1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kehidupan organisasi saat ini sangat dipengaruhi oleh berbagai tantangan dan peluang yang hadir setiap saat, yang mendorong setiap organisasi untuk berjalan dengan sangat efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi proses kerja dalam organisasi bergantung pada bagaimana orang-orang dalam organisasi bekerja dan saling berinteraksi mencapai tujuan organisasi. Organisasi tidak lagi hanya membutuhkan orang yang memiliki kecerdasan dan kecakapan individual tinggi dalam mencapai tujuannya, namun lebih banyak membutuhkan orangorang yang sanggup saling bekerja sama dan memberikan effort optimal. Kecakapan bekerja dalam tim, saling membantu, meredam konflik, menekan tujuan pribadi demi tujuan bersama, saling terbuka, dan jujur menjadi faktorfaktor yang tidak saja menciptakan iklim kerja yang nyaman, namun juga mampu mengantarkan organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Kecakapan atau keterampilan tersebut di atas merupakan keterampilan interpersonal yang hanya dapat ditampilkan oleh individu yang peduli terhadap orang lain, dan berusaha menampilkan kinerja yang terbaik jauh melebihi yang diharapkan dari pekerjaannya. Dalam kata lain individu ini melakukan perilaku extra-role. Perilaku extra-role adalah perilaku dalam bekerja yang tidak terdapat pada deskripsi kerja formal karyawan tetapi sangat dihargai jika ditampilkan karyawan karena meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi 1
2
(Purba, 2004). Semua perilaku extra-role tersebut ditampilkan tanpa adanya konsekuensi reward yang eksplisit dan kaitan yang langsung dengan sistim penggajian. Dengan kata lain, tidak ada persyaratan kerja yang menuntut perilaku esktra tersebut, sehingga jika tidak dilakukan pun tidak akan terkena sanksi. Namun demikian biasanya perilaku tersebut memberi pengaruh terhadap efektifias organisasi. Pekerjaan Extra Role juga diistilahkan oleh Parviz sebagai Voluntarily Work (pekerjaan yang dilakukan seseorang secara sukarela walaupun bukan kewajibannya). Parviz menyatakan bahwa, karyawan yang melakukan banyak pekerjaan sukarela di luar tugas-tugas formal mereka, menjadikan mereka lebih efektif (dalam pekerjaan mereka, pen) dan mengarah pada kesuksesan organisasi (Ahmadi, 2011). Untuk pertama kalinya pada tahun 1977, Organ menamakan perilaku sukarela atau extra role ini dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang juga merupakan inti dari civic organizational behavior (perilaku sosial organisasi). Seiring dengan kebutuhan organisasi akan orang-orang yang mampu bekerja dalam tim yang lebih di atas kemampuan bekerja secara individu, OCB telah banyak diteliti terutama oleh sarjana-sarjana barat yang notabene memiliki budaya individualistik dalam bekerja. Sayangnya, di Indonesia tema OCB masih sangat jarang diteliti. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal namun terutama karena budaya orang Indonesia yang memiliki banyak kesamaan dengan karakteristik di dalam OCB seperti senang membantu, bertenggang rasa
3
terhadap masalah, dan menekan ambisi pribadi demi tujuan kelompok tanpa dikaitkan dengan tuntutan mendapatkan imbalan lebih. Melakukan penelitian dengan tema OCB dirasakan menjadi menarik bagi peneliti dikarenakan justru mulai munculnya fenomena budaya individualistik di tengah-tengah lingkungan kerja organisasi di Indonesia. Sudah tidak asing lagi bagi kita jika menyaksikan rekan kerja yang membatasi diri dengan deskripsi kerja (job description) nya saja. Ciri-cirinya antara lain mereka hadir dan pulang tepat pada waktunya, sangat terfokus saat melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya namun tidak peduli apabila ada suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab rekannya terbengkalai walaupun terjadi di hadapannya, secara umum kualitas pekerjaannya dilakukan dengan tepat waktu dan sempurna namun sangat peka jika kompensasi reward atas pekerjaannya tidak sesuai atau melebihi kontrak yang disepakati, biasanya kurang peduli dengan hal-hal yang terjadi dengan organisasi -yang penting ia melakukan tugas sebaik-baiknya dan mendapat imbalan sesuai dengan kontrak kerja-, individu semacam ini juga biasanya kurang loyal terhadap organisasi, ia akan segera mengundurkan diri seandainya organisasi mengalami kemunduran dan merasa masa depannya tidak lagi menjanjikan. Kondisi tersebut menjadi dilema karena secara formal, kebanyakan orang-orang seperti ini adalah para pekerja yang disiplin, bertanggung jawab atas pekerjaannya, dan memiliki kualitas kerja yang tinggi, atau dengan kata lain memiliki kinerja yang baik. Namun di sisi lain, organisasi tidak dapat mengharapkan bantuannya di saat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang
4
bersifat sosial dan tidak berkaitan dengan penilaian kerja. Sebenarnya pimpinan dapat segera mengidentifikasi adanya sesuatu masalah dalam lingkungan kerjanya, karena terdapat ketimpangan antara prestasi kerja individu dengan kekompakan tim. Biasanya anggota tim mengeluhkan koleganya ini karena kurang dapat membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di dalam pekerjaan, disamping tidak terjadi hubungan personal yang baik karena tidak adanya waktu di luar jam kerja, sehingga sulit menciptakan keakraban dan kekompakan tim. Secara makro, keadaan ini menjadi tidak baik bagi organisasi karena jika kekompakan tim berkurang, maka pada gilirannya tujuan-tujuan organisasi menjadi sulit tercapai. Dalam penelitian sebelumnya dinyatakan, komitmen keorganisasian dan kepuasan kerja dinyatakan sebagai faktor pembentuk (anteseden) langsung OCB (Ackfeldt & Coote, 2000). Pekerja yang memiliki komitmen keorganisasian, memberikan penilaian positif bagi keanggotaan dirinya dalam organisasi dan seringkali membangun harapan terhadap masa depan dirinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan seseorang dalam bekerja tidak terlepas dari faktor-faktor internal dan eksternal, di mana kepuasan kerja yang berujung pada komitmen keorganisasian menjadi salah satu faktor internal penting tercapainya prestasi kerja di samping faktor eksternal berupa dukungan dari lingkungan (atasan, rekan kerja, dan bawahan) kerja. Komitmen anggota organisasi menjadi penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidup apapun jenis organisasinya. Komitmen
5
menunjukkan hasrat karyawan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi organisasi (Amilin & Dewi, 2008). Oleh sebab itu studi tentang komitmen menjadi penting karena komitmen keorganisasian dapat mempengaruhi kreatifitas, inovasi, dan daya adaptasi karyawan, dan mengurangi perilaku menarik diri (withdrawal behavior) seperti terlambat datang dan turnover pegawai (Ortiz, 2009). Meyer dan Allen mengindikasikan bahwa komitmen keorganisasian adalah sebuah hubungan (link) yang bersifat psikologis antara seseorang dan organisasi yang menyebabkan kecil kemungkinan dirinya meningggalkan organisasi (Ortiz, 2009). Sekolah Islam Terpadu (SIT) Darul Abidin adalah lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah menengah pertama (SMP). Sejak didirikan pada tahun 1998, SIT Darul Abidin berkembang menjadi institusi dengan 700 siswa dan mempekerjakan 90 orang guru. Jelas Darul Abidin membutuhkan pegawaipegawai yang memiliki keterikatan tinggi dengan sekolah sekaligus memiliki kinerja yang baik. Namun dari situasi yang ada pada saat ini, masih terdapat tindakan-tindakan indispliner yang menunjukkan kinerja yang bermasalah, seperti datang terlambat dan pulang sebelum waktunya, guru yang terlambat masuk ke dalam kelas, dan tertidur pada saat jam kerja. Hal tersebut paradoks dengan guru yang memiliki kinerja baik, tidak pernah datang terlambat, menyelesaikan tugas sesuai waktunya, tidak pernah meninggalkan kelas, tapi akan segera pulang sesaat waktu kerja berakhir, tidak
6
memperhatikan apakah masih ada siswa yang masih di kelas karena belum dijemput, atau ada orangtua siswa yang ingin bertemu dengannya. Ada juga yang tidak melayani telepon dari orangtua siswa yang berkenaan dengan masalah di sekolah, di luar jam kerja.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan situasi dan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran OCB guru di SIT Darul Abidin? 2. Bagaimanakah gambaran komitmen keorganisasiannya? 3. Bagaimanakan gambaran kinerjanya? 4. Apakah OCB berpengaruh terhadap kinerja? 5. Apakah komitmen keorganisasian berpengaruh terhadap kinerja? 6. Apakah OCB dan komitmen keorganisasian secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang model pengembangan SDM yang berkaitan dengan kinerja, sesuai dengan visi misi SIT Darul Abidin. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh perilaku extra-role (OCB) terhadap kinerja guru 2. Pengaruh komitmen keorganisasian terhadap kinerja guru
7
3. Pengaruh perilaku extra-role (OCB) dan komitmen keorganisasian terhadap kinerja guru.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi manfaat atau kegunaan dari perspektif: a) Bagi lembaga tempat dilaksanakannya penelitian , dapat menjadi bahan masukan yang kemudian dapat dikaji dan diformulasikan ke dalam bentuk strategi lembaga dalam pengembangan SDM. b) Bagi dunia pendidikan, memberikan tambahan literatur penelitian tentang perilaku organisasi, khususnya OCB di kalangan guru di Indonesia. c) Sebagai rujukan dan bahan literasi bagi para mahasiswa dan peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya khususnya yang berkenaan dengan perilaku organisasi.