BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Berdasarkan pengalaman pribadi yang dialami peneliti, ketika peneliti sedang melaksanakan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN), ketua RT di tempat peneliti melaksanakan tugas KKN adalah seorang guru di SLB C Sukapura Bandung. Ketika itu adanya perbincangan antara peneliti dan guru tersebut, membicarakan tentang kegiatan bernyanyi yang ada di sekolah SLB C Sukapura, kemudian guru tersebut menawarkan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di SLB C Sukapura, karena anak-anak SLB C Sukapura gemar akan menyanyi. Ketika itu peneliti berfikir bagaimana anak tunagrahita bisa bernyanyi, sedangkan pada saat itu bayangan peneliti tentang anak tunagrahita adalah anak yang sulit berbicara dan berkomunikasi. Peneliti beranggapan bahwa anak tunagrahita tidak bisa bernyanyi. Setelah ada perbincangan, bahwa anak tunagrahita sama saja dengan anak normal, mereka senang menyanyi hanya pada pengucapan liriknya kadang terdengar balelol. Dari hasil perbincangan tersebut, maka peneliti bersedia untuk melaksanakan penelitian di SLB C Sukapura Bandung. Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di bawah ratarata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Anak tunagrahita ringan merupakan anak tunagrahita dengan tingkat intelegensi IQ
1
2
berkisar 51-70. Mereka memerlukan layanan pendidikan khusus. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan anak luar biasa bertujuan untuk mengembangkan seoptimal mungkin aspek kognitif, afektik, dan psikomotorik siswa luar biasa. Ketunagrahitaan mengacu pada kemampuan intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata. Kondisi ini menyebabkan anak tunagrahita sulit berkomunikasi dan bersosialisasi, sehingga anak tunagrahita mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri, proses itu berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah berinteraksi dengan manusia lainnya. Manusia dapat hidup dan bertahan jika menjalani kehidupan sebagai sebuah aktifitas interaksi, komunikasi dan kerjasama dalam jaringan kedudukan dan perilaku. Komunikasi itu penting dalam kehidupan manusia, karena komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan kepada orang lain agar orang lain itu mengerti. Salah satu cara komunikasi yaitu berbicara, dengan berbicara segala pesan atau informasi dapat disampaikan. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan fikiran, gagasan dan perasaan. Perkembangan bicara pada anak tunagrahita lebih lambat dari anak normal. Umumnya anak tunagrahita lebih banyak menggunakan kata-kata yang lebih umum. Anak tunagrahita tidak bisa menggunakan kalimat majemuk dalam percakapan, ia hanya dapat menggunakan kalimat tunggal. Ketika perkembangan berbicara anak tunagrahita dibandingkan dengan tahapan perkembangan berbicara
3
anak normal, pada umumnya anak tunagrahita tidak dapat berbicara seperti anak normal lainnya, mereka mengalami gangguan artikulasi, kualitas suara, dan ritme. Selain itu anak tunagrahita mengalami kelambatan mengekspresikan bahasa yang ia peroleh dari proses mendengar (expressive auditory language) dan sulit mengekspresikan diri. Hal itu terjadi karena adanya keterbelakangan mental. Berdasarkan hasil Identifikasi awal terhadap permasalahan yang dirasakan guru pada beberapa anak tunagrahita ringan
di SLB C Sukapura Bandung,
gangguan bicara dan bahasa terdiri atas masalah artikulasi. Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf dan sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf. Di sekolah SLB C Sukapura Bandung, terdapat mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang bertujuan untuk membantu kelancaran berbicara siswa. Selain itu ada kegiatan benyanyi yang dilaksanakan pada hari sabtu. Kegiatan ini dapat berfungsi sebagai sarana untuk membantu kelancaran berbicara dan berekspresi siswa. Ketika mereka bernyanyi khususnya anak tunagrahita ringan, mereka dapat mengikuti kegiatan ini dengan senang. Dalam bernyanyi mereka sudah tepat nada, hanya saja permasalahannya pada pengucapan kata, yaitu artikulasinya yang kurang jelas. Metode yang digunakan dalam kegiatan bernyanyi ini yaitu melalui metode imitasi, dimana guru menyanyikan lagu dan anak mengikutinya, selain itu guru memfasilitasi dengan cara mengiringi anak ketika bernyanyi, menggunakan alat musik gitar atau keyboard, lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu yang anak senangi.
4
Menurut Djohan (2009:248-249) musik bermanfaat bagi anak-anak yaitu bagi mereka yang terutama mengalami gangguan fisik atau mental. Anakanak yang mengalami kesulitan belajar, gangguan bicara, masalah prilaku, gangguan emosi, autis, dan sindrom rett, juga yang berkemampuan lebih atau jenius. Bernyanyi membantu klien yang mengalami gangguan perkembangan artikulasi pada keterampilan bahasa, irama, dan kontrol pernafasan. Dari paparan di atas, peneliti ingin membantu meningkatkan kemampuan pengucapan artikulasi melalui kegiatan bernyanyi, karena dengan kegiatan bernyanyi mereka merasa senang, dan dengan bernyanyi sebuah lagu atau nyanyian mengandung kata-kata. Melalui kata-kata dalam lagu tersebut, anakanak belajar berbicara dengan artikulasi yang jelas dan benar. Tetapi melalui kegiatan menyanyi dengan penyampaian materi dengan pola lagu yang berjenjang. Hukum Latihan (The law of Exercise) dalam teori Koneksionisme, hukum ini menjelaskan bahwa hubungan antar perlakuan (S) dan tindakan (R) akan menjadi lebih kuat jika hubungan tersebut dilakukan berulang ulang. Sebaliknya hubungan tersebut akan melemah jika jarang dilakukan. Dalam konteks belajar dan pembelajaran, hukum ini menekankan pentingnya latihan atau pengulangan (drill) dalam menggunakan materi yang dipelajari untuk memperkuat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran tersebut. Sebaliknya, kurangnya latihan atau pengulangan dalam penggunaan materi yang dipelajari akan menurunkan penguasaan siswa terhadap materi tersebut. (Gintings, 2008:20) Dari paparan teori di atas, maka peneliti ingin membantu meningkatkan kemampuan pengucapan arikulasi anak tunagrahita ringan, melalui kegiatan bernyanyi dengan pola latihan yang berulang-ulang, namun memiliki kesulitan yang berjenjang.
5
Menurut teori Operant Conditioning yang dikembangkan oleh Skinner yang juga didasarkan pada teori S-R,bahwa skinner menyarankan agar prilaku yang akan dicapai diuraikan dan diurutkan atas sejumlah komponen prilaku yang spesifik. Ketika sebuah komponen prilaku telah tercapai, berikan penghargaan sebagai reinforcement agar tercapai pula komponen prilaku berikutnya, begitu seterusnya sehingga dicapai komponen prilaku akhir yang akan dicapai.(Gintings, 2008:25) Dari paparan di atas menunjukan adanya stimulant yang diuraikan dan diurutkan atau dengan cara berjenjang. Agar komponen prilaku yang diinginkan tercapai. Dalam penelitian ini tujuannya ingin meningkatkan kemampuan artikulasi, maka peneliti mempunyai ide membantu melalui kegiatan bernyanyi dengan pola latihan artikulasi yang berjenjang. Maksudnya dengan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi yaitu, latihan menyanyikan lagu yang mempunyai lirik dengan jumlah huruf dan fonem yang terkait masalah artikulasi, secara berjenjang dikurangi dari banyak menuju lebih sedikit. Ini merujuk pada teori drill, yaitu jika hubungan perlakuan dan tindakan dilakukan secara terus- menerus atau berulang-ulang maka akan semakin kuat, dan jika dilakukan jarang maka akan semakin melemah. Selain itu juga pola materi lagu yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan anak tunagrahita. Berlatar belakang permasalahan yang telah diuraikan, peneliti tertarik, agar dapat meningkatkan kemampuan artikulasi siswa tunagrahita ringan, penelitian ingin menggunakan penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi. Maka dalam penelitian ini peneliti mengambil judul skripsi Penerapan Pola Latihan Artikulasi Berjenjang dalam Kegiatan Bernyanyi Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Siswa Tunagrahita Ringan di SLB C
6
Sukapura Bandung. Pada proses pelaksanaan penelitiannya dilakukan bersamasama anatara peneliti dengan guru kelas yang bersangkutan (kolaborasi).
B. RUMUSAN MASALAH Agar dapat meningkatkan kemampuan pengucapan artikulasi dalam bernyanyi siswa tunagrahita ringan SLB-C Sukapura, maka pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi. Selanjutnya penulis rumuskan permasalahan yang disajikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut 1. Bagaimana materi yang digunakan pada penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi untuk meningkatkan kemampuan artikulasi siswa tunagrahita ringan di SLB C Sukapura? 2. Bagaimana metode yang digunakan pada penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi untuk meningkatkan kemampuan artikulasi siswa tunagrahita ringan di SLB C Sukapura? 3. Bagaimana tahapan penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi untuk meningkatkan kemampuan artikulasi siswa tunagrahita ringan di SLB C Sukapura? 4, Bagaimana hasil penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi untuk meningkatkan kemampuan artikulasi siswa tunagrahita ringan di SLB C Sukapura?
7
C. TUJUAN PENELITIAN Dari permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada. Untuk lebih jelas, tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan kemampuan artikulasi anak tunagrahita ringan SLB C Sukapura Bandung.
D. PENJELASAN ISTILAH Agar tidak ada kesalah pahaman atau kekeliruan dalam penelitian ini, maka penelitian beranggapan perlu adanya penjelasan istilah sebagai berikut: 1. Pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi Pola (KBBI 2008:1197) yaitu cara kerja. Pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi maksudnya latihan menyanyikan lagu yang mempunyai lirik dengan jumlah huruf dan fonem yang terkait masalah artikulasi secara berjenjang dikurangi dari banyak menuju lebih sedikit. 2. Artikulasi Menurut Anne Peckham (2000:153) yaitu proses produksi dalam berbicara dan bernyanyi 3. Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan adalah tunagrahita yang memiliki tingkat intelegensi IQ antara 51-70, sedangkan tunagrahita menurut Association on Mental Deficiency (AAMD) tahun 1973 yang diterjemahkan oleh Astati bahwa ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual yang secara jelas berada di
8
bawah rata-rata/normal disertai dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan terjadi dalam periode perkembangan.
E. MANFAAT PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini, diharapkan untuk mencapai sasaran yang diharapkan peneliti, selain juga diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut 1. Bagi Peneliti mendapatkan pengalaman berharga dan melatih kesabaran, selain itu dapat mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan pengucapan artikulasi melalui penerapan pola latihan artikulasi berjenjang pada siswa tunagrahita ringan di SLB C Sukapura. 2. Bagi siswa tunagrahita ringan SLB-C Sukapura dapat meminimalisasikan kekurangan pengucapan artikulasi dalam bernyanyi 3. Bagi civitas akademia khususnya mahasiswa seni musik UPI Bandung, dapat mengetahui bahwa kegiatan bernyanyi dengan pola latihan artikulasi berjenjang dapat menjadi cara untuk menyampaikan materi agar dapat meningkatkan dan memperjelas dalam pengucapan artikulasi anak tunagrahita ringan. 4. Bagi civitas akademia UPI Bandung, khususnya mahasiswa pendidikan bahasa Indonesia bahwa untuk pembelajaran bahasa, khususnya kemampuan pengucapan artikulasi anak tunagrahita ringan, dapat menggunakan penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi sebagai cara penyampaian materi pembelajarannya.
9
5. Bagi civitas akademia UPI Bandung, khususnya mahasiswa Pendidikan Luar Biasa, bahwa untuk meningkatkan kemampuan artikulasi anak tunagrahita ringan dapat menggunakan kegiatan bernyanyi dengan pola latihan artikulasi berjenjang. 6. Bagi masyarakat luas, khususnya orangtua yang memiliki anak tunagrahita ringan memberikan informasi bahwa melalui kegiatan bernyanyi dengan pola latihan artikulasi berjenjang dapat meningkatkan kemampuan artikulasi anak tunagrahita ringan.
F. ASUMSI PENELITIAN Dari permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, asumsi penelitian ini, bahwa dengan penerapan pola latihan artikulasi berjenjang dalam kegiatan bernyanyi dapat meningkatkan kemampuan artikulasi pada siswa tunagrahita ringan di SLB C Sukapura Bandung.
G. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kolaboratif. Dimana adanya kolaborasi atau kerjasama antara guru dan peneliti, dalam pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tindakan (action). Kerjasama (kolaborasi) anatar guru dengan peneliti sangat penting dalam bersama menggali dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi. Terutama pada kegiatan mengdiagnosis masalah, menyususn usulan, melaksanakan tindakan, menganalisis data, menyeminarkan hasil, dan menyusun laporan akhir.(Suhardjono, 2006:63)
10
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, merefleksi secara kritis segala kendala, problematika, dari kegiatan belajar dengan menggunakan pendekatan kualitatif dilakukakan secara kolaboratif dengan guru yang mengajar dikelas yang djadikan objek penelitian. Tahap-tahap Penelitian 1. Identifikasi awal, dilakukan untuk melihat permasalahan yang ada di sekolah tersebut (baik dari siswa, maupun dari guru) 2. Perencanaan dilakukan untuk menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan selama proses penelitian 3. Pelaksanaan tindakan direncanakan, pelaksanaan siklus yang direncankan 4. Melaksanakan observasi, refleksi, terhadap pelaksanaan tindakan siklus 5.Wawancara, catatan lapangan, studi pustaka, dokumentasi dan evaluasi dilakukan sesuai kebutuhan
H. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di SLB C Sukapura Bandung, yang terletak di Jalan Perumahan Bumi Asri Sukapura, Kiaracondong Bandung. Dengan subjek penelitian siswa tunagrahita ringan di SLB-C Sukapura Bandung sebanyak enam orang yang diambil dari tiga kelas yang berbeda.
11
I. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN TEORI, meliputi bahasan tentang karakteristik anak tunagrahita ringan, kemampuan artikulasi anak tunagrahita ringan, manfaat bernyanyi bagi anak tunagrahita, yang berisi bahasan konsep tentang kegiatan bernyanyi, dan manfaat bernyanyi. Kemudian pada bab ini juga meliputi bahasan konsep dasar pembelajaran menggunakan pola latihan berjenjang, dan hasil penelitian tentang peningkatan artikulasi. BAB III METODE PENELITIAN, ruang bahas antara lain: metode penelitian,
teknik
pengumpulan
data,
dan
tahap
penelitian.
BAB
IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN, terdiri dari temuan hasil identifikasi awal, kegiatan belajar mengajar siklus I yang berisi proses kegiatan belajar mengajar siklus I, dan refleksi, revisi. Kemudian pada bab IV ini juga berisi kegiatan belajar mengajar siklus II, yang terdiri dari proses belajar mengajar siklus II dan refleksi, revisi. Kemudian pada bab ini juga berisi langkah-langkah kegiatan bernyanyi, dan hasil perkembangan kemampuan artikulasi. BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI, terdiri dari kesimpulan dan implikasi.