BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Banyak perusahaan besar jatuh karena terlibat dalam skandal keuangan perusahaan. Skandal keuangan yang terjadi di beberapa perusahaan besar di Indonesia bahkan di dunia salah satunya dilatarbelakangi oleh perilaku manajemen laba. Manajemen laba mendorong terjadinya skandal keuangan di beberapa perusahaan besar seperti Enron, Merck, Allied Carpet, Sunbean, World Com, dan mayoritas perusahaan di Amerika Serikat. Tipe praktik akuntansi dalam upaya melakukan manajemen laba antara lain dengan cara (1) mengubah hutang perusahaan induk luar negeri untuk menggelembungkan pendapatan (Enron), (2) mencatat pendapatan lebih cepat daripada seharusnya (Allied Carpet), (3) manipulasi pencatatan penghasilan yang besar dengan cara mencatat kembali pendapatan pada periode sebelumnya (Sunbeam) (Greenfield et al., 2008). Worldcom merupakan perusahaan besar yang menjadi bintang di pasar modal pada tahun 1990 di Amerika Serikat berubah menjadi perusahaan yang melakukan skandal akuntansi terbesar. Data SEC menunjukkan bahwa Worldcom mengklasifikasikan biaya jaringan sebesar $3.800.000.000 ke dalam akun modal dengan rincian sebesar $3.055.000.000 pada tahun 2001 dan $797.000.000 pada kuarter pertama di tahun 2002. Akibat tindakan tersebut Worldcom mampu menaikkan laba karena akun biaya dicatat lebih rendah. Sanksi yang diterima Worldcom berupa denda dari SEC sebesar $2.250.000.000 kemudian dikurangi oleh pengadilan menjadi $750.000.000. Sebagai tambahan, keempat eksekutif
1
Worldcom dilarang menjabat sebagai pejabat, direktur atau akuntan di perusahaan publik (Soltani, 2014). Dari kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku manajemen laba sangat membahayakan kelangsungan hidup perusahaan dan merugikan individu yang terlibat di dalamnya. Penelitian ini penting karena perlu adanya identifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi individu terlibat dalam manajemen laba. Beberapa manajer memutuskan untuk terlibat dalam manajemen laba dan beberapa yang lainnya tidak (Greenfield et al., 2008). Manajemen laba dapat terjadi ketika manajer mempunyai pertimbangan dalam
menyajikan laporan
keuangan dan menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan yang dapat menyesatkan stakeholders (Healey and Wahlen, 1999). Berdasarkan Teori Keagenan, manajer berada pada posisi yang dilematis ketika harus memutuskan kedudukannya sebagai agen di sebuah perusahaan. Hubungan antara agen dan prinsipal dapat menimbulkan konflik ketika muncul konflik kepentingan di antara keduanya (Messier et al., 2006). Sebagai agen, di satu sisi manajer seharusnya mengambil keputusan yang dapat menguntungkan prinsipal, tetapi di sisi lain manajer mempunyai pertimbangan untuk dapat memperoleh bonus yang lebih tinggi dengan cara menaikkan laba. Hal itulah yang mendorong manajer menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Tindakan memaksimalkan bonus muncul karena adanya keinginan, keserakahan (Sloan, 2002), dan sifat materialisme (Belk, 1985) manusia untuk memiliki uang yang disebut dengan love of money (LOM). Secara finansial
2
manusia mungkin terlihat ‘miskin’ namun secara psikologis ‘kaya’. Hal tersebut merupakan ungkapan bahwa manusia mengejar uang bukan karena mereka miskin tetapi karena secara psikologis mendambakan uang. Secara rasional dapat diterima jika individu dengan tingkat LOM tinggi akan termotivasi melakukan tindakan apapun untuk mendapatkan uang. Dengan demikian, individu yang mempunyai mentalitas LOM tinggi mungkin cenderung terlibat dalam perilaku tidak etis di dalam sebuah organisasi dibandingkan individu dengan LOM rendah (Tang and Chiu, 2003). LOM merupakan akar penyebab dari skandal keuangan perusahaan (Tang and Chiu, 2003) dan mengindikasikan persepsi etis yang rendah dalam situasi bisnis (Wong, 2008). Lebih lanjut Kaplan (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa uang merupakan salah satu alasan manajer untuk melakukan manajemen laba.
Penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan
oleh
Rahmawati
(2012)
mengindikasikan bahwa LOM berpengaruh terhadap perilaku manajer dalam memutuskan untuk melakukan manajemen laba atau tidak. Selain LOM, Soltani (2014) beberapa area yang mungkin dapat menjadi penyebab utama skandal keuangan perusahaan dan mengklasifikasikan area tersebut menjadi 6 kategori, dua di antaranya adalah iklim etis organisasi dan kesalahan manajemen serta instruksi atasan dan kepemimpinan eksekutif. Iklim etis organisasi merupakan hasil refleksi dari sikap manajemen dan perilakuperilaku yang mengarah pada etika (Victor and Cullen, 1988) dan terdiri dari tiga konstruk multidimensional yang terdiri dari budaya etis organisasi, tone of the top, dan kepemimpinan etis (Soltani, 2014).
3
Lebih jauh, Shafer (2015) berpendapat bahwa ketika karyawan merasakan iklim tidak etis di sebuah organisasi atau instruksi dari atasan, maka mereka cenderung meminimalisasi pentingnya etika perusahaan dan tanggung jawab sosial untuk merasionalkan keputusan agresif manajemen laba. Budaya organisasi akan mempengaruhi individu dalam perusahaan untuk berperilaku etis ketika budaya organisasi tersebut dapat berjalan seperti sistem formal (Trevino, 1986). Sebaliknya, karyawan akan mengesampingkan pentingnya etika perusahaan sebagai hasil refleksi dari aktivitas manajemen atas yang tidak menjunjung tinggi perilaku etis (Shafer, 2015). Dengan adanya evaluasi tentang persepsi iklim etis organisasi mungkin dapat meningkatkan pentingnya penerapan etika bagi para peneliti dan praktisi bisnis (Martin and Cullen, 2006). Penelitian ini berusaha untuk menguji apakah iklim etis organisasi dapat mempengaruhi perilaku individu untuk melakukan manajemen laba. Karyawan menganggap bahwa tindakan manajemen laba untuk meningkatkan bonus merupakan hal yang wajar jika berada dalam iklim organisasi yang tidak mendukung kegiatan etis. 1.2 Rumusan Masalah Perilaku manajemen laba telah mendorong terjadinya skandal pelaporan keuangan seperti yang terjadi pada kasus Enron, Merck, Allied Carpet, Sunbean, Worldcom, dan mayoritas perusahaan di Amerika Serikat. Greenfield et al. (2008) menjelaskan tentang tipe praktik akuntansi dalam upaya melakukan manajemen laba antara lain dengan cara (1) mengubah hutang perusahaan induk luar negeri untuk menggelembungkan pendapatan (Enron), (2) mencatat pendapatan lebih cepat daripada seharusnya (Allied Carpet), (3) manipulasi pencatatan penghasilan
4
yang besar dengan cara mencatat kembali pendapatan pada periode sebelumnya (Sunbeam). Kasus manajemen laba juga terjadi di Indonesia. Beberapa kasus manajemen laba yang terungkap antara lain adalah kasus PT Indofarma dan Bank Lippo. Pada tahun buku 2001, PT Indofarma melakukan penilaian barang dalam proses lebih tinggi dari nilai yang seharusnya (overstated) sehingga Harga Pokok Penjualan menjadi understated dan laba bersih menjadi lebih tinggi (overstated) dengan nilai yang sama. Bapepam mendenda Direksi PT Indofarma sebesar Rp 500.000.000 karena praktik tersebut. Banyaknya kasus praktik manajemen laba yang terjadi menimbulkan pertanyaan tentang faktor penyebab beberapa manajer memilih untuk terlibat dalam praktik manajemen laba dan beberapa yang lainnya tidak (Greenfield et al., 2008). Uang merupakan salah satu penyebab manajer terlibat dalam manajemen laba (Kaplan, 2001). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Rahmawati, 2012) memberikan hasil bahwa love of money berpengaruh positif terhadap perilaku manajemen laba dan perilaku manajemen laba cenderung dilakukan oleh eksekutif berlatar belakang profesi manajer daripada profesi akuntan. Elias (2004) melakukan survei terhadap 583 CPA akuntan publik, industri, dan akademisi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang merasa organisasi tempat mereka bekerja mempunyai standar etis yang tinggi, cenderung menganggap perilaku manajemen laba adalah tindakan yang kurang beretika, begitu pula sebaliknya.
5
Penelitian Rahmawati (2012) dan Elias (2004) tersebut menggunakan metode survei, sedangkan hubungan sebab akibat dapat terlihat lebih kuat ketika penelitian menggunakan metode eksperimen (Nahartyo, 2012). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk melihat hubungan sebab akibat antara LOM terhadap perilaku manajemen laba dan hubungan sebab akibat antara iklim etis organisasi terhadap perilaku manajemen laba. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah LOM mempengaruhi perilaku manajemen laba? 2. Apakah iklim etis organisasi mempengaruhi perilaku manajemen laba? 3. Faktor situasional dan faktor personal seperti apa yang paling dapat mempengaruhi perilaku manajemen laba? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji: 1. Pengaruh love of money terhadap perilaku manajemen laba. 2. Pengaruh iklim etis organisasi terhadap perilaku manajemen laba. 3. Faktor situasional dan faktor personal yang paling dapat mempengaruhi perilaku manajemen laba. 1.4 Kontribusi Penelitian Penelitian ini mempunyai kontribusi teoritis, metode, dan praktis. Dari segi teoritis. Pertama, penelitian ini menjadi penting karena penelitian sebelumnya [lihat penelitian Tang and Chiu (2003); Tang et al (2008); Tang and Chen (2008); 6
Du and Tang (2005); Domino et al., (2015)] menguji LOM dan iklim etis organisasi secara terpisah. Interaksi kedua variabel tersebut dilakukan karena dengan melakukan interaksi akan lebih menggambarkan kondisi nyata dan LOM sering terjadi bersamaan dengan variabel lain dalam hal ini adalah iklim etis organisasi. Kedua, penelitian ini berusaha untuk melengkapi penelitian sebelumnya (Shafer, 2015) yang menggunakan Ethical Climate Theory (ECT) (Victor and Cullen, 1988) yang belum mampu mengungkap fenomena iklim etis organisasi
secara
komprehensif
dari
ranah
psikologis.
Penelitian
ini
menambahkan teori pendamping yaitu Social Kognitive Theory (Bandura, 1986) yang memaparkan seluk beluk munculnya perilaku tidak etis dari aspek psikologis terkait dengan faktor situasional dan faktor internal. meneliti
iklim
etis
organisasi
secara
menyeluruh
Ketiga, penelitian ini meliputi
konstruk
multidimensional budaya etis organisasi, tone of the top, dan kepemimpinan etis. Penelitian sebelumnya Singhapakdi (1993) hanya meneliti dari segi budaya etis. Selain itu, Shafer (2015) meneliti persepsi akuntan dengan teknik survei tentang iklim etis organisasi berdasarkan tipe iklim etis organisasi di tempat mereka bekerja apakah termasuk tipe egoistic, benevolent, atau principled. Dari segi metode, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh sebab akibat dari LOM dan iklim etis terhadap manajemen laba. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mengukur perilaku manajemen laba yang berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya [lihat penelitian Domino et al., 2015; Shafer, 2015; Singhapakdi, 1993; Tang and Chiu, 2003]. Nahartyo and Utami
(2016) menjelaskan bahwa penelitian eksperimen merupakan tipe
7
penelitian yang menekankan pada aspek hubungan sebab akibat antar variabel penelitian. Kelebihan penelitian eksperimen adalah peneliti dapat mengurangi variabel ekstrani dengan cara melakukan randomisasi yang tepat sehingga validitas internal penelitian dapat diperoleh. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Namun demikian, adapun kelemahan utama metode eksperimen yaitu hasil penelitian menjadi sulit digeneralisasi ke populasi atau validitas eksternalnya relatif rendah. Selain itu, adalah relatif sulit bagi peneliti untuk meniru tatanan alamiah ke dalam laboratorium yang terkontrol sehingga timbul pertanyaan mengenai validitas ekologis dan kebergunaan eksperimen dalam menyelesaikan masalah praktis di lapangan. Dari segi praktis, pertama, penelitian ini menjadi masukan bagi manajemen tingkat atas bahwa manajemen laba dapat dikurangi dengan cara menciptakan iklim etis perusahaan. Kedua, penelitian ini dapat memberikan masukan kepada manajemen tingkat atas untuk dapat mengendalikan tingkat LOM karyawannya dengan cara pengukuran tingkat LOM secara berkala. Penelitian ini memberikan hasil tentang adanya tingkat LOM yang tinggi akan mendorong individu untuk melakukan tindakan tidak etis seperti manajemen laba demi untuk mendapatkan uang.
8
1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan penelitian ini selengkapnya diorganisasikan sebagai berikut: Bab I
: menguraikan latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
: membahas tentang landasan teori dan perumusan hipotesis yang berisi kajian literatur variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini dan acuan perumusan hipotesis.
Bab III
: membahas metode penelitian yang berisi desain penelitian, prosedur eksperiman, partisipan, definisi operasional variabel, pilot test, dan pengujian hipotesis.
Bab IV
: menguraikan analisis data dan pengujian hipotesis dengan menyajikan hasil pengolahan data dan pembahasannya
Bab V
: berisi tentang diskusi dan implikasi penelitian, simpulan, dan keterbatasan tentang penelitian ini serta saran untuk penelitian mendatang.
9