BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang serba modern seperti sekarang ini banyak penyakit yang bermunculan dan di derita oleh manusia, baik yang bersifat patologis ataupun fisiologis, tidak sedikit dari penyakit yang diderita tersebut membutuhkan tindakan pembedahan/operasi untuk proses penyembuhannya. Pusat kesehatan terbesar di Singapura SingHealth mencatat tiga juta pasien dan 175.000 pasien melakukan operasi bedah setiap tahunnya, itu mencakup 51% dari total jumlah operasi bedah di Singapura setiap hari (Arika, 2008). Data dari beberapa rumah sakit di Yogyakarta pasca gempa 27 Mei 2006, RSU Sardjito sejak hari pertama gempa hingga tanggal 7 Juli 2006 tercatat telah melakukan pembedahan terhadap 1.355 pasien. RS Panti Rapih telah melakukan 360 operasi dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebanyak 226 pasien operasi (Sofyan, 2006). Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Tindakan operasi atau pembedahan bisa menyebabkan kecemasan baik bagi pasien ataupun keluarga. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan klien. Maka tidak heran jika seringkali klien dan keluarganya menunjukkan sikap yang berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam
prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat berbagai macam prosedur pembedahan (Hawari, 2001). Data menunjukkan lebih dari 23 juta, kira-kira satu dari empat individu di Amerika serikat mengalami gangguan anxietas/kecemasan setiap tahunnya. Gangguan anxietas ini menghabiskan $46,6 miliar Amerika serikat pada tahun 1990 untuk biaya langsung dan tidak langsung, hampir sepertiga dari total biaya kesehatan jiwa di Amerika serikat yang sebesar $148 miliar (Stuard, 2006). Hasil survey dan wawancara langsung dengan keluarga klien bedah di bangsal bedah RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta dari 10 keluarga klien bedah semua mengalami kecemasan dengan tingkat kecemasan yang berbedabeda. Ini menunjukkan bahwa
tindakan operasi tidak hanya menyebabkan
kecemasan pada klien saja namun juga pada keluarga klien. Kemungkinan yang bisa terjadi apabila kecemasan pada keluarga tidak ditangani adalah kecemasan pada klien yang akan dilakukan pembedahan akan meningkat dikarenakan support system utama yaitu keluarga tidak berperan dengan baik. Kecemasan pada klien akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, sehingga proses penyembuhan klien akan menjadi lebih lama. Seseorang yang sangat cemas sehingga tidak bisa berbicara dan mencoba menyesuaikan diri dengan kecemasan sebelum operasi, seringkali menjadi hambatan pada paska operasi, pasien menjadi cepat marah, bingung, lebih mudah tersinggung akibat reaksi psikis, dibandingkan dengan orang yang cemas ringan.
Dari hasil observasi atau studi pendahuluan yang juga pernah dilakukan oleh (Dewi, 2008) selama satu minggu, dengan teknik wawancara di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, pada tanggal 15 Februari tahun 2008, didapatkan data bahwa dari 15 pasien yang mau melakukan operasi, 9 orang diantaranya merasa cemas, dengan data sebagai berikut: 1. Satu pasien mengatakan cemas dikarenakan tidak didampingi oleh kedua orang tua dan suami yang merupakan sumber dukungan, kedua orang tuanya berada diluar kota sedang suami sibuk mencari surat keringanan biaya operasi, tandatanda kecemasan yang dimiliki adalah pasien lebih banyak berdiam diri dan murung. 2. Tiga pasien mengatakan cemas karena saat di rumah sakit tidak didampingi oleh keluarga namun hanya didampingi oleh suami, dan tanda-tanda kecemasan yang dimiliki antara lain nafsu makan berkurang,sering bangun saat malam hari, muka terlihat puat dan murung. 3. Lima pasien mengatakan cemas dikarenakan tidak ada dukungan dari anakanak dan sanak saudara, tanda-tanda kecemasan yang dimilliki adalah jarang berkomunikasi, sering menanyakan keluarga, dan sulit untuk memulai tidur. 4. Enam pasien mengatakan tidak cemas dikaranakan mendapatkan dukungan dari keluarga, yaitu anak, istri, orang tua yang selalu mendampingi dan sanak keluarga yang bergantian mengunjungi. Iskandar (1998) Menyatakan bahwa keberhasilan penanganan suatu permasalahan keperawatan di rumah sakit tergantung dari banyak faktor. Salah
satunya adalah mengikutsertakan peran keluarga dalam menangani permasalahan suatu asuhan keperawatan yang kolaboratif. Sehingga dapat membantu dan mempercepat penyembuhan klien. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami gangguan kesehatan/dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit (Corey, 1999). Beberapa hal yang mesti dilakukan oleh perawat pada saat persiapan operasi diantaranya adalah memberikan dorongan pada pasien
untuk
pengungkapan, mendengarkan, pahami klien dan berikan informasi yang membantu menyingkirkan kekhawatiran klien, Libatkan peran dari keluarga atau sahabat
klien,
sepanjang
masih
memungkinkan,
Dorong
klien
untuk
mengekspresikan ketakutan atau kekhawatiran tentang pembedahan yang akan dihadapinya, Pertahankan komunikasi terbuka dengan klien (Freedman& Di Tomasso, 1994). Peran atau tugas keluarga dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan masyarakat sangatlah mempunyai arti dalam peningkatan dalam peran/tugas keluarga itu sendiri. Perawat diharapkan mampu meningkatkan dalam peran keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga (Hall & Lindzey 1994). Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien (Freedman& Di Tomasso, 1994). Mengingat sangat pentingnya mengikutsertakan peran keluarga dalam proses perawatan dan penyembuhan klien khususnya klien bedah, maka peran keluarga harus benar-benar dioptimalkan. Salah satu caranya adalah dengan mengatasi kecemasan pada keluarga. Untuk mengatasi kecemasan tersebut kita perlu terlebih dahulu mengetahui faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi kecemasan pada keluarga klien bedah. Oleh karena itu fokus pada penelitian kali ini peneliti ingin mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi kecemasan pada keluarga klien bedah tersebut.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang akan diangkat oleh penulis adalah sebagai berikut : Faktor- faktor apa yang mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga klien bedah di bangsal bedah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga klien bedah di bangsal bedah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
D.
Manfaat Penelitian a) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kemajuan di bidang ilmu keperawatan terutama untuk meningkatkan Asuhan Keperawatan terhadap klien bedah di bangsal bedah dengan mengikutsertakan dan mengoptimalkan peran dari keluarga dengan memperhatikan kecemasan pada keluarga
dan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kecemasan dari keluarga. b) Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit Memberi masukan pada rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan kepada pasien untuk lebih memperhatikan tentang pentingnya mengikutsertakan dan mengoptimalkan peran keluarga dalam perawatan khususnya pada kelurga klien bedah dengan memperhatikan
tingkat
kecemasan
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kecemasan. b. Bagi Ilmu Keperawatan Dapat digunakan sebagai salah satu sumber bacaan untuk penelitian dan pengembangan selanjutnya di bidang keperawatan khususnya berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga klien bedah di bangsal bedah.
c. Bagi Pasien dan keluarga 1) Membantu untuk mengurangi kecemasan klien. 2) Dapat membantu proses penyembuhan klien. 3) Optimalisasi peran keluarga, sehingga keluarga merasa puas dengan perannya.
E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Variabel yang diteliti Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu tingkat kecemasan keluarga klien bedah. 2. Subyek Keluarga dari klien bedah yang ada di bangsal bedah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Tempat penelitian Bangsal Bedah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode bulan April 2009
F. Penelitian Terkait Penelitian terkait tentang tingkat kecemasan sebelumnya sudah pernah di lakukan diantaranya adalah penelitian dari : 1. Fitri Arofiati (2001) Dengan judul penelitian : Tingkat kecemasan individu keluarga pasien ICU/ ICCU RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitiannya adalah : Keluarga yang menunggu pasien yang dirawat di ICU/
ICCU
PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta,
mengalami
Tingkat
kecemasan sedang sebanyak 30,6 %, Tingkat kecemasan luar biasa 27,8 %,Kecemasan berat 22,2 % dan kecemasan ringan 19,4 %. Perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian diatas adalah variabel penelitian, tempat serta waktu penelitian. Penelitian diatas hanya ingin mengetahui tingkat kecemasan individu keluarga pasien ICU/ ICCU RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta saja. 2. Asep Kuswandi (2000) Dengan judul penelitian : Tingkat kecemasan pasien saat menunggu giliran operasi di ruang penyakit bedah ( A2,B2 ) RSUP. DR. Sardjito. Hasil penelitianny adalah : Tingkat kecemasan pasien saat menunggu giliran operasi pada hari kelima menjelang operasi sampai dengan hari ketiga menjelang operasi adalah : ringan sampai sedang ( 59 % ), sedang sampai panik (28,5 % ), ( 12,5 % ) tidak mengalami kecemasan. Total kecemasan (
87,5 % ). Sedangkan perbedaannya dengan penelitian diatas adalah variabel penelitian, tempat serta waktu penelitian. Penelitian diatas untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien saat menunggu giliran operasi di ruang penyakit bedah ( A2,B2 ) RSUP. DR. Sardjito.