BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam sebagaimana halnya pendidikan lain, memainkan peranan penting dalam menyiapkan aset bangsa yang terdidik, berprilaku dan berkepribadian yang baik. Namun pada sisi lain, pendidikan Islam memiliki karakteristik fundamental yang membedakannya dari
bentuk pendidikan
lainya, bahwa pendidikan Islam adalah bentuk pendidikan yang dilaksanakan atas dasar keagamaan dan bertujuan mewujudkan tujuan-tujuan keagamaan.1 Pondok Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren.2 Pesantren memiliki sistem pengajaran Islam tradisional disebut sistem sorogan. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.3
1
Afifudin Harisah, “Keimanan Kepada Malaikat”, Kependidikan Islam, Vol.2, No.1, (Juli, 2004), 73. 2 M. Dian Nafi’, dkk., Praktis Pembelajaran Pesantren (Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2007), 11. 3 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1994), 28.
Menurut Bahri Ghazali di dalam bukunya Pesantren Berwawasan Lingkungan mengatakan bahwa Pondok Pesantren memiliki tiga tipe di antaranya: Pondok Pesantren komprehensif, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara yang tradisional dan modern. Artinya di dalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan, bandongan, wektonan, namun secara regular sistem persekolahan terus dikembangkan.4 Jadi, jelaslah bahwa Pesantren di masa sekarang lebih mengkristal dalam sistem pengajaran dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang dibawahinya berupa sekolah maupun madrasah. Madrasah merupakan ujung tombak terdepan dalam pelaksanaan proses pendidikan Islam. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari tradisi pendidikan agama dalam masyarakat, memiliki arti penting sehingga keberadaannya terus diperjuangkan. Tujuan madrasah adalah untuk menanamkan keimanan kepada peserta didik, menumbuhkan semangat dan sikap untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam rangka membangun, memupuk sikap toleransi di antara sesama pemeluk agama dengan cara saling memahami misi luhur masing-masing agama.5 Dalam istilah sekarang lebih disebut dengan madrasah diniyah yang memiliki pengertian kumpulan orang yang belajar ilmu agama. Untuk mencapai tujuan madrasah tersebut diperlukan sebuah proses pengajaran terhadap anak didik, karena pengajaran sendiri merupakan salah
4
Bahri, M. Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: CV. Prasasti, 2003),
15. 5
Zulkarnain, Transformasi Nila-Nilai Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 30-31.
satu sarana di antara sarana-sarana pendidikan dan hanya khusus menyampaikan ilmu pengetahuan ke dalam pikiran dan mengisi ingataningatan anak dengan masalah-masalah seni dan ilmu pengetahuan. Saranasarana pengajaran itu ada tiga, yaitu: guru, murid, dan ilmu pengetahuan (materi pelajaran). Guru ialah perantara dua sarana yang lainya. Dialah yang memilih dari berbagai ilmu pengetahuan itu, kadar yang lazim dan sesuai dengan murid, maka tugasnya meliputi mempelajari kejiwaan murid dan memiliki pengetahuan yang sempurna/lengkap tentang ilmu-ilmu mengajar, terutama yang akan diajarkan kepada muridnya, sehingga mudah menyampaikannya kepada murid secara berurut, sistematis, serasi, dan berkaitan satu sama lainnya.6 Pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran ‘Aqidah, bahannya diatur sesuai urutan penjenjangan kitab. Penjenjangannya itu diterapkan secara turun-temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standarstandar isi, kualifikasi pengajar, dan santri lulusannya. Pelajaran ‘Aqîdat dimulai dari ‘Aqîdat al-‘Awâm, al-Jawâhir al-Islâmiyah, al-Hushûn alHamîdiyah, dan jika berlanjut sampai ke Maqâlat al-Islâmiyyîn.7 Catatan itu hanya untuk menunjukkan salah satu paket yang diterapkan kebanyakan pesantren mengenai menggunakan pelajaran itu atau tidak tergantung pesantren masing-masing.
6
Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 66-67. 7 Nafi’, Praktis Pembelajaran Pesantren, 12.
Madarsah Diniyah kelas 2 Ûlâ Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo menggunakan pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm. Dalam ‘Aqîdat al‘Awâm berisi materi mengenai rukun iman, yaitu suatu pengajaran yang menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau kepercayaan yang benar.8 Iman kepada Rasul merupakan kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi bagi pandangan hidup, tingkah laku, dan perbuatan pemiliknya sehari-hari.9 Jadi lembaga pendidikan dalam hal ini dengan berbagai macam pengaruhnya, berperan untuk membantu anak, agar berkembang jasmaninya, akalnya, dan akhlaknya, dalam mengaplikasikan rukun iman yang ke 4, yaitu iman kepada Rasul dalam kehidupan sehari-hari. Islam juga menuntut manusia untuk iman kepada Rasul karena Rasul juga manusia sama dalam hal sifat dan pekertinya yang bertugas menyampaikan risalah Tuhan. Karena itu mudah menerima pelajaran dari mereka, dapat kata-kata dan perbuatannya ditiru dan diteladan.10 Bedanya mereka dianugerahi semacam keistimewaan, dan layak untuk menerima wahyu langsung dari Allah dan diwajibkan untuk menyampaikan kepada manusia serta memimpin mereka dalam menyesuaikan diri dalam kehidupan dan perbuatanya dengan wahyu Ilâhi.
8
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Global Pustaka Utama,
9
Muhammad Chirzin, Konsep dan Hikmah ‘Aqidah Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004),1. 1997), 13. 10
Syeikh Mahmud Syaltut, Aqidah dan Syari’ah Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), 27.
Jelaslah bahwa iman kepada Rasul merupakan landasan hidup dengan segala aspeknya. Jadi, suatu pengajaran iman kepada Rasul menjadi suatu hal yang sangat urgen bagi tiap individu sebagai bekal hidupnya. Berdasarkan penjajakan awal di lapangan, di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo saat kegiatan belajar mengajar ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ berlangsung masih banyak kekurangan. Di antaranya siswa ada yang mengantuk, ramai, melamun, dan malu bertanya. Hal ini mengakibatkan siswa sulit menjelaskan kembali (mereview) pelajaran yang baru disampaikan padahal materi ‘Aqîdat al-’Awâm mengenai iman kepada Rasul membutuhkan pemahaman lebih karena iman harus ada pengaplikasian langsung dalam kehidupan sehari-hari siswa sehingga tercermin dalam tingkah laku siswa. Ada beberapa hal yang menyebabkan kegiatan pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ menghadapi kendala, antara lain: kurangnya guru dalam memberi motivasi kepada siswa, kondisi kelas yang kurang kondusif, minimnya berbagai sarana prasarana11 Kendala-kendala tersebut menyebabkan hasil yang dicapai siswa tidak maksimal padahal pengajaran beserta komponen-komponenya merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan karena memang sebagai proses untuk mencapai tujuan yang ada. Dalam survey pendahuluan yang peneliti lakukan, peneliti menemukan hal yang menarik untuk diteliti, bagaimana peran guru dalam penanaman iman 11
Hasil Observasi di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo Sabtu, 8 Juni 2009 pukul 19.00.
kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo? Apa faktor pendukung dan penghambat penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo? Bagaimana dampak penanaman Iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo? Berdasarkan masalah di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “Peran Guru Dalam Penanaman Iman Kepada Rasul Melalui Pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm Kelas 2 Ûlâ” (Studi Kasus Di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo). B. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, perlu adannya fokus penelitian karena terbatasnya waktu dan sarana-prasana, maka dalam hal ini peneliti menfokuskan masalah pada peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2
Ûlâ di Madrasah Diniyah
Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo, apa faktor pendukung dan penghambat penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo, bagaimana dampak penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut di atas, maka
permasalahan yang perlu dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat di Ponpes Hudatul Muna II Jenes Ponorogo? 2. Apa faktor pendukung dan penghambat penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo? 3. Bagaimana dampak penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian Setelah dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat di Ponpes Hudatul Muna II Jenes Ponorogo. 2. Untuk
mendiskripsikan
dan
menjelaskan
faktor
pendukung
dan
penghambat penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-
’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo. 3. Untuk mendiskripsikan dampak penanaman Iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm trehadap siswa kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk penulis dan pembaca yaitu: 1. Manfaat Teoritis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan khazanah keilmuan khususnya dalam pendidikan Islam yang dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat. 2. Manfaat Praktsis a. Bagi Madrasah Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan pendorong dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan di lembaga pendidikan tersebut, serta
untuk
menentukan
langkah-langkah
yang
tepat
dalam
pengambilan kebijakan. b. Bagi Asâtidz Diharapkan menjadi masukan bagi asâtidz agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, yang berkaitan dengan
KBM,
sehingga dapat mengantarkan peserta didik dalam pengembangan profesi yang dimiliki. c. Bagi Peneliti Penelitian ini selain secara formal sebagai syarat menempuh Sarjana Strata 1, juga untuk mengembangkan intelektual yang diperoleh selama ini.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif, dan makna merupakan hal yang esensial.12 Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah studi kasus penelitian lapangan (field research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa peneliti berangkat ke “lapangan” untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan alamiah. Dalam hal ini terkait erat dengan pengamatan peran serta peneliti lapangan biasanya membuat catatan
12
Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat dialami. Lihat dalam lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 3.
lapangan secara ekstensif yang kemudian dibuatkan kodenya dan dianalisis dalam berbagai cara.13 2. Kehadiran Peneliti Dalam
penelitian
kualitatif
keikutsertaan
peneliti
sangat
menentukan dalam pengumpulan data. Selain itu dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlakukan karena peneliti bertindak sebagai intrumen kunci, partisipan penulis sebagai aktor sekaligus pengumpul data sedangkan yang lain sebagai penunjang. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian tersebut adalah tempat di mana Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo berada dan sekaligus menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sebagai lembaga pendidikan. Dari hasil observasi yang penulis lakukan pada tangal 31 Februari 2009, lokasi Ponpes Hudatul Muna II Jenes Ponorogo berada di jalan Yos Sudarso B2 Jenes Broto Negaran yang tepatnya : a. Sebelah Barat
= Perkampungan penduduk Jenes Ponorogo.
b. Sebelah Timur
= Pondok Hudatul Muna I Jenes Ponorogo.
c. Sebelah Utara
= Jembatan (sungai)
d. Sebelah Selatan
= SMA Negeri 3 Ponorogo.
13
Ibid., 26.
4. Sumber data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama, sedangkan sumber data tertulis foto dan statistik adalah sebagai sumber data tambahan.14 Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data tersebut responden, yaitu orang yang merespon atau
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
peneliti,
baik
pertanyaan-
pertanyaan tertulis maupun lisan.15 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi sebab bagi peneliti kualitatif fenomenal dapat dimengerti maknanya secara baik. Apabila dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar belakang, di mana fenomena tersebut berlangsung dan di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan yang ditulis oleh atau tentang subjek). a. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud 14 15
digunakannya
wawancara
antara
lain
adalah
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 204. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 135.
(1)
Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,
motivasi,
tuntutan,
kepedulian
dan
lain-lain,
(2)
Merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, (3) Memproyeksikan kebutuhan-kebutuhan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, (4) Memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang, baik manusia maupun bukan manusia, (5) Memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.16 Untuk mengetahui lebih dalam tentang peran guru dalam menyusun pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran
‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2
Ûlâ, peneliti melakukan
wawancara dengan guru tentang sistem pembelajaran dan sarana prasarana. Hasil wawancara dari informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkip wawancara. Tulisan lengkap dari wawancara ini dinamakan transkip wawancara. b. Teknik Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatat secara sistematik terhadap segala yang tampak pada objek penelitian. Pencatatan yang dilakukan terhadap obyek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa yang diselidiki disebut observasi langsung. Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak
16
Arikunto, Prosedur Penelitian, 80.
pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki, misalnya peristiwa tersebut diawali melalui film atau rangkaian foto. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang melakukan observasi agar penggunaan teknik ini dapat menghimpun data secara efektif berikut ini: (1) pemilikan pengetahuan yang cukup mengenai obyek yang akan observasi, (2) pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian, (3) penentuan cara dan alat yang digunakan dalam mencatat pengamatan data, (4) penentuan kategori pendapatan gejala yang diamati, (5) pengamatan dan pencatatan harus dilakukan secara cermat dikritisi, (6) pencatatan setiap gejala harus dilakukan secara terpisah agar tidak saling mempengaruhi, (7) pemilikan pengetahuan dan keterampilan terhadap alat dan cara mencatat hasil.17 Adapun data yang
dikumpulkan
dengan
menggunakan
teknik
ini
adalah
pelaksanaan proses balajar mengajar ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran dan selain itu observasi yang diamati adalah letak geografis Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtabiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo. c. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman, sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual dan organisasi dengan membuktikan adanya suatu 17
2.
Tim Penyusun Ka-Prodi Tarbiyah, Metode Penelitian (Ponorogo: STAIN Press, 2008),
peristiwa atau memenuhi accounting. Sedangkan dokumen digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti surat-surat, buku harian, catatan khusus foto-foto dan sebagainya.18 Dokumen artinya barangbarang tertulis seperti buku, peraturan-peraturan notulen dan sebagainya. 6. Analisis Data Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data, meliputi data reductioan, data display dan conclution. Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar I
18
54-55.
Pengumpulan
Penyajian
Pedoman Penulisan Negeri (STAIN), Ponorogo, DataSkripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Data
Reduksi Data
Kesimpulan
Gambar I Langkah-langkah Analisis Keterangan: a. Mereduksi data dalam konteks penelititan yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksikan mempermudah
memberikan peneliti
gambaran
untuk
yang
melakukan
lebih
jelas
dan
pengumpulan
data
selanjutnya. b. Setelah data direduksi, maka langkah-langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network dan chat. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian.
c. Langkah kegiatan dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
G. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep tentang yang diperbaharui dari konsep
kesahihan
(validitas)
dan
keandalan
(reliabilitas).19
Derajat
kepercayaan dan keabsahan data (kredibilitas data). Dapat diadakan pengecekan dengan teknik : (1) pengamatan yang tekun dan triangulasi. Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsurunsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Ketentuan pengamatan ini dilakukan peneliti dengan cara: (a) mengadakan pengamatan terhadap faktor-faktor yang menonjol yang ada hubunganya dengan paradigma belajar dan mengajar, (b) menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini, dalam hal ini digunakan teknik dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
19
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 171.
kepercayaaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai peneliti dengan jalan: (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (c) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (d) membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, (e) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
H. Tahapan-Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan dalam penelitan ini ada 3 dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian, Tahaptahap tersebut adalah: 1. Tahap pra laporan, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian. 2. Tahap pekerjaan lapangan yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan
diri,
memasuki
mengumpulkan data.
lapangan
dan
berperan
serta
sambil
3. Tahap analisa data, yang meliputi analisa selama dan setelah pengumpulan data. 4. Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
I. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab dan masing-masing bab saling berkaitan dan merupakan kesatuan yang utuh, yaitu: Bab I : Pendahuluan, pada bab diberikan penjelasan tentang gambaran umum penelitian. Sedang penyusunannya terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan yang terakhir sistematika pembahasan. Bab II : Landasan teori, bab ini berfungsi untuk mengetahui kerangka acuan teori yang dipergunakan sebagai landasan melakuklan penelitian yang terdiri dari tujuan pendidikan islam, pengertian peran guru, pengertian pengajaran, komponen-komponen pengajaran, pengertian iman kepada Rasul, materi pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm yaitu; pengertian, tujuan, ruang lingkup. Fungsi umum mata pelajaran Aqidah dan rambu-rambu mata pelajaran Aqidah.
Di samping
memanfaatkan teori yang relevan untuk menjelaskan fenomena pada situasi sosial.
Bab III : Temuan penelitian ini merupakan tentang penemuan penelitian di lapangan yang meliputi kondisi umum Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat, peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ, apa faktor pendukung dan penghambat penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran di Madrasah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo, Bagaimana dampak penanaman Iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo. Bab IV : Berisi analisis, bab ini menganalisis data peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2
Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul
Muna II Jenes Ponorogo, faktor pendukung dan penghambat penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes ponorogo, dampak penanaman Iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-’Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo. Bab V : Penutup bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi pembaca yang mengambil intisari dari skripsi yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II PERAN GURU DALAM PENANAMAN IMAN KEPADA RASUL MELALUI PENGAJARAN ‘AQÎDAT AL-’AWÂM
A. Pengertian Peran Guru Menurut Amran peranan adalah “bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.”20 Sedangkan menurut Wrightmen sebagaimana yang dikutip oleh Ozer Usman peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu.21 Selanjutnya menurutnya lagi peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilaksanakan dalam suatu situasi tertentu, serta hubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Guru adalah pemimpin di sekolah yang menjadi tempat mengabdikan ilmunya. Ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak didiknya.22 Tanggung jawab seorang guru mengajarkan kepada anak didiknya ilmu yang
20
Amran, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Chaniago: TP. 1995), 449. Wrightman, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (TK: TP, 1995), 231. 22 Muhamad Jameel Zeeno, Sabtu, 10 Januari 2009 22: 03: 18-Oleh: Admin, Menjadi Pendidik Teladan, http://www.cahaya-islam.com/index.php.?pilih=new&mod=yes&aksi=lihat&id =323. diakses 12 April 2009. 21
bermanfaat dan berguna seluas-luasnya bagi kepentingan seluruh umat manusia.23 Menurut Abu Bakar Muhammad guru ialah perantara dua sarana yang lainnya. Dialah yang memilih dari berbagai ilmu pengetahuan itu, kadar yang lazim dan sesuai dengan murid, maka tugasnya meliputi mempelajari kejiwaan murid dan memiliki pengetahuan yang sempurna/lengkap tentang ilmu-ilmu mengajar, terutama yang akan diajarkan kepada muridnya, sehingga mudah menyampaikannya kepada murid secara berurut, sistematis, serasi, dan berkaitan satu sama lainnya.24 1. Ciri-Ciri Guru Ideal Para ahli cendikiawan telah menetapkan beberapa ciri seorang guru yang baik dengan harapan dapat menjadi guru yang ahli dalam bidangnya. Adapun ciri-ciri tersebut, yaitu ikhlas dalam mengemban tugas sebagai pengajar, memegang amanat dalam menyampaikan ilmu, memiliki kompetensi dalam ilmunya, menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya. Menjadi guru menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan (1992: 41) tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini: a. Takwa kepada Allah SWT Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia 23
Husein Syahatah, Sabtu, 12 Januari 2009 06: 56: 15-Oleh: Admin, Ciri Guru Ideal Dalam Islam, http://www.cahaya-islam. Com / index.php.? pilih = new & mod = yes & aksi = lihat & id = 327. diakses 12 April 2009. 24 Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 66-67.
sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia. b. Berilmu Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa
pemiliknya
telah
mempunyai
ilmu
pengetahuan
dan
kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Gurupun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat meningkat, sedang jumlah guru jatuh dari mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat. c. Sehat jasmani Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidat penyakit menular, umpamanya sangat membahayakan kesehatan anakanak. Disamping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan ”mens sana in corpore sano”, yang
artinya dalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepatah itu tidak benar secara keseluruhan, akan tetapi kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja. Guru yang sakitsakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didik. d. Berkelakuan baik Budi pekerti penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak mulia dalam ilmu pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi Muhammad SAW. Diantara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, diberlaku sabar
dan
tenang,
berwibawa,
gembira,
bersifat
manusiawi,
bekerjasama dengan guru-guru lain, bekerjasama dengan masyarakat.25 Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan, yakni berijazah, profesional, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepribadian yang luhur bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.
25
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 32-34.
Menurut Suparlan dalam bukunya Guru Sebagai Profesi, bahwa guru memiliki status profesional yaitu: a. Responsibility artinya memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. b. Autonomy artinya memiliki kemadirian untuk melaksanakan tugasnya. c. Accountability artinya memiliki rasa tanggung jawab terhadap proses dan hasil dalam pelaksanaan tugasnya. d. Competence artinya memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar yang telah ditentukan. e. Knowledge artinya memiliki pengetahuan yang luas dan keahlian untuk dapat mengemban tugasnya. f. Teacher Research artinya dapat merancang dan melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan tugasnya sebagai guru. g. Publications artinya dapat menyampaikan laporan tentang pelaksanaan tugasnya atau menerbitkan tulisan atau hasil pelaksanaan tugasnya kepada publik. h. Professional organization artinya secara aktif dapat mengikuti kegiatan organisasi pembinaan profesionalisme guru. i. Participative management artinya dapat berperan serta aktif dalam kegiatan yang terkait dengan pendidikan dan guru.26 Menurut Muliadi Kurdi, bahwa profil seorang guru ideal sangat tergantung pada kemampuan dan pengalaman intelektualnya. Guru harus
26
Suparlan, Guru Sebagai Profesi (Yogyakarta: Hikayat, 2006), 20.
memiliki ”skill labour” yaitu tenaga terdidik atau terlatih dengan kebiasaan-kebiasaan baik, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan subjek didik. Guru merupakan figur dalam penyuksesan pendidikan bagi anak didik. Tidak cukup hanya saja, bahkan guna dituntut harus memiliki akhlak yang baik seperti diajarkan oleh Rasulullah SAW.27 Muhammad ’Abd al-Qadir Ahmad menuturkan bahwa Rasul sosok sang pendidik, para sahabat sebagai subjek didik kala itu menangkap teladan yang luhur pada dirinya, berakhlak baik, memiliki ilmu dan memiliki keutamaan dalam semua gerak-geriknya. Jika seorang pendidik mempunyai karakter seperti di atas, akan disenangi oleh peserta didik, dengan sendirinya akan disenangi ilmu yang diajarkannya. Muhammad Abd al-Qodir mengatakan, ”banyak siswa yang memberi suatu ilmu atas materi pelajaran karena watak guru yang keras, akhlak guru yang kasar dan cara mengajar guru yang sulit. Di pihak lain, banyak pula siswa yang menyukai dan tertarik untuk mempelajari suatu ilmu atau mata pelajaran karena cara perlakuan yang baik, kelembutan dan keteladanannya yang indah. Tugas ini merupakan suatu pekerjaan yang berat dan sulit dicapai oleh seseorang, apabila ia tidak mempunyai karakter pendidik. Seorang pendidik mempunyai sifat terpuji dan mampu menyesuaikan diri baik dengan peserta didik maupun dengan masyarakat. Sikap seperti inilah
27
H:/opini_muliadi_kurdi_karakter_guru.htm diakses pada tanggal 22.
yang diketengahkan al-Qur’an dengan ungkapan ulul al bab (cendekiawan muslim). 2. Keutamaan Ilmu Tentang kemulyaan ilmu, sudahlah jelas dapat diketahui oleh setiap orang, sebab ilmu itu khusus dimiliki manusia. Dalam pada itu, segala sesuatu pertingkah selain ilmu, selain manusia memiliki juga binatang bisa memilikinya. Seperti misalnya keberanian, kuat, baik hati, belas kasih, dan lain sebagainya selain ilmu. Dengan ilmu pula, Allah mengunggulkan Adam as. diatas Malaikat dan bahkan kepada Adam pula ia diperintah agar sujud menghormati kepada-Nya. Cukup menunjukkan kemulyaan ilmu, dengan adanya menjadi wasilah (perantara) taqwa Allah, di mana dengan taqwa itu pula orang bisa menduduki keramat kemulyaan di sisi Allah dan kebahagiaan yang abadi. Gubahan syi’ir dikemukakan oleh Muhamad ibnu Hasan bin Abdullah,28 sebagai berikut: a. Tuntutlah ilmu, sungguh dia akan menghias dirimu dia perlebihan, dan pertanda segala pujaan. b. Jadilah dirimu, di tiap hari tumbuh berilmu ayo renangkan, ketengah samudra artian. Dari keterangan di atas jelaslah bahwa guru memiliki kedudukan yang sangat urgen untuk mengupayakan apa yang dibutuhkan dalam sebuah pengajaran karena gurulah yang mengemban tugas dalam proses
28
Syaikh Az-Zarnujiy, terj. Aliy As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Menara Kudus, 1978), 5-6.
pengajaran untuk mencapai sebuah tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pendidikan.
B. Pengertian Pengajaran Pendidikan Islam sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.29 Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berkesadaran dan bertujuan, Allah telah menyusun landasan pendidikan yang jelas bagi seluruh manusia melalui syariat Islam harus dipahami sebelum kita beranjak pada metode dan karakteristik pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara sosial.30 Menurut Abu Bakar Muhammad di dalam bukunya yang berjudul Pedoman Pendidikan dan Pengajaran mengatakan bahwa pendidikan ialah pemberian pengaruh dengan berbagai macam yang berpengaruh, yang sengaja kita pilih untuk membantu anak, agar berkembang jasmaninya, akalnya, dan akhlaknya, sehingga sedikit demi sedikit, sampai kepada batas kesempurnaan maksimal yang dapat dia capai, sehingga dia bahagia dalam kehidupanya sebagai individu dan dalam kehidupan kemasyarakatan (sosial) dan setiap
29 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS (Surabaya: Media Center, 2005), 8. 30 Abdurrahman al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Sekolah dan Madrasah, terj. Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani, 1996), 116-117.
tindakan yang keluar dari padanya, menjadi lebih sempurna, lebih tepat dan lebih baik bagi masyarakat.31 Dalam pendidikan terdapat unsur-unsur yang sangat berperan dalam proses belajar mengajar sebagai inti kegiatan pendidikan adalah interaksi proses belajar mengajar yang termasuk dalam unsur pendidikan yaitu guru, anak didik, alat, tujuan, dan lingkungan dan berbagai unsur pendukung lainya.32 Menurut Abdul Majid di dalam bukunya Perencanaan Pembelajaran bahwa, pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar. Dengan kata lain pengajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik.33 Sesungguhnya pengajaran, salah satu sarana di antara sarana-sarana pendidikan dan hanya khusus menyampaikan ilmu pengetahuan ke dalam pikiran dan mengisi ingatan-ingatan anak dengan masalah-masalah seni dan ilmu pengetahuan. Sarana-sarana pengajaran itu ada tiga, yaitu: guru, murid, dan ilmu pengetahuan (materi pelajaran). Guru ialah perantara dua sarana yang lainya. Dialah yang memilih dari berbagai ilmu pengetahuan itu, kadar yang lazim dan sesuai dengan murid, maka tugasnya meliputi mempelajari kejiwaan murid dan memiliki
31
Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 9. 32 Syaiful Bahri Jamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), 66. 33 Dikutip Abdul Majid dalam Mulyani Sumantri, kurikulum dan pengajaran, (Jakarta: Proyek LPTK, 1988), 16.
pengetahuan yang sempurna/lengkap tentang ilmu-ilmu mengajar, terutama yang akan diajarkan kepada muridnya, sehingga mudah menyampaikannya kepada murid secara berurut, sistematis, serasi, dan berkaitan satu sama lainnya.34 Menurut Ramayulis dalam bukunya Metodologi Pengajaran Agama Islam mengatakan bahwa para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan batasan pengertian tentang pengajaran, di antaranya seperti yang dikatakan oleh Hasan Langgulung bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. Dari terminologi di atas, terdapat unsur-unsur substansial kegiatan pengajaran yang meliputi: 1. Pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan. 2. Pemindahan pengetahuan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar mengajar. Pengetahuan yang dipindahkan diperoleh dari dua sumber, sumber Ilahi dan sumber manusiawi. Kedua jenis pengetahuan ini saling melengkapi dan pada hakikatnya, keduanya berasal dari Allah yang menciptakan manusia dan memberinya dengan berbagai potensi untuk bisa memahami dan memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang berasal dari sumber Ilahi ialah pengetahuan yang datang langsung dari Allah melalui wahyu-Nya. Adapun
34
Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, 66-67.
pengetahuan yang berasal dari sumber manusiawi ialah pengetahuan yang dipelajari manusia dari berbagai pengalaman pribadinya dalam kehidupan, juga dalam usahanya dalam menelaah dan memecahkan berbagai problem yang dihadapinya, atau melalui pendidikan dan pengajaran serta penelitian.35 Melihat beberapa pendapat di atas jelaslah bahwa pengajaran merupakan salah satu komponen yang sangat penting dari kegiatan pendidikan dan merupakan sarana inti yang digunakan dalam mencapai tujuan dan membentuk kompetensi peserta didik. Pengajaran sebagai suatu sistem yang dijadikan pola untuk suatu interaksi belajar mengajar untuk suatu waktu tertentu. Terdiri dari beberapa sub sistem atau komponen yang saling berhubungan satu dengan lainya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Proses yang dilakukan oleh sistem tersebut akan terhalang kalau salah satu komponennya keluar dari sistem, adapun komponen tersebut adalah: 1. Tujuan pengajaran. 2. Materi pengajaran. 3. Alat pengajaran. 4. Metode pengajaran. 5. Kegiatan belajar mengajar. 6. Evaluasi pengajaran.36
35 36
Ramayulis, Metodologi Pengajaran (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), 72. Ibid, 237.
Kerjasama semua komponen itu menciptakan situasi pengajaran yang mengisi perjumpaan guru dan murid atau murid guru dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. 1. Tujuan Pengajaran Tujuan pengajaran adalah suatu rumusan yang menunjukkan dan menjelaskan hal yang ingin dicapai. Tujuan tersebut menunjukkan atau menjelaskan perubahan apa yang harus terjadi, sebagai akibat dari pengajaran yang dialami
untuk murid. Antara lain perubahan dalam
berfikir, perasaan serta dalam tingkah laku murid. Pengajar harus dapat membuat perubahan itu terjadi, dan inilah yang disebut mengajar. Untuk itu ia perlu memikirkan bahan pengajaran yang dibutuhkan. Untuk merangsang
terjadinya
perubahan-perubahan
tersebut,
serta
cara
menangani bahan yang dimaksud yang harus disiapkan meliputi: bahan ajar, cara, alat yang digunakan.37 Tujuan sangat memegang peranan penting dalam mencapai sesuatu. Seseorang akan dalam hidupnya apabila ia memiliki tujuan hidup. Tujuan akan memberikan arah serta bimbingan bagaimana seseorang dapat mencapai tujuannya. Begitu juga guru dalam melakukan pengajaran, ia memerlukan tujuan agar dapat mengetahui tingkat keberhasilan pengajaran yang akan dilakukan. Dengan demikian tujuan pengajaran adalah segala
37
Ad. Rooijakkers, Mengajar Dengan Sukses (Jakarta: PT. Gramedia, 1980), 100.
sesuatu yang hendak dicapai sebelumnya, sedang, dan setelah kegiatan pengajaran berlangsung.38 Dari pengertian-pengertian di atas maka yang dimaksud dengan tujuan pengajaran adalah harapan mengenai gambaran prilaku siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor setelah mempelajari bahan pelajaran yang diajarkan oleh guru. a. Komponen-Komponen Tujuan Pengajaran Menurut
Oemar
Hamalik
komponen-komponen
tujuan
pengajaran meliputi: (1) tingkah laku terminal, (2) kondisi-kondisi tes dan (3) ukuran-ukuran prilaku. 1) Tingkah Laku Terminal Tingkah laku terminal berupa seperangkat perilaku yang harus ditunjukkan atau dikuasai siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai dilaksanakan. Untuk dapat mengetahui tingkah laku atau perilaku akhir setelah mengikuti kegiatan belajar megajar harus digunakan kata-kata operasional (kata-kata yang dapat menunjukkan peilaku siswa yang diukur oleh guru maupun pihakpihak lainya). Di antara kata-kata operasional yang dapat digunakan untuk mengamati atau mengukur perilaku siswa selama kegiatan belajar mengajar
38
berlangsung
antara
lain:
memilih,
mengukur,
Darwyan Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 99.
membandingkan,
menerapkan,
melakukan,
membuat,
dan
sebagainya.39 2) Kondisi-Kondisi Tes Kondisi tes yang dimaksudkan di sini adalah situasi pada saat dilakukan evaluasi atau tes terhadap tujuan pengajaran baik diakhir kegiatan proses belajar mengajar maupun pada saat diadakan ulangan harian, ulangan blok atau tes formatif maupun tes sumatif. Kondisi pada saat dilakukan evaluasi atau tes harus benar-benar dipersiapkan oleh guru yang meliputi aspek-aspek: a) Alat dan sumber yang harus dimiliki dan dipergunakan siswa sebagai sumber belajar berupa buku sumber, catatan dan sebagainya
yang
dapat
dipergunakan
siswa
untuk
menyelesaikan tes ulangan harian, ulangan blok, tes formatif maupun tes sumatif. b) Tantangan disediakan
yang waktu
dihadapkan yang
kepada
terbatas
siswa
untuk
hendaknya
siswa
dapat
menyelesaikan tes. c) Cara penyajian informasi dengan tulisan atau dengan mempergunakan media pengajaran. 3) Ukuran-Ukuran Prilaku Ukuran–ukuran
prilaku
adalah
ukuran-ukuran
yang
dijadikan standar atau patokan untuk mengukur perubahan tingkah
39
Darwyan Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, 100-101.
laku siswa selama maupun setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Ukuran prilaku berisi tentang standar minimum prilaku yang harus dikuasai dan diperlihatkan oleh siswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Ukuran-ukuran yang digunakan dirumuskan dalam bentuk prilaku baik aspek kognitif, afektif, maupun aspek psikomotor yang dapat mengukur ketercapaian tujuan pengajaran yang tampak pada diri siswa maupun hal-hal yang belum atau tidak tercapai oleh siswa.
2. Materi Pengajaran Komponen isi dan struktur materi merupakan materi yang akan diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isinya adalah materi-materi bidang studi seperti IPA, IPS, Aqidah, Fiqih, dsb. yang disesuaikan dengan jenis, jenjang dan jalur pendidikan yang tercantum dalam struktur program suatu sekolah.40 Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain di dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menyebut materi pengajaran dengan bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. 40
1999), 49.
Nana Syaodih S., Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuanya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam menyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik. Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran. Bahan pelajaran menurut Suharsimi Arikunto (1990) merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik.41 Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada anak didik.
41
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), 50.
3. Alat Pengajaran Alat ialah segala sesuatu yang dipergunakan oleh guru dari berbagai alat itu, untuk membantunya, memberikan pengertian kepada murid-muridnya, bagi sesuatu pengajaran baru yang sulit pemahamannya. Terkadang guru mempergunakan sebagai alat pembantunya, pengetahuan mereka yang telah lalu atau mempergunakan indera mereka sendiri. Guru menunjukkan kepada mereka sesuatu yang gampang mereka ketahui dengan mempergunakan salah satu inderanya. Jelas bahwa penggunaan alat-alat peraga semacam itu, temasuk menerapkan kaidah pengajaran yang pokok; yaitu secara bertahap dari yang sudah diketahui dan mulai dari yang dapat diraba dan diamati menuju kepada yang ma’qûl (rasional).42 a. Fungsi Media/Alat Dalam Pengajaran Dalam kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru media/alat pengajaran memiliki fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat bantu. 2) Sebagai sumber belajar. 3) Menarik perhatian siswa. 4) Mempercepat proses belajar mengajar. 5) Mempertinggi mutu belajar.
42
Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran , 97-98.
b. Manfaat Media/Alat Pengajaran Banyak manfaat yang diperoleh dari menggunakan media pengajaran dalam mengajar di antaranya: 1) Bahan pelajaran akan lebih jelas lagi ma’nanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. 2) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidal kehabisan tenaga, apabila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran di depan kelas yang berbeda secara bergantian. 3) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan keterangan guru, tetapi melakukan juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lainlain. 4) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 5) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitis. 6) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera seperti: terlalu besar, terlalu kecil, gerak terlalu lambat, gerak terlalu cepat, peristiwa masa lalu, kompleks, konsep yang terlalu luas.43
43
Darwyan Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam,124-125.
4. Metode Pengajaran Hadisusanto mengatakan bahwa sesungguhnya cara atau metode mengajar adalah suatu “seni” dalam hal ini “seni mengajar”. Sebagai suatu seni tentu saja metode mengajar harus menimbulkan kesenangan dan kepuasan merupakan salah satu yang dapat menimbulkan gairah dan semangat bagi anak didik. Istilah metode mengajar terdiri dari dua kata yaitu: “metode” dan “mengajar”, metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu metha + hodos, metha berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.44 Metode sebagai strategi pengajaran digunakan sebagi alat untuk mencapai tujuan belajar mengajar pada diri siswa karena dalam kegiatan pengajaran, tidak semua siswa dapat menyerap dan menguasai serta mengalami perubahan tingkah laku yang sama seperti yang diharapkan berdasarkan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Karena masingmasing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda,
maka diperlukan
strategi belajar yang tepat. Strategi pengajaran merupakan tindakan nyata dari seorang guru dalam mengajar dengan menggunakan cara-cara tertentu dan komponen-komponen pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Sekedar memberi gambaran atau untuk mengingatkan kembali para guru mengenai metode mengajar,
44
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, 107-108.
maka di bawah ini akan dibahas berbagai jenis metode mengajar yang utama digunakan dalam suatu mata pelajaran: a. Metode Tanya Jawab Ialah
cara
penyajian
pengajaran
oleh
guru
dengan
memberikan pertanyaan dan meminta jawaban kepada siswa metode ini dapat merangsang siswa untuk dapat mengemukakan pendapat dan pikiran masing-masing. b. Metode Ceramah Ialah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaanya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaanya. c. Metode Diskusi Ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk
mengadakan
perbincangan
ilmiah
guna
mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.45 Dari keterangan di atas jelaslah bahwa metode merupakan salah satu alat pengajaran dalam suatu proses pengajaran untuk mencapai tujuan.
45
Darwyan Syah, Perencanaan Sitem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, 135-141.
5. Kegiatan Pengajaran Kegiatan pengajaran (belajar mengajar) adalah terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Menurut Nana Sudjana pelaksanaan proses belajar mengajar meliputi pentahapan sebagai berikut.46 a. Tahap Pra Intruksional Tahap yang ditempuh pada saat memulai sesuatu proses belajar mengajar, yaitu: 1) Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siswa yang tidak hadir. 2) Bertanya kepada siswa sampai di mana pembahasan sebelumnya. 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya, dari pelajaran yang sudah disampaikan. 4) Mengajukan pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan bahan yang sudah diberikan. 5) Mengulang bahan pelajaran yang lain secara singkat tetapi mencakup semua aspek bahan. b. Tahap Intruksional Tahap pemberian bahan pelajaran yang dapat diidentifikasikan beberapa kegiatan sebagai berikut:
46
B. Suryosubroto, Proses Balajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 36-37.
1) Menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa. 2) Menjelaskan pokok materi yang akan dibahas. 3) Membahas pokok materi yang sudah dituliskan. 4) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh yang kongkret, pertanyaan, tugas. 5) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan pada setiap materi pelajaran. 6) Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi. c. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut Untuk mengetahui keberhasilan tahap intruksional, kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini antara lain: 1) Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa murid mengenai semua aspek pokok materi yang telah dibahas pada tahap intruksional. 2) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa (kurang dari 70%), maka guru harus mengulang pengajaran. 3) Untuk memperkaya pengetahuan siswa mengenai materi yang dibahas, guru dapat memberikan tugas PR. 4) Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberikan pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengajaran merupakan proses yang dilalui oleh guru sebelum dalam interaksi dengan murid dan sesudah selesainya pengajaran berlangsung.
6. Evaluasi Pengajaran Menurut Nana Sudjana di dalam bukunya Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar mengatakan bahwa evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu. Hasil belajar sebagai objek evaluasi terdiri dari ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Di bawah ini akan dijelaskan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik: a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (1)
gerakan refleks, (2) keterampilan gerakan dasar, (3) kemampuan perceptual, (4) keharmonisan atau ketepatan, (5) gerakan keterampilan kompleks, dan (6) gerakan ekspresi dan interpretatif.47 Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ke 3 ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Adapun di samping 6 komponen di atas juga terdapat 2 komponen yang berpengaruh pada kegiatan belajar mengajar yaitu; (1). Warga belajar, faktor diri warga belajar berpengaruh terhadap keberhasilan belajar adalah bakat, minat, kemampuan, dan motivasi untuk belajar, warga belajar merupakan masukan mentah (raw input). (2). Lingkungan, yang mencakup lingkungan sosial, lingkungan budaya dan juga lingkungan alam, merupakan sumber belajar dan sekaligus masukan lingkungan. Pengaruh lingkungan sangat besar dalam proses belajar. Dari komponen-komponen yang berpengaruh terhadap hasil belajar tersebut, komponen guru lebih menentukan, karena ia yang akan mengelola komponen lainnya sehingga dapat meningkatkan hasil proses belajar mengajar.48 Kerjasama semua komponen yang dijelaskan di atas menciptakan situasi pengajaran yang mengisi perjumpaan guru dan murid atau murid
47 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989), 22-29. 48 Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Diniyah (Jakarta: 2003), 3-5.
dan guru dalam usaha mencapai tujuan pengajaran sebagai sarana inti dalam pendidikan.
C. Pengertian Iman Kepada Rasul. Iman adalah kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup , tingkah laku dan perbuatan pemiliknya sehari-hari. Menurut Muhammad Chirzin mengatakan bahwa iman hendaknya berwujud pernyataan dengan lidah dilandasi ikhlas dan jujur dalam menjalankan perintah dan putusan Allah dan Rasul-Nya.49 Beriman kepada Rasul merupakan rukun iman yang keempat yang harus dipercayai dan diyakini oleh setiap mukmin, yang mana Rasul adalah orang yang menerima wahyu untuk disampaikan kepada umatnya. Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Baqarah :
«!$$Î/ ztΒ#u ôtΒ §É9ø9$# £Å3≈s9uρ É>Ìøóyϑø9$#uρ É−Îô³yϑø9$# Ÿ≅t6Ï% öΝä3yδθã_ãρ (#θ—9uθè? βr& §É9ø9$# }§øŠ©9 z↵Íh‹Î;¨Ζ9$#uρ É=≈tGÅ3ø9$#uρ Ïπx6Í×‾≈n=yϑø9$#uρ ÌÅzFψ$# ÏΘöθu‹ø9$#uρ “Bukankah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orangorang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah dan Nabi/Rasul Allah”. ( Q.S. al-Baqarah 2: 177) Firman Allah dalam surat Al-Ahzab: 56 yang tafsirnya “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bershalawatlah
49
Muhammad Chirzin, Konsep Dan Hikmah Aqidah Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 13-15.
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan ucapkan salam penghormatan kepada-Nya (Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad)”.50 Sebagai seorang muslim, kita wajib beriman kepada Nabi dan Rasul Allah, jumlah Nabi dan Rasul sangatlah banyak, akan tetapi dua puluh lima Nabi dan Rasul yang wajib diketahui, yaitu: 1. Âdam As
10. Ya’qûb As
19. Zakariyâ As
2. Idrîs As
11. Mûsâ As
20. Yahya As
3. Nûh As
12. Harûn As
21. Yusuf As
4. Hûd As
13. Dzulkifli As
22. Ayyub As
5. Shâlih As
14. Dâwûd As
23. Syu’aib As
6. Ibrâhîm As
15. Sulaimân As
24. ‘Îsâ As
7. Lûth As
16. Ilyâs As
25. Muhammad SAW
8. Ismâ’il As
17. Ilyasa As
9. Ishâq As
18. Yûnus As
Adapun sifat-sifat Rasul Allah diharuskan memiliki beberapa sifat mulia, sifat wajib bagi Rasul ini ada 4 macam, yaitu: 1. Shidîq Shidîq artinya benar, seorang Rasul harus menyampaikan sesuatu yang benar. Apapun yang disampaikan oleh seorang Rasul harus sesuatu yang benar. Jika ada orang yang mengaku Rasul tetapi ternyata menyampaikan kebohongan, maka tidak mungkin ia seorang Rasul Allah SWT.
50
Husnuddu’at, Kesaktian Shalawat Nabi (t.k: t.h). 11.
Sifat ini wajib dimiliki oleh seorang Rasul karena ia adalah penyampai ajaran Allah SWT. Kita sebagai orang beriman kepada Rasul harus berusaha memiliki sifat shidîq juga, karena berkata benar dan jujur merupakan bagian dari ajaran Islam yang harus dilakukan oleh semua umat Islam 2. Amânah Seorang Rasul wajib memiliki sifat amânah (dapat dipercaya). Hal ini menjadi keharusan karena ajaran yang disampaikan oleh Rasul adalah ajaran agama dari Allah. Jika Rasul tidak memiliki sifat amânah, bagaimana umatnya akan percaya sifat pada apa yang didakwahkan oleh Rasul tersebut. Namun demikian, kita sebagai seorang muslim juga harus menjadi orang yang amânah, agar kita dipercaya orang lain. Jika kita mendapatkan kepercayaan dari orang lain, maka kita akan mendapatkan banyak keuntungan dan kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat. 3. Tablîgh Tablîgh
adalah
menyampaikan.
Setiap
Rasul
pasti
menyampaikan semua ajaran Allah kepada umatnya. Rasul tidak akan menyembunyikan apa yang diwahyukan Allah kepadanya, karena hal tersebut tidak sesuai dengan sifat wajib yang dimiliki oleh Rasul. Semua Rasul, baik Rasul Nuh as, Rasul Ibrahim as, Rasul Musa as, Rasul Isa as, Rasulullah Muhammad as selalu menyampaikan ajaran yang disampaikan Allah melalui malaikat-Nya.
Kita sebagai seorang muslim juga mendapatkan tugas untuk menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang di sekitar kita. Orang yang
menyampaikan
ajaran
Islam
disebut
mubaligh.
Dalam
aktivitasnya, menjadi mubaligh tidak harus dalam bentuk ceramah, pengajian atau khutbah. Akan tetapi memberi nasehat kepada teman yang salah, berbuat kebajikan dan menjaga kerukunan dengan teman dan saudara adalah salah satu bertabligh (menyampaikan) ajaran Islam. Dari sini kita bisa menyadari bahwa kita semua bisa menjadi mubaligh dengan cara berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan. 4. Fathânah Fathânah artinya cerdas, cerdik atau jenius. Semua Rasul Allah adalah orang yang fathânah. Mengapa mereka harus fathânah! Karena ketika menerima wahyu dari Allah, para Rasul Allah harus dapat memahami dengan baik. Selanjutnya, saat menyampaikan ajaran Allah, para Rasul juga harus mampu menyampaikan bahwa bahasa yang mudah diterima umatnya. Pada saat umatnya tidak mengerti, maka Rasul Allah harus bisa menjelaskan dengan penuh kesabaran dan penjelasan yang tegas. Kita bisa membayangkan misi dakwah akan sulit dicapai kalau orang yang berdakwah tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan umatnya. Oleh karena itulah Rasul Allah pasti orang-orang yang cerdas dan pintar.51
51
Ibanah Suhrowardiyah, Aqidah Akhlak (Jakarta: Listafariska Putra, 2002), 51-52.
Jelaslah bahwa rukun iman tidak hanya sesuatu yang diyakini dalam hati saja, tapi keyakinan yang harus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menjalankan perintah-Nya sebagaimana risalah yang disampaikan lewat utusan-utusan-Nya.
D. Mata Pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm 1. Pengertian ‘Aqîdat al-‘Awâm ‘Aqîdat al-‘Awâm merupakan mata pelajaran kitab turâts yang memiliki pengertian bahwa materi-materi yang tertuang di dalamnya dengan menggunakan bahasa Arab yang membutuhkan makna gandul dengan bahasa Jawa untuk memahami materi tersebut. Adapun kitab ‘Aqîdat al-‘Awâm dikarang oleh Sayyid Ahmad Marzûqî. 2. Tujuan Pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm a. Memberikan pengetahuan, penghayatan dan keyakinan kepada warga akan hal-hal yang harus diimani, sehingga tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari. b. Memberikan pengetahuan, penghayatan dan kemauan yang kuat untuk meneladani sifat-sifat Nabî. 3. Ruang Lingkup Pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm Secara garis besar, pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm berisi materi pokok mengenai hubungan manusia dengan Allah, yaitu hubungan vertikal antara manusia dengan khaliknya mencakup dari segi ‘Aqîdat al-‘Awâm yang meliputi: iman kepada Allah, iman kepada malaikat-Nya, iman
kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada Rasul-Nya, kisah Nabî Muhammad, dan isra’ mi’raj.52 4. Materi Iman Kepada Rasul Dalam Pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm Setiap orang mukallaf, yaitu orang laki-laki atau perempuan yang sudah ‘aqil baligh diwajibkan untuk meyakini sifat wajib bagi Rasul yang ada 4 (empat) di atas, meyakini sifat jâiz Rasul, yaitu para Rasul juga memiliki sifat sebagaimana manusia biasa meskipun demikian tidak mengurangi derajat sebagi Rasul. Seperti, makan, tidur, sakit dll. wajib meyakini bahwa semua Nabî dan Rasul terjaga dari dosa (maksum) begitu juga dengan malaikat, namun demikian kedudukan Nabî dan Rasul lebih tinggi dari para Malâikat. Setiap orang mukallaf wajib meyakini sifat mustahil bagi Rasul yaitu: No. 1. 2. 3. 4
Shifat Mustahil Kidzbun Khiyânat Kitmân Balâdah
Arti dari Sifat Mustahil Berkata bohong Tidak dapat dipercaya Menyembunyikan Bodoh
Kebalikan dari Sifat Shidiq Amânah Tablîgh Fatônah
Setiap mukallaf diwajibkan mengetahui nama-nama Rasul yang 25 sedangkan Rasul yang lain cukup meyakini secara ijmal maksudnya, meyakini bahwa Allah memiliki Nabî Rasul yang banyak. Adapun namanama Rasul yang 25 yaitu: Âdam, Idrîs, Nûh, Hûd, Shâlih, Ibrâhîm, Lûth, Ismâ’il, Ishâq, Ya’qûb, Yûsuf, Ayyûb, Syu’aib, Harûn, Mûsâ, Dzulkifli,
52
Ahmad Marzuqi, ‘Aqidat al-‘Awam, terj. Bisyri Mushthofa (Rembang: Menara Qudus, 1957), 6-57.
Dâwûd, Sulaimân, Ilyâs, Yûnus, Zakariyâ, Yahya, ‘Îsâ, dan Muhammad adapun Rasul yang memiliki sebutan ûlul ‘azmi ada 5: Nabî Muhammad, Nabî Ibrâhîm, Nabî Mûsâ, Nabî ‘Îsâ, Nabî Nûh. Setiap mukallaf wajib meyakini kitab suci yang 4, sedangkan selain 4 wajib meyakini secara ijmal saja, adapun kitab suci yang 4 yaitu: 1. Kitab Taurât, diturunkan kepada Nabî Mûsâ. 2. Kitab Zabûr, diturunkan kepada Nabî Dâwûd. 3. Kitab Injîl, diturunkan kepada Nabî ‘Îsâ. 4. Kitab Qur’an, diturunkan kepada Nabî Muhammad. 53 Setiap orang mukallaf wajib meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyampaikan perintah Allah kepada semua manusia dan jalan di dunia sampai para malaikat, dan kita wajib meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW itu lebih utama-utamanya Nabi dan Rasul. Kita orang mukallaf wajib mengetahui nasab-nasabnya mulai dari urutan ayah dan urutan ibu, dari urutan ayah sampai ngadnan sedangkan dari urutan ibu sampai kilâb. Adapun keterangannya yaitu: dari urutan ayah, Nabi Muhammad SAW putra dari ‘Abdullah bin ‘Abdi al-Muthollib bin Hâsyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushoyyin bin Kilâb bin Murroh bin Ka’b bin Luayyin bin Ghâlib bin Fihri bin Mâlik bin Nadzr bin Kinânat bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyâs bin Mudlor bin Nizar bin Ma’addin bin ‘Adnan.
53
Marzuqi, ‘Aqidat al-‘Awam, terj. Bisyri Mushthofa, 16-27.
Sedangkan dari urutan ibu: nabi Muhammad SAW Putra dari Aminah binti Mahbin bin ‘Abdi Manaf bin Zuhroh bin Kilâb. Tambahan: ‘Abdi Manaf kakeknya ‘Abbdillah bukan ‘Abdi Manaf kakeknya Dewi Aminah. Setiap orang mukallaf wajib meyakini bahwa Nabi lahir di Mekkah dan wafat di Madinah. Nabi pertama kali menerima wahyu pada waktu 40 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Adapun anak Nabi Muhammad ada 7 yang 3 laki-laki dan 4 perempuan. Sebagai orang mukallaf juga harus mengetahui nama-namanya: Sayyid Qâsim, Sitî Ruqoddah, Sitî Ummu Kultsum, Sitî Fâtimah, Sayyid ‘Abdullah, Sayyid Ibrâhim. Dari Ibu Sitî Khodîjah, kecuali Ibrâhim dari Sitî Mâriyah. Nabi Muhammad ketika wafat meninggalkan 9 istri yang semuanya kala itu pernah disuruh memilih: milih surga atau suka dengan keindahan dunia. Semuanya memilih surga / memilih ikut bersama Rasulullah SAW. Adapun istri Nabi Muhammad SAW yaitu: ‘Âisyah, Hafshoh, Saudah, Shofiyyah, Maimûnah. Romlah, Hindun, Zainab, Juwariyah. Sebagai orang mukallaf juga wajin meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW di Isro’ dan Mi’rojkan sebelum hijrah kurang dari satu tahun. Isro’ yaitu perjalanan Nabi pada waktu malam dari Makkah sampai Baitul Maqdis. Mi’roj adalah perjalanan Nabi Muhammad ke langit tingkat 7 sampai pada sidrotun al-Muntahâ dan al-Mustawâ.
Ketika Nabi mi’roj Nabi menerima perintah dari Allah: agar Nabi dan umatnya bersama-sama menjalankan shalât 5 waktu dari Allah. Ketika Nabi Muhammad mi’roj Nabi bisa melihat Allah akan tetapi tidak bisa digambarkan. Setelah Nabi isra’ maka ditetapkannya shalat fardhu 5 waktu kepada umat manusia. Adapun orang yang pertama kali percaya Isro’ dan Mi’roj Nabi Muhammad adalah Abu Bakar Shidiq. 5. Fungsi Umum Mata Pelajaran ‘Aqidah Mata pelajaran ‘Aqidah di Madrasah Diniyah berfungsi: a. Pengembangan, yaitu meningkakan keimanan dan ketaqwaan warga belajar kepada Allah SWT. yang telah ditanamkan dalam ligkungan keluarga. b. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. c. Pencegahan, yaitu untuk menjaga hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembanganya demi menuju manusia seutuhnya. d. Pengajaran,
yaitu
menyampaikan
informasi
dan
pengetahuan
keimanan.54
54
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Diniyah (Jakarta: Departemen Agama Ri, 2003), 34.
6. Rambu-Rambu Pelajaran ‘Aqidah a. Pendekatan Untuk dapat melaksanakan pengajaran mata pelajaran ‘Aqidah dapat digunakan beberapa pendekatan antara lain: 1. Pendekatan emosional, yaitu pendekatan untuk menggugah emosi warga belajar dalam memahami dan meyakini ‘Aqidah Islam. 2. Pendekatan rasional, yaitu usaha memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran Islam. 3. Pendekatan fungsional, yaitu usaha untuk menyajikan ajaran Islam dengan menekankan pada segi kemanfaatannya warga belajar dalam kehidupan sehari-hari. 4. Pendekatan keteladanan, yaitu menyuguhkan keteladanan, baik yang
langsung
melalui
penciptaan
tingkah
laku
yang
mencerminkan iman, dan meneladani kisah-kisah Nabî.55 Selain
pendekatan-pendekatan
di
atas
dalam
rangka
mengupayakan perolehan (hasil belajar) yang bermakna dan tahan lama jika kemungkinan dapat juga menggunakan pendekatan keterampilan proses yang mengarah pada warga belajar aktif. Dalam pelaksanaan guru dapat menggunakan salah satu metode atau menggabungkan beberapa metode mengajar yang perlu diperhatikan, bahwa metode yang dipilih tersebut sesuai dengan tujuan pelajaran, materi pelajaran, sarana yang ada, serta waktu yang tersedia.
55
Ibid, 35-36.
Kemampuan dasar yang diharapkan pada warga belajar setelah menamatkan pendidikan di Madrasah Diniyah adalah: 1. Mengetahui dan meyakini kebenaran aqidah islam sebagaimana yang terdapat dalam rukun iman. 2. Dapat mencerminkan keimanan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengetahui dan meyakini sifat-sifat Allah, Rasul Allah dan Malâikat Allah. 4. Meneladani sifat-sifat Rasulullah.
BAB III PENGAJARAN KITAB ‘AQÎDAT AL-‘AWÂM KELAS 2 ÛLÂ DI MADRASAH HIDAYATUL MUBTADIAT HUDATUL MUNA II JENES PONOROGO
A. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo 1. Letak Geografis Madrasah Hidayatul Mubtadiat Jenes Brotonegaran Ponorogo merupakan salah satu Lembaga Pendidikan Islam sebagai tempat untuk kegiatan belajar mengajar non formal yang terletak di kelurahan Brotonegaran Kecamatan Kota Ponorogo Jawa Timur dengan batasbatasnya : 1. Sebelah Barat = Perkampungan penduduk Jenes Ponorogo. 2. Sebelah Timur = Pondok Hudatul Muna I Jenes Ponorogo. 3. Sebelah Utara = Jembatan (sungai) 4. Sebelah Selatan = SMA Negeri 3 Ponorogo. Kompleks Madrasah Hidayatul Mubtadiat Jenes ini terletak di kelurahan Brotonegaran ± 500 M di sebelah Selatan alon-alon Ponorogo. Penduduknya 90% beragama Islam. Karena
masyarakatnya adalah
masyarakat perkotaan, maka mata pencahariannya beraneka ragam antara lain: pegawai negeri, petani, pedagang, dan wiraswasta di kelurahan Brotonegaran ini. Di samping ada Madrasah Hidayatul Mubtadiat yang
dalam lingkup pesantren juga terdapat beberapa lembaga pendidikan lainnya, antara lain : Pondok Pesantren, TPQ Sunan Ampel, MTS/SMP, MA/SMA dan USG ( Universitas Satyagama Program Ekstensen) Dari sekian kawasan yang mengelilinginya tercipta suasana yang baik dan suasana keagamaan yang harmonis, sehingga hal yang demikian itu mendukung program pendidikan di Madrasah Hidayatul Mubtadiat Jenes Brotonegaran Ponorogo.56
2. Sejarah Singkat Madrasah Hidayatul Mubtadiat Jenes Ponorogo Madarsah Hidayatul Mubtadiat adalah salah satu lembaga yang berada di bawah yayasan Pondok Pesantren Hudatul Muna Jenes. Madrasah Hidayatul Mubtadiat awalnya bernama Madrasah Miftahul Huda, karena beberapa hal bernama Hidayatul Mubtadiat. Pondok Pesantren Hudatul Muna berdiri sejak tahun 1964 M dengan bermodal sebuah masjid dan sebidang tanah warisan. Awalnya santri Pondok tersebut banyak yang laju dari rumah, akhirnya santrinya banyak berkurang. Kemudian pada tahun 1964 M pondok diasuh oleh K.H. Qomarudîn Muftî selaku menantu K.H. Thoyyib. K.H. Qomarudîn Muftî lahir di Kembang Sawit, Kebonsari, Madiun pada tahun 1936 M, dari seorang ayah bernama K.H. Muftî,
56
Lihat transkip dokumentasi nomor: 01/D/24-V/2009 dalam lampiran skripsi ini.
sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Subuhul Huda, Kembang Sawit dan Ibu bernama Nyai Sringatun.57 Dari silsilah bapaknya beliau
dari K.H. Muftî bin K. Hasan
Munadi bin Mbah Kondo bin Kyai Ageng Rending Kincang Madiun, adapun silsilah dari ibu beliau putra Ibu Sringatun binti K.H. Umar Pucang Anom bin Kyai Kamil Tegalsari Jetis Ponorogo. Tahun 1944, beliau masuk Sekolah Rakyat (SR) III pagi (SD) di kembang Sawit dan tamat pada tahun 1950. Bersamaan itu pula, beliau sekolah Madrasah Diniyah masuk sore (MI) Ngujur ± 1 Km arah barat Kembang Sawit yang diasuh oleh al maghfurllâh K.H. Ali Rohmad pada tiap bulan Ramadhan beliau juga mondok/ pasan di Bacem bersama adik beliau yaitu Kasmuri dan keponakan beliau K.H. Ahmad Dardiri. Pada tahun 1953, beliau masuk Madrasah Tsanawiyah Kembang Sawit dan tamat pada tahun 1956 M. Madrasah Tsanawiyah saat itu pelajarannya sudah alfiyah, jawahirul maknun, dan lain-lain. Ketika itu Kembang Sawit terkenal dengan Pondok Pesantren Subuhul Huda, pengasuhnya adalah K.H. Munirul Ikhwan (adik ipar K.H Qomarudîn Muftî). Pada tahun 1957, beliau berangkat mondok ke Pon-Pes AlHidayah Sodetan Lasem yang diasuh oleh al-Maghfurllâh K.H Maksum. Selama 6 bulan, beliau berkhidmat dan mendapatkan gemblengan dari K.H Maksum. Tahun 1962, K.H Qomarudîn Muftî pindah ke Kembang Sawit dan pada tanggal 28 april 1964 menikah dengan Ibu Nyai Saudah Binti
57
Lihat transkip dokumentasi nomor: 02/D/24-V/2009 dalam lampiran skripsi ini.
K.H Thoyyib, Jenes Ponorogo ( seorang guru ngaji di desa Jenes Brotonegaran Ponorogo ).58 Setelah menikah dengan Ibu Nyai Saudah pada tanggal 28 April 1964 M, K.H Qomarudîn Muftî pindah dari tanah kelahirannya ke Jenes pada 27 Ruwah dengan diikuti 35 santri dari Pon-Pes Subuhul Huda Kembang Sawit. 3 hari kemudian datanglah bulan suci Ramadhan, maka beliau langsung mengaji kitab-kitab kuning. Sebelumnya pada tanggal 27 Rajab dengan diikuti dengan K.H Munîrul Ikhwân, K.H Qamarudîn Muftî berpidato di depan masyarakat yang isinya, “Insyâ Allah akan mendirikan Pondok Pesantren Hudatul Muna dan Madrasah Miftahul Huda”. Setelah melewati bulan suci Ramadhan, bertepatan tanggal 12 Syawal, janji tersebut ditunaikan. Akhirnya berdirilah Pondok Pesantren Hudatul Muna dan Madrasah Miftahul Huda di Jenes yang terletak di Kelurahan Brotonegaran, yang lebih terkenal Jenes-nya dari pada Desa Brotonegaran itu sendiri, yaitu di Jalan Yos Sudarso 2 B Ponorogo.59 Pondok
Pesantren
Hudatul
Muna
masa-masa
mencapai
kejayaannya antara tahun 1972-1980, yang pendidikanya meliputi pengajian kitab kuning (salaf), sorogan kitab, dan sorogan al-Qur’an, Pendidikannya juga ada yang di bagi menjadi kelas-kelas yaitu ibtida’, Tsanawiyah dan Aliyah pada waktu itu santrinya mencapai 300 lebih. Genap usia 53 tahun tepatnya tanggal 20 Januari 1989 atau Senin Wage
58 Ponpes Hudatul Muna, Sekilas Manaqib K.H. Qomaruddin Mufti ( Ponorogo: t.p., 2008), 1-7. 59 Ponpes Hudatul Muna, Sekilas Manaqib K.H. Qomaruddin Mufti ( Ponorogo: t.p., 2008), 1-7.
tanggal 12 Rajab 1409 H, sekitar pukul 04.00 WIB. beliau meninggal dunia dengan meninggalkan 11 anak. Selang beberapa bulan meninggalnya K.H Qomarudîn Muftî, akhirnya kepemimpinan pondok pesantren Hudatul Muna digantikan adik iparnya yaitu K.H Masduqi Toyyib. Pada waktu itu, belum ada perubahan sistem pendidikan dan masih menggunakan metode pendidikan ulama’ salaf. Tingkatan pendidikanya meliputi : Ibtida’, dari mulai kelas 1-6, kelas 1–3 Tsanawiyah dan kelas 1-3 Aliyah. Pada tahun 2000, K.H. Masduqi Thoyyib meninggal dunia setelah selama 10 tahun memimpin pondok pesantren Hudatul Muna. Sepeninggal K.H. Masduqi Thoyyib, Pondok Pesantren Hudatul Muna terpecah menjadi dua, yang sebelah selatan dipegang K.H. Abdul Qodir (keponakan K.H. Masduqi Thoyyib) dan sebelah utara dipegang oleh K.M. Munirul Janani, S.Pd.I. (putra sulung K.H. Qomaruddin Mufti). Walaupun terbagi menjadi dua tetapi memiliki pelindung pondok yang sama yaitu K.H. Masykuri Thoyyib (adik kandung K.H. Masduqi Thoyyib). Pondok bagian selatan bernama Hudatul Muna I dan sebelah utara bernama Hudatul Muna II dan madrasah diniyah yang awalnya bernama Miftahul Huda menjadi Hidayatul Mubtadiat. Pencetus nama itu adalah Ibu Siti Roudlotah Ni’mah beserta suami K.M. Muslih al-Barony yang mengkiblat nama Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiat Lirboyo Kediri. Kemudian diteruskan oleh K.M. Fauzi Muhtarom selaku adik ipar Ibn Siti
Roudlotun Ni’mah. Madrasah Hidayatul Mubtadiat ini terdiri dari ûlâ, wusthâ dan ’ulyâ sampai sekarang. Lembaga pendidikan yang dikelola di Pondok Pesantren Hudatul Muna 2 Antara lain: 1. Lembaga non formal: a. Madrasah diniyah yaitu program pendidikan agama system salaf dengan menekankan pendidikan akhlak, aqidah, fiqih, nahwu atau sharaf dan ubudiyah. Madrasah ada tiga tingkatan yaitu ûlâ, wushthâ dan ûlyâ. Madrasah ini dimulai setelah shalat Magrib sampai pukul 20.30 WIB. b. Madrasah Muratil Qur’an, madrasah ini mengkhususkan perbaikan dan pembetulan bacaan al-Qur’an dari segi makhroj dan tajwidnya. Madrasah ini berbentuk sorogan, yaitu santri maju satu persatu menghadap ustadz/ustadzah. Madrasah ini Madrasah ini berbentuk sorogan, yaitu santri maju satu persatu menghadap ustadz/ ustadzah madrasah ini juga diperuntukkan bagi santri yang menghafal al-Qur’an.60 2. Lembaga formal: a. Madratah Tsanawiyah Terpadu dan Madrasah Aliyah Terpadu Hudatul Muna, kedua madrasah ini berdiri pada bulan juni 2002 dengan menggunakan kurikulum terpadu, yaitu pendidikan modern berkurikulum departemen agama, sehingga murid-murid dapat
60
Lihat transkip dokumentasi nomor: 04/D/24-V/2009 dalam lampiran skripsi ini
mengikuti ujian negara. Namun, masih tetap menggutamakan mata pelajaran agama dengan perbandingan 70% agama dan 30% umum. b. SMK teknik informatika program keahlian teknik komputer dan jaringan. Sekolah ini pelaksanaannya dimulai pada Tahun Ajaran 2005/2006. SMK yang memakai kurikulum Diknas ini merupakan kerjasama antara lembaga pendidikan ponpes Hudatul Muna 2 dengan SMKN 1 Jenangan Ponorogo dan kelas 1-3 masuk sore dikarenakan terbatasnya ruang belajar. Sekolah ini juga dilengkapi laboratorium komputer. Pondok Pesantren Hudatul Muna 2 sekarang diasuh oleh K.M Munîrul Janâni, S.Pd.I (putra sulung K.H Qomarudîn Muftî), K.M.Muslih Albaroni dan K.M Fauzi Muhtarôm, keduanya menantu K.H. Qomarudîn Muftî. Mulai Tahun 2005 Ponpes Hudatul Muna 2 telah bernaung di bawah yayasan. Akhirnya segala kegiatan belajar mengajar yang ada di Ponpes Hudatul Muna 2 bernaung di bawah yayasan .
3. Visi, Misi dan Tujuan Sebagai suatu lembaga pendidikan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan perkembangan madrasah diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo merumuskan visi, misi dan tujuannya, sebagai berikut:
a. Visi Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 adalah: “Terbentukkan muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, cerdas, berpengetahuan luas, terampil, betanggung jawab, berguna bagi nusa dan bangsa.” b. Misi Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 adalah: 1) Melakskanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap santri berkembang secara optimal. 2) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama Islam dan budaya bangsa sehingga terbangun santri yang kompeten dalam berakhlak mulia. 3) Mendorong lulusan yang berkualitas, berprestasi, berakhlak terpuji dan bertaqwa kepada Allah SWT. c. Tujuan Madrasah Diniyah Hudayatul Mubtadiat: 1) Terbentuk siswa yang berkembang secara optimal dan berakhlaqul karimah. 2) Mewujudkan terbentuknya madrasah mandiri. 3) Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. 4) Tercapainya program madrasah. 5) Terlaksananya kehidupan madrasah yang Islami. 6) Menghasilkan lulusan yang berkualitas, berprestasi, berakhlakul karimah, dan bertaqwa kepada Allah SWT.61
61
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 11/D/24-V/2009 dalam lampiran skripsi ini.
4. Struktur Organisasi Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo Struktur organisasi Madrasah Diniyah merupakan komposisi dari sejumlah orang untuk bekerja sama, mengatur dan mengorganisir. Agenda madrasah untuk tercapainya proses pembelajaran yang ideal. Hal itu menunjukkan bahwa madrasah memerlukan pembagian tugas dari sekian pelaksana menejemen sebagai realisasi konkrit dari visi dan misi madrasah di tengah wacana keagamaan dan kebutuhan masyarakat.
5. Struktur Kepengurusan dan Organisasi Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo Susunan
kepengurusan
dan
struktur
organisasi
untuk
mempermudah dalam pembagian tugas dalam suatu lembaga pendidikan dangan pemetaan struktur yang dinamis untuk kegiatan dan pengelolahan sekolah atau madrasah dapat beroperasi secara struktural dengan pembidangan yang disepakati bersama. Dengan adanya struktur di madrasah, kewenangan masing-masing unit saling bekerja sama dan membantu untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebagaimana struktur di atas.62
62
Lihat transkip dokumentasi nomor: 06/D/24-V/2009 dalam lampiran skripsi ini.
6. Keadaan Asatidz dan Siswa Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo a. Keadaan asatidz Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo secara keseluruhan 29 asatidz. Data alamat dan nama-nama asatidz dapat dilihat sebagaimana terlampir. b. Keadaan siswa Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo secara keseluruhan 129 siswa tahun pelajaran 2008/2009. Data jumlah siswa Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo menurut pembagian sesuai dengan kelas sebagaimana terlampir.63
7. Sarana dan Prasarana yang Dimiliki Gedung merupakan sarana yang sangat dominan dalam kegiatan belajar mengajar. Adapun keadaan gedung Hidayatul Mubtadiat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:64
63 64
Lihat transkip dokumentasi nomor: 09/D/24-V/2009 dalam lampiran skripsi ini. Lihat transkip dokumentasi nomor: 10/D/24-V/2009 dalam lampiran skripsi ini.
Tabel V KEADAAN GEDUNG MADRASAH DINIYAH HUDATUL MUNA 2 JENES BROTONEGARAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2007/2008 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Ruangan Ruang Kelas Ruang perpustakaan Ruang Kepala Ruang Guru Ruang Tata Usaha Ruang Mandi/ WC Gudang
Jumlah 10 1 1 1 1 8 1
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
B. Diskripsi Data Penelitian 1. Peran Guru dalam Penanaman Iman kepada Rasul melalui Pengajaran ‘Aqîdat a-‘Awâm Siswa Kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo. Pendidikan
Islam
sebagai
upaya
untuk
mencapai
tujuan
pendidikan Nasional dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS memiliki salah satu tujuan prinsipil, yaitu pembentukan manusia muslim tidak hanya berilmu pengetahuan, tapi juga beriman dan bertaqwa. Pendidikan Islam tidak hanya melaksanakan transfer of knowledge, tapi juga melaksanakan hal yang tidak kalah pentingnya, yaitu transfer of value. Di mana anak didik setelah menyelesaikan suatu pelajaran diharapkan dapat mengaplikasikan apa yang telah diajarkan oleh guru dalam kehidupan sehai-hari. Keimanan kepada Rasul membawa implikasi dan efek ruhaniah yang dapat mempengaruhi moral dan perilaku manusia. Dengan kata lain, keimanan kepada Rasul memiliki nilai-nilai edukatif
yang tentunya sangat urgen untuk diaplikasikan dan merupakan acuan dasar dalam proses pendidikan agama. Adapun untuk mencapai tujuan prinsipil pendidikan Islam tersebut di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo telah menerapkan penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ustadz Fauzi Muhtarôm selaku kepala sekolah, bahwa: ”Untuk mencapai tujuan prinsipil pendidikan Islam, salah satu adalah dengan memberikan pengajaran iman kepada Rasul melalui materimateri ajar yang terdapat dalam kitab-kitab turôts seperti pada kitab ’Aqîdat al-’Awâm. Dimana dalam sebuah pengajaran guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap proses pengajaran yang harus dilalui oleh anak didik dan pendidik. Untuk itu guru dituntut untuk kompeten dalam bidangnya masing-masing apalagi dalam pengajaran iman. Guru harus mengupayakan pengajaran untuk mencapai tujuan dalam pelajaran yang diajarkannya dengan mengacu pada buku pedoman belajar mengajar yang ditentukan oleh pihak lembaga”.65 Dari keterangan di atas jelaslah bahwa di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo ini untuk mencapai tujuan prinsipil dan pendidikan nasional yang sesuai kondisi lingkungan dengan usaha pengajaran yaitu guru dibebankan untuk mengupayakan penanaman iman melalui pengajaran secara mandiri untuk mencapai tujuan pendidikan dengan mengacu pada pedoman belajar mengajar. Adapun kondisi pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm di Marasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ustadzah Husnul selaku guru ’Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ mengatakan bahwa: 65
Lihat transkip wawancara nomor 01/1-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran kripsi ini.
”Dalam pengajaran di sini guru diberi kebebasan untuk mengolah dan menyusun SKBM sendiri dan juga guru mengupayakan bagaimana pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm dapat terlaksana dengan baik. Meskipun demikian dari pihak lembaga sendiri menentukan pedoman belajar mengajar yang harus dilaksanakan oleh guru. Dalam pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm pada pedoman yang diberikan terdapat batasanbatasan materi pelajaran yang harus diberikan anak didik sesuai pada batas jam pelajaran dalam satu tahun pelajaran. Jadi dalam penyusunan pengajaran diserahkan sepenuhnya pada guru masingmasing sesuai materi yang relevan”.66 Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Ustadz Rohmat selaku waka kurikulum Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat mengataka bahwa: ”Dalam pengajaran guru diberi kebebasan membuat SKBM sendiri, kurikulum lebih kepada sistem salafi pada pondok-pondok pesantren pada umumnya. Meskipun demikian kami tetap mengacu pada pedoman belajar mengajar yang ditentukan oleh lembaga pendidikan sendiri”.67 Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa kondisi pengajaran iman kepada Rasul di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo, guru diberi kebebasan penuh dalam menyusun pengajaran dengan mengacu pada pedoman belajar mengajar yang telah ditentukan oleh yayasan. Selain itu guru juga mempersiapkan pengajaran dengan berbagai komponen-komponennya sehingga proses balajar mengajar dapat berjalan lancar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan akan dapat dicapai dengan baik. Pengajaran merupakan sarana pendidikan yang dilaksanakan untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan dengan memiliki beberapa kompenen-
66 67
Lihat transkip wawancara nomor: 03/2-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini. Lihat transkip wawancara nomor: 02/2-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini.
komponen yang harus dipersiapkan oleh masing-masing pengajar demi tercapainya sebuah tujuan pendidikan. Namun anehnya, banyak pengajar yang mengabaikan dari beberapa komponen pengajaran yang merupakan satuan yang saling terkait satu sama lain agar tujuan lembaga dapat tercapai. Mereka memiliki anggapan mengajar merupakan pekerjaan rutin yang setiap tahun dikerjakan dengan karakter murid yang setiap tahun sama dan merupakan hal yang sudah biasa untuk dilakukan tiap harinya tanpa adanya suatu persiapan dan perencanaan yang matang. Dengan demikian para guru tersebut mengajar sesuai yang diingat, tanpa melihat tingkat kompetensi anak saat akan memulai mengajar, tidak memiliki tujuan pengajaran, karena tidak memiliki ukuran hasil evaluasi sehari-hari sebelumnya, dan mengajar sesuai rasa keguruannya tanpa memperhatikan apa yang diperlukan siswa untuk dipelajari hari itu. Namun semua kenyataan itu tidak sama dengan kondisi yang ada di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo, karena di Madrasah ini setiap guru dalam pengajaran harus mempersiapkan segala sesuatunya yang dibutuhkan dalam pengajaran secara mandiri dengan berbagai upaya yang dilakukannya dalam sebuah pelajaran dengan mengacu pada pedoman yang ditentukan oleh yayasan. Sebagimana yang diungkapkan oleh Ustadzah Husnul tentang persiapan sebelum pengajaran berlangsung adalah sebagai berikut:
“Mempersiapkan apa yang dibutuhkan dalam pengajaran dengan matang. Kemudian pendalaman materi sebelum mengajar sangat penting karena materi pelajaran di sini berupa kitab turâts dengan bahasa Arab yang membutuhkan mentela’ahnya lebih dalam untuk bisa menerangkannya kepada anak didik. Dengan buku-buku terjemahan yang mempermudah kami dalam menyampaikan materi pengajaran”.68
Adapun upaya guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran kitab ’Aqîdat al-’Awâm dapat diketahui dari hasil wawancara dengan Ustadzah Husnul selaku guru ’Aqîdat al-’Awâm di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna 2 Jenes Ponorogo, mengatakan bahwa: “Peran guru sebelum mengawali pengajaran iman kepada Rasul terlebih dahulu mengetahui latar belakang siswa, pengetahuan yang telah dimiliki kaitanya iman kepada Rasul, melihat wujud dari tingkah laku sehari-hari yang berupa bentuk iman kepada Rasul. Setelah itu menentukan tujuan pengajaran iman kepada Rasul yang ada pada kitab ’Aqîdat al-’Awâm, yaitu siswa dapat menghafal nadzam beserta arti materi iman kepada Rasul, menyebutkan sifat wajib bagi Rasul beserta artinya, menyebutkan sifat mustahil bagi Rasul beserta artinya, menyebutkan 25 nama-nama Nabî, menunjukkan prilaku yang dijiwai sifat-sifat dan keteladanan Rasul.69 Setelah menentukan tujuan pengajaran guru mencari dan menentukan materi yang relevan untuk pengajaran iman kepada Rasul. Materi pelajaran merupakan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik yang nantinya mengisi fikiran anak didik untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai inti dari proses penyampaian pesan dalam pengajaran. Jadi pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya materi pengajaran. Dalam proses ini guru harus memahami dan menguasai materi 68 69
Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini. Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini.
yang akan diajarkan kepada anak didik, baik mengenai materi pokok maupun materi pelengkap/penunjang yang dibutuhkan dalam pengajaran. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ustadzah Husnul mengatakan bahwa: “Untuk materi iman kepada Rasul saya memakai pelajaran pokok saja yaitu ’Aqîdat al-’Awâm itu sudah cukup memadai karena di sini anak didik diwajibkan untuk menghafal nadzam pelajaran tersebut sebagai persyaratan naik kelas 3 sedangkan mengenai materi sudah cukup ditambah dengan keterangan dari guru secara detail karena untuk pelajaran ‘Aqidah di samping Madin juga diajarkan pada sekolah pagi jadi siswa yang sekolah pagi sekaligus Madin dapat dikatakan memiliki nilai lebih unggul dalam pelajaran ini. Dan juga terdapat pada pelajaran kitab lain yang di dalamnya membahas keteladanan atau pengajaran Rasul mengenai syariat, ibadah dll. Sebelum mengajar guru diharuskan untuk mentela’ah materi yang akan diajarkan dan menanyakan kepada ustadz/ustadzah yang lain jika ada kesulitan dalam hal tersebut”.70 Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa langkah awal upaya guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran kitab ’Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ oleh guru di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo adalah menentukan tujuan dari pengajaran iman kepada Rasul, menela’ah materi ’Aqîdat al-’Awâm sebelum
proses
belajar
mengajar
berlangsung,
dan
menanyakan
kemusykilan jika ada kepada guru yang lain. Untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran kitab ’Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ Madrasah Diniyah diperlukan alat bantu dalam menyampaikan pesan tersebut kepada anak didik. Sesuai degan kaidah pokok pengajaran
70
Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini.
yang perlu diterapkan dalam pengajaran, yaitu pengajaran dengan secara bertahap, dapat diketahui, diraba, diamati sehingga mencapai pada yang ma’qûl (rasionl). Namun demikian tidak semua alat pelajaran dapat diterapkan dalam semua pelajaran. Guru harus dapat memilih alat mana yang tepat untuk digunakan dalam pelajaran yang diembannya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ustadzah Husnul bahwa: “Dalam menyampaikan materi iman kepada Rasul melalui pelajaran kitab ’Aqîdat al-’Awâm alat yang biasa digunakan di sini sebatas peralatan yang ada di kelas, melihat CD sejarah pada masa lalu yang kaitannya dengan jejak Nabî. Karena masih minimnya peralatan pengajaran yang ada di sini”.71 Adapun termasuk alat dari pengajaran adalah metode yang memiliki pengertian sebagai jalan atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan belajar iman kepada Rasul yang telah ditetapkan karena masing-masing anak didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda dan minat belajar yang tidak selalu tingi. Jadi sebuah metode pengajaran juga sebagi komponen yang tidak bisa diabaikan untuk membantu tercapainya tujuan pengajaran. Adapun upaya yang dilakukan untuk itu sebagaimana yang diungkapkan oleh Ustadzah Husnul adalah sebagi berikut: “Metode yang digunakan dalam pengajaran iman kepada Rasul, seperti metode ceramah, tanya jawab, keteladanan mengenai tingkah laku yang dijiwai iman kepada Rasul. Namun terkadang keadaan siswa banyak yang mengantuk karena banyaknya aktifitas sehingga capek dan kurang semangat dalam pelajaran ini, saya menggunakan metode diskusi dan siswa mempresentasikan sendiri kepada temantemannya dan keteladanan. Kalau hanya satu, dua santri yang ngantuk biasanya cukup disuruh wudlu saja”.72
71 72
Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini. Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini.
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran kitab ’Aqîdat al-’Awâm kelas 2 dengan mengupayakan segala apa yang dibutuhkan dalam proses belajar mengajar di antaranya, pemilihan alat bantu pengajaran, dan juga menentukan metode pengajaran yang juga disebut sebagai alat pengajaran untuk membantu anak didik dalam memahami materi iman kepada Rasul sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran merupakan proses belajar mengajar. Jadi di dalam proses tersebut terdapat kegiatan yang dilalui oleh guru dan ini lebih disebut dengan interaksi/hubungan timbal balik antara guru dan anak didik. Semua itu harus diperhatikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar seperti memberi kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan materi pelajaran yang kemarin, menanyakan kepada anak didik mengenai pemahaman yang telah diingat mengenai materi kemarin, guru mengulang materi pelajaran yang sudah diajarkan tersebut secara singkat sebelum memulai ajaran materi yang baru. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi baru dengan menggunakan beberapa alat atau metode yang telah direncanakan oleh guru agar berjaln lancar sehingga tercipta situasi yang kondusif dalam kegiatan belajar mengajar. Setelah kegiaan inti belajar mengajar selesai dijalankan kemudian pada tahap akhir guru memberikan semacam pertanyaan atau tugas kepada anak didik untuk melihat dan mengukur pencapaian hasil yang diperoleh siswa. Namun semua tahapan tersebut tergantung pada pelajaran dan guru bagaimana
menyusun kegiatan belajar mengajar yang tepat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ustadzah Husnul bahwa: “Dalam kegiatan belajar mengajar kitab ’Aqîdat al-’Awâm pada tahap awal di kelas dengan mengabsen siswa, mengulang pelajaran yang kemarin secara singkat termasuk memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Kemudian sebelum masuk materi yang baru anak didik secara individu untuk hafalan nadzam dan dilanjutkan penyampaian materi iman kepada Rasul mengenai pengertian iman, Rasul, sifat-sifat Rasul, dan kisah-kisah Rasul. Kemudian guru memberikan pertanyaan kepada siswa seputar apa yang diajarkan secara lisan dan kadang juga tertulis. Diakhiri dengan memberi motivasi kepada siswa untuk menghafal sifat-sifat dan nama-nama Rasul termasuk nama 25 Nabî dan mencontoh sifat-sifat Rasul dalam kehidupan sehari-hari dan rencana tindak lanjut mengenai materi selanjutnya.”73 Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui langkah-langkah guru dalam kegiatan pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran ’Aqîdat al-’Awâm, terdiri dari beberapa tahap yaitu: tahap awal, tahap inti dan tahap evaluasi materi kemudian diakhiri dengan rencana tindak lanjut materi selanjutnya dan memotivasi santri untuk mengamalkan apa yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengetahui hasil pencapaian tujuan pengajaran guru harus mengadakan sebuah evaluasi pengajaran, yaitu pemberian keputusan nilai pada anak didik dalam pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran ’Aqîdat al-’Awâm dengan melihat segi kognitif mengenai pemahaman anak didik. Adanya timbal balik dari apa yang diajarkan oleh guru, dan melihat apakah pengajaran iman kepada Rasul tersebut benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh anak didik. Dan semua itu
73
Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini.
tetap mempertimbangkan dari proses yang diberikan dan dilalui oleh guru dan anak didik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ustadzah Husnul bahwa: “Untuk penilaian atau evaluasi apakah tujuan pengajaran iman kepada Rasul sudah tercapai dalam siswa dengan melihat dari 3segi, yaitu tingkat pemahaman materi dilihat melalui tanya jawab baik secara lisan ataupun tulisan setelah pelajaran selesai, kemampuan menghafal nazhom beserta artinya pada materi tersebut, tingkat keaktifan siswa selama pelajaran berlangsung, dan juga melihat pengamalan iman kepada Rasul dalam kehidupan sehari-hari.”74 Dari hasil semua wawancara di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran iman kepada Rasul akan lebih terarah dan tujuan mudah tercapai jika komponen-komponen pengajaran dapat mengisi perjumpaan guru dan murid secara kondusif dan saling bekerja sama satu sama lain.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Peran Guru dalam Penanaman Iman kepada Rasul melalui Pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm Kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo Apabila seorang guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm, maka guru harus terlebih dahulu mengadakan perencanaan pembelajaran dan persiapan yang matang dari masing-masing komponen yang saling terkait dan memenuhi satu sama lain. Hal ini dimaksudkan agar belajar mengajar (pengajaran) dapat berjalan dengan lancar dan kondusif, sehingga tujuan yang telah
74
Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/8-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini.
ditetapkan dapat dicapai dengan baik. Meskipun demikian proses belajar mengajar akan lebih konstan berbekas pada anak didik memerlukan sebuah motivasi/dukungan
dari lingkungan luar untuk mempermudah
anak didik dalam mengaplikasikan pengetahuan yang didapat. Adapun faktor pendukung penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm di Madrasah Diniyah siswa Kelas 2 Hidayatul Mebtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo adalah sebagaimana diungkapkan oleh ustadzah Husnul, selaku guru ’Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ, mengatakan bahwa: “Faktor pendukung dalam penanaman iman kepada Rasul kelas 2 ûlâ, yaitu anak masih usia mudah untuk diarahkan, anak menyadari sebagai orang Islam yang memiliki rukun iman sebagai pilar agama dan berkewajiban untuk mengimaninya termasuk iman kepada Rasul, dan karena madrasah ini lembaga yang bernaung di pondok maka suasana keagamaan yang kondusif mendukung anak didik dalam memiliki keagamaan yang baik.”75 Adapun faktor penghambat penanaman iman kepada Rasul bahwa:
“Kalau faktor penghambatnya anak terpengaruh lingkungan teman bermain karena anak pada usia ini mengalami puber atau gejolak tinggi anak sangat peka dengan sekitar sehingga mudah terpengaruh dengan trend-trend yang kurang baik, hiburan televisi yang kurang mendidik, pengaruh kemajuan teknologi seperti HP, Internet, majalahmajalah anak muda yang menyimpang dari agama Islam. Jadi pengaplikasian iman kepada Rasul dalam kehidupan sehari-hari siswa dapat terhambat karena pengaruh-pengaruh tersebut.”76 Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa upaya guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran akan mudah tercapai dengan beberapa faktor pendukung, di antaranya: anak mudah 75 76
Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-2/09-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini. Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-2/09-VI/2009 dalam lampiran skripsi ini.
diarahkan, anak menyadari kewajiban seorang muslim, dan lingkungan keagamaan yang kondusif. Akan tetapi ada penghambat pengajaran iman kepada Rasul terhadap anak didik disebabkan dengan beberapa faktor penghambat, yaitu pengaruh lingkungan, hiburan televisi yang kurang mendidik, dan pengaruh teknologi yang menyimpang dari agama Islam.
3. Dampak Penanaman Iman kepada Rasul melalui Pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm terhadap Siswa Kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo Pengajaran merupakan interaksi yang terjadi antara anak didik dan pendidik dengan komponen-komponen pengajaran yang lainya. Ukuran keberhasilan suatu pengajaran dilihat dari terciptanya situasi yang kondusif dalam aktivitas pengajaran. Dan tercapainya indikator dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, serta tertanamnya dalam diri siswa tentang kebutuhan akan belajar serta manfaat belajar. Siswa setelah selesai melakukan sebuah proses pengajaran yang kondusif dan semua komponen dapat telaksana tanpa hambatan sudah dapat dipastikan bahwa hasil pengajaran tersebut dengan mudah tercapai dan tampak pada tingkah laku siswa dalam kesehariannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Ustadzah Husnul mengenai dampak penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ bahwa:
“Siswa setelah menerima pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran ’Aqîdat al-’Awâm saya melihat tingkah laku dalam keseharian mereka sudah dikatakan lebih baik. Mereka cenderung memiliki sifat-sifat yang baik dengan berprilaku dan bersifat yang dijiwai iman kepada Rasul seperti sifat tanggung jawab, giat belajar, mengerjakan tugas yang diberikan guru. Meneladani kisah-kisah Rasul dalam keseharian dalam pergaulan, mengetahui sifat wajib dan mustahil bagi Rasul, mengetahui nama-nama Rasul Allah, siswa lebih antusias dan memiliki semangat untuk mengikuti kegiatan bershalawat/kegiatan al-barzanji malam jum’at pada tiap satu bulan sekali bagi siswa yang mukim di pondok”.77 Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa dampak penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ adalah anak memiliki tingkah laku yang dijiwai dengan sifat-sifat Rasul dalam sehari-hari, mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Rasul, meneladani kisah Rasul, dan memiliki semangat untuk mengikuti kegiatan bershalawat/kegiatan al-barzanji tiap satu bulan sekali bagi siswa yang mukim di pondok. Sedangkan Allah sendiri telah berfirman dalam surat al-Ahzâb: 56 yang tafsirnya “wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bershalawatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan ucapkan salam penghormatan kepadan-Nya (Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad)”. Jadi jelaslah bahwa pengajaran iman kepada Rasul memiliki dampak yang baik terhadap tingkah laku siswa sebagai hasil pengaplikasian pengajaran yang telah diupayakan guru beserta komponen yang terkait dan melengkapi satu sama lain.
77
ini.
Lihat transkip wawancara nomor: 03/3-W/F-1/10-VII/2009 dalam lampiran skripsi
BAB IV ANALISIS PERAN GURU DALAM PENANAMAN IMAN KEPADA RASUL MELALUI PENGAJARAN ‘AQÎDAT AL-‘AWÂM KELAS 2 ÛLÂ DI MADRASAH DINIYAH HIDAYATUL MUBTADIAT HUDATUL MUNA II JENES PONOROGO
A. Analisis Peran Guru dalam Penanaman Iman kepada Rasul melalui Pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm Kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo Pengajaran merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu proses pendidikan. Pengajaran sebagai sarana inti untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu untuk membentuk kompetensi anak didik sebagaimana SISDIKNAS Tahun 2003, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hai ini lembaga pendidikan khususnya pesantren sebagai lembaga pendidikan agama pada masa sekarang ini memiliki sistem pendidikan yang memadukan antara sistem tradisional dan modern dengan mendirikan atau memperbaharui lembaga pendidikan dengan sistem sekolah maupun madrasah. Ponpes Hudatul Muna II Jenes Ponorogo mengupayakan sebuah pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran ’Aqîdat al-’Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah. Dalam Madrasah, pengajaran sebagai inti atau komponen yang sangat penting dalam suatu proses pendidikan. Pengajaran iman kepada Rasul sendiri memiliki pengertian sebagai proses pemindahan
pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik dalam materi tersebut sebagai tahap awal membentuk kompetensi peserta didik. Pengajaran sebagai suatu sistem yang dijadikan pola suatu interaksi balajar mengajar untuk suatu waktu tertentu memiliki beberapa komponen pengajaran. Sebelum melakukan pengajaran iman kepada Rasul guru terlebih dahulu mempersiapkan segala komponen pengajaran yang dibutuhkan. Termasuk pembuatan SKBM secara mandiri pada masing-masing guru. Menentukan indikator pencapaian yang harus dicapai siswa/tujuan pengajaran, memilih materi yang relevan untuk mencapai tujuan tersebut dengan mengacu pada pedoman dari lembaga. Indikator yang harus dicapai siswa dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ’Aqîdat al-’Awâm, yaitu menghafal nadzam beserta artinya, menyebutkan sifat wajib bagi Rasul beserta artinya, menyebutkan sifat mustahil bagi Rasul beserta artinya, menyebutkan 25 nama-nama Nabî, menunjukkan prilaku yang dijiwai sifatsifat wajib Rasul, dan meneladani kisah-kisah Rasul. Madrasah Hidayatul Mubtadiat
dalam
penanaman iman kepada
Rasul melalui pengajaran guru hanya menggunakan materi pokok saja tidak menggunakan materi penunjang yang lain. Karena pada pelajaran ’Aqîdat al’Awâm diwajibkan untuk menghafalkan nazhom sebagai persyaratan naik kelas dan anak didik di samping pengajaran iman kepada Rasul di Madrasah Diniyah juga menerima pengajaran di sekolah paginya dan materi ini banyak tertuang di pelajaran yang lain. Jadi dapat disimpulkan tidak ada permasalahan
mengenai materi yang digunakan dalam pengajaran iman kepada Rasul kelas 2 Ûlâ. Dalam proses pengajaran (belajar mengajar) iman kepada Rasul melalui pelajaran ’Aqîdat al-’Awâm berlangsung guru memulai pelajaran dengan mengulang secara singkat mengenai pelajaran yang sudah diajarkan dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan materi yang belum difahami atau guru memberikan pertanyaan yang harus dijawab anak didik dan hafalan nazhom. Kemudian masuk pada pelajaran inti dengan menggunakan berbagai alat bantu yang ada di kelas karena minimnya sarana prasarana. Dalam menyampaikan pesan kepada anak didik guru memilih metode yang tepat. Melihat pelajaran berupa kitab turôts maka yang tepat dan biasa metode yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab, diskusi, dan keteladanan, tapi juga mempertimbangkan antusias siswa dalam menerima pelajaran karena siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Kegiatan akhir dari pengajaran adalah evaluasi. Evaluasi merupakan penilaian atau ukuran hasil pencapaian pengajaran yang hendak dicapai oleh anak didik harus melihat dari 3 ranah, yaitu
kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ’Aqîdat al’Awâm guru menggunakan penilaian yang meliputi: kognitif dengan memberikan pertanyaan setelah selesei pengajaran tersebut secara individu, pemberian tugas secara tertulis dan juga tugas hafalan pada anak didik, menilai keaktifan siswa pada saat pengajaran berlangsung dan melihat
aplikasian iman kepada Rasul dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dalam hal ini guru memberikan motivasi kepada anak didik untuk mengaplikasikan iman kepada Rasul dengan wujud tingkah laku yang dijiwai dengan iman kepada Rasul misalnya mencontoh sifat-sifat Rasul yaitu, shidiq. Amânah, tablîgh, dan fathânah. Jadi dengan berbagai peran yang dilakukan guru secara terciptanya pengajaran iman kepada Rasul yang kondusif dan tercapainya tujuan pengajaran dalam pendidikan. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan dengan bentuk pola sebagaimana di bawah ini:
INPUT
Peran Guru Dalam Penanaman Iman Kepada Rasul
Penanaman Iman Kepada Rasul Pengajaran:
Melalui Pengajaran ‘Aqîdat al-
- Komponen- komponen Pengajaran
‘Awâm
- Interaksi Kondusif - Terjadinya Pemindahan Pengetahuan - Mudah Menyerap Pengetahuan - Tujuan Pengajaran Mudah tercapai
Gambar II
B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Upaya Guru dalam Penanaman Iman kepada Rasul Melalui Pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm Kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo Pengajaran merupakan interaksi antara guru, murid, proses, dan lingkungan
alam
sekitar
yang
merupakan
komponen
yang
saling
mempengaruhi. Pengajaran iman kepada Rasul di Madrasah Diniyah memiliki lingkungan keagamaan yang kondusif di bawah naungan pondok pesantren yang sebagai tempat orang-orang belajar ilmu agama. Siswa menerima pelajaran mengenai iman kepada Rasul tidak hanya pada pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm di kelas 2 Ûlâ saja tetapi siswa juga menerima dari pelajaran-pelajaran lain yang di dalamnya juga membahas ajaran-ajaran Rasul mengenai tauhid sendiri, syari’at, ibadah dll. Di samping itu pada sekolah pagi siswa juga menerima pelajaran ‘Aqidah jadi ini akan mempermudah guru dalam pengajaran iman kepada Rasul agar lebih maksimal karena anak menyadari akan pentingnya iman kepada Rasul, dan anak pada masa tersebut masih mudah untuk diarahkan karena usia tersebut merupakan usia yang paling peka dengan linkungan sekitar. Pengaruh lingkungan belajar sangat besar terhadap hasil belajar. Sebagimana diterangkan di atas merupakan pengaruh baik yang mendukung proses pengajaran iman kepada Rasul dari lingkungan tetapi di samping itu juga terdapat pengaruh negatif yang dapat menghambat proses penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm kelas 2 Ûlâ, yaitu
siswa terpengaruh oleh lingkungan teman yang kurang baik, kemajuan teknologi yang disalah gunakan dan menyimpang agama Islam, hiburan televisi yang kurang mendidik dan kurangnya minat dan perhatian anak dengan berbagai alasan bisa karena kelelahan dll. Sedangkan anak didik sebagai bahan pokok (input) yang diolah untuk menjadi sebuah produk yang diinginkan jika pendidikan disebut sebagai pabrik untuk menghasilkan sebuah (out put) yang baik. Dari semua keterangan di atas dapat disimpulkan dalam bentuk pola di bawah ini:
INPUT
Faktor Pendukung
Penanaman Iman Kepada Rasul Melalui Pengajaran ‘Aqîdat al‘Awâm
- Anak Masih mudah
Faktor Penghambat
- Pengaruh Lingkungan
diarahkan
- Hiburan Televisi yang
- Menyadari sebagai orang
kurang mendidik
Islam - Suasana Keagamaan yang kondusif Gambar III
C. Analisis Dampak Upaya Guru dalam Penanaman Iman kepada Rasul Melalui Pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm Terhadap Siswa Kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo Peran guru dalam penanaman sebagai sarana pendidikan diharapkan nantinya siswa memiliki kemampuan dasar yang dapat ditunjukkan oleh siswa. Yaitu: mengetahui dan meyakini kebenaran ‘Aqidah Islam yang terdapat dalam rukun iman, dapat mencerminkan keimanan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui dan meyakini sifat-sifat Rasul Allah, dan meneladani dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaiamana penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ memiliki dampak yang lebih baik, terlihat setelah mendapatkan pengajaran iman kepada Rasul siswa lebih semangat untuk mengaplikasikan iman kepada Rasul dalam kehidupan seharihari. Siswa cenderung mecontoh 4 sifat wajib Rasul (shidîq, tablîgh, amânah, fathânah) siswa di samping mengetahui juga dapat mewujudkan dalam tingkah laku yang ditunjukkan siswa; giat belajar, mengerjakan tugas yang diberikan guru (PR, hafalan), terjalin pergaulan yang baik antara teman, lebih semangat
dalam
mengikuti
kegiatan
bershalawat
al-barzanji
yang
dilaksanakan tiap satu bulan sekali bagi siswa yang muqim di pondok dll. Sebagaimana
tafsir firman
Allah
dalam
surat al-Ahzâb: 56
“Sesungguhnya Allah SWT bershalawat kepada Nabî-Nya (dengan rahmat dan keridaan) dan malaikat pun bershalawat kepadanya (dengan istighfar).
Maka engkau wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bershalawatlah
kepadanya
(dan
katakanlah
Allâhumma
shalli
‘alâ
Muhammad)”.78 Dari semua keterangan di atas dapat disimpulkan dalam pola di bawah ini:
INPUT
Peran Guru Dalam
Penanaman Iman Kepada
Penanaman Iman
Rasul Melalui pengajaran
Kepada Rasul
‘Aqîdat al-‘Awâm
- Komponen-
Komponen
Dampak Penanaman Iman
Pengajaran
Kepada Rasul Melalui
- Faktor Pendukung
Pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm
- Faktor Penghambat
- Mengetahui Materi Iman Kepada Rasul - Mengahafal dan memahami dengan baik - Mengetahui nama-nama Rasul - Mengetahui sifat-sifat Rasul - Meneladani sifat Rasul dalam kehidupan sehari-hari Gambar IV 78
Husnuddu’at, Kesaktian Shalawat Nabi (T.K. : T.Th.), 11.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul dengan merencanakan dan menyusun secara matang semua komponen-komponen pengajaran iman kepada Rasul melalui pelajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo sehingga terciptanya suasana kondusif sehingga tujuan dari pengajaran mudah tercapai. 2. Faktor pendukung peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran ‘Aqîdat al-‘Awâm kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo yaitu: (1). Anak masih mudah diarahkan, (2). Anak menyadari akan pentingnya iman kepada Rasul, (3). Suasana keagamaan yang kondusif. Adapun faktor penghambat dari upaya guru dalam penanaman iman kepada Rasul yaitu: (1). Pengaruh lingkungan (teman, media, masyarakat sosial), (2). Hiburan televisi yang kurang mendidik, (3). Kurangnya minat dan perhatian anak. 3. Dampak peran guru dalam penanaman iman kepada Rasul melalui pengajaran iman ‘Aqîdat al-‘Awâm terhadap siswa kelas 2 Ûlâ di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiat Hudatul Muna II Jenes Ponorogo, bahwa siswa setelah mendapatkan pengajaran tersebut tidak hanya memiliki pengetahuan materi iman kepada Rasul saja tetapi dengan penuh
kesadaran mengaplikasikan iman dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk mencontoh dan meneladani Rasulullah.
B. Saran-saran 1. Untuk memaksimalkan hasil tujuan yang dicapai diharapkan dari pihak lembaga untuk lebih memperhatikan dengan melengkapi sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengajaran dan SKBM lembaga tersebut. 2. Meningkatkan untuk memotivasi siswa dalam mengaplikasikan iman kepada Rasul dalam kehidupan sehari-hari siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ad. Rooijakkers, Mengajar Dengan Sukses, Jakarta : PT Gramedia. 1980. al-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam Di Sekolah Dan Madrasah. Terj.Syihabudin. Jakarta : Gema Insani.1996. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. 1997. Chirzin, Muhammad, Konsep Dan Hikmah ‘Aqidah Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997. Chirzin, Muhammad. Konsep Dan Hikmah Akidah Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997. Derektorat Pendidikan Keagamaan Dan Pondok Pesantren. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Diniyah. Jakarta: Departemen Agama RI. 2003. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta : penerbit LP3ES. 1994. Ghazali, M., Bahri. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti. 2003. H:/opini_muliadi_kurdi_karakter_guru.htm. Harisah, Afifudin. “Kependidikan Islam”. Vol. 2 no.1. t.k : tp. Juli 2004. Jamarah, Saiful Bahri. Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional. 1994. ---------, Guru Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. 2000. Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2007. Mansur. Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. 2004. Moleong, J.Lexy. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000. Muhamad, Abu, Bakar. Pedoman Pendidikan Dan Pengajaran. Surabaya: Usaha Nasional, 1981.
Nafi’, M., Dian Dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara. 2007. Pusat Bahasa Indonesia Depdiknas, Kamus. Jakarta : Balai Pustaka. 2002. Ramayulis. Metodologi Pengajaran. Jakarta : Kalam Mulia. 2001. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.1989. Suparlan. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat. 2006. Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar . Jakarta: Rineka Cipta. 1997 Syah Darwyan. Perencanaan System Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Gaung Persada Press. 2007. Syahatah, Husein. Sabtu, 12 Januari 2009 06 : 56: 15-oleh: admin. “ciri guru ideal dalam islam, http://www.cahaya –islam . com/index. Php? Pilih =new dan mod = yes dan aksi = lihat + id = 327. diakses 12 April 2009. Syaltut, Mahmud, Syeikh. Aqidah Dan Syari’ah Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1984. Syaodih, S. Nana. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999. Terj. As’ad, Aliy, Syaikh Az-Zainury. Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan. 1978. Terj. Mushthofa, Bisyri Dan Marzuki, Muhammad. ‘Aqidat Al-‘Awam. Rembang: Menara Kudus. 1957. Tim Derektrorat Jendaral Kelembagaan Agama Islam. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Diniyah. Jakarta: 2003. Tim Penyusun Ka-Prodi Tarbiyah. Metode Penelitian. Ponorogo: STAIN Press 2008. Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Surabaya : Media Center, 2005. Zain, Aswan, Dan Djamarah, Bahri, Syaiful. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.1996. Zeeno, Jamel, Muhammad. Sabtu 10 Januari 2009 22: 03 18-oleh admin. “menjadi pendidik teladan”. http: //:www,cahaya – islam, com/ index php?
Pilih= new dan mod= yes dan aksi = lihat + id = 323, diakses 12 april 2009. Zulkarnain. Trasformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.