BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyajian
Berasal dari lingkungan yang berlatar belakang seni musik, terkadang penyaji terbersit ingin belajar dan menekuni seni tradisi, hal ini karena rasa penasaran penyaji yang seringkali mendengarkan kesenian secara audio dan melihat pertunjukan disekitar lingkungan tempat penyaji tinggal. Maka lahir rasa ingin tahu yang mendorong penyaji untuk meneruskan jenjang pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Dalam proses jenjang pendidikan ini, penyaji merasa lebih memiliki bakat di bidang tarik suara dan akhirnya penyaji mengambil spesialisasi vokal dalam Kawih Wanda Anyar1. Alasan penyaji memilih kompetensi utama vokal tersebut berangkat dari keseriusan penyaji dalam mempelajari lagu-lagu Kawih Wanda Anyar sebagai mata kuliah vokal.
Kawih kreasi Baru yang brkembang setelah kreativitas yang dilakukan oleh Mang Koko (H. Koko Koswara). 1
1
Saat penyaji menekuni bidang tersebut, muncul suatu pertanyaan sekaligus pernyataan dari salah satu dosen vokal yaitu Ibu Masyuning, M.Sn. beliau berkata:
“Santi, naha bet nyandak wanda anyar? Pami nyandak kawih wanda anyar mah kedah tiasa ngawihkeun lagu Gupay Lembur.” (“Santi, kenapa membawa wanda anyar? Kalau membawakan kawih wanda anyar harus bisa menyanyikan lagu Gupay Lembur.”) Pernyataan beliau menjadi tantangan bagi penyaji untuk membawakan lagu tersebut kedalam materi penyajian karya seni dalam kompetensi utama kawih wanda anyar. Termotivasi oleh lagu Gupay Lembur yang memiliki makna rumpaka tentang perpisahan yang berlaraskan Salendro, akhirnya penyaji terinspirasi untuk membuat materi sajian dengan tema perpisahan. Berkaitan dengan hal tersebut, tema perpisahan di sini penyaji hubungkan dengan pengalaman pribadi yang mengangkat cerita tentang perjalanan penyaji yang akan menuntut ilmu, dimana penyaji meneruskan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Disatu sisi penyaji harus rela meninggalkan tanah kelahiran dan orang tua demi sebuah cita-cita, tetapi disisi lain muncul tekad yang kuat bahwa setelah penyaji mampu menyelesaikan hingga akhir,
2
penyaji kembali ke kampung halaman yang seakan-akan selalu memberikan lambaian untuk segera pulang dan mengabdi unuk memajukan daerah di mana penyaji dilahirkan. Dari pernyataan diatas, penyaji mencoba menyajikan suatu karya seni dengan kompetensi utama Kawih Wanda Anyar dengan judul “GUPAY LEMBUR” (Kalangkang lembur ting arulang ngajajap kuring miang, lembur ngagupayan nitah kuring mulang).
1.2 Tujuan Penyajian
Penyajian Sekar Kawih Wanda Anyar selain bertujuan untuk kepentingan Tugas Akhir, penyajian ini bertujuan pula untuk : 1.
Mengukur derajat kompetensi penyaji yang diperoleh dari hasil pembelajaran vokal Kawih Wanda Anyar di Jurusan Karawitan STSI Bandung;
2.
Sebagai proses pengaplikasian pengetahuan dan potensi yang dimiliki penyaji;
3.
Merealisasikan pertanyaan dan pernyataan Ibu Masyuning dengan menyajikan materi lagu Gupay Lembur.
3
1.3 Sumber Penyajian
Sumber penyajian yang dijadikan sebagai bahan acuan penyaji, didapat dari hasil pengajaran baik didalam maupun diluar perkuliahan, diantaranya: 1.
Buku Kumpulan Lagu Kawih Wanda Anyar sebagai acuan rumpaka dan notasi.
2.
Audio MP3 sebagai acuan dalam berlatih menghafal lagu.
Selain sumber penyajian berbentuk buku dan audio MP3, penyaji memiliki sumber acuan dari beberapa narasumber, diantaranya: 1.
Oman Resmana, S.Kar, M.Sn. pengajar Sekar Kawih Wanda Anyar di Jurusan Karawitan. Dari beliau penyaji mendapatkan banyak pengetahuan dan keterampilan teknik-teknik vokal khusunya dalam Kawih Wanda Anyar, juga bagaimana membawakan dan menjiwai sebuah lagu yang dibawakan. Kemudian penyaji dituntut untuk dapat memainkan ornament2 dalam sebuah lagu agar tercipta suatu nuansa yang berbeda dari lagu aslinya dengan catatan tidak terlalu menyimpang dari melodi pokoknya. Untuk mencapai teknik-teknik tersebut di atas maka diperlukan latihan olah vokal secara rutin,
2
Susunan nada-nada yang tetap (utuh) dan telah membaku.
4
maka dari itu beliau selalu memberikan latihan olah vokal yang jadwalnya pada setiap hari Jum’at pukul 05.30 hingga pukul 07.30. 2.
Neneng Ratna Suminar (Neneng Dinar) pengajar dalam proses penyadapan. Dari beliau penyaji mendapatkan teknik menyuarakan, membawakan dan penjiwaan (ekspresi) dalam lagu serta permainan dinamika.
3.
Ida Rosida pengajar dalam proses penyadapan. Dari beliau penyaji mendapatkan ilmu tentang kawih wanda anyar. Beliau mengatakan bahwa dalam menyanyikan lagu kawih wanda anyar memerlukan power yaitu volume yang menggunakan kekuatan vokal. Selain itu harus memperhatikan artikulasi, vibrasi, pengolahan valset (heas) dan sebagainya karena dalam Kawih Wanda Anyar tidak terlalu banyak ornament.
5
BAB II MATERI PENYAJIAN
2.1 Perangkat Penyajian
Kawih adalah sekar yang terikat oleh wiletan3, dalam istilah lain kawih disebut sekar tandak4 (Arliani, 1984:8). Istilah kawih sudah lama dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Pengertian kawih identik dengan sekar yaitu seni suara vokal. Kawih = sekar = vokal = seni suara yang diwujudkan melalui suara manusia. Berdasarkan komposisinya, kawih dapat dibagi menjadi kawih tradisi dan kawih kreasi baru. Menurut Jakob Sumardjo dalam Pandi Upandi, bahwa kawih tradisi disebut juga lagu-lagu klasik. Lagu-lagu tersebut pada umumnya tidak diketahui penciptanya. Hal ini karena masyarakat zaman dulu tidak mengenal budaya tulis. Mereka mencipta dan mengajarkan kepada generasi berikutnya secara lisan dengan cara melihat, mendengar, meniru dan melakukannya. Lebih-lebih pada jenis seni pertunjukan yang beredar turun-temurun dilingkungan masyarakat pedesaan. Keberadaan satu jenis seni pertunjukan di masa lampau, dan kini tersebar di wilayah yang Istilah lain dari matra, bar, mistura, atau gatra.
3
Sekar yang terikat oleh ketukan.
4
6
lebih luas dalam bentuk dan struktur yang berbeda-beda, disebabkan oleh pewarisan seni tersebut secara lisan, (Upandi, 2009 : 11). Adapun kawih kreasi baru adalah karya-karya baru yang bertitik tolak dari kawih tradisi. Salmun dalam buku Padalangan (1961) menyebut kawih kreasi adalah lagu raehan, atau lagu modern misalnya lagu Es Lilin karya Nyi Mursih, lagu Baju Beureum karya Amas Tamaswara, lagu Gegeringan karya Eutik Muchtar, dan lagu Wangsit Siliwangi karya Undang Suwarna, (Upandi, 2009 : 12). Menurut Tardi Ruswandi dalam Pandi Upandi, adapun kawih kreasi baru karya Mang Koko disebut Wanda Anyar dengan aransir pirigannya dikenal sebagai Gamelan Wanda Anyar, (Upandi, 2009 : 12). Pemunculan kreasi-kreasi baru karya Koko
di tahun 1950-1960 secara
eksplisit
mendominasi perkembangan karawitan Sunda khususnya dalam sekar gending5. Ini menandakan bahwa pada jamannya tidak ada inovator lain yang menyainginya. Oleh sebab itu kemungkinan menempatkan Koko sebagai central figure pembaharu karawitan Sunda, sangatlah wajar6.
Sekaran yang diiringi oleh gendingan. Tardi Riswandi,“Koko Koswara Pelopor Pembaharu Karawitan Sunda”.Tesis Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan Jurusan Ilmu-ilmu Humaniora, Program Pasca Sarjana S2. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada, 1995, hlm. 14. 5
6
7
Dalam hal perkembangan, semua cabang seni pertunjukan tradisional mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada yang berupa pembaharuan bentuk atau struktur, dan ada juga yang berupa penyimpangan dari patokanpatokan tradisi masa lampau. Namun demikian baik pembaharuan maupun penyimpangan, kedua-duanya berpengaruh besar pada perkembangan seni pertunjukan selanjutnya. Misalnya karawitan Wanda Anyar karya Koko, sekalipun tidak begitu banyak diikuti seniman-seniman karawitan untuk berbuat sama, tapi dalam hal perkembangan kehadiran karawitan wanda anyar cukup memberikan arti bagi kehidupan karawitan berikutnya 7. Lagu-lagu
kawih
lebih
banyak
berorientasi
pada
lagu-lagu
perkembangan (kreasi baru). Memang yang paling menonjol sekarang pada kawih ialah segi perkembangan lagu-lagu barunya. Lagu-lagu itu lebih banyak bergerak pada lingkungan pendidikan dan kaum remaja tertentu. Hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan, dimana lagu-lagu kawih banyak diciptakan oleh para juru sanggi (komponis) secara khusus untuk kebutuhan
program
pengajaran.
Tokoh-tokoh
seperti
Rd.
Machyar
Anggakusumadinata, Mang Koko, Nano. S dan lain-lain membuat buku-
Ibid.
7
8
buku pelajaran seni suara dalam bentuk kawih. Kawih berkembang bukan pada bentuk anggana sekar8 saja, melainkan mulai berkembang pula pada bentuk-bentuk lain, yaitu dengan bentuk-bentuk rampak sekar9 dan layeutan suara10. Pada kawih terdapat teknik-teknik vokal khusus dalam menyanyikan lagu-lagu Wanda Anyar. Kegiatan ngawih akan berhasil dengan baik apabila ditunjang dengan teknik-tekniknya. Teknik yaitu cara (kepandaian dan sebagainya) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berkenaan dengan kesenian misalnya melukis, mengarang (Arliani, 1984:2). Adapun beberapa teknik menyanyi dalam lagu Wanda Anyar menurut Arliani dalam Skripsi “Tehnik Menyanyi Dalam Lagu Wanda Anyar”, diantaranya: a. Tempo, yaitu cepat lambatnya suatu lagu yang akan dinyanyikan. Dalam hal ini juru kawih (penyanyi) harus mengetahui lebih dulu tempo (gerakan) yang akan dibawakannya. Sebab tempo tersebut
Lagu yang dibawakan oleh seorang juru sekar (penyanyi), dalam istilah musik disebut solo. 9 Lagu yang dinyanyikan oleh orang banyak dengan mempergunakan satu tahapan suara. 10 Lagu yang dibawakan dalama beberapa tahapan suara dengan catatan bahwa suara ke satu dengan suara yang lainnya saling mengisi. 8
9
sangat mempengaruhi pada jiwa lagu. Sedang tempo yang terdapat dalam lagu wanda anyar pada umumnya terdiri dari : tempo cepat (gancang), sedang (sedeng), dan lambat (kendor). b. Ornament, yaitu susunan nada-nada yang tetap (utuh) dan telah membaku. Ornament ini merupakan penghias dari alur lagu (melodi pokok), dan kadang-kadang dikembangkan oleh si penyanyi itu sendiri menurut kemampuannya, dengan catatan tidak terlalu menyimpang dari keinginan komposer atau melodi pokoknya. c. Vibrasi (getaran suara), yaitu menggetarkan dua buah nada yang berdekatan baik turun maupun naik. d. Artikulasi, yaitu pengucapan yang jelas. Dalam kegiatan ngawih kejelasan kata (ucapan) itu harus diperhatikan, sebab kata atau syair merupakan alat komunikasi yang harus dimengerti oleh penikmat (pendengar) sewaktu kita bernyanyi (ngawih). e. Frasering, yaitu asal kata dari frase yang artinya bentuk bebas yang terdiri dari dua morfem atau lebih. Bentuk bebas tersebut yaitu bentuk bahasa yang jika diucapkan mempunyai arti. Jadi frasering dalam
10
kawih adalah cara melagu yang melodinya sesuai dengan frase-frase (rumpaka) lagu. f. Penjiwaan (ekspresi), yaitu menjiwai lagu yang akan dibawakan. Contoh mengekspresikan sebuah lagu, yaitu dengan cara mempelajari dulu lagunya, setelah hapal hayati syairnya, kemudian nyanyikan dengan memperhatikan latar belakang dari syair lagunya.
2.2 Konsep Penyajian
Sekar dalam Kawih Wanda Anyar merupakan mata kuliah pilihan yang menjadi kompetensi utama penyaji dalam penyajian akhir karya seni. Konsep karya seni yang disajikan yaitu membawakan lagu-lagu Kawih Wanda Anyar dengan tema perpisahan sesuai judul proposal yaitu, “Gupay Lembur”. Lagu Gupay Lembur merupakan lagu yang menginspirasi penyaji dalam memilih materi sajian. Hal tersebut dikarenakan penyaji merasa termotivasi oleh pernyataan salah satu dosen pengajar vokal yang pada saat itu beliau mengatakan bahwa apabila memilih Kawih Wanda Anyar harus bisa menyanyikan lagu Gupay Lembur. Pernyataan beliau menjadi tantangan bagi penyaji untuk membawakan lagu tersebut ke dalam materi kompetensi
11
utama Kawih Wanda Anyar dan menuangkan ke dalam konsep penyajian karya seni.
2.2.1 Konsep Garap
Dengan menyajikan lagu-lagu sesuai dengan tema dan judul yang diangkat, penyaji memberikan sentuhan-sentuhan yang dapat membantu dalam proses penyajian. Sentuhan-sentuhan tersebut berupa penggarapan gending instrumental sebagai gending pembuka dan penutup lagu, serta gending penghubung yang akan menghubungkan antara lagu yang satu dengan yang lainnya dikarenakan penyajian materi lagu dikemas dan disajikan secara medley11. Materi lagu yang akan disajikan, adalah sebagai berikut : 1. Lir Laut Katut Biruna, laras12 Pelog surupan 1=P (sorog). Lagu ini disajikan dengan menggunakan instrument kacapi dan suling. 2. Gupay Lembur, laras salendro. Disajikan dengan menggunakan perangkat gamelan salendro. 11
Lagu yang dipertunjukan dengan cara menyambung tanpa ada jeda terlebih
dahulu. 12Susunan
nada-nada berurutan yang sudah intervalnya dalam satu gembyang.
ditentukan jumlah nada dan
12
3. Mulang, laras salendro. Disajikan dengan menggunakan perangkat gamelan salendro dan kacapi berlaras madenda. 4. Gupay Pileuleuyan, laras salendro. Disajikan dengan menggunakan perangkat gamelan salendro. 5. Pileuleuyan Dayeuh Bandung, laras madenda. Intro dan awal masuk pada lagu ini menggunakan kacapi berlaras madenda, kemudian pada bagian reffreint menggunakan perangkat gamelan. Dalam penyajian materi lagu, gaya vokal dan ornament disesuaikan dengan kemampuan penyaji dengan catatan tidak terlalu menyimpang dari melodi pokoknya.
2.2.2 Desain Pentas
Desain pentas pada konsep panggung disesuaikan dengan suasana yang terdapat pada materi lagu yang akan disajikan yaitu suasana pedesaan (lembur) dan kota. Setting pada suasana pedesaan dengan adanya pohon bambu yang dipadu dengan obor dan rumput liar, sedangkan untuk gambaran suasana kota yaitu dengan adanya gedung dan bebatuan.
13
Pohon bambu
Gedung
Keterangan: Juru Kawih Saron 1 Saron 2 Peking Demung Bonang Rincik Selentem Kenong
14
Goong Kendang Gambang Ketuk Kecrek Kacapi 1 Kacapi 2 Suling Rebab Biola Narator
2.2.3 Kostum
Dalam setiap pertunjukan hal terpenting yang harus diperhatikan selain menyajikan suatu sajian dengan baik, juga harus memperhatikan penampilan kostum yang dikenakan. Kostum menjadi hal penting karena akan memberikan keindahan dan keserasian bagi siapa yang menyaksikan suatu sajian tersebut.
15
Dilihat dari judul yang penyaji angkat yaitu “Gupay Lembur” penyaji tidak menyesuaikan dengan judul yang terkesan dipedesaan yang biasanya untuk perempuan memakai kebaya dan samping kebat dengan
sanggul
sederhana, laki-laki memakai baju pangsi dan membawa sarung, tetapi penyaji mencoba mengikuti perkembangan zaman. Pada sajian yang akan penyaji sajikan yakni penyajian Sekar Kawih Wanda Anyar, penyaji sendiri yang berperan sebagai juru kawih menggunakan kostum berupa kebaya modern dan hiasan kepala berupa sanggul dan asesoris modern. Sedangkan untuk para pangrawit menggunakan kostum berupa pakaian takwa.
2.3 Repertoar
Termotivasi oleh lagu Gupay Lembur yang memiliki makna rumpaka tentang perpisahan, akhirnya penyaji terinspirasi untuk membuat materi sajian dengan tema perpisahan. Perpisahan dengan kampung halaman dan orang tua untuk pergi menuntut ilmu digambarkan melalui materi sajian yang disajikan. Pada penyajian karya seni ini, penyaji membawakan lima judul lagu yaitu Lir Laut Katut Biruna, Gupay Lembur, Mulang, Gupay Pileuleuyan dan Pileuleuyan Dayeuh Bandung.
16
a. Lir Laut Katut Biruna Sanggian
: Mang Koko
Rumpaka
: Agus Sur
Laras
: Pelog
Surupan
: 1 = P (sorog)
Gerakan
: Antare
b. Gupay Lembur Sanggian
: Mang Koko
Rumpaka
: Nano S
Laras
: Salendro dan madenda
Surupan
:5=S
Gerakan
: Antare
c. Mulang Sanggian
: Mang Koko
Rumpaka
: Wahyu Wibisana
Laras
: Salendro dan madenda
Surupan
:5=S
Gerakan
: Sedeng
17
d. Gupay Pileuleuyan Sanggian
: Mang Koko
Rumpaka
: Wahyu Wibisana
Laras
: Salendro
Surupan
:1=T
Gerakan
: Antare
e. Pileuleuyan Dayeuh Bandung Sanggian
: Yoyo Risyaman W
Rumpaka
: Yoyo Risyaman W
Laras
: Madenda
Surupan
:4=P
Gerakan
: Antare
2.4 Proses Penyajian
Penyajian karya seni tidak terlepas dari sebuah proses yaitu proses dimana bergerak menuju pencapaian suatu hasil yang diinginkan. Proses yang dilakukan oleh penyaji dilakukan melalui tiga tahap,
yaitu tahap
18
pencarian (eksplorasi), tahap pembentukan (komposisi) dan tahap penyajian (presentasi).
2.4.1 Pencarian
Proses pencarian merupakan tahap awal yang dilakukan penyaji dalam mencari berbagai kebutuhan penyajian, mulai dari proses pencarian dan penentuan materi lagu serta materi garap vokal. Proses pencarian materi lagu untuk ujian akhir ini dipilih sendiri oleh penyaji sesuai dengan tema yang penyaji angkat, kemudian ditentukan dan ditetapkan oleh dosen mata kuliah vokal sebagai bahan materi dalam pelaksanaan ujian akhir. Materi lagu tersebut yaitu: a. Lir Laut Katut Biruna b. Gupay Lembur c. Mulang d. Gupay Pileuleuyan e. Pileuleuyan Dayeuh Bandung Materi lagu yang telah ditentukan diperdalam melalui proses penyadapan sekaligus melakukan latihan dalam proses garap vokal. Proses
19
garap vokal dilakukan dengan
cara penyadapan langsung kepada
narasumber yakni Neneng Dinar dan Ida Rosida. Dalam proses penyadapan hasil yang didapat berupa tambahan ilmu yang berkaitan dengan teknikteknik menyanyikan lagu dalam Kawih Wanda Anyar diantaranya ornamentasi, vibrasi, artikulasi, penjiwaan, teknik penyuaraan dan teknik pernafasan.
2.4.2 Pembentukan
Dalam proses pencarian penyaji telah mendapatkan materi lagu yang akan disajikan. Selanjutnya melalui pembentukan, materi lagu tersebut dipelajari lebih dalam sehingga dengan mudah dapat mengolah dengan menerapkan berbagai gending-gending instrumental yang dibutuhkan dan menambahkan ornamentasi lagu dengan catatan tidak terlalu menyimpang dari melodi pokoknya. Proses pembentukan dalam segi musikal dilakukan dengan menggarap gending instrumental sebagai gending bubuka, gending penghubung (gending peralihan) lagu untuk menghubungkan antara lagu satu dengan lagu lainnya dan gending penutup sajian. Sedangkan untuk penambahan ornamentasi pada setiap lagu tergantung pada penyaji sendiri dimana penyaji akan
20
menambahkan ornamentasi tersebut sesuai dengan kemampuan penyaji. Dengan proses pembentukan gending instrumental dan ornament-ornament pada lagu di sesuaikan dengan kemampuan penyaji, dapat membantu dalam proses pembentukan garapan yang akan penyaji garap dalam penyajian karya seni. Selain proses pembentukan dalam segi musikal, terdapat pula proses dari hasil bimbingan untuk mencapai hasil yang sesuai dengan harapan. Adapaun proses pembentukan tersebut diantaranya:
No 1.
Waktu Desember 2013
Jadwal Kegiatan Penyusunan proposal
Minggu keempat 2.
24 Februari 2014
Pendaftaran Pra recital dan pengumpulan proposal sekaligus pengajuan pembimbing.
3.
3 Maret 2014
Pelaksanaan Ujian Pra recital
4.
4 Maret 2014
Evaluasi dan pengumuman hasil ujian Pra recital.
5.
11 Maret 2014
Bimbingan tulisan pertama.
21
Konsultasi mengenai tulisan yang telah disusun. 6.
13 Maret 2014
Bimbingan tulisan kedua. Merevisi tulisan BAB I dan II.
7.
17 Maret 2014
Bimbingan tulisan ketiga. Konsultasi perubahan-perubahan pada BAB I dan II.
8.
25 Maret 2014
Melanjutkan pada bahasan BAB III.
9.
27 Maret 2014
Konsultasi mengenai materi lagu yang akan disajikan dalam recital.
10. 7 April 2014
Penetapan susunan lagu yang disajikan dan penetapan pendukung sajian.
11.
10 April 2014
Membuat gending peralihan pada setiap lagu yang disajikan.
12.
11 April 2014
Pemantapan senggol pada setiap lagu yang disajikan.
13.
15 April 2014
Pemahaman laras dan tekhnik vocal pada setiap lagu.
22
14.
17 April 2014
Sambung rapat gending pada setiap bagian.
15.
22 April 2014
Menggarap sambung rapat gending Rebana.
16.
24 April 2014
Menggarap permainan tempo pada setiap bagian.
17.
28 April 2014
Pemahaman dinamika.
18.
01 Mei 2014
Menggarap vokal awal ditambah dengan suara beluk pada laras sorog.
19.
05 Mei 2014
Menggarap dinamika vokal dan iringan/gending, menggarap tempo.
20.
07 Mei 2014
Penambahan narasi dalam materi sajian lagu.
21.
13 Mei 2014
Penggabungan garapan secara keseluruhan.
22.
19 Mei 2014
Pelaksanaan Gladi Kotor
23.
20 Mei 2014
Pelaksanaan Gladi Bersih
24.
23 Mei 2014
Pelaksanaan Tugas Akhir
23
2.4.3 Penyajian
Tahap penyajian merupakan tahap terakhir dalam proses penyajian karya seni setelah melakukan tahap pencarian dan pembentukan. Sajian karya seni yang telah dibentuk kemudian akan disajikan. Dengan sajian yang telah diatur dan disusun sedemikian rupa selain dengan penambahan gending-gending khusus pada materi sajian, aspek desain pentas pun diperhatikan. Dengan penambahan artistik-artistik yang sesuai dengan tema lagu yang disajikan akan dengan mudah membantu dalam penyampaian isi pesan dalam rumpaka lagu yang disajikan kepada penonton, sehingga penonton dapat memahami apa yang disajikan oleh penyaji.
24