BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, dimana saja dan kapan saja. Bencana alam merupakan fenomena alam yang terjadi di luar kehendak manusia. Terjadinya bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda, maupun korban jiwa. Hal ini mendorong masyarakat yang tinggal di lokasi daerah kawasan rawan bencana untuk memahami, mencegah dan menanggulangi bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanan nya.Selain masyarakat yang tanggap akan bencana alam diperlukan juga pemerintah yang tanggap akan bencana. Kabupaten Karo yang terletak di kawasan dataran tinggi Sumatera Utara memiliki potensi bencana alam yang cukup tinggi. Kabupaten Karo memiliki dua buah gunung yang sampai saat ini masih aktif, yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Hal ini lah yang menyebabkan Kabupaten Karo sering mengalami bencana alam gunung meletus. Gunung Sinabung yang telah “tertidur” selama 400 tahun , pada tahun 2010 kembali aktif dan mengakibatkan terjadinya erupsi di Kabupaten Karo. Selang tiga tahun kemudian, Gunung Sinabung tersebut pun kembali meletus dan mengakibatkan terjadinya erupsi yang cukup besar di daerah sekitar gunung Sinabung sehingga
1
menyebabkan jatuhnya korban jiwa. 1Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, sampai 17 September 2013, telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi pada tanggal 15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Pada 17 September 2013, terjadi 2 letusan pada siang dan sore hari. Letusan ini melepaskan awan panas dan abu vulkanik. Akibat peristiwa ini, status Gunung Sinabung dinaikkan ke level 3 menjadi Siaga. Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari, pada tanggal 29 September 2013 status diturunkan menjadi level 2, Waspada. Namun demikian, aktivitas tidak berhenti dan kondisinya fluktuatif. Memasuki bulan November, terjadi peningkatan aktivitas dengan letusanletusan yang semakin menguat, sehingga pada tanggal 3 November 2013 pukul 03.00 status dinaikkan kembali menjadi Siaga. Letusan terjadi berkali-kali setelah itu, dan disertai luncuran awan panas sampai 1,5 km. Pada tanggal 20 November 2013 terjadi enam kali letusan sejak dini hari. Erupsi (letusan) terjadi lagi empat kali pada tanggal 23 November 2013 sejak sore, dilanjutkan pada hari berikutnya, sebanyak lima kali. Terbentuk kolom abu setinggi 8000 m di atas puncak gunung. Akibat rangkaian letusan ini, Kota Medan yang berjarak 80 km di sebelah timur terkena hujan abu vulkanik. Pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.00 status Gunung Sinabung dinaikkan ke level tertinggi, level 4 (Awas). Penduduk dari 21 desa dan 2 dusun harus
1
http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/read/2014/03/10/buku-sinabung-bangun-dari-tidurpanjang-diterbitkan/diakses pada tanggal 12 Desember 2014 pukul 21:45 WIB
2
diungsikan ke daerah yang lebih aman. 2 Hujan abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi. Tidak ada korban jiwa dilaporkan, tetapi Status menjadi level 4 (Awas), ini terus bertahan hingga memasuki tahun 2014. Guguran lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3 Januari 2014. Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran awan panas terus-menerus sampai hari berikutnya. Hal ini memaksa tambahan warga untuk mengungsi, hingga melebihi 20 ribu orang. 3Berdasarkan UU No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam menanggulangi setiap bencana yang terjadi di Indonesia. Penanggulangan bencana tersebut telah diatur dalam undangundang mulai dari masa prabencana, tanggap darurat hingga pascabencana. Salah satu yang menjadi persoalan besar dalam penanggulangan bencanaadalah mengenai pendataan. Seperti yang diungkapkan oleh Syamsul Maarif, bahwa dalam hal penanggulangan bencana pendataan secara akurat adalahkendala utama dalam pembagian logistik di dalam sebuah daerah bencana, keduapersediaan komunikasai dan kelancaran arus komunikasi atau sarana dan prasarana komunikasi. 4 Keterlambatan dan kesalahan data dalam menginformasikan peta bencana, data korban (baik yang selamat, hilang, korban jiwa, dll), peta kamp pengungsian, inventarisasi kebutuhan di lapangan, katalogbantuan, serta koordinasi aksi akan berdampak pada kesalahan dalam mengambilkebijakan oleh pemerintah, serta 2
http://sains.kompas.com/read/2013/12/27/1651171/2013.Tiga.Gunung.Api.Indonesia.Memberi.Kejuta n.pada.Dunia di akses pada tanggal 14 Desember 2014 pukul 10:40 WIB 3 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gunung_Sinabung diakses pada tanggal 14 Desember 15:48 WIB. 4
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), http://www.forum-ngo.com/page/62/ Diakses pada tanggal 14 Desember 2014
3
tindakan yang akan diambil oleh pihak-pihaklainnya seperti para relawan dan donator bantuan bencana. Pengelolaan informasi yang baik dibutuhkan dalam usaha penangananbencana yang efektif dan efisien. Seperti untuk memprediksi adanya bencana, maka dibutuhkan data geografis sebuah daerah, atau ketika dideteksi akan terjadi bencana maka dibutuhkan sarana untuk dapat menyebarkan informasi ke masyarakat dalam waktu yang cepat. 5 Demikian juga ketika menolong korban bencana, dibutuhkan pertukaran informasi antara petugas di lapangan dengan pusat penanganan bencana antara lain untuk mengetahui keadaan di area bencana dan bantuan apa saja yang dibutuhkan. Informasi yang ada sedapat mungkin harus tersedia dengan cepat, tepat dan akurat serta dapat diakes dengan mudah bagi siapa saja yang membutuhkannya, karena itu dibutuhkan sistem informasi dalam penanggulangan bencana, karena pada dasarnya kesimpangsiuran informasi dapat menjadi salahsatu penghambat keberhasilan dalam penanggulangan bencana, baik saat preparedness, emergency, recovery ataupun rehabilitas. Untuk mengatasi permasalahan yang timbul dari bencana alam erupsi Gunung Sinabung tersebut diperlukan perhatian pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) yang bekerja sama dengan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat.
Walaupun bencana erupsi gunung
Sinabung tidak ditetapkan sebagai bencana nasional namun tetap harus ada program
5
Kritus sembiring, 2007, Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana di Indonesia, ITB, hal.2
4
pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk menanggulangi bencana alam tersebut. Namun pada kenyataannya, Badan Penanggulan Bencana Daerah Kabupaten Karo baru terbentuk setelah erupsi gunung Sinabung terjadi beberapa kali dan mulai menimbulkan korban materi dan juga korban jiwa. Sebelum terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Karo, penanggulangan bencana alam erupsi Sinabung dilakukan oleh TNI dan juga Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Utara.Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD)
di
Kabupaten
Karo
diharapkan
akan
dapat
membantu
penanggulangan bencana alam erupsi Sinabung yang masih terus aktif sampai saat ini. Mengingat masih baru dibentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo yang belum terlihat kinerja yang maksimal. Hal ini terbukti karena masih terdapat masalah-masalah dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung, seperti : “Syamsul Ma’arif Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Posko utama pendopo rumah dinas Bupati Karo berkomentar kinerja tim penanggulangan bencana Gunung Sinabung tidak tanggap dan kurang koordinasi. Penanganan tanggap darurat Gunung Sinabung kurang koordinasi setiap tim tidak tahu tugas dan fungsinya secara jelas dan berjalan sendiriisendiri dan hasil yang dicapai tidak maksimal.Hal ini harus segera diatasi untuk melindungi puluhan ribu pengungsi, perlunys kekompakaan tim penanggulangan bencana Gunung Sinabung dalam penanganan bencana di lapangan”. 6 Masalah lainnya yaitu : 66
http://www.waspada.co.id/index.php diakses pada tanggal 14 Desember 2014 pukul 12:35 WIB
5
“Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo , Ir.Subur Tambun mengatakan bahwa pada awal terjadinya tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung BPBD Kabupaten Karo belum mempunyai sarana dan prasarana untuk mendukung kinerja menanggulangi beban para pengungsi.” 7 Walaupun demikian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo harus dapat mengatasi Penanggulangan
masalah bencana erupsi Gunung Sinabung. Agar Badan
Bencana
Daerah
Kabupaten
Karo
dapat
mencegah
dan
menanggulangi bencana tersebut. Sehingga dapat mengurangi resiko jatuhnya korban jiwa akibat bencana erupsi Gunung Sinabung. Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi,dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, resiko, dan dampak bencana berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 tahun 2008 Pasal 2. 8 Untuk itu berdasarkan analisa di atas, maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian agar dapat melihat bagaimana kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah di Kabupaten Karo dalam hal tanggap bencana, terutama dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh para korban erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Untuk itu, peneliti akan melakukan penelitian di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo dan Desa Gurukinayan yang menjadi salah satu korban bencana alam erupsi Sinabung. Hal tersebut lah yang melatarbelakangi saya sebagai peneliti untuk mengangkat judul penelitian tentang”Analisis Kinerja Badan
7
http://metro24.co.id/2015/05/28/kepala-bpbd-karo-akui-siap-diaudit/ diakses pada tanggal 29 Mei 2015 pukul 14:00 WIB 8 Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2008 Pasal 2
6
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo”.
I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis mengangkat rumusan masalah, yaitu:”Bagaimana kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo dalam upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo?” I.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam upaya penanggulangan bencana erupsi gunung Sinabung. 2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam upaya penanggulangan bencana erupsi gunung Sinabung di Kabupaten Karo. 3. Untuk mengetahui strategi apa yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut.
7
I.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh melalui kegiatan penelitian ini, yaitu: a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu
pengetahuan,
khususnya
mengenai
strategi
optimalisasi kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam menanggulangi erupsi gunung Sinabung. b. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU,khususnya di bidang Ilmu Administrasi Negara. c. Secara praktis, Secara praktis hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah masukan bagi Pemerintah berupa saran-saran untuk digunakan sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
pelaksanaan
kinerja
Badan
Penanggulangan Bencana Daerah dalam menanggulangi bencana erupsi gunung Sinabung di Kabupaten Karo.
I.5 Kerangka Teori Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab teori merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti tersebut menyoroti masalah yang
8
dipilihnya. Menurut Kerlinger, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 9 Dalam penelitian kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan dasar yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan-batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, dengan demikian penulis dapat melakukan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian.
I.5.1 Kinerja 1.5.1.1 Pengertian Kinerja Kata ‘kinerja’ dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari kata Bahasa Inggris “performance” yang berarti : (1) pekerjaan perbuatan, (2) penampilan atau pertunjukan, sedangkan kinerja dalam ilmu administrasi / manajemen memiliki pengertian sebagai tingkat pencapaian hasil / penyelesaian terhadap tujuan organisasi (the degree of accomplishment). 10 Kinerja merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Hasil kombinasi tersebut terlihat dalam bentuk catatan outcome dalam periode waktu tertentu. 11
9
Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey(Jakarta:LP3ES,1995),hal 37 Nurlaila. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Bandung : LepKhair. 9 Sulistiyani, Ambar T dan Rosidah. 2003. Manajemen SUmber Daya Manusia. Yogyakarta :Graha Ilmu. 10
9
Sedangkan menurut Henry Simamor, Kinerja adalah tingkatan dimana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan dan memberikan hasil maksimal dari standar yang telah ditentukan selama masa periode waktu tertentu. 12 Selain itu, menurut Rivai dan Basri Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. 13 Dari uraian dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh kemampuan dari individu atau kelompok yang dilakukan berdasarkan kecakapan, pengalaman sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Adapun ukuran kinerja menurut T.R. Mitchell dapat dilihat dari lima hal, yaitu 14 : 1. Quality of work – Kualitas hasil kerja 2. Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan 3. Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan 4. Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan 5. Communication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain. 12
Simamora, Henry.1997. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Kedua. STEI: YKPN. Rivai, Veithzal dan Basri. 2005. Performance Appraisal: Sistem yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan. Jakarta : Rajagrafindo Persada 14 Bacal, Robert. 2001. Performance Management, ahli bahasa Surya Dharma dan Yanuar Irawan. 13
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
10
1.5.1.2
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang bekerja dalam suatu lingkungan. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. Kemampuan mereka, 2. Motivasi, 3. Dukungan yang diterima, 4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5. Hubungan mereka dengan organisasi. 15 Menurut Mangkunegara
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. 16
15 16
http://id.m.wikipedia.org/wiki/kinerja diakses pada tanggal 14 Desember 2014 pukul 12:55 WIB Mahmudi.(2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta:UPP AMP YKPN.hlm.35
11
1.5.1.3 Teori Kinerja Wexley dan Yuki mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain adalah disiplin kerja dan motivasi. 17 Disiplin kerja diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang bagus, dengan disiplin pegawai akan berusaha untuk melakukan pekerjaan semaksimal mungkin dan kinerja yang dihasilkan menjadi lebih bagus. Dan motivasi juga berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Dengan motivasi pegawai akan mendorong pegawai untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat motivasi seorang pegawai maka semakin tinggi pula kinerja pegawai. Sutarto telah merangkum dari berbagai pendapat para ahli organisasi dan manajemen, sehingga ditemukan ada beberapa faktor yang merupakan faktor internal yang merupakan faktor penting bagi jalannya suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan, yaitu seperti pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab disiplin, kesatuan perintah, kesatuan arah prioritas kepentingan bersama, gaji, sentralisasi, saluran jenjang,ketertiban, keadilan kestabilan masa kerja,inisitaif,rasa kebersamaan, koordinasi,jenjang penyusunan fungsi, staf, ketetapan penempatan, pengakuan terhadap pimpinan, staf khusus dan umum, departemenisasi, asas pengecualian, keseimbangan.
17
Mahmudi.(2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta:UPP AMP YKPN.hlm 42
12
I.5.2 Bencana Menurut Asian Disaster Resources and Respon Network (ADDRN), bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi ekonomi, dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. 18 Sedangkan menurut Purnomo dan Sugiantoro,
pemahaman tentang istilah bencana dari beberapa orang, meskipun
beragam, namun pada akhirnya, semuanya mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan manusia. 19 Menurut Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat (1), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana itu dibagi tiga jenis menurut Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:
18
Asian Resources and Response Network (ADDRN). Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2010. 19 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,2010),hlm.9.
13
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (Pasal1 ayat (2)) 2. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatka oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (Pasal 1 ayat 3)) 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror. (Pasal 1 ayat 4)) Dari beberaapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara sengaja dan tidak sengaja yang pada akhirnya mengganggu dan merugikan kehidupan banyak orang.
1.5.3 Penanggulangan Bencana Penanggulangan
bencana seperti yang didefenisikan Agus Rahmat,
merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus manajmen bencana. 20 Dan menurutnya, tujuan kegiatan ini adalah untuk mencegah kehilangan jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat 20
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,2010),hlm.93.
14
dan pihak berwenang mengenai risiko, dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis. Adapun Carter , mendefenisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana untuk meningkatakan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi), persiapan, respon darurat dan pemulihan. 21 Dan menurutnya, tujuan dari penanggulangan bencana diantaranya, yaitu mengurangi atau menhindari kerugian secara fisik,ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh per orangan, masyrakat negara, mengurangi penderitaan korban bencana, mempercepat pemulihan, dan memeberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam. Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukumdan pemerintah, keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan kepastian hokum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di ayat (2) digambarkan prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana, yaitu cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan 21
Ibid
15
berhasil
guna,
transparansi
dan
akuntabilitas,kemitraan
,
pemberdayaan
,nondiskriminatif dan nonproletisi. Adapun yang menjadi tujuan dari penanggulangan bencana( Undang-undang No.24 tahun 2007 Pasal 4), yaitu memeberikan perlindungan kepada masyarakat dan ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada , menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh, menghargai
budaya lokal, membangun partispasi dan kemitraan publik serta swasta, mendorong semangat gotong-royong, dan kesetiakawanan, dan kedermawanan dan menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam penanggulangan bencana diatas, dapat dilihat bahwa yang merupakan salah satu prinsip dan tujuan penanggulangan bencana adalah koordinasi sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat berhubungan erat dengan penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada sebelum, saat dan sesudah bencana terjadi.
I.5.3.1 Upaya Penanggulangan Bencana Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis dalam Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:
16
1.
Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangakan dan/atau mengurangi ancaman bencana.(Pasal 1 ayat (6))
2.
Kesiapsiagaan
adalah
serangakaian
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.( Pasal 1 ayat (7)) 3.
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin pada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.( Pasal 1 ayat (8))
4.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. ( Pasal 1 ayat (9))
5.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. ( Pasal1 ayat (10))
6.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik dan masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi berjalannya secara wajar semua
17
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. ( Pasal 1 ayat (11)) 7.
Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan prekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. ( Pasal1 ayat (12))
Dari pengertian-pengertian diatas mengenai beberapa upaya penanggulangan bencana, maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan untuk mengatasi dan mencegah resiko bencana terjadi yang bertujuan untuk mengembalikan sumber-sumber daya diwilayah yang terkena bencana terebut. 1.5.3.2 Asas Penanggulangan Bencana Penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat di Indonesia termasuk juga untuk kalangan industri beresiko tinggi. Pelaksanaan penanggulangan bencana dilakukan berasaskan sebagai berikut : 1. Kemanusiaan Aspek penanggulangan bencana memiliki dimensi kemanusiaan yang tinggi. Korban bencana khususnya bencana alam akan mengalami penderitaan baik fisik,
18
moral maupun materi sehingga memerlukan dukungan tangan dari pihak lain agar bisa bangkit kembali. Penerapan manajemen bencana merupakan usaha mulia yang menyangkut aspek kemanusiaan untuk melindungi sesama.
2. Keadilan Penerapan penanggulangan bencana mengandung asas keadilan, yang berarti bahwa penanggulangan bencana tidak ada diskriminasi atau berpihak kepada unsur tertentu. Pertolongan harus diberikan dengan asas keadilan bagi semua pihak. 3. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan Penanggulangan bencana mengandung asas kesamaan dalam hukum dan juga dalam pemerintahan, semua pihak harus tunduk kepada perundangan yang berlaku dan taat asas yang ditetapkan. 4. Keseimbangan, Bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan lingkungan. 5.
Keselarasan Bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan keselarasan tata kehidupan sosial dan lingkungan.
6.
Keserasian
19
Bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. 7. Ketertiban dan kepastian hukum Penanggulangan bencana harus mempertimbangkan aspek ketertiban dan kepastian hukum. Program dan penerapan penanggulangan bencana harus berlandaskan hukum yang berlaku dan ketertiban anggota masyarakat lainnya.
8. Kebersamaan Salah satu asas penting dalam penanggulangan bencana adalah kebersamaan. Masalah bencana tidak bisa diselesaikan secara partial atau hanya oleh satu pihak saja, harus melibatkan seluruh anggota masyarakat atau komunitas yang ada. Tanpa keterlibatan dan peran serta, program penanggulangan bencana tidak akan berhasil dengan baik. 9. Kelestarian lingkungan hidup Penanggulangan bencana harus memperhatikan aspek lingkungan hidup di sekitarnya, benturan yang akan terjadi dalam menjalankan penanggulangan bencana dengan aspek lingkungan. Untuk mencapai keberhasilan, kelestarian lingkungan harus tetap terjaga dan terpelihara. 10. Ilmu pengetahuan dan teknologi Penerapan peanggulangan bencana dilakukan secara ilmiah dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Bencana sangat erat kaitannya dengan berbagai disiplin
20
keilmuan seperti geologi, geografi, linkungan, ekonomi, budaya, teknologi, dan lainnya.Harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. 22
1.5.3.3 Proses Penanggulangan Bencana Penanggulanan bencana dapat dibagi atas tiga tingkatan, yaitu pada tingkat lokasi disebut manajemen insiden, tingkat unit atau daerah disebut manajemen darurat, dan tingkat nasional atau korporat disebut manajemen krisis. 1. Manajemen insiden adalah penanggulangan kejadian di lokasi atau langsung di tempat kejadian. Dilakukan oleh tim tanggap darurat yang dibentuk atau petugas lapangan sesuai dengan keahliannya masing-masing. Penanggulangan bencana pada tingkat ini bersifat teknis 2. Manjemen darurat adalah upaya penanggulangan bencana di tingkat yang lebih tinggi yang mengkoordinir lokasi kejadian. 3. Manajemen krisis berada di tingkat yang lebih tinggi misalnya di tingkat nasional atau tingkat korporat bagi suatu perusahaan yang mengalami bencana.
22
http://poskosiagabencana.blogspot.com/2013/06/10-asas-penanggulangan-bencana.html?m=1 diakses pada tanggal 14 Desember 2014 pukul 20:15 WIB.
21
Perbedaan tugas dan tanggung jawab pada ketiga tingkatan adalah berdasarkan fungsinya yaitu taktis dan strategis. Tingkat manajemen insiden, tugas dan tanggung jawab lebih banyak bersifat taktis dan semakin keatas tugasnya akan lebih banyak menangani hal yang strategis. Pengaturan fungsi dan peran sangat penting dilakukan dalam mengembangkan suatu penanggulangan bencana. Hambatan di lapangan pada dasarnya terjadi karena pengaturan tugas dan peran tidak jelas. Siapa yang bertanggung jawab mengkoordinir bantuan dari pihak luar dan siapa yang mengelola bantuan tersebut setelah berada di lapangan. Siapa penentu
kebijakan
penanggulangan
bencana
dan
siapa
yang
melakukan
penerapannya di lapangan.
I.5.4 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo 1.5.4.1 Sejarah Berdirinya BPBD Kabupaten Karo Gunung Sinabung yang telah “tertidur” selama 400 tahun , pada tahun 2010 kembali aktif. Gunung yang berada 2.460 mdpl ini pada awalnya termasuk dalam gunung berapi tipe B yaitu gunung berapi yang tidak memiliki aktivitas yang berarti dalam waktu yang sangat lama hingga ratusan tahun maka tidak masuk dalam prioritas pengawasan. Tercatat pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bahwa Gunung Sinabung terakhir meletus di tahun 1600.
22
Pada awalnya, Gunung Sinabung hanya menyemburkan debu disertai bau belerang yang menyengat. Warga yang berada di kaki gunung segera melakukan evakuasi karena aktivitas gunung tersebut tidak seperti biasanya. Ratusan kepala keluarga mengungsi kebeberapa tempat yang dianggap aman. Daerah yang parah terkena aktivitas awal Gunung Sinabung setelah ratusan tahun tersebut adalah Desa Bekerah dan Suka Nalu yang berjarak tidak sampai 10 kilometer dari puncak gunung. Aktivitas Gunung Sinabung rupaya terus meningkat hingga meletus dan mengeluarkan lava pijar dan status pun diubah menjadi Awas sehingga aktivitas Gunung Sinabung menjadi dalam pengawasan pihak yang berwenang. Oleh karena itu, pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah membuat sebuah kebijakan untuk membentuk sebuah badan yang khusus bergerak pada bidang penanggulangan bencana di Kabupaten Karo, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo. Sebelum BPBD berdiri di Kabupaten Karo pada tanggal 22 Januari 2014, kewenangan dalam mengatasi masalah bencana berada di Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (KESBANGLINMAS) Kabupaten Karo berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) pada salah satu bidang di instansi tersebut. Kemudian pada tanggal 22 Januari 2014 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 01 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo, maka berdirilah BPBD Kabupaten Karo yang tugas dan
23
fungsinya mengambil alih tugas-tugas dari KESBANGLINMAS dalam lingkup penanggulangan bencana.
I.6 Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. 23 Defenisi konsep bertujuan untuk menghindarkan interprestasi ganda atas variable yang diteliti. Oleh karena itu, untuk medapatkan batasan-batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka defenisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh kemampuan dari individu atau kelompok yang dilakukan berdasarkan kecakapan, pengalaman sesuai dengan tanggungjawab yang diberikannya. Adapun indikator kinerja yang saya gunakan yaitu teori menurut T.R. Mitchell ada lima hal, yaitu: a) Quality of work – Kualitas hasil kerja b) Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan c) Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan d) Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan
23
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey (Jakarta: Pustaka LP3ES,1995), hlm.33.
24
e) Communication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain. 2. Penanggulangan bencana merupakan salah satu bentuk pengurangan resiko bencana. Dan tujuan penanggulangan bencana adalah koordinasi sehingga dapat
disimpulkan
koordinasi
sangat
berhubungan
erat
dengan
penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada sebelum, saat dan sesudah bencana terjadi. 3. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo adalah suatu Badan yang masih terbilang baru saja terbentuk pada tanggal 22 Januari 2014. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo dibentuk karena adanya bencana Erupsi Gunung Sinabung. Sebelum adanya BPBD Kabupaten Karo bencana erupsi Gunung Sinabung ditangani oleh TNI/POLRI,KESBANGLINMAS, dan BPBD Provinsi Sumatera Utara. I.7 Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang , perumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, hipotesis dan sistematika penulisan.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
25
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berikan gambaran umum tentang lokasi penelitian yang meliputi
keadaan
geografis,tpografis,hidrologi,kependudukan,pendidikan,kesehatan, sosial ekonomi dan pemerintahan. BAB IV
PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian di lapangan dan dokumen-dokumen yang akan dianalsis.
BAB V
ANALISIS DATA Bab ini memuat analisis data yang telah diperoleh selama penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.
BAB VI
PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan dan saransaran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kemijakan.
26