1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Cendana adalah salah satu jenis tumbuhan endemik yang hidup di kawasan wilayah Nusa Tenggara Timur, khususnya Pulau Timor termasuk Kabupaten Timor Tengah Selatan. Cendana merupakan tumbuhan liar di kawasan savana yang mampu bertahan hidup dengan kualitas maksimal pada daerah kering dengan tekstur tanah berbatu kapur. Pada awalnya, masyarakat lokal hanya memanfaatkan cendana sebatas pemenuhan kebutuhan primer yakni sebagai obat dan sarana upacara relegi. Selanjutnya, seiring perjalanan waktu
dan ketika terjadi kontak dagang dengan
bangsa-bangsa luar, posisi tawar cendana meningkat dan menduduki tempat strategis berbarengan dengan produksi madu dan lilin lebah. Cendana yang banyak tumbuh di wilayah Pulau Timor semakin diminati dan dicari para pedagang dari berbagai wilayah Nusantara, Asia, maupun Eropa. Maka, cendana pun menjadi salah satu komoditi perdagangan penting di kawasan Pulau Timor. Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa cendana merupakan komoditas perdagangan masyarakat Pulau Timor jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Keterangan tentang perdagangan kayu cendana telah ditulis dalam kronik Cina yang menyebutkan bahwa pegunungan Pulau Timor ditutupi pohon cendana. Kayu cendana, madu, dan lilin menjadi komoditi perdagangan masyarakat lokal dengan bangsa-bangsa Asia seperti Cina, India, Melayu, Jawa, Bugis, Mandar, dan
2 sebagainya. Pola perdagangan pada masa awal berlangsung dalam situasi sangat sederhana dengan menerapkan sistem perdagangan barter. Pikul-pikul kayu cendana ditukar dengan barang-barang logam dan pecah belah atau keramik seperti piring, mangkok, sendok, dan garpu (Kase, 2004 : 21). Kondisi demikian mencerminkan bahwa masyarakat di beberapa belahan dunia telah memanfaatkan cendana untuk berbagai kebutuhan. Di antaranya, bahan-bahan upacara keagamaan, obat-obatan, minyak wangi, barang-barang kerajinan, bahkan amulet penolak bala. Di India dan beberapa kerajaan Hindu di Nusantara memanfaatkan cendana sebagai alat-alat upacara keagamaan dan bahan dasar obat-obatan. Masyarakat Cina dan Timur Tengah (Bangsa Mesir) juga memanfaatkan cendana dan rempah-rempah sebagai bahan obat dan pembalseman mayat. Orang-orang Eropa menggunakannya sebagai bahan dasar obat-obatan, ekstrak minyak wangi, dan bahan-bahan kosmetik. Pentingnya
fungsi
cendana
bagi
masyarakat
dunia
memungkinkan
perdagangan cendana berkembang pesat dan nilai jualnya pun semakin melesat. Maka, ajang perebutan kekuasaan terhadap cendana semakin kuat. Masing-masing pihak memiliki keinginan menanamkan kekuasaan dalam perdagangan cendana. Kapitalis Eropa pun ikut terlibat di dalamnya, ketika Bangsa Portugis datang ke Pulau Timor tahun 1550 dan berhasil mengusai perdagangan cendana. Kekuasaan Portugis mendapat saingan dari Bangsa Belanda, dan mereka seringkali berselisih memperebutkan kekuasaan ekspor kayu cendana di perairan Pulau Timor (Ardana, 2005 : 51). Mengantisipasi perselisihan yang semakin meruncing, kedua belah pihak sepakat membagi kekuasaan yang menetapkan bahwa Portugis menguasai wilayah
3 Timor Timur sedangkan Belanda menguasai wilayah Timor Barat. Sejak adanya pembagian wilayah kekuasaan yang jelas, pemerintah Belanda mulai mengekstraksi cendana di wilayah Timor Barat dan mendirikan pabrik penyulingan minyak cendana di Kupang. Akibatnya, penebangan dan ekstraksi berlanjut selama berabad-abad yang lambat-laun mengancam keseimbangan populasi cendana. Kemerosotan populasi cendana semakin parah setelah masa kemerdekaan. Hal ini disebabkan perubahan status dari pemerintahan kolonial yang semula memberi ruang kepada penguasa lokal mulai dihapus dan diganti tata pemerintahan Republik Indonesia. Dengan demikian, penguasaan cendana bukan lagi di bawah kontrol para usif tetapi telah berada di tangan pemerintah daerah. Sementara itu, kontrol pemerintah pusat maupun daerah sangat longgar sehingga penebangan liar oleh masyarakat semakin marak, sedangkan usaha-usaha penanaman kembali dan pembudidayaan sangat terbatas. Sehubungan dengan kondisi demikian, pihak pemerintah daerah menetapkan peraturan tentang penguasaan cendana yang merupakan kelanjutan dari peraturan pemerintah kolonial Belanda. Peraturan tersebut menetapkan bahwa pemerintah menguasai semua bentuk cendana yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan negara dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Semua cendana menjadi hak milik pemerintah dalam segala bentuknya, baik berupa tumbuhan hidup atau mati, berupa potongan, belahan, kepingan, akar cendana yang belum diolah (http: //www.goverment. co.id, 3 April 2008). Peraturan pemerintah pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi cendana dari eksploitasi berlebihan dan berupaya melestarikannya. Tetapi, pemberlakuan
4 peraturan tersebut ternyata belum berhasil melestarikan maupun mendongkrak peningkatan populasi kayu secara signifikan. Justru masyarakat menganggap pemberlakuan peraturan pemerintah tentang otoritas penguasaan cendana adalah peraturan yang bersifat menghegemoni dan sarat akan kepentingan. Peraturan pemerintah yang semula bertujuan melestarikan populasi cendana belum sepenuhnya dapat diterima sebagai aturan yang mengakomodir kepentingan masyarakat. Peraturan yang ditetapkan dianggap semata-mata menguntungkan pihak pemerintah dan mengabaikan hak penguasaan masyarakat, sehingga memunculkan kontra hegemoni di kalangan masyarakat yang diwujudkan dalam berbagai perilaku simbolik maupun perilaku manifes. Perbedaan persepsi antara pemerintah dengan masyarakat dilatarbelakangi adanya anggapan bahwa pemerintah telah menjalankan praktek-praktek hegemoni terhadap masyarakat. Menurut pandangan pemerintah, otoritas penguasaan cendana adalah salah satu upaya melestarikan cendana sekaligus meningkatkan aspek sosial ekonomi pemerintah daerah, yang akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber potensi alam seperti cendana sebagai objek yang harus dikuasai. Dalam prakteknya, ide-ide penguasaan potensi alam menjadi bagian kehidupan masyarakat saat ini. Masyarakat dunia memperebutkan kekuasaan ideologi dan menerapkan pola-pola kapitalisme global untuk memenuhi aspirasi, kebutuhan, dan tujuan hidup yang semakin kompleks itu. Horkheimer dan Adorno memandang bahwa kapitalisme, hegemoni, dominasi, monopoli, mengacu pada kegemaran Bangsa Barat yang membutuhkan
5 makanan, pertanian, dan industri dengan menguasai dan melakukan dominasi atas alam. Eksistensi alam semata-mata sebagai objek yang harus dikuasai bagi kemanfaatan manusia (Agger, 2008:170). Otoritas penguasaan potensi alam (penguasaan cendana) di Kabupaten Timor Tengah Selatan mengalami perubahan seiring dengan bergulirnya zaman. Era reformasi
dan
otonomi
daerah
yang
memberi
peluang
pada
kebebasan
mengekspresikan pendapat, mengharuskan pemerintah menyesuaikan produk-produk regulasi dengan kondisi masyarakat. Sejak tahun 2005, pemerintah memetapkan bahwa kayu cendana yang tumbuh di lahan milik masyarakat menjadi hak milik pemilik lahan bersangkutan. Di sini pilar-pilar kehidupan sosial yakni; 1) pemerintah, 2) pengusaha, 3) masyarakat (Perlas dalam Asmita Surbakti, 2008:3) bergerak memperoleh hak penguasaan cendana. Masyarakat memperoleh hak menguasai cendana di lahan milik, meskipun hak penguasaan harus dibawah kontrol dan izin pemerintah. Pemerintah menguasai cendana di lahan milik negara dan mengatur pembagian retribusi dan mekanisme pemungutan cendana pada lahan milik. Pengusaha yang menguasai bidang ekonomi membeli cendana dari masyarakat dan mengolah menjadi produksi barang. Hal ini menunjukkkan era reformasi yang memberi angin segar bagi demokrasi dan kebebasan dalam penguasaan cendana belum berlangsung memadai dan masih menghegemoni. Masyarakat masih enggan menanam dan membudidayakan cendana, karena masih trauma dan dianggap belum mampu menjamin kepentingan semua pihak. Jadi, perubahan peraturan tersebut
6 ternyata belum mampu mendongkrak minat masyarakat mengembangkan dan membudidayakan cendana sebagai usaha pelestarian dan penunjang perekonomian. Berangkat dari situasi demikian, penguasaan cendana di Kabupaten Timor Tengah Selatan terbingkai dalam situasi hegemonis dan kontra hegemonis antara pemerintah selaku pihak penguasa dan masyarakat selaku pihak yang dikuasai. Pada tatanan kehidupan bernegara, masyarakat dan pemerintah merupakan komponen negara yang saling terkait. Di dalamnya terjadi praktek-praktek hegemoi dan kontra hegemoni sebagai fenomena hakiki dalam kehidupan negara dan masyarakat. Pemerintah adalah lembaga tertinggi yang menjalankan wewenang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik negara terhadap masyarakat selaku anggota negara. Pemerintah sebagai aparat negara diartikan dalam batasan sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan. Masyarakat adalah kumpulan manusia dalam jumlah besar dan tidak memiliki kekuasaan, berinteraksi secara secara intensif, dan berupaya memperoleh hak hidup yang lebih baik. Di dalamnya terdapat hubungan sosial yang saling bertalian dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana di Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak dapat dipisahkan dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah selaku aparatus negara. Pemerintah sebagai aparatus negara yang memiliki kewenangan terbatas mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik negara. Ia juga memiliki otoritas menguasai beberapa aspek kehidupan masyarakat dan berhak menetapkan peraturan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Hal ini
7 terkait peran dan kekuasaan negara dan pemerintah atas kehidupan masyarakat sipil. Pemerintah selaku pemegang kekuasaan dan kebijakan politik tertinggi berhak menetapkan peraturan baru yang memberi porsi kepemilikan cendana kepada masyarakat. Negara merupakan organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Pemerintah terdiri atas sekelompok orang maupun penguasa negara yang secara bersama-sama memiliki tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:859). Di sini lembaga negara merupakan organisasi yang bersifat luas dan tetap yang memiliki badan pemerintahan bertugas menjalankan peraturanperaturan negara yang telah disepakati untuk mencapai tujuan bersama. Pemerintah merupakan suatu lembaga yang berkaitan erat dengan sistem kekuasaan dan wewenang mengatur sistem sosial, ekonomi, dan politik. Termasuk menciptakan suatu peraturan-peraturan dalam rangka meregulasi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat yang menjadi anggota negara bersangkutan. Dengan demikian, negara dan pemerintah memiliki kekuasaan tertinggi dalam mengatur kehidupan masyarakat dan peraturan tersebut ditaati oleh anggotanya yakni masyarakat negara bersangkutan. Berbeda dengan negara yang memiliki otoritas dan kekuasaan, masyarakat bentuk kehidupan kolektif manusia yang saling berinteraksi secara intensif dalam frekuensi tinggi. Kehidupan bermasyarakat merupakan kebutuhan hakiki manusia yang didorong oleh keinginan memperoleh kualitas kehidupan yang lebih baik pula. Filsuf Inggris, Thomas Hobbes (1588-1679) memandang bahwa keinginan
8 merupakan kebutuhan hakiki manusia diawali dengan state of nature yakni kumpulan manusia yang hidup dalam keadaan alami. Manusia berusaha memperoleh hak hidup, bila perlu merampas kekuasaan orang lain dengan kekerasan. Kondisi demikian memungkinkan manusia hidup dalam suasana tidak aman dan saling menyerang, sehingga muncul keinginan bersama untuk menciptakan perdamaian dalam bingkai perjanjian negara. Di sini, negara (dan pemerintah) berperan mengatur kehidupan sosial masyarakat di bawah kendali seorang pemimpin negara dan lembaga pemerintahan (Laeyendecker,1983:80; Patria dan Arief, 2003:88; Tilaar, 2003:77-81). Pandangan serupa dikemukakan pemikir Jerman, Imanuel Kant (1727-1804) bahwa manusia adalah bagian dari alam, sehingga memiliki kecenderungan naluriah seperti ambisi, ingin memiliki, dan ingin berkuasa. Naluri ini mendorong manusia untuk hidup bersama orang lain melalui interaksi masyarakat, karena dalam masyarakat naluri itu dapat terwujud. Pada batas-batas tertentu naluri itu dapat merusak tatanan masyarakat, tetapi masalah fundamental yang harus diperhatikan adalah membatasi kebebasan perwujudan naluri untuk menjamin ketertiban sosial. Ketertiban sosial dapat dicapai apabila ada organisasi negara berlandaskan azas-azas etika yang didukung undang-undang peraturan. Dalam kaitan ini diperlukan otoritas negara untuk menjaga agar orang-orang berperilaku pada jalur yang benar sesuai peraturan undang-undang dan ditaati seluruh warganya. Di dalamnya melibatkan aparatus negara (termasuk lembaga pemerintahan) yang berwewenang mengeluarkan aturan-aturan yang mengikat mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan warga negara atau anggota masyarakat (Laeyendecker, 1983:163). Otoritas negara
9 inilah yang berfungsi mengatur hubungan antarmanusia dan mencegah terjadinya kekerasan yang bersifat merusak. Dengan demikian, masyarakat sebagai anggota negara dan berada di bawah kekuasaan negara wajib mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah atau aparat negara. Seiring perjalanan zaman dan keinginan masyarakat yang semakin kompleks, penataan kehidupan masyarakat yang menuntut kepatuhan anggota masyarakat seringkali memunculkan perbedaan pendapat antara lembaga negara (pemerintah) dengan masyarakat. Penguasa negara yang diberi kewenangan menjalankan kekuasaan
seringkali
mempengaruhi, kewenangan
bahkan
yang
menggunakan memaksa
dimiliki,
kekuasaannya
masyarakat
pemerintah
untuk
mematuhi
selaku
pihak
menghegemoni,
peraturan. penguasa
Terkait berupaya
mempengaruhi masyarakat agar tunduk terhadap aturan yang telah ditetapkan. Terkait pemanfaatan cendana tiga pilar kehidupan sosial masyarakat yaitu pemerintah, pengusaha,
masyarakat,
masing-masing
memperoleh
keuntungan
ekonomi.
Pemerintah mendapat kontribusi untuk meningkatkan PAD, masyarakat memperoleh bagian dari jasa penebangan
meskipun bagian terkecil, pengusaha
yang
memperdagangkan dan mengekspor cendana (Musakabe, 2001:475). Meskipun demikian, pemerintah selaku pemegang kekuasaan dan kebijakan politik tertinggi berhak mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik negara. Hal ini mengundang kecenderungan dipakainya kekuasaan dalam setiap aktivitas pemerintahan negara, sehingga ada peluang suatu kekuasaan ditumpangi berbagai bentuk kepentingan.
10 Faktor-faktor inilah menjadi akar proses hegemoni pemerintah selaku pihak penguasa yang memunculkan kontra hegemoni di kalangan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah Hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana di Kabupaten Timor Tengah Selatan cenderung menempatkan pemerintah sebagai kelompok penguasa dan masyarakat sebagai pihak dikuasai. Pemerintah selaku pihak penguasa memiliki kekuasaan penuh merasa berhak menetapkan peraturan yang bersifat menghegemoni untuk menguasai cendana dalam rangka peningkatan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan masyarakat selaku pihak yang dikuasai memandang peraturan pemerintah hanya menguntungkan pihak pemerintah semata dan masyarakat diwajibkan mematuhi peraturan pemerintah yang telah ditetapkan. Kondisi demikian memicu munculnya hegemoni pemerintah dan kontra hegemoni masyarakat. Hegemoni pemerintah tampak jelas dalam berbagai bentuk peraturan yang cenderung menguasai cendana secara sepihak, sedangkan lontra hegemoni masyarakat tampak jelas pada berbagai bentuk reaksi masyarakat atas pemberlakuan peraturan pemerintah tersebut. Berdasarkan latar belakang empiris demikian, maka permasalahan hegemoni dan kontra hegemoni antara pemerintah dengan masyarakat terkait penguasaan cendana di Kabupaten Timor Tengah Selatan dapat dirumuskan sebagai berikut ; 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk hegemoni pemerintah dan kontra hegemoni masyarakat terkait penguasaan cendana?
11 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan munculnya hegemoni dan kontra hegemoni tersebut? 3. Dampak-dampak apa sajakah yang timbul akibat hegemoni dan kontra hegemoni penguasaan cendana bagi pemerintah, masyarakat, dan keberadaan kayu cendana itu sendiri?
1.3 Tujuan Penelitian Hegemoni dan kontra hegemoni antara masyarakat dengan pemerintah dalam penguasaan cendana di Kabupaten Timor Tengah Selatan memunculkan berbagai permasalahan yang menjadi fokus bahasan. Permasalahan yang muncul meliputi latar belakang atau faktor-faktor yang menyebabkan munculnya hegemoni dan kontra hegemoni, bentuk-bentuk hegemoni dan kontra hegemoni secara manifes maupun simbolik, serta dampak nya bagi masyarakat, pemerintah, cendana itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini mempunyai dua tujuan pokok yang merupakan tujuan umum dan tujuan khusus. Masing-masing tujuan tersebut dijelaskan dalam uraian berikut ini.
1.3.1
Tujuan Umum Cendana merupakan merupakan tanaman yang menjadi identitas Pulau Timor
dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Masyarakat dunia menilai bahwa cendana yang berasal dari Pulau Timor termasuk Kabupaten Timor Tengah Selatan dikenal sebagai jenis cendana putih berkualitas terbaik. Kualitas cendana didukung kondisi
12 alam Nusa Tenggara Timur yang cenderung kering dan berkapur sebagai habitat tepat bagi pertumbuhan cendana. Seperti dikemukakan pedagang-pedagang asing yang pernah mendatangi wilayah Nusa Tenggara Timur bahwa gunung-gunung di Pulau Timor ditmbuhi pohon-pohon cendana yang lebat. Tetapi, era kejayaan kayu cendana masa lampau telah berbanding terbalik dengan kondisi cendana saat ini. Cendana telah mengalami kemerosotan dan telah berada di ambang kepunahan. Sehubungan dengan kondisi demikian kajian ini berupaya mencapai beberapa tujuan umum yakni; 1. Mengembalikan identitas Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagai penghasil cendana terbesar di Nusa Tenggara Timur bahkan di Indonesia. Identitas Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagai penghasil cendana terbesar pada masa lampau tampak dalam lambang Kabupaten Timor Tengan Selatan adanya tanggul pohon cendana dengan delapan akar mencengkeram tanah. Ini membuktikan bahwa cendana merupakan tanaman khas yang menjadi identitas Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tetapi cendana kini sudah sudah mengalami mengalami kemerosotan populasi bahkan ditengarai telah berada di ambang kepunahan. 2. Melestarikan populasi cendana. Upaya melestarikan cendana dapat ditempuh dengan berbagai tindakan nyata maupun tindakan ideal. Salah satu tindakan cukup mendasar adalah tindakan ideal yang mengkaji latar belakang penyusutan populasi cendana terkait regulasi penguasaan cendana di Nusa Tenggara Timur umumnya dan di Kabupaten Timor Tengah Selatan khususnya. Berangkat dari pengetahuan mengenai latar belakang penguasaan tersebut dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang mengancam kelestarian cendana itu sendiri.
13 3. Memberi kontribusi pemikiran dan pendapat bagi pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam menetapakan peraturan yang bersinergi dan saling mendukung antara pemerintah dengan masyarakat. Melalui hasil kajian ini pemerintah diharapkan tidak menghegemoni masyarakat melalui peraturan penguasaan cendana semata-mata untuk kepentingan peningkatan pendapatan daerah tetapi memberi peluang lebih luas kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan komitmen kajian budaya untuk merekonstruksi kondisi sosial melalui kritik politik dan berupaya mengubah struktur kebijakan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan menjalin kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat dalam usaha-usaha melestarikan cendana serta meningkatkan perekonomian masyarakat dari keberadaan cendana.
1.3.2
Tujuan Khusus Keterpurukan cendana akibat ekstraksi dan eksploitasi yang berlangsung terus
menerus memerlukan beberapa gagasan jangka pendek yang dapat meningkatkan usaha pelestarian dan mengembalikan citra Pulau Timor atau Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagai penghasil cendana terbesar di Indonesia. Beranjak dari keinginan tersebut, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjawab rumusan permasalahan sehubungan hegemoni pemerintah dan kontra hegemoni masyarakat dalam penguasaan cendana. Beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai diuraikan berikut ini.
14 1. Mengidentifikasi secara terinci mengenai bentuk-bentuk hegemoni dan kontra hegemoni yang muncul antara masyarakat dengan pemerintah dalam penguasaan cendana. Sebab, pertentangan yang berlarut-larut tidak memberi manfaat positif bagi kehidupan masyarakat maupun kredibilitas pemerintah selaku penyelenggara kekuasaan negara, Bahkan pertentangan yang mengarah pada praktek hegemoni dan kontra hegemoni memberi akibat buruk bagi keberadaan cendana itu sendiri. Keberhasilan mengidentifikasi pertentangan tersebut dapat menjadi indikator penyelesaian masalah penguasaan cendana yang bersifat simbiosis mutualistis antara masyarakat dengan pemerintah dan bermanfaat terhadap keberlangsungan tatanan negara, kehidupan masyarakat, serta kelestarian populasi cendana. 2. Menjelaskan faktor-faktor internal maupun esternal yang menyebabkan adanya hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana. Hegemoni dan kontra hegemoni dimulai dengan perbedaan persepsi antara masyarakat dengan pemerintah.
Kemerosotan
populasi
cendana
mengharuskan
pemerintah
mengeluarkan beberapa peraturan yang cenderung menghegemoni penguasaan cendana. Sebaliknya masyarakat menganggap cendana adalah anugerah alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pertentangan tersebut perlu dikaji secara mendalam bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang nantinya dapat digunakan sebagai indikator alternatif penyelesaian pertentangan penguasaan cendana antara masyarakat dengan pemerintah. 3. Mengetahui dampak yang timbul akibat hegemoni dan kontra hegemoni penguasaan cendana. Peraturan pemerintah yang bersifat menghegemoni
15 menculkan kontra hegemoni di kalangan masyarakat secara alamiah disertai dampak negatif dan positif terhadap kehidupan negara, masyarakat, dan cendana itu sendiri. Dampak positif dapat dikembangkan dan dipertahankan, sebaliknya dampak negatif diupayakan pemecahannya untuk memperoleh equilibrasi porsi penguasaan cendana antara kepentingan pemerintah dengan masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini beranjak dari kondisi cendana yang semakin punah kemudian memunculkan
beberapa
peraturan
pemerintah
yang
cenderung
bersifat
menghegemoni. Hegemoni pemerintah tampak jelas melalui pemberlakuan peraturan yang menetapkan bahwa semua bentuk cendana yang tubuh di wilayah Nusa Tenggara Timur sepenuhnya milik pemerintah tanpa melibatkan masyarakat di dalamnya. Peraturan demikian ternyata ditanggapi oleh masyarakat dengan berbagai bentuk kontra hegemoni. Sehubungan dengan kondisi demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis maupun manfaat praktis bagi pemerintah maupun masyarakat Kabupaten Timor Tengah Selatan. Masing-masing manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.4.1
Manfaat Teoritis Cendana merupakan tumbuhan khas Pulau Timor termasuk daerah Timor
Tengah Selatan. Cendana kualitas terbaik hanya dapat tumbuh subur di Pulau Timor yang tidak dimiliki daerah daerah lain di Indonesia. Sebagai tanaman khas yang
16 memiliki nilai ekonomi tinggi mengharuskan pemerintah campur tangan meregulasi penguasaan cendana. Meskipun telah diintervensi pemerintah, saat ini cendana terus bergerak menuju ambang kepunahan. Sehubungan dengan kondisi tersebut, kajian terkait hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana memiliki manfaat teoritis sebagai berikut. 1. Pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan meliputi kondisi sosial, budaya, dan sejarah penguasaan cendana. Selama ini, pengembangan ilmu pengetahuan tentang cendana didominasi pengetahuan botani, biologi, dan teknologi pembudidayaan . Sedangkan pengetahuan sosial, budaya, dan kearifan lokal terkait eksistensi cendana sangat terbatas. Maka, hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan sosial budaya dan ekologi cendana bagi masyarakat maupun pemerintah. Pengetahuan sosial budaya dapat dijadikan bahan rujukan dalam menentukan langkah-langkan kebijakan penguasaan cendana yang positif pada masa-masa mendatang. 2. Penyusunan perencanaan daerah. Kajian terkait hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana diharapkan bermanfaat sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah berbasis keanekaragaman hayati, khususnya pengembangan tanaman komoditas unggulan. Pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan dan mengembangkan cendana yang menjadi salah satu jenis tanaman komoditi yang telah komoditi andalan sejak masa lampau. Kejasama proporsional antara pemerintah dengan masyarakat adalah salah satu upaya tepat untuk mengembalikan eksistensi kayu cendana dan
17 identitas Kabuapaten Timor Tengah Selatan sebagai ikon penghasil cendana terbesar di Indonesia. Dengan demikian penyusunan perencanaan dan peraturan daerah yang bersifat simbiosis mutualistis antara pemerintah dengan masyarakat merupakan usaha mendesak. 3.
Kontrol sosial terhadap pemerintah dan masyarakat. Selama ini telah terjadi dominasi penguasaan cendana oleh pemerintah yang memunculkan keengganan masyarakat memelihara dan membudidayakan cendana. Akhir-akhir ini memang telah ada peraturan pemerintah yang mengembalikan kepemilikan cendana kepada masyarakat, terutama kayu yang tumbuh di lahan-lahan milik perorangan. Namun, peraturan ini belum mendapat respon positif dan belum mampu merangsang minat masyarakat mengembangkan dan membudidayakan cendana. Melalui kajian dan informasi tentang adanya praktek-prakpek hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana dapat dimanfaatkan sebagai kontrol sosial terhadap pemerintah dan masyarakat. Pemerintah selaku penguasa dan melegitimasi
peraturan
berupaya
menetapkan
peraturan
yang
mampu
mengakomodir kepentingan masyarakat. Sebaliknya masyarakat selaku warga negara selayaknya mentaati peraturan pemerintah dan melestarikan keberadaan cendana sebagai warisan lingkungan alam dan tradisi lokal.
1.4.2
Manfaat Praktis Pemerintah selaku lembaga kepemimpinan yang berwewenang mengatur
sistem sosial, budaya, ekonomi, dan politik, termasuk menciptakan peraturan-
18 peraturan dalam rangka meregulasi kehidupan sosial masyarakat, maka penelitian ini diharapakan memiliki beberapa manfaat praktis berikut ini. 1. Menggali kearifan budaya lokal. Keberadaan cendana sebagai tanaman khas di Pulau Timor, khusunya di Kabupaten Timor Tengah Seatan terkait erat dengan pola budaya dan pengetahuan lokal masyarakat setempat. Masyarakat lokal memiliki kepercayaan dan mitos-mitos tertentu terkait keberadaan cendana. Cendana dianggap sebagai anugerah alam yang tumbuh berkat pengorbanan seorang putri raja dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup manusia. Cendana juga diyakini memiliki kekuatan magis yang berfungsi sebagai obat, pengusir roh jahat, dan amulet untuk menarik lawan jenis. Dengan demikian, cendana tergolong tanaman yang sangat dihargai dan mendapat perlakuan secara khusus. Melalui kajian tentang hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana dapat digali beberapa kearifan budaya lokal yang berhubungan dengan keberadaan cendana. 2. Mengembangkan potensi daerah. Pada masa lampau, Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan wilayah produksi kayu cendana terbesar di Pulau Timor dan menjadi komoditi perdagangan dunia. Akibat penebangan yang berlebihan, saat ini kayu cendana telah mulai langka dengan harga jual yang melambung tinggi. Saat ini hanya dijumpai beberapa pohon kayu tua milik pemerintah yang hidup di tanah-tanah ulayat adat dan hutan lindung. Dengan demikian, kajian ini diharapkan bermanfaat bagi usaha-usaha pengembangan cendana sebagai potensi daerah. Pengembangan populasi cendana sebagai salah satu potensi daerah dapat
19 dijadikan komoditi perdagangan yang mendatangkan kontribusi ekonomi bagi peningkatan pendapatan daerah dan perekonomian masyarakat. 3. Meningkatkan minat masyarakat mengembangkan cendana. Cendana selaku tanaman langka yang memiliki nilai ekonomi tinggi dipandang sebagai kayu setan (hau nitu) yang mendatangkan masalah (hau mamalasi) dan dikuasai pemerintah (hau plenat). Kajian tentang hegemoni dan kontra hegemoni dalam penguasaan cendana
diharapkan
dapat
meningkatkan
pemahaman
masyarakat
akan
pentingnya cendana bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Cendana sebagai komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sudah selayaknya dilestarikan, dikembangkan, dan dibudidayakan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.