BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan individu dan merupakan suatu kondisi yang sangat ingin dicapai oleh semua orang dari berbagai umur dan lapisan masyarakat. Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada fenomena perasaan senang, baik atau luar biasa yang dialami, tetapi juga merasa baik secara keseluruhan yakni sosial, fisik, emosional, dan psikologis (Froh, Bono, & Emmons, 2010). Kebahagiaan sendiri didapat apabila seseorang menjalankan apa yang sesuai dengan karakter moral, yaitu hal yang kita anggap sesuai dengan pandangan hidup kita dan dalam bentuk emosi yang positif (Seligman, 2005). Manfaat dan keuntungan yang didapat dari kebahagiaan membuat studi mengenai kebahagiaan mulai berkembang. Kebahagiaan banyak diteliti, tetapi kebanyakan penelitian tentang kebahagiaan hanya dilakukan pada orang dewasa dan masih sedikit yang mencakup pada anak-anak, maupun remaja (Chaplin, 2009; Chaplin Baston, & Lowrey , 2010 et.al,2011). Masa remaja adalah waktu dimana kesadaran sosial seseorang akan semakin tinggi dan masa munculnya tekanan sosial disetiap harinya, sehingga remaja dianggap sebagai populasi yang rentan atau vulnerable untuk mengalami masalah. Berbagai masalah dapat terjadi pada masa remaja , karena tingkah laku
1
2
remaja yang masih belum mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lingkungan (Wilis, 2005). Kebahagiaan dapat membantu menanggulangi permasalahan yang mungkin dialami oleh remaja, karena kebahagiaan dapat menjadi antaseden atau stimulus berbagai keuntungan, contoh: kesehatan mental (Chaplin, Bastos, & Lowrey, 2010), sehingga kebahagiaan dianggap sebagai hal yang sangat penting pada remaja (Diener dalam Argyle, 2001). Setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga dapat mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi, pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas seseorang (Seligman, 2005). Pada remaja status sosial ekonomi yang rendah dianggap oleh remaja sebagai salah satu faktor yang akan membuat mereka ditolak oleh lingkungan teman sebaya dan pada akhirnya mereka akan merasa minder, tidak berharga dan tidak menimbulkan kebahagiaan (Hurlock, 2000). Orang yang berbahagia pada umumnya memiliki suasana hati yang ceria, harga diri yang tinggi, fisik yang sehat, ras kontrol pribadi, dan optimis dengan masa depannya (Myers & diener, 2008) dalam Kassin, Fein, & markus, 2008). Harga diri adalah sikap individu terhadap dirinya sendiri, apakah individu menerima atau menolak dirinya, yang didasarkan pada penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Harga diri merupakan aspek kepribadian yang penting dalam kepribadian individu, karena harga diri mempengaruhi reaksi emosional individu ketika harga diri tinggi, sedang, atau rendah (Coopersmith, 1967).
3
Harga diri menentukan pandangan hidup terhadap dirinya sendiri, hubungan interpersonal individu, dan kemampuan individu dalam menghadapi situasi yang dihadapi, (Steinberg, 2011), sehingga harga diri akan membantu individu untuk mengatasi masalah dan mencapai kebahagiaan diri. Harga diri akan memberikan cara berfikir yang positif
pada individu, sehingga dapat
memandang permasalahan akan lebih positif. Dalam masa remaja, harga diri memiliki peranan yang penting karena masa remaja masa dimana individu membentuk identitas dan konsep dirinya. Selain itu harga diri juga membantu remaja untuk menghadapi lingkungannya baik di sekolah, keluarga, dan sosialnya. Remaja dengan harga diri tinggi akan lebih mudah untuk mengatasi berbagai situasi dan lingkungan yang dihadapi, karena remaja memandang dirinya mampu untuk menghadapi situasi apapun yang sulit untuk menjalin hubungan yang positif dengan lingkungannya. Ada banyak penelitian yang menyatakan bahwa harga diri memiliki hubungan yang kuat dengan kebahagiaan. Individu dengan harga diri yang tinggi memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki harga diri yang rendah (Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohs, 2003: Purnama, 2007: Farzaee, 2012: Gray, Chamratrithirong, Pattaravanich, & Prasartkul, 2013). Penelitian yang dilakukan di Thailand bahwa harga diri yang tinggi memiliki korelasi yang tinggi dan kuat secara statistik dengan kebahagiaan. Semakin tinggi tingkat harga diri , maka semakin bahagia remaja tersebut (Gray, Chamratrithirong, Pattaravanich, & Prasartkul, 2013).
4
Purnama (2007) juga menunjukkan hasil bahwa harga diri memiliki hubungan dengan kebahagiaan remaja. Semakin tinggi harga diri remaja maka akan lebih mudah bagi remaja tersebut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, berperilaku aktif, ekspresif, cenderung sukses dalam bidang akademisnya, dan kehidupan sosialnya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan hidup. Farzaee (2012) juga menunjukkan hal yang sama bahwa harga diri memprediksi kebahagiaan (r=0,80). Menjadi pemulung bukanlah pilihan, mungkin buat semua orang. Selain kotor, situasi tempat bekerja rawan bagi kesehatan para pemulung. bahaya longsor, yang kerap merenggut nyawa, selalu mengintai (www.indosiar.com). Seperti artikel yang dikemukakan Bachtiar (dalam Waspada.co.id, 2010) salah satu kata yang tak asing bagi masyarakat kota adalah pemulung yang dimaknai sebagai orang yang kesehariannya memungut barang bekas atau sampah. Saat ini pekerjaan sebagai pemulung sudah menggejala pada masyarakat perkotaan yang dilakukan oleh masyarakat ekonomi kelas bawah
perkotaan. Ini dilakukan
sebagai pekerjaan tetap untuk menyambung kebahagiaannya bersama keluarga. Pekerjaan ini tidak dilarang namun merupakan indikator kemiskinan yang sedemikian parah dan terjadi pada masyarakat kelas bawah perkotaan. Harga diri terkait dengan relasi seseorang dengan lingkungannya. Relasi seseorang dengan masyarakatnya menjadi semakin penting pada masa remaja. Sebagian remaja menerima pendapat negatif dari lingkungan mengenai “remaja pemulung” dan menyakini kebenaran pendapat tersebut. Remaja pemulung merasa dirinya tidak diakui dan dihargai sebagai bagian dari masyarakat sehingga
5
remaja pemulung merasa terasing, tidak memiliki arti dan merasa tidak dibutuhkan dalam kelompok masyarakat tersebut dan pada akhirnya remaja tidak mampu mengatasi kelemahannya (Barualogo, 2004). Remaja pemulung menunjukkan sikap kurang menghargai dirinya, menyalahkan dirinya atas sesuatu yang tidak dimilikinya atau ketidaksempurnaan dirinya dan merasa hidupnya tidak bahagia. Remaja pemulung
yang bertempat tinggal di TPST mendapat
konotasi negatif dari masyarakat, karena pekerjaannya yang tidak lazim di lakukan oleh banyak orang. Hidup dan dibesarkan di lingkungan yang penuh dengan sampah, yang bagi sebagian orang sampah merupakan hal yang tidak bergunana sama sekali. Remaja pemulung yang merasa terasing menjadi tertutup, dan takut, malu bergaul dengan orang lain sehingga muncul rasa tidak puas terhadap kualitas hubungan interpersonal dengan orang lain dan akhirnya membuat remaja yang bersangkutan kurang dapat menghargai dirinya sendiri karena pergolakan batin sebagai remaja pemulung. Tinggal dan besar di TPST membuat sebagian remaja pemulung menjadi sosok yang tidak mudah menyerah dan terbiasa mandiri, dapat bersaing dengan remaja yang dibesarkan dalam keluarga biasa. Kesadaran dan kejujuran untuk menerima keadaan diri sendiri khususnya sebagai remaja pemulung memang bukan hal yang mudah. Muncul adanya penolakan dalam diri remaja tersebut remaja cenderung lari kenyataan karena tidak dapat menerima dan menghargai kekurangan dirinya. Adanya remaja yang menyadari dan menerima keadaan bahwa mereka adalah yang remaja yang tumbuh dan besar di lingkungan TPST bukan sebagai sesuatu yang menghambat dirinya untuk bersaing dan
6
menghasilkan prestasi sama seperti remaja lain yang besar di lingkungan keluarga biasa. Penilaian yang positif terhadap diri sendiri akan menumbuhkan penghargaan diri bagi remaja pemulung dan membantu remaja tersebut dalam pencarian identitas diri mereka. Kebahagiaan merupakan hal yang ingin dimiliki setiap manusia, tidak terkecuali dengan remaja yang memiliki profesi sebagai pemulung. Dengan perasaan bahagia, remaja tersebut dapat bekerja mencari sampah plastik dan hal lainnya yang masih memiliki nilai ekonomis dengan perasaan gembira, dan senang. (www.sulut.kemenag.com). Hal
tersebut
menarik
peneliti
untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara harga diri dengan kebahagiaan pada pemulung remaja di TPST Bantar Gebang Bekasi.
1.2. Perumusan Masalah Permasalahan dirumuskan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan yang positif antara harga diri dengan kebahagiaan pada pemulung remaja TPST Bantar Gebang Bekasi?” 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a) Mengetahui tingkat haga diri pemulung remaja di TPST Bantar Gebang Bekasi b) Mengetahui tingkat kebahagiaan pemulung remaja di TPST Bantar Gebang Bekasi
7
c) Mengetahui apakah ada hubungan antara harga diri dengan kebahagiaaan pemulung remaja di TPST Bantar Gebang Bekasi.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini turut memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan, khususnya pada Psikologi Perkembangan, Psikologi Sosial serta bidang lain yang dapat digunakan sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan, harga diri dan kebahagiaan.
1.4.1 Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini untuk mendapatkan informasi bagaimana pemulung remaja mengalami kebahagiaan pada hidupnya dengan harga diri yang dimilikinya.