogan yang memicu terjadinya ketidaktenangan masyarakat. Lantas, bagaimana dengan senpisenpi ilegal yang sering digunakan untuk melakukan aksi kejahatan. Larangan penyalahgunaan senjata api meliputi empat hal, yaitu : 1. Memiliki senjata api tanpa izin. 2. Menggunakan senjata api untuk berburu binatang yang dilindungi. 3. Meminjamkan/menyewakan senjata api kepada orang lain.
14
M.Tito Karnavian. Indonesia Top Secret Membokar Konflik Poso, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008). halaman 197.
13
Universitas Sumatera Utara
4. Serta menggunakan senjata api untuk mengancam atau menakut-nakuti orang lain. Maraknya
penggunaan
senjata
api
tanpa
izin
orang
yang
tidak
bertanggungjawab berdampak meresahkan masyarakat dan mengganggu stabilitas keamanan nasional. Kondisi ini memaksa aparat keamanan untuk bekerja keras memberantas para pemasok senjata api gelap. Penyalahgunaan senjata tersebut mulai dari pengancaman, pemukulan, penembakan, modikfikasi senjata, terlibat narkoba dan apabila terjadi penyalahgunaan senjata api, otomatis izin kepemilikannya dicabut, izin kepemilikan senjata api juga dicabut apabila sang pemilik meninggal dunia. Asas hukum pidana Indonesia mengatur sebuah ketentuan yang mengatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dihukum selama perbuatan itu belum diatur
dalam suatu
perundan-undangan atau hukum tertulis. Asas ini dapat dijumpai pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang disebut dengan asas legalitas yaitu asas mengenai berlakunya hukum. Untuk itu dalam menjatuhkan atau menerapkan suatu pemidanaan terhadap saeorang pelaku kejahatan harus memperhatikan hukum yang berlaku. 15 Dalam ketentuan Pasal I ayat (1) KUHP, asas legalitas mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu : 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. 2. Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh digunakan analogi. 3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut. 16 Dari pengertian point I menyebutkan harus ada aturan undang-undang. Dengan demikian harus ada aturan hukum yang tertulis terlebih dahulu terhadap suatu 15
Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000). halaman 25 16 Ibid
14
Universitas Sumatera Utara
perbuatan sehingga dapat dijatuhi pidana terhadap pelaku yang melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian berdasarkan peraturan yang tertulis akan ditentukan perbuatan apa saja yang dilarang untuk dilakukan yang jika dilanggar menimbulkan konsekuensi hukum yaitu menghukum pelaku. Berbicara mengenai tindak pidana yang ditimbulkan oleh penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur, maka yang akan dibahas adalah adalah tindak pidana yang terjadi akibat penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur. Yang dimaksud dengan “menguasai” adalah berkuasa atas sesuatu, memegang kekuasaan atas sesuatu, dalam hal ini senjata api atau munisi.
F. Metode Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”.17 Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain: 1. Spesifikasi penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian yang mempergunakan sumber data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah
17
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2012), halaman 42.
15
Universitas Sumatera Utara
spekulatif, teoritis dan analisis normatif dan kualitatif. 18 Pada penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang ada dalam keadaan siap terbuat, bentuk dan isinya telah disusun peneliti-peneliti terdahulu dan dapat diperoleh tanpa terikat atau tempat.19 Tujuan utama dari tipe penelitian hukum normatif ini adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap sejumlah pengertian-pengertian dasar dalam hukum (peraturan perundang-undangan), misalnya pengertian masyarakat hukum, objek hukum, peristiwa hukum, hak dan kewajiban dan lain sebagainya. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam skripsi adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum.
3. Sumber data Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber penelitian hukum dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.20 Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan, antara lain: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
18
Ediwarman, Metode Penelitian Hukum, (Medan: Penerbit PT Sofmedia, 2015), halaman 27. Soerjono Soekanto, & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2013), halaman 37. 20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Ke-8, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2013), halaman 181. 19
16
Universitas Sumatera Utara
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api
d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Repubik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum.21 Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Teknik pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui : a. Studi kepustakaan, dilakukan untuk mendapatkan data sekunder seperti bukubuku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 5. Analisis data Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah 21
Ibid
17
Universitas Sumatera Utara
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, memilahmilahnya, mencari dan menemukan pola. 22 Mengolah dan menginterpretasikan data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan.23
22
Lexy H. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), halaman 6. 23 Ibid, halaman 151.
18
Universitas Sumatera Utara