BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu, maupun beton, pada tempat-tempat tertentu harus disambung. Hal ini dikarenakan keterbatasan ketersediaan material di pasaran dan juga berhubungan dengan kemudahan pemasangan di lapangan. Khusus untuk konstruksi yang terbuat dari bahan beton, boleh jadi sambungan bukan merupakan sesuatu hal yang perlu dipermasalahkan, karena pada konstruksi beton struktur secara keseluruhan adalah bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang terbuat dari baja maupun kayu, sambungan merupakan sesuatu hal yang perlu mendapat perhatian serius yang matang karena pada konstruksi baja dan kayu, elemen-elemen struktur yang disambung tidak dapat bersifat monolit seperti konstruksi beton. Pada umumnya sambungan berfungsi untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada elemen-elemen struktur yang disambung. Sambungan dibuat karena keterbatasan bahan yang tersedia di pasaran dan juga untuk kemudahan pemasangan di lapangan serta kemudahan dalam hal pengangkutan. Misalkan saja akan dibuat suatu struktur rangka gading-gading kap terbuat dari baja profil siku, maka tidak mungkin melaksanakannya secara langsung di lapangan karena tidak akan ekonomis, tetapi akan lebih hemat jika terlebih dahulu merakitnya di pabrikasi (bengkel/workshop), baru selanjutnya tinggal menyambungkannya pada kolom-kolom lapangan. Alat-alat sambung yang biasa digunakan pada konstruksi baja adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Sambungan dengan paku keeling (rivet) 2. Sambungan dengan baut (bolt) 3. Sambungan dengan las (welding). Jika dibandingkan ketiga alat sambung ini, maka las merupakan alat sambung yang menghasilkan kekakuan yang paling besar, sedangkan paku keling menghasilkan sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut, tetapi kurang kaku jika dibandingkan dengan las. Tetapi pada dewasa ini sambungan dengan menggunakan paku keling sudah jarang digunakan karena kesulitan dalam pemasangannya. Pada tugas akhir ini perencanaan sambungan akan memakai sambungan baut. Bahan baja sebagai bahan bangunan, di produksi di pabrik-pabrik peleburan dalam bentuk ukuran dan panjang yang tertentu sesuai dengan standar yang dilakukan. Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit (dipabrikasi, dicetak) akan tetapi terpaksa dibangun dari elemenelemen yang disambung satu per satu di lapangan dengan menggunakan salah satu alat sambung atau kombinasi dari dua alat sambung seperti yang telah disebutkan di atas. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkekakuan sendi sampai dengan berkekakuan sempurna. Untuk menghilangkan salah pengertian, perlu terlebih dahulu dijelaskan tentang istilah kekakuan pada struktur batang, kata stiffness. Suatu struktur sambungan dapat bersifat sendi (ekstrem bawah) dan kaku atau rigid pada ekstrem atas. Diantaranya terdapat sifat semi kaku “semi rigid”. Tidak ada ukuran yang dapat dipakai untuk
menentukan tingkat kekakuan dan
sambungan dimaksud. Disini cara yang ditempuh adalah dengan menggunakan kombinasi sendi dengan pegas momen sebagai pengganti sambungan (perletakan)
Universitas Sumatera Utara
yang semi kaku. Besarnya konstanta pegas adalah menunjukkan tingkat kekakuan dari sambugan. Maka untuk seterusnya bila terpakai kata sambungan, yang dimaksud adalah kekakuan (konstante) pegas yang dimaksud di atas.
B. Permasalahan Sambungan menerus balok dan kolom ditunjukan untuk memindahkan semua moment dan memperkecil atau meniadakan rotasi batang pada sambungan (yaitu jenis : AISC – sambungan portal kaku). Kolom dapat berhubungan secara kaku dengan balok-balok pada kedua sayapnya, tingkat kekakuan dari sambungan pada kosntruksi tersebut mempunyai peranan penting pada analisa struktur untuk menghitung gaya-gaya dalam dan deformasi, terutama untuk struktur tak tentu. Contoh berikut ini akan memperlihatkan permasalahan yang ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda-beda dari ujung-ujung (sambungan ) dari suatu batang. Apabila titik ujung A dan B adalah sendi dan beban mati terpusat berada di tengah tengah bentang yaitu C maka momen di A atau B adalah nol. Momen di C yakni M c = ¼ PL. tetapi bila titik A dan B kaku sempurna maka besar moment akan berubah menjadi : M°A = M°B = -1/8 PL dan M°c=1/8 PL = ½ M°c
(Pers.1.1)
Bila titik A dan B bersifat diantara sendi dan kaku (semi rigid),maka momen-moment tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari sambungan P
C A
B ½L
½L
Universitas Sumatera Utara MB
MoB o
BIDANG MOMEN
Gambar I.1. bidang momen dan garis l t b l k
Dimana : 0 M”B
M’B dan M°c
M”c
M’c
(Pers 1.2)
Hal yang sama terjadi pada lenturan ,yakni bahwa : (Pers 1.3) Kalau pada waktu perencanaan titik hubungan A dan B diasumsikan sendi, akan tetapi pada waktu pelaksanaan terjadi hubungan kaku atau semi kaku maka di
tengah
bentang
terdapat
momen
yang
lebih
kecil
dari
dihitung
semula.sedangkan pada jepitan timbul momen sebesar M”B yang semula adalah nol. Sebaliknya bila pada
waktu pelaksanaan terjadi
hubungan yang semi kaku maka ditengah bentang terjadi moment M”c yang lebih besar dari M’c yang dihitung pada awalnya (jadi ada bahaya), sedangkan di titik A dan B momen menjadi berkurang. Dalam menentukan tingkat kekakuan sambungan ada 2 cara, yaitu berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan perhitungan secara analisis dalam menentukan derajat kekakuan K dari sambungan adalah dengan menentukan jumlah dan susunan dari baut penyambung dan menentukan dari plat dasar sebagai plat penyambung adalah menentukan tipe las dan tebal las. Sedangkan bila berdasarkan perhitungan secara analitis, derjat kekakuan K dari sambungan dapat ditentukan melalui prosedur literasi metode kekakuan. Secara teoritis,
Universitas Sumatera Utara
factor-faktor yang memperngaruhi besarnya derjat kekakuan K dari sambungan adalah : 1. Ukuran baut, jumlah baut dan jarak baut 2. Tebal plat penyambung 3. Kekakuan dan panjang dari batang tersambung, baik itu balok maupun kolom 4. Gaya dalam 5. Deformasi akibat tegangan tarik aksial pada baut dan plat tersambung 6. Lenturan pada baut sendiri 7. Adanya kelonggaran antara baut dengan plat-plat tersambung dengan kata lain ukuran lubang baut lebih besar dari diameter baut. 8. Adanya tahanan gesek antara plat-plat tersambung yang ditimbulkan oleh pengunci baut yang sangat kuat. Kekakuan pada suatu sambungan antara balok dan kolom memperngaruhi besar beban yang dapat bekerja pada struktur tersebut. Bagaimana bila sambungan antara balok dan kolom mengalami pembebanan sampai batas elastisnya? Oleh karena itu sangat perlu untuk menganalisa M sambungan pada perencanaan sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi baja dan bagaimana pengaruhnya terhadap M kapasitas elastic (balok). Karena balok mengalami M kapasitas elastic, maka balok hanya akan mengalami lendutan (dengan catatan tidak ada sambungan balok-balok pada span balok dari kolom) sebab balok bersifat monolit, sedangkan sambungan balok-kolom tidak. apakah M sambungan dapat memikul M kapasitas elastic? berdasarkan hal inilah, maka dalam tugas akhir ini dalam perencanaan kekuatan sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi portal baja sangat perlu memperhatikan hubungan di bawah ini : M sambungan ≥ M kapasitas elastis.
(Pers.1.4)
Universitas Sumatera Utara
C. Maksud dan Tujuan Penulisan tugas akhir ini adalah untuk membahas mengenai analisis sambungan portal baja kebangunan dasar dimana dalam penambahan tinggi bangunan yang menggunakan struktur baja ini tidak rigid sempurna. Adapun tujuannya adalah untuk : 1. Menganalisis kekuatan sambungan potal baja ke bangunan dasar dimana perletakan di anggap tidak rigid sempurna 2. Menganalisis kekuatan sambungan dan respon kepada seluruh bangunan 3. Analisis dilakukan dalam batas elastic menurut hokum Hooke, dimana hubungan tegangan regangan adalah linear. 4. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat linear-elastis, isotropic homogeny. 5. Pembahasan hanya meliputi hubungan sambungan antara kedua struktur dan desain struktur baja (struktur tambahan) 6. Sambungan yang di analisis pada tugas akhir ini adalah tipe sambungan baut 7. Baut yang dianalisis adalah baut biasa, yaitu baut bubut yang terbuat dari besi beton
D. Pembatasan Masalah Agar masalah yang dibahas dalam tulisan ini mengarah kepada tujuan yang relevan dengan judulnya dan juga keterbatasan literature serta untuk mempermudah perhitungan tetapi hasilnya masih mendekati kebenaran, maka perlu diadakan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Kontruksi yang akan di analisis adalah portal dengan elemen 2 dimensional dalam bentuk portal bidang
Universitas Sumatera Utara
2. Analisis hanya dilakukan terhadap struktur baja (struktur tambahan) dan respon terhadap keseluruhan bangunan 3. Analisis dilakukan dalam batas elastic menurut hokum hooke, dimana hubungan tegangan regangan adalah linear 4. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat linear-elastis, isotropic homogen 5. Pembahasan masalah meliputi hubungan antar struktur bangunan awal dengan struktur bangunan penambah (struktur baja) 6. Sambungan yang dianalisis pada tugas akhir ini adalah sambungan antara beton dan baja 7. Analisa tidak dilakuakan terhadap pengaruh ketidakseragaman tegangan yang ditanggung oleh komponen-komponen sambungan (yaitu ada komponen yang lebih awal mengalami leleh) 8. Dimensi balok pada struktur beton 30/60 dan dimensi kolom 60/60 pada struktur beton 9. Dimensi balok dan kolom struktur baja menggunakan profil IWF 10. Analisa tidak dilakukan terhadap tekuk flens dan web kolom ataupun balok yang terjadi disekitar sambungan
E. Metodologi Dalam penulisan tugas akhir ini, metoda yang digunakan adalah studi literatur, adapun sumbernya adalah buku-buku jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan analisa yang akan dibahas. Analisis tugas akhir ini dilakukan dalam batas elastic dengan menggunakan analisa perhitungan LRFD (load and resistance factor design).dan dibantu dengan menggunakan program computer SAP 2000.V.10.
Universitas Sumatera Utara