BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Ada beberapa hal yang mengemukakan tentang tujuan pendirian suatu perusahaan. Menurut Fuad dkk. (2000:22) secara umum tujuan pendirian perusahaan dapat dibedakan menjadi tujuan ekonomis dan tujuan sosial. Tujuan ekonomis berkenaan dengan upaya perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya sedangkan untuk tujuan sosial, perusahaan diharapkan untuk memperhatikan keinginan investor, karyawan, penyedia faktor produksi, terlebih lagi masyarakat luas. Perusahaan yang berorientasi pada perolehan keuntungan, umumnya akan memfokuskan kegiatannya untuk meningkatkan nilai perusahaan hingga mencapai maksimum (laba merupakan tolok ukur keberhasilan). Dalam hal ini, nilai perusahaan merupakan harga jual perusahaan yang dianggap layak oleh calon investor, sehingga ia mau membayar jika suatu perusahaan akan dijual. Bagi perusahaan yang menjual sahamnya ke masyarakat (go public), indikator nilai perusahaan adalah harga saham yang diperjualbelikan di bursa efek (Fuad dkk., 2000:23). Saham merupakan salah satu surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan karena
dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan direpresentasikan melalui harga pasar saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen aset. Seringkali para manajer ataupun kalangan eksekutif perusahaan berusaha memaksimalkan nilai perusahaan dengan menetapkan kebijakan yang hanya berpihak (menguntungkan) pada perusahaan dan merugikan stakeholder tertentu (masyarakat sekitar perusahaan dan lingkungan). Contoh dari kesewenangan tindakan perusahaan adalah kasus lumpur lapindo, yang sejak tahun 2006 belum juga bisa ditanggulangi sepenuhnya. Masyarakat sekitar perusahaan dan lingkungan mereka tinggal akhirnya menjadi korban karena kesalahan
penetapan
prosedur
pengeboran.
Undang-Undang
Perseroan
Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal 74 ayat 1, yang mengatur tentang kesadaran akan perlunya menjaga lingkungan, menyatakan bahwa “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”.
Undang-undang ini menuntut perusahaan untuk wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau dengan kata lain corporate social responsibility (CSR). Persoalannya, hingga kini masih banyak perusahaan yang sekadar membagi-bagikan mie instan saat bencana alam atau menyumbang uang kepada karang taruna untuk perayaan 17 Agustus sudah merasa melakukan CSR. Oleh karena itu, banyak organisasi internasional yang menerbitkan
pedoman
sebagai
panduan
untuk
melaksanakan
dan
mengungkapkan CSR dengan tepat. Salah satu yang paling terkenal adalah Global Reporting Initiative (GRI), yaitu suatu organisasi nonprofit yang mendorong keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan sosial. GRI menyediakan
kerangka kerja pelaporan keberlanjutan yang komprehensif untuk semua perusahaan dan organisasi yang banyak digunakan di seluruh dunia. Penelitian mengenai hubungan CSR dan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan, tetapi menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian empiris awal dilakukan oleh Spicer dalam Rustiarini (2010) yang menemukan adanya asosiasi antara nilai investasi saham dengan kinerja sosial perusahan meskipun tingkat asosiasi menurun dari tahun ke tahun. Penelitian Alexander dan Buchloz dalam Rustiarini (2010) tidak menemukan adanya pengaruh antara pengungkapan sosial dengan harga saham. Nurlela dan Islahuddin (2008) menyatakan bahwa aktivitas CSR bukanlah salah satu faktor yang memengaruhi nilai perusahaan. Penelitian Mackey dan Barney (2007) menyarankan bahwa investor mungkin berminat melakukan investasi bertanggung jawab sosial selain untuk memaksimalkan
kekayaan
mereka.
Almilia
dan Wijayanto
(2007)
juga
menyatakan bahwa perusahaan dengan aktivitas CSR yang baik, harga sahamnya akan mengalami peningkatan. Jo dan Harjoto (2011) menemukan bahwa CSR engagement berpengaruh positif nilai perusahaan. Adapun penelitian Godfrey et al. (2009) menjelaskan bahwa CSR merupakan metode penciptaan nilai yang potensial dalam menghadapi beberapa jenis peristiwa negatif. Penelitian Rossi (2009) pada perusahaan-perusahaan di Brazil juga menemukan hasil yang serupa, yaitu ada keuntungan yang signifikan jika mengadopsi kebijakan bertanggung jawab sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Rustiani (2010) dan Thohiri (2012) juga menunjukkan bahwa CSR berpengaruh pada nilai perusahaan.
Berdasarkan
uraian-uraian
sebelumnya
dapat
diambil
kesimpulan
sementara bahwa ada kecenderungan yang besar aktivitas dan pengungkapan CSR berpengaruh, bahkan memiliki hubungan positif, terhadap nilai perusahaan. Jika aktivitas CSR meningkat, nilai perusahaan juga akan meningkat yang ditandai dengan peningkatan nilai saham dan permintaan investasi. Suatu perusahaan harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan alam maupun sosial. Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance atau GCG) akan menuntun perusahaan ke arah keberlanjutan (sustainability) yang lebih lama dan hal ini menjadi sinyal bagi para investor bahwa perusahaan ini layak menjadi tempat investasi jangka panjang. Dengan demikian, model corporate governance pun diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian Thomsen (2004) berpendapat bahwa nilai korporat ditentukan oleh corporate governance yang ditekankan pada tiga mekanisme tata kelola, yaitu struktur kepemilikan, komposisi dewan, dan pengaruh stakeholder. Penelitian Coleman (2007) menunjukkan bahwa proksi corporate governance yang diteliti, yaitu ukuran dan independensi dewan, dualitas CEO, masa jabatan CEO, intensitas aktivitas dewan, ukuran dan frekuensi pertemuan komite audit, dan kepemilikan institusional, berpengaruh positif atau negatif terhadap nilai perusahaan, kinerja perusahaan, atau profitabilitas. Adapun Herawaty (2008), Rustiarini (2010), Thohiri (2012) menemukan bahwa variabel corporate governance memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Namun, Herawaty menyatakan hal itu tergantung dari model regresinya. Susanti (2010) menyatakan bahwa variabel corporate governance yang diujikan signifikan positif terhadap nilai perusahaan. Shil (2011) melalui penelitian secara pustaka juga menemukan adanya pengaruh corporate
governance terhadap nilai perusahaan. Penelitian Ammann et al. (2011) juga menemukan adanya hubungan yang kuat dan positif antara corporate governance perusahaan dan penilaian perusahaan. Penelitian Chhaochharia dan Grinstein (2007) menemukan fakta lain, yaitu adanya pengembalian abnormal positif dalam perusahaan yang kurang patuh pada aturan corporate governance yang ada pada Sarbanes-Oxley Act. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Herdinata (2007) menunjukkan corporate governance pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan penelitianpenelitian sebelumnya dapat diambil kesimpulan sementara bahwa kemungkinan besar corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sama halnya dengan CSR yang juga berpengaruh pada nilai perusahaan. Penelitian ini bermaksud untuk kembali mengetahui pengaruh hubungan CSR terhadap nilai perusahaan, pengaruh corporate governance terhadap nilai perusahaan, dan pengaruh corporate governance terhadap hubungan CSR dan nilai perusahaan. Hal ini dilakukan dikarenakan CSR merupakan salah satu wujud penerapan corporate governance. Aktivitas CSR menyinggung salah satu unsur penting corporate governance, yaitu asas responsibility. Wang dan Coffey dalam Erhemjamts et al. (2011) menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara struktur corporate governancedan kontribusi sosial perusahaan. Rustiarini (2010) sependapat dengan Ammann et al. (2011) menyatakan bahwa corporate governance telah menuntun perusahaan untuk melaksanakan CSR, sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Jo dan Harjoto (2011) menyatakan bahwa corporate governance berpengaruh terhadap pelaksanaan dan pengungkapan CSR dan peningkatan nilai perusahaan. Barnea dan Rubin dalam Ammann et al. (2011) menemukan adanya hubungan negatif antara CSR dan corporate governance.
Untuk mengukur tingkat corporate governance perusahaan digunakan empat variabel, yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, dan proporsi independent director. Pihak manajemen merupakan pihak yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dalam teori agensi kepentingan manajerial dan kepentingan shareholder dapat bertentangan. Oleh karena itu, dengan adanya kepemilikan dari pihak manajemen dalam suatu perusahaan dapat menjadi dorongan buat para manajer untuk bekerja secara maksimal demi kepentingan perusahaan dan bukan untuk kepentingan pribadi. Kepemilikan pihak institusional juga berperan penting dalam pelaksanaan corporate governance suatu perusahaan. Kepemilikan institusional dapat menjadi alat monitoring yang efektif bagi perusahaan dalam memantau tindakan atau kinerja manajemen, sehingga potensi kecurangan dapat ditekan. Fungsi dewan komisaris yang terdiri dari advising dan monitoring diketahui menjadi elemen penting dalam penerapan good corporate governance. Ada pandangan yang menyatakan ukuran dewan yang lebih besar akan lebih baik bagi nilai perusahaan dan lebih sulit bagi CEO untuk mendominasi (Lehn et al., 2004). Akan tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa dewan yang lebih kecil akan lebih efektif dan meningkatkan akuntabilitas secara individual (Shil, 2011). Independent director merupakan anggota direksi perusahaan yang didatangkan dari luar perusahaan. Karena seorang independent director tidak bekerja dengan perusahaan selama waktu tertentu (biasanya paling tidak tahun sebelumnya), anggota direksi bukanlah manajer yang telah ada dan umumnya tidak terikat dengan cara bisnis perusahaan yang telah ada. Secara logika, anggota dewan independen dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengambilan keputusan dewan. Mereka dapat memberikan pandangan yang
objektif dan pemantauan yang lebih baik terhadap evaluasi kinerja dewan dan manajemen. Temuan Dah et al. (2010) menunjukkan bahwa peningkatan persentase independent director mengarah pada penurunan nilai perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan mereplikasi penelitian terdahulu, yaitu Rustiarini (2010), dengan menggunakan corporate governance sebagai variabel pemoderasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah a. Pedoman yang digunakan dalam mengukur luas pengungkapan CSR suatu perusahaan. Penelitian ini menggunakan pedoman GRI G3 Sustainability
Reporting
Guidelines
sedangkan
Rustiarini
(2010)
menggunakan item pengungkapan CSR yang sudah disesuaikan oleh Sembiring (2005) dari penelitian Hacston dan Milne berdasarkan pada peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item tersebut untuk diaplikasikan di Indonesia. b. Populasi penelitian. Populasi penelitian ini mengambil perusahaanperusahaan bergerak di bidang ekstraktif, manufaktur, dan sebagian nonmanufaktur, yaitu sektor properti dan real estate serta sektor transportasi dan infrastruktur. Peneliti memasukkan bidang ekstraktif dan sebagian nonmanufaktur dikarenakan aktivitas usaha pada bidang itu juga
memiliki
dampak
terhadap
lingkungan
dan
kesejahteraan
masyarakat di sekitarnya, misalnya industri perkebunan, perusahaan konstruksi, dan industri pengangkutan. Populasi Rustiarini (2010) hanya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. c. Variabel corporate governance. Penelitian ini menggunakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, dan proporsi independent director sebagai proksi yang mewakili variabel corporate
governance sedangkan
Rustiarini (2010)
menggunakan
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah komite audit sebagai proksi yang mewakili variabel corporate governance.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Apakah corporate social responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan? b. Apakah corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan? c. Apakah corporate governance berpengaruh terhadap hubungan corporate social responsibility dengan nilai perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai sesuai seperti yang telah direncanakan, tanpa adanya tujuan yang jelas akan mengakibatkan suatu kegiatan kurang terarah. Sesuai dengan penjelasan di atas tujuan penelitian ini adalah: a. untuk mengetahui pengaruh corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan; b. untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap nilai perusahaan; c. untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap hubungan corporate social responsibility dengan nilai perusahaan.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Kegunaan
teoretis
artinya
hasil
penelitian
nantinya
diharapkan
bermanfaat untuk penemuan konsep baru, pengembangan konsep yang sudah ada, penemuan teori baru, atau pengembangan teori sebelumnya. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan pengembangan keilmuan di bidang akuntansi
dapat
terus
meningkat,
terutama
dalam
mendukung
dan
mengembangkan teori-teori yang melandasi penelitian, yaitu teori pensinyalan yang melandasi pengungkapan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan dan teori agensi yang menjadi landasan penerapan corporate governance.
1.4.2 Kegunaan Praktis Kegunaan praktis artinya hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi pihak terkait. Pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan tema penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagi perusahaan Diharapkan dengan adanya penelitian ini perusahaan bisa menyadari tentang pentingnya corporate governance yang baik dan makna sebenarnya dari corporate social responsibility yang diungkapkan melalui laporan keberlanjutan atau sustainability report. Selain itu, peneliti juga mengharapkan perusahaan-perusahaan publik juga bisa segera atau terus menerbitkan laporan keberlanjutan untuk tahun-tahun berikutnya secara terbuka kepada masyarakat.
b. Bagi praktisi Diharapkan dengan adanya penelitian ini para praktisi mendapatkan suatu gambaran mengenai apakah corporate governance berpengaruh terhadap hubungan antara corporate social responsibility dan nilai perusahaan, sehingga mereka dapat lebih menyadari pentingnya pelaksanaan corporate governance yang baik dalam suatu perusahaan publik.
1.5 Sistematika Penulisan Bab I merupakan pendahuluan. Bab iniberisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan landasan teori. Bab ini berisi tentang tinjauan mengenai tinjauan teori dan konsep serta tinjauan empirik mengenai variabel yang diteliti, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab III merupakan metode penelitian. Bab ini berisi tentang rancangan penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini menjelaskan analisis faktor, deskripsi data secara statisitik, uji asumsi klasik, pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian. Bab V merupakan penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan, saran, dan keterbatasan penelitian.