BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan
sangat
berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan bisnis yang sangat berbeda dengan bisnis sebelumnya. Pasar dimasuki oleh pesaing-pesaing dari berbagai negara, akibatnya arus lalu lintas barang, jasa, modal, dan tenaga kerja berpindah dari satu negara ke negara lain tanpa ada batasan lagi. Batasan antar negara seperti menjadi kabur bahkan seolah-olah tidak terdapat batasan lagi, sehingga transaksi antar negara menjadi sangat terbuka dan bebas. Perubahan lingkungan bisnis akan semakin dirasakan khususnya di negaranegara Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, Myanmar dan Laos. Pada tahun 2015 (tahun depan) pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community atau AEC) ditargetkan akan diimplementasikan. AEC memuat empat pilar utama, yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan
konsumen,
hak
atas
kekayaan
intelektual,
pengembangan 1
2
infrastruktur, perpajakan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Combodia, Myanmar, Laos dan Vietnam); (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi. AEC merupakan bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Dengan pencapaian tersebut maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi dimana arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas diantara negaranegara yang tergabung dalam kawasan ASEAN. Untuk penciptaan liberalisasi sektor jasa dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok ataupun hambatan dalam pendirian jasa baru lintas negara di kawasan ASEAN, salah satu sektor jasa utama yang diliberalisasi adalah jasa keuangan (Setiawan, 2012) Saat
ini
berdasarkan proyeksi
Organization for Economic
and
Development (OECD) kawasan ASEAN dalam kurun waktu 2012-2016 akan menjadi kawasan yang dinamis dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.6% sedikit di bawah rata-rata pertumbuhan pra krisis 2008 sebesar 6.1%. Kawasan ASEAN menjadi salah satu kawasan yang pertama pulih dari imbas krisis 2008. Prospek ekonomi ASEAN yang cerah ditambah dengan tingkat suku bunga yang relatif tinggi sejalan dengan tren peningkatan arus modal portofolio ke pasar
3
modal negara-negara ASEAN. Salah satu faktor penting yang menentukan dalam hal ini, adalah pemanfaatan sumber daya yang efisien oleh setiap organisasi, tingkat keterbukaan dan daya saing pasar modal dari suatu negara. Dengan dijalankan AEC dapat berdampak positif pada peningkatan perekonomian di kawasan Asia Tenggara, namun disisi lain persaingan perusahaan-perusahaan di kawasan ASEAN akan semakin kompeititif. Pada akhirnya, menuntut perusahaan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya melalui penggunaan sumber daya yang lebih efektif dan efisien, agar perusahaan mampu menciptaan nilai tambah dan bersaing dipasar yang kompetitif. Menurut Sawarjuwono et al., (2003) kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aset berwujud tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi, dan sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam dunia bisnis dimana dulunya perusahaan mengandalkan pada pada kekayaan fisik bergeser menuju pada bisnis berbasis pengetahuan. Dengan kata lain, sumber terpenting perusahaan dan kekayaan perusahaan telah berganti dari aset berwujud menjadi modal intelektual yang didalamnya terkandung elemen penting yaitu daya pikir atau pengetahuan. Bisnis yang berdasarkan pengetahuan mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan bisnis, agar menciptakan nilai bagi perusahaan sehingga mencapai competitive advantage. Pada hakekatnya tujuan perusahaan adalah untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Karena nilai perusahaan mencerminkan kemakmuran dari sebuah perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Nilai perusahaan sering dikaitkan
4
dengan harga sahamnya, semakin meningkatnya antara perbedaan harga saham dan nilai buku aktiva yang dimiliki perusahaan mengindikasikan adanya nilai tambah. Penghargaan lebih atas saham perusahaan dari para investor diyakini disebabkan oleh modal intelektual yang dimiliki oleh perusahaan (Chen et al., 2005). Semakin besar nilai modal intelektual semakin efisien penggunaan modal perusahaan, sehingga bisa menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Hal tersebut senada dengan pendapat Abdolmohamadi (2005) bahwa modal intelektual diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan kinerja keuangan dan nilai perusahaan, ketika perusahaan mampu memanfaatkan modal intelektualnya secara efisien, maka nilai pasarnya akan meningkat. Menurut beberapa peneliti: Edvinsson dan Malone (1997); Sveiby (2001) saat ini salah satu area yang cukup menarik perhatian baik akademisi maupun praktisi, yaitu
terkait dengan kegunaan modal intelektual sebagai salah satu
instrumen dalam hal menentukan nilai perusahaan. Modal intelektual telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun akuntansi (Peety dan Guthrie, 2000; Sullivan dan Sullivan, 2000). Namun demikian, keberadaan modal intelektual dalam laporan keuangan perusahaan masih belum jelas, pengukuran yang tepat belum dapat di ditetapkan. Menurut Ze’ghal dan Maaloul (2010) sulit untuk mengukur modal intelektual karena bersifat tidak berwujud dan nonfisik. Menariknya, bahkan International Accounting Standard /International financial Reporting Standard (IAS/IFRS) yang dibuat oleh International Accounting Standard Board (IASB), tidak berkontribusi untuk mendefinisikan kembali konsep, prinsip-prinsip dan
5
metode penilaian modal intelektual dan peran tumbuhnya dalam proses penciptaan nilai, sehingga mengindikasikan bahwa laporan keuangan telah kehilangan beberapa nilai untuk kepentingan pemegang saham dan pengguna lainnya (Canibano et al., 2000; OECD, 2006, 2007) Fenomena modal intelektual di Indonesia mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2002). PSAK NO.19 (revisi 2000) telah direvisi kembali pada tahun 2010 dan berlaku efektif pada 1 Januari 2012. Perubahan signifikan pada revisi 2010 yaitu : 1. Dalam PSAK ini terdapat penjelasan mengenai pengukuran aset tak berwujud dengan selain nilai wajar jika dilakukan melalui transaksi pertukaran aset dimana : a. Transaksi kurang mengandung substansi komersial; atau b. Nilai wajar aset yang diterima atau diserahkan tidak dapat diandalkan. Jika aset tak berwujud diperoleh melalui pertukaran seperti diatas, maka perolehan aset tak berwujud tersebut diukur dengan jumlah tercatat aset yang diserahkan. 2. PSAK ini memperkenankan penggunaan model revaluasi selain model biaya untuk pengukuran aset takberwujud setelah pegakuan.
6
Jika jumlah tercatat aset takberwujud mengalami peningkatan sebagai akibat dari revaluasi, maka peningkatan tersebut harus diakui sebagai pendapatan komprehensif lain dan diakumulasikan di ekuitas sebagai surplus revaluasi. Namun peningkatan tersebut diakui dalam laporan laba rugi untuk membalik penurunan revaluasi aset yang diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi. Jika jumlah aset takberwujud mengalami penurunan sebagai akibat revaluasi, maka penurunan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi. Namun penurunan tersebut diakui pada pendapatan komprehensif lain jika terdapat saldo kredit dalam surplus revaluasi atas aset tersebut. Pengakuan penurunan dipendapatan komprehensif lain mengurangi jumlah yang terakumulasi di ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Walaupun dalam PSAK telah menyinggung secara tidak langsung mengenai modal intelektual, tetapi pada praktiknya modal intelektual masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Masih banyak perusahaan di Indonesia cenderung menggunakan dasar konvensional dalam membangun bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkan masih miskin kandungan teknologi (Abidin, 2000) Berdasarkan penjelasan diatas terungkap bahwa modal intelektual berperan sangat penting dalam meningkatkan nilai perusahaan dan keunggulan kompetitif, yang kemudian akan meningkatkan pengakuan terhadap modal intelektual. Meskipun fakta saat ini, pengukuran yang tepat atas modal intelektual masih terus dicari dan dikembangkan (Chen et al., 2005).
7
Oleh karena sulitnya mengukur modal intelektual secara langsung, Pulic (1998) mengusulkan pengukuran secara tidak langsung terhadap modal intelektual, dengan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan modal intelektual yaitu VAICTM (Value added intellectual coefficient). Menurut Pulic (1998), tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan nilai tambah. Sedangkan untuk bisa menciptakan nilai tambah dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital (yaitu dana keuangan
yang tersedia) dan intellectual potential
(yang
direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemampuan yang melekat pada mereka). Lebih lanjut Pulic (1998) menyatakan bahwa intellectual ability (yang kemudian disebut dengan VAIC TM) menunjukkan bagaimana kedua sumber tersebut yaitu physical capital dan intellectual potential telah secara efisien dimanfaatkan oleh perusahaan. Komponen utama VAICTM dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yang pertama adalah yaitu physical capital (value added capital employee VACA ), human capital (value added human capital – VAHU) dan structural capital (value added structural capital - STVA). Penelitian mengenai hubungan modal intelektual terhadap kinerja keuangan dengan menggunakan metode VAICTM telah cukup banyak dilakukan termasuk beberapa negara di kawasan ASEAN, seperti yang dilakukan oleh Bontis et al., (2000), Firer dan Williams (2003), Marvidis (2004), Chen et al (2005), Kamath (2007), Tan et al., (2007). Di Indonesia penelitian mengenai modal intelektual telah menarik beberapa peneliti
8
untuk melakukan penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa tedapat ketertarikan dan kepedulian dalam penelitian yang berhubungan dengan modal intelektual dan mengindikasikan bahwa kegiatan bisnis di Indonesia mulai menuju pada bisnis berbasis pengetahuan. Di Indonesia beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan modal intelektual diantaranya: Margaretha dan Rakhman (2006), Ihyaul Ulum (2007), Kuryanto (2008). Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di kawasan ASEAN dalam hal pengukuran modal intelektual khususnya disektor perbankan yang terdaftar di pasar modal. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh modal intelektual terhadap
kinerja
keuangan
perusahaan,
modal
intelektual
diproksikan
menggunakan metode yang dikembangkan oleh Pulic yaitu Value Added Intellectual coefficient (VAICTM). Kinerja keuangan diproksikan menggunakan Return on Equity (ROE), earning per share (EPS) dan annual stock return (ASR), penelitian ini mengacu pada penelitian Tan et al., (2007). Pemilihan sektor perbankan sebagai sampel mengacu pada penelitian Firer dan William (2003), hasil penelitian mereka menyatakan bahwa industri perbankan adalah sektor yang paling intensif dalam penggunaan modal intelektual daripada tiga sektor lain; elektrikal, teknologi informasi dan jasa. Selain itu dari aspek intelektual, secara keseluruhan karyawan disektor perbankan lebih homogen dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya (Kubo dan Saka, 2002). Oleh karena itu, penulis memberi judul penelitian ini “Analisis Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perbankan di Kawasan ASEAN”.
9
1.2
Rumusan Penelitian Menurut Pulic (1998, 2000) modal intelektual
merupakan aset tak
berwujud dimana sesuatu yang tidak mudah untuk diukur, oleh karena itu Pulic mengembangkan konsep value added intellectual coefficient (VAICTM) yang menjadi solusi untuk mengukur dan melaporkan modal intelektual dengan mengacu pada informasi keuangan perusahaan. Metode Pulic VAICTM dibuat untuk mengukur efisiensi dari penggunaan modal intelektual yang terdiri dari tiga komponen yaitu (physical capital, human capital dan structural capital). Beberapa riset berkaitan dengan modal intelektual yang dilakukan seperti; Firer dan Williams (2003) yang membuktikan bahwa adanya hubungan positif modal intelektual dengan kinerja keuangan, baik masa kini maupun masa depan. Chen et al., (2005) melakukan hal yang sama dengan menggunakan sampel publik di Taiwan dengan menambahkan variabel R&D (Research and development) dan advertising expendicture dalam penelitiannya. Mavridis (2004) dan Kamath (2007) memilih sektor perbankan di Jepang dan India sebagai sampel. Tan et al., (2007) menggunakan sampel 150 perusahaan yang terdaftar di Singapore Stock Exchange sebagai sampel penelitian yang diklasifiksikan menjadi empat jenis industri. Beragamnya dari hasil-hasil penelitian tersebut menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan dalam lingkungan bisnis, sosial, ekonomi, politik yang berbeda-beda namun menggunakan pendekatan yang sama. Penelitian ini berusaha untuk membuktikan hubungan modal intelektual terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan untuk konteks di kawasan ASEAN.
10
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Tan et al., (2007) namun berbeda dalam hal pemilihan sampel. Penelitian ini memilih menggunakan sampel dari sektor perbankan di kawasan ASEAN yang terdaftar di pasar modal di negara masing-masing pada periode 2010 sampai 2012. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permyataan penelitian ini adalah : 1. Apakah ada pengaruh antara modal intelektual sebuah perusahaan dengan kinerja keuangannya ? 2. Apakah ada pengaruh modal intelektual sebuah perusahaan, dengan kinerja keuangan masa depan perusahaan? 3. Apakah ada pengaruh antara tingkat pertumbuhan modal intelektual sebuah perusahaan dengan kinerja keuangan masa depan perusahaan? 4. Manakah kontribusi modal intelektual tertinggi di negara kawasan ASEAN?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu untuk membuktikan
secara empiris: 1. Ada tidaknya pengaruh antara modal intelektual sebuah perusahaan dengan kinerjanya. 2. Apakah nilai modal intelektual sebuah perusahaan akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan masa depan. 3. Ada tidaknya pengaruh antara tingkat pertumbuhan modal intelektual sebuah perusahaan dengan kinerja keuangan masa depan perusahaan.
11
4. Kontribusi modal intelektual untuk kinerja perusahaan akan berbeda dimasing-masing negara di kawasan ASEAN.
1.4
Manfaat Penelitian Merujuk pada tujuan penelitian diatas maka penelitian diharapkan
memberikan dua kegunaan, yaitu : 1. Manfaat teoritis, dapat memberikan bukti empiris bahwa modal intelektual berpengaruh terhadap kinerja keuangan, selain itu dapat dipakai sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan di sektor perbankan. 2. Manfaat praktis, dapat memberikan masukan yang berarti bagi manajemen
dalam
meningkatkan
kinerja
perusahaannya
melalui
pengelolaan modal intelektual pada sektor perbankan, memberikan bahan pertimbangan bagi investor dalam menilai sebuah perusahaan, dan dapat menjadi bahan masukan bagi regulator dalam membuat kebijakan. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut : Bab I: Pendahuluan Pada bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
12
Bab II: Tinjauan Pustaka Pada bab ini berisi tinjauan pustaka yang digunakan dalam membahas masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Mencakup teori-teori dan penelitian terdahulu yang mendukung perumusan hipotesis serta analisis hasil-hasil penelitian lainnya, kerangka pemikiran teoritis, dan pengembangan hipotesis Bab III: Metode Penelitian Pada bab ini berisi deskriptif tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan secara operasional. Menguraikan variabel penelitian dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data dan
metode
analisis. Bab IV : Analisis dan pembahasan Bab ini berisi tentang pengujian atas hipotesis yang dibuat dan penyajian hasil dari pengujian tersebut, serta pembahasan tentang hasil analisis yang dikaitkan dengan teori yang berlaku Bab V : Penutup Pada bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis pada bab sebelumnya, keterbatasan penelitian serta saran bagi penelitian berikutnya, dan terakhir implikasi penelitian terhadap praktik yang ada.