BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi
nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada munculnya pengangguran di kota-kota besar, termasuk Kota Medan sebagai obyek penelitian ini. Sebagaimana di kota-kota besar lainnya, Kota Medan merupakan kota perdagangan dan jasa adalah wajar apabila para pengangguran melakukan kompensasi positif dengan memilih bekerja di sektor informal. Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran (selain yang sudah lama bekerja di sektor ini) yaitu Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) atau yang sebelumnya disebut Pedagang Kaki Lima. Perubahan istilah Pedagang Kreatif Lapangan berdasarkan Keputusan tiga kementerian yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada tahun 2011. Salah satu masalah penting yang terkait dengan aspek ekonomi adalah kebutuhan akan lapangan kerja yang meningkat yang meningkat. Kesempatan kerja di sektor formal semakin sulit karena sektor ini tidak dapat menampung pertambahan tenaga kerja yang cepat. Dampak logis dari kondisi tersebut adalah berkembangnya sektor informal yang dianggap sebagai jawaban yang tepat dan murah atas masalah
Universitas Sumatera Utara
ketenagakerjaan di perkotaan. Sektor ini terbukti tidak saja memiliki kemampuan penyerapan tenaga kerja yang tinggi, tetapi juga dapat bertahan tanpa adanya bantuan dari pemerintah. Salah satu komponen penting dari sektor informal adalah Pedagang Kreatif Lapangan (PKL). Pedagang kaki lima (PKL) nampaknya akan menjadi jenis pekerjaan yang penting dan relatif khas dalam sektor informal. (Yustika, 2000). Dilain pihak, tidak dapat dipungkiri bahwa sektor informal dalam hal ini PKL belum tentu mendatangkan masalah dalam aktivitas perkotaan namun terdapat sisi positif dalam sektor informal tersebut. Sektor informal dapat dianggap sebagai sabuk penyelamat yang menampung kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung di sektor formal (Sunyoto, 2006). Pilihan yang diambil oleh masyarakat untuk menjadi PKL, karena tidak membutuhkan modal dan keterampilan yang besar. Ketidakinginan masyarakat dalam kondisi serba tidak menentu, stabilitas politik yang goyah, barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako harganya membumbung tinggi mengakibatkan daya beli masyarakat menurun, angka pengangguran meningkat sedangkan waktu terus berputar dan kebutuhan harus terbeli maka membuka lapangan pekerjaan sendiri dengan menjadi PKL dianggap masyarakat sebagai solusi yang tepat walaupun omzet penjualan tidak tentu dan relatif kecil, namun dapat meringankan beban hidup. Kurang antisipasi pemerintah dalam mengatasi perkembangan sektor informal sebagai imbas krisis moneter serta ketidaksediaan lokasi yang menampung perkembangan PKL tersebut mengakibatkan PKL tersebut berlokasi di sekitar
Universitas Sumatera Utara
kawasan-kawasan fungsional perkotaan yang dianggap strategis seperti kawasan perdagangan, perkantoran, wisata, permukiman atau fasilitas-fasilitas umum jika dibandingkan berjualan di sekitar rumah, dengan pertimbangan lokasi rumah mereka di dalam gang sempit, tingkat kunjungan rendah, penghuni sekitar rumah memiliki tingkat perekonomian yang rendah sehingga daya beli kurang atau pola pelayanan yang relatif sempit. Ketidakteraturan lokasi aktivitasnya yang diakibatkan oleh bentukan fisik yang beragam dan sering terkesan asal-asalan dan kumuh berupa kios-kios kecil dan gelaran dengan alas seadanya, menjadikan visual suatu kawasan perkotaan yang telah direncanakan dan dibangun dengan apik, menjadi terkesan kumuh dan tidak teratur sehingga menurunkan citra suatu kawasan. Hingga pada akhirnya aktivitas PKL di dalam suatu perkotaan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan. Terkait dengan permasalahan tersebut, pemerintah Kota Medan sudah mencari alternatif pemecahannya dengan jalan menertibkan dengan menggusur atau menata aktivitas PKL dengan mengembalikan fungsi asli dari kawasan tersebut serta merelokasi para PKL tersebut ke lokasi baru. Namun pada kenyataannya, setelah pelaksanaan relokasi dengan penertiban dan penggusuran PKL yang terkadang disertai dengan tindakan pemaksaan dari petugas penertiban, mereka kembali beraktivitas ke tempat semula bahkan jumlahnya bertambah. Usaha yang dilakukan pemerintah dalam rangka penertiban dan penataan PKL ternyata dirasa belum mendapatkan hasil seperti yang diharapkan hingga saat ini.
Universitas Sumatera Utara
Penataan terhadap aktivitas PKL tersebut, oleh pemerintah belum mendapatkan tempat dan perhatian khusus dalam penataan ruang kawasan perkotaan diakibatkan produk penataan ruang kota tersebut belum diarahkan untuk PKL. Hal tersebut menambah runyam penataan PKL yang semakin hari jumlahnya bertambah. Antisipasi yang cenderung terlambat tersebut menjadikan penataan kota yang lebih didominasi oleh sektor formal menjadi tidak efektif. Kegagalan sektor informal yang terjadi selama ini, karena pemerintah tidak pernah mampu merencanakan ruang kota untuk sektor informal dengan baik. Bagi pemerintah, yang penting sudah diberikan lokasi baru dan retribusi jalan, sedangkan fasilitas yang lain sama sekali tidak diperhatikan sehingga tidak mengherankan kalau PKL kembali lagi ke lokasi mereka yang semula Pada dasarnya Pedagang kreatif lapangan mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain itu, kelompok pedagang kreatif lapangan mempunyai potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor penerimaan retribusi daerah seiring dengan kebutuhan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Terlepas dari beberapa keunggulan yang dimiliki kelompok usaha kecil, khususnya pedagang kreatif lapangan sebagaimana dikemukakan di atas, namun hasil pra-survei menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang kreatif lapangan yang tersebar di 21 Kecamatan yang ada di Kota Medan, ternyata memperoleh pendapatan
Universitas Sumatera Utara
rata-rata per-tahun masih tergolong rendah. Indikasi rendahnya tingkat pendapatan mereka dapat ditelusuri melalui kepemilikan rumah tinggal, di mana sebagian besar masih mengontrak rumah, bahkan ada di antara mereka yang masih tinggal di rumah keluarga. Hasil pengamatan sementara menunjukkan bahwa kondisi ini diduga bersumber dari dua hal pokok, yaitu (1) faktor internal kelompok pedagang kreatif lapangan itu sendiri; dan (2) faktor ekternal, yakni kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan pedagang kreatif lapangan. Masalah yang berkaitan dengan faktor internal, di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan formal dan keterampilan dalam berusaha; perilaku konsumtif (konsumerisme), kebanyakan dari mereka belum mempunyai modal sendiri (sumber modal sebagian dari rentenir, dan sebagian dari barang-barang yang dijajakan adalah barang-barang komisi). Faktor ekternal berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan pedagang kreatif lapangan yang hingga saat ini baru sebagian kecil saja yang telah memperoleh pembinaan dari pemerintah Kota Medan maupun swasta. Kedua hal pokok di atas merupakan faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan masalah pemberdayaan usaha mikro, khususnya pengelolaan pedagang kreatif lapangan, yakni masalah pengelolaan unsur manusia (pelatihan), pengelolaan unsur uang (modal kerja) dan pengelolaan unsur metode (manajemen usaha), serta lokasi usaha dalam upaya meningkatkan pendapatan guna memberikan kontribusi pada penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan Pedagang Kreatif Lapangan sangat dilematis di wilayah perkotaan. Di satu sisi, PKL sering kali dianggap menggangu kegiatan sektor lain seperti kelancaran lalu lintas, estetika dan kebersihan kota, serta fungsi prasarana dan fasilitas publik sehingga harus dihilangkan. Namun di sisi lain, keberadaan PKL sangat membantu mengatasi masalah ketenagakerjaan, sumber penerimaan daerah dan pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat, oleh karenanya usaha ini perlu dilindungi dan dibina. Melihat keseluruhan kondisi tersebut, maka pemerintah Kota Medan perlu melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif tentang masalah dan potensi Pedagang Kreatif Lapangan sehingga dapat diambil langkah kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL dalam rangka mewujudkan harmonisasi keberadaan PKL dengan lingkungannya.
1.2. 1.
Perumusan Masalah Apa upaya Pemerintah Kota Medan dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan pedagang kreatif lapangan (PKL)?
2.
Seberapa besar pengaruh modal, manajemen usaha, lokasi usaha dan jam berdagang terhadap pendapatan pedagang kreatif lapangan (PKL)?
3.
Seberapa besar kontribusi pedagang kreatif lapangan (PKL) terhadap pengembangan wilayah di Kota Medan?
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis upaya Pemerintah Kota Medan dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan pedagang kreatif lapangan (PKL). 2. Menganalisis pengaruh modal, manajemen usaha, lokasi usaha dan jam berdagang terhadap pendapatan pedagang kreatif lapangan (PKL). 3. Menganalisis
kontribusi
pedagang
kreatif
lapangan
(PKL)
terhadap
pengembangan wilayah di Kota Medan
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kota Medan dalam merencanakan dan mengimplementasikan percepatan pengembangan dan pemberdayaan pedagang kreatif lapangan (PKL) dalam konteks pengembangan wilayah serta dalam rangka penataan kota dan lingkungan. 2. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang pembangunan dan pengembangan wilayah. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi para penelitian lain yang berminat melakukan kajian sejenis.
3. Bagi peneliti hasil penelitian diharapkan dapat memperdalam dan memperkaya wawasan dan pengetahuan khususnya tentang pemberdayaan pedagang kreatif lapangan (PKL).
Universitas Sumatera Utara