8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Semenjak era reformasi yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Orde baru tahun 1998, banyak terjadi perubahan di dalam pemerintahan negara kita. Salah satunya adalah
lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang merupakan jawaban dari ketidakpuasan daerah-daerah atas perlakuan pemerintah pusat, yang tidak memberikan ruang gerak kepada daerah untuk mengatur pemerintahan daerah dengan prakarsa sendiri. Tuntutan reformasi untuk mewujudkan suatu Indonesia baru, yaitu Indonesia yang lebih demokrasi, lebih transparan, serta menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia merupakan suatu tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Menentang reformasi berarti menentang kehendak rakyat. Pihak-pihak yang ingin menghambat jalannya reformasi pasti akan berhadapan dengan rakyat. Hanya saja dalam pelaksanaan reformasi kita harus tetap berjalan pada koridor konstitusi, agar reformasi tersebut dapat berlangsung secara damai. 1 Pelaksanaan otonomi daerah menjadi peluang dan tantangan bagi daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena daerahlah yang lebih 1
Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme sebagai Suatu Alternatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), Hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
9
mengetahui aspirasi dan kehendak serta potensi yang dimiliki daerahnya. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. 2 Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat mengakomodasi perubahan paradigma pemerintahan, dari yang sentralistis menjadi desentralistis, mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, memperhatikan perbedaan potensi dan keanekaragaman, serta dapat mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. 3 Realisasi dari Pasal 68 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi “Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan Daerah sesuai dengan pedoman pemerintah” diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 ini telah memberikan kekuasaan dan keluasaan yang sangat besar dalam menyusun dan menetapkan organisasi perangkat daerah. Dalam pedoman tersebut sebenarnya telah ditegaskan bahwa penyusunan kelembagaan perangkat daerah harus mempertimbangkan 2
HAW. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Hlm. 7-8. 3 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghlmia Indonesia, 2007), Hlm. 161
Universitas Sumatera Utara
10
kewenangan yang dimiliki, karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan pola kemitraan antardaerah serta dengan pihak ketiga. 4 Kewenangan dan keleluasaan tersebut pada tahap implementasi diterjemahkan secara berbeda-beda oleh masing-masing daerah, lebih banyak bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional objektif, efesiensi, dan efektivitas. Pertimbangan tersebut telah membawa implikasi pada pembengkakkan organisasi perangkat daerah. Hal ini tentu berpengaruh terhadap inefesiensi alokasi anggaran yang tersedia dan juga terhadap profesionalitas sumber daya aparaturnya. 5 Oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 memiliki ruh dan semangat yang kuat
terhadap
efisiensi
dalam
penyelenggaraan
kewenangan
oleh
daerah.
Dilatarbelakangi oleh membengkaknya dan bervariasinya struktur organisasi pemerintah daerah, PP 8 tahun 2003 mencoba menyempurnakan ketentuan yang ada dalam PP 84 tahun 2000 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Ketentuan PP 84 tahun 2000 telah menyebabkan problem inefisiensi berupa pembengkakan jumlah 4
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, ( Jakarta: Kencana, 2008),
Hlm. 47.
5
Ibid
Universitas Sumatera Utara
11
dinas dan lembaga pelaksana teknis daerah. Problem utamanya terletak pada ketiadaan standar kriteria yang digunakan dalam membentuk perangkat organisasi daerah. Pada sisi lainnya, struktur internal organisasi perangkat daerah sangat variatif, sehingga menyulitkan asas penyelenggaraan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 ini meliputi: 1. Pembentukan dan Kriteria Organisasi Perangkat Daerah; 2. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Propinsi; 3. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Kabupatan/Kota; 4. Kedudukan, tugas dan fungsi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 5. Susunan organisasi Perangkat Daerah dan Eselonisasi Perangkat Daerah. 6 Dalam rangka mewujudkan Organisasi perangkat daerah yang ideal, maka Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah secara kongkret menggunakan pendekatan wajib sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pendekatan ini digunakan dalam rangka mengukur urgensi pembentukan organisasi perangkat daerah
6
Lihat penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
Universitas Sumatera Utara
12
yang diarahkan semaksimal mungkin mendekati kebutuhan nyata secara rasional objektif. 7 Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi 11 kewenangan, antara lain: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Mengacu pada 11 kewenangan wajib tersebut , maka dilakukan pembatasan jumlah maksimal dinas di kabupaten/kota maksimal 14 dinas dengan asumsi seluruh kewenangan wajib dilaksanakan dan 3 dinas lainnya sebagai toleransi. Hal ini untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi yang belum tertampung namun sangat dibutuhkan, sesuai dengan karakteristik masingmasing daerah. Adapun bagi provinsi, jumlah dinas ditetapkan lebih sedikit yaitu maksimal 10 dinas mengingat kewenangan di provinsi hanya kewenangan yang bersifat lintas kabupaten/kota dan kewenangan yang belum dapat dilakukan oleh kabupaten/kota. 8 Realisasi dari amanat perubahan Undang-undang Dasar 1945 secara langsung membawa konsekuensi terhadap landasan hukum pemerintah daerah. Kaidah Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 sebelum diamandemen diperluas (ditambah) dengan 2 pasal, yang tentunya kaidah yang terkandung didalamnya turut berubah. Untuk itu, pemerintah di bawah Presiden Megawati, setelah melakukan evaluasi yang mendasar, 7
Miftah Thoha, Op.Cit. Hlm. 48 Ibid, Hlm. 48-49.
8
Universitas Sumatera Utara
13
maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum pemerintah daerah (yang mengantikan Undangundang Nomor 22 tahun 1999 yang dianggap tidak sesuai lagi setelah amandemen Undang-undang Dasar 1945 rampung dilaksanakan). 9 Perubahan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, disamping karena adanya perubahan UUD 1945, juga memperhatikan beberapa ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK dan MA pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan Saran atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2003. 10 Penyelenggaraan
pemerintah
daerah
berdasarkan
Undang-undang
ini
menekankan supaya pemerintah daerah dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan didaerahnya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan 9
Agussalim Andi Gadjong, Op.Cit, Hlm. 167. C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), Hlm. 233-234. 10
Universitas Sumatera Utara
14
memperhatikan
prinsip
demokrasi,
pemerataan,
keadilan,
dan
potensi
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11 Selanjutnya perbedaan ketentuan umum antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1 Perbedaan Ketentuan Umum Antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 No
Item
UU No. 32 Tahun 2004
UU No. 22 Tahun 1999
1
Pemerintah Pusat
Presiden RI yang memegang Perangkat NKRI yang kekuasaaan pemerintahan terdiri dari presiden dan Negara RI sebagaimana para menteri; dalam UUD 1945;
2
Pemerintahan Daerah
Penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
Penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi
3
Pemerintah daerah
Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah
4
Kedudukan dan Lembaga perwakilan rakyat Badan legislative daerah Kewenangan DPRD daerah sebagai unsur berwenang meminta, penyelenggaraan menilai dan menolak pemerintahan daerah; laporan
11
Lihat klausul Menimbang, Khususnya huruf (a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Universitas Sumatera Utara
15
meminta laporan keterangan pertanggungjawaban pertanggungjawaban kepala kepala daerah daerah 5
Pengertian Otonomi Hak, wewenang dan Daerah kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan
Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
6
Daerah Otonom
Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang menngatur prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI;
Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.
1. Otonomi Terbatas untuk Daerah Provinsi; 2. Otonomi Luas untuk Daerah Kabupaten/Kota; 3. Otonomi Desa
asli
untuk
7
Desentralisasi
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI
8
Dekonsentrasi
Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada instansi vertical diwilayah tertentu
Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah
Universitas Sumatera Utara
16
9
Tugas Pembantuan
10
Kedudukan Kewenangan Daerah
Penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan atau Desa; dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa, serta; dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu
Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa; dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan nya kepada yang menugaskan
dan 1. Daerah provinsi 1. Daerah provinsi merupakan daerah otonom sebagai wilayah sebagai wakil pemerintah administratif, wakil di daerah yang pemerintah, bukan membawahi daerah sebagai atasan dari kabupaten/kota, pemerintah bertanggung jawab ke kabupaten/kota; pemerintah pusat; memiliki kewenangan atas lintas 2. Daerah kabupaten/kota kabupaten/kota; sebagai daerah otonom yang membawahi 2. Daerah kabupaten/kota sebagai daerah desa/kelurahan, bertanggung jawab kepada otonom; daerah provinsi; 3. Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang 3. Desa/kelurahan sebagai memiliki otonomi asli kesatuan masyarakat hukum yang otonom bertanggung jawab kepada kabupaten/kota
11
Pertanggungjawab an
Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden; Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah di atasnya; Bupati/Walikota kepada Gubernur; Kepala Desa/Lurah kepada Bupati/Walikota
Kepada daerah bertanggung jawab kepada DPRD; wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan kepada presiden melalui tembusan pemerintah di atasnya
Universitas Sumatera Utara
17
12
Pemilihan Daerah
Kepala Dipilih langsung oleh rakyat
13
Kedudukan dan Memimpin penyelenggaraan Kewenangan pemerintah daerah Kepala Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; mengajukan raperda dan menetapkan raperda yang telah mendapat persetujuan DPRD; pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dibawahnya.
14
Semangat Prinsip
15
Kelembagaan Desa
Dipilih oleh DPRD Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai Kepala eksekutif.
dan 1. Mempercepat 1. Amanat konstitusi UUD 1945, penjelasan terwujudnya kesejahteraan Pasal 18; masyarakat (peningkatan pelayanan, pemberdayaan, 2. Mendorong untuk peranserta masyarakat dan memberdayakan peningkatan daya saing masyarakat; daerah); 3. Menumbuhkan 2. Efesiensi dan efektivitas prakarsa dan penyelenggaraan kreativitas; pemerintahan daerah yang menekankan hubungan 4. Meningkatkan peranserta masyarakat; antar susunan pemerintahan serta 5. Mengembangkan peran pemberian hak dan dan fungsi DPRD; kewajiban otonomi 6. Dengan prinsip daerah; demokrasi, partisipasi, 3. Dengan prinsip: pemerataan dan demokrasi, pemerataan, keadilan, serta potensi keadilan, keistimewaan dan keanekaragaman dan kekhususan daerah. daerah. Pemerintahan desa dan badan permusyawarahan desa yang merupakan wakil dari penduduk desa dan ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat
Pemerintahan desa dan badan perwakilan desa yang dipilih secara langsung oleh penduduk desa
Universitas Sumatera Utara
18
16
Pembinaan pengawasan
1. Pemerintah hanya memfasilitasi Koordinasi pemerintahan penyelenggaraan antar-susunan otonomi daerah; pemerintahan; Pemberian pedoman dan 2. Pengawasan terhadap perda, disampaikan standar pelaksanaan; kepada pemerintah Bimbingan, supervise dan selambat-lambatnya konsultasi pelaksanaan; lima belas hari setelah ditetapkan; Pendidikan dan pelatihan; Dewan Perencanaan, penelitian, 3. Membentuk Pertimbangan Otonomi pengembangan, Daerah; pemantauan dan evaluasi pelaksanaan; 4. Pemerintah diatasnya hanya akan berfungsi Pengawasan atas sebagai fasilitator; pelaksanaan; motivator dan Pengawasan terhadap mediator. perda dan peraturan kepala daerah;
dan Pemerintah pusat melakukan: 1.
2. 3. 4. 5.
6. 7.
8. Member penghargaan dan sanksi kepada daerah; 9. Menunjuk pengawas pemerintah;
aparat intern
10. Membentuk Dewan Pertimbangan Kebijakan Daerah; Otonomi pembinaan dan pengawasan dilakukan secara hirarki dari atas kebawah hingga desa. Sumber: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diikuti pula dengan Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2007 tentang organisasi Perangkat Daerah. yakni sebagai realisasi dari Pasal 128 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
19
dan (2). Belum tuntas Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 dilaksanakan, sudah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor
41 tahun 2007. Hal ini nyaris
mengulang pergantian (replacing) Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003, padahal Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 belum genap berumur tiga tahun. Begitu cepatnya bongkar pasang regulasi mengenai organisasi perangkat daerah dilakukan, tampaknya dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya empat faktor. Pertama, belum tuntasnya persoalan tarik-ulur kewenangan Pusat- Daerah selama ini. Kedua, pengaruh dinamika politik lokal yang dipengaruhi oleh situasi transisi demokrasi. Ketiga, meningkatnya kesadaran kritis dan tuntutan rakyat lokal terhadap kualitas pelayanan publik di daerah. Dan, keempat, keterbatasan anggaran pemerintah untuk mendukung sistem kelembagaan daerah. 12 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan 12
W. Riawan Tjandra, “Birokrasi Penataan Perangkat http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php Diakses pada tanggal 11 Februari 2010.
Daerah”,
Universitas Sumatera Utara
20
kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah di Indonesia tidak senantiasa sama atau seragam. 13 Kabupaten Gayo Lues sendiri sebagai kabupaten baru dan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara, berusaha menyikapi lahirnya PP Nomor 41 tahun 2007 dengan tanggap. Hal ini dibuktikan dengan dilaksanakannya restrukturisasi organisasi perangkat daerah pada tahun 2007. Restrukturisasi organisasi perangkat daerah tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah, yang memuat nama atau nomenklatur, tugas pokok dan susunan organisasi masing-masing satuan kerja perangkat daerah (sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, badan dan kantor,rumah sakit daerah, kecamatan, kelurahan dan lembaga lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan).
B. Perumusan Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah : 1. Bagaimana konsep Penataan Organisasi Perangkat Daerah di Indonesia.
13
Ali Habiu, “Pandangan Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah” www.ali-habiu.blogspot.com, diakses pada tanggal 20 Juni 2010.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Bagaimana Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gayo Lues.
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan permasalahan tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui konsep penataan Organisasi Perangkat Daerah di Indonesia. 2. Untuk mengetahui Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gayo Lues.
D. Manfaat Penelitian Pada dasarnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis berkenaan dengan organisasi perangkat daerah di Indonesia, khususnya masalah restrukturisasi organisasi perangkat daerah sebagai akibat implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.
Universitas Sumatera Utara
22
1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menembah khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum yang dapat mengembangkan disiplin ilmu hukum bagi kalangan akademisi, sebagai langkah awal untuk melakukan penulisan serta penelitian yang lebih mendalam berkaitan dengan penerapan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada: a. Masyarakat umum agar lebih memahami restrukturisasi organisasi perangkat daerah berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah khususnya di Kabupaten Gayo Lues. b. Pemerintah, pemerintah daerah dan instansi yang terkait dalam rangka implementasi dan menginventarisir berbagai hambatan yang terdapat dalam PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dalam pelaksanaannya di kabupaten Gayo Lues.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan
penelitian
pada
kepustakaan
khususnya
di
lingkungan
perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sepanjang yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian
Universitas Sumatera Utara
23
tentang “ Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gayo Lues”. Akan tetapi ada sebuah penelitian yang berkaitan dengan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah, yaitu: ¾ Erna Hayati, Mahasiswa Pascasarjana Program studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “ Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Otonomi Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”. Penelitian dilakukan pada tahun 2002. Permasalahannya; 1. Bagaimana struktur dan fungsi organisasi perangkat daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2. Bagaimanakah hambatan dalam restrukturisasi organisasi
perangkat
daerah di provinsi Nanggroe aceh Darussalam. Temuannya: 1. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Universitas Sumatera Utara
24
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
maka
telah
terjadi
perubahan
struktur
organisasi
2. Terdapat beberapa kendala dalam restrukturisasi organisasi
perangkat
Pemerintahan Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
daerah di provinsi Nanggroe aceh Darussalam yang menyangkut aspek penataan organisasi, aspek penempatan personil (pegawai) dan dari sisi anggaran. Dari penelusuran tersebut diatas, ternyata bahwa kelompok bahasan dari permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian tesis tersebut. Dengan demikian penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Penelitian
ini dapat
dipertangunggjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka baik disidang yang bersifat ilmiah maupun dihadapan masyarakat pada umumnya.
F.
Kerangka Teori Dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1), dinyatakan bahwa
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Negara kesatuan
Universitas Sumatera Utara
25
ialah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, diseluruh Negara yang berkuasa hanya ada satu pemerintahan (pusat) yang mengatur seluruh daerah, Negara kesatuan dapat pula berbentuk: a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi yang segala sesuatu dalam Negara itu langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerah-daerah tinggal melaksanakan. b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, dimana kepada daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah). 14 Sentralisasi mungkin saja merupakan pilihan yang tepat untuk menggerakkan roda organisasi negara bagi suatu negara yang memiliki wilayah yang sangat kecil dan dapat dikategorikan sebagai negara kota. Akan tetapi bagi negara yang memiliki wilayah yang sangat luas seperti Indonesia, sentralisasi kekuasaan akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dan sukar untuk dilaksanakan. 15 Pola ketatanegaraan dan administrasi pemerintahan yang terlalu sentralistis mengandung kelemahan antara lain: a. Kebijaksanaan pemerintah diambil lebih banyak oleh pusat, yang biasanya memperlakukan daerah secara sama, yang situasi dan kondisi lokal berbeda.
14
C.S.T. Kansil dan S.T. Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia,(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Hlm. 3 15 Faisal Akbar Nasution, Pemerintah Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.(Jakarta: Sofmedia, 2009), Hlm.7
Universitas Sumatera Utara
26
b. Volume dan beban pemerintah pusat secara teknis terlalu besar, berat dan kompleks, sehingga kurang efektif dan efesien. c. Kurang melibatkan dan kurang mengembangkan potensi dan kemampuan lokal, sehingga kurang memuaskan aspirasi dan harga diri yang bersifat lokal. 16 Istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu kata “de” yang berarti lepas dan “centrum” artinya pusat. Desentralisasi merupakan lawan kata dari sentralisasi sebab kata “de” maksudnya untuk menolak kata sebelumnya. Jadi menurut istilah katanya desentralisasi adalah melepaskan dari pusat. 17 Desentralisasi menurut Amrah Muslimin adalah pelimpahan kewewenangan pada badan-badan dan golongan-golongan masyarakat dalam daerah-daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri. 18 Adapun pengertian desentralisasi berdasarkan Pasal 1 huruf g UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan desentralisasi akan membawa efektivitas dalam pemerintahan, sebab wilayah Negara itu pada umumnya terdiri dari pelbagai satuan daerah (yang dimaksud dengan perkataan “daerah” disini adalah bagian dari wilayah Negara) yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh faktor-
16
HAW. Widjaja, Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), Hlm. 6. 17 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm. 89. 18 Amrah Muslimin, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah,( Bandung: Alumni, 1982), Hlm. .
Universitas Sumatera Utara
27
faktor geografis (keadaan tanah, iklim, flora, fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan dan pengajaran). 19 Desentralisasi dalam sistem pemerintahan mutlak diperlukan, setidaknya ada 14 alasan rasional yang mendasarinya, seperti yang dikemukakan oleh chemma dan rondinelli sebagaimana yang dikutip Koirudin, yakni: 20 a. Desentralisasi ditempuh untuk mengatasi keterbatasan karena perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik; b. Desentralisasi dapat memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang terstruktur dari pemerintah pusat; c. Desentralisasi memberikan fungsi yang dapat meningkatkan pemahaman pejabat daerah atas pelayanan publik yang diemban; d. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya penetrasi yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah terpencil, dimana sering rencana pemerintah tidak dipahami masyarakat setempat atau dihambat oleh elit lokal; e. Desentralisasi memungkinkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaan dalam perencanaan pembangunan; f. Desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan maupun kapasitas pemerintah serta lembaga privat di daerah;
19
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia: Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005). hlm.10 20 Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia: Format Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah, (Malang: Averroes Press, 2005), Hlm.5-6.
Universitas Sumatera Utara
28
g. Desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan maupun kapasitas pemerintahan serta lembaga privat di daerah; h. Desentralisasi dapat meningkatkan efesiensi pemerintahan di pusat dengan tidak lagi mereke menjalankan tugas rutin; i. Desentralisasi dapat menyediakan struktur dimana berbagai departemen di pusat dapat dikoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat daerah dan sejumlah NGOs (Non Government Organizations); j. Desentralisasi dapat meningkatkan pengaruh atau pengawasan berbagai aktifitas yang dilakukan elit lokal yang kerap tak simpatik dengan program pembangunan; k. Desentralisasi dapat mengantarkan pada administrasi pemerintahan yang mudah disesuaikan, inovatif dan kreatif; l. Desentralisasi perencanaan dan fungsi manajemen memungkinkan pemimpin daerah menetapkan pelayanan secara efektif ditengah masyarakat terisolasi; m. Desentralisasi dapat memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di daerah; n. Desentralisasi dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan biaya yang lebih rendah. Adapun menurut
The Liang Gie alasan dianutnya desentralisasi adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
29
a. Dilihat dari sudut pandang politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. b. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih dari dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. c. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efesien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. hal-hal yang lebih tepat ditangan Pusat tetap diurus oleh Pemerintah Pusat. d. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya. e. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembanunan tersebut. 21 Lazimnya desentralisasi itu dapat dibagi kedalam 2 macam, yakni:
21
The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, Jilid III, 1968), hlm. 35 – 41.
Universitas Sumatera Utara
30
a. Dekonsentrasi (deconcentratie), yaitu
pelimpahan kekuasaan dari alat
perlengkapan Negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan, misalnya pelimpahan kekuasaan dan wewenang menteri kepada Gubernur. b. Desentralisasi Ketatanegaraan atau juga disebut desentralisasi politik yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya. Di dalam desentralisasi politik ini, rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah masing-masing. 22 Desentralisasi ketatanegaraan dapat dibagi lagi dalam 2 macam: 1) Desentralisasi territorial, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah masing-masing (otonom); 2) Desentralisasi fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan tertentu. Di dalam desentralisasi semacam
ini
dikehendaki
agar
kepentingan-kepentingan
tertentu
tadi
diselenggarakan oleh golongan-golongan yang bersangkutan sendiri. 23 Sebagai akibat dari pelaksanaan desentralisasi, timbullah daerah-daerah otonom. Istilah utonomie berasal dari bahasa Yunani (autos=sendiri; nomos=Undangundang) dan berarti “perundangan sendiri”. Dalam perkembangannya di Indonesia 22
Juanda, Hukum Pemerintahan daerah: Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, (Bandung: alumni, 2008), hlm. 121 23 Ibid, hlm. 121-122
Universitas Sumatera Utara
31
otonomi itu sendiri selain mengandung arti “perundangan” (regeling) juga mengandung arti “pemerintahan” (bestuur).
24
Berdasarkan Pasal 1 huruf g Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam mengurus dan meyelenggarakan pemerintahan daerah ini, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, di wadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang di wadahi dalam dinas daerah. 25
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi 24 25
Ibid, hlm. 21 Penjelasan Umum PP No. 41 Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
32
kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masingmasing tingkatan pemerintahan. 26 Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten, dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat. 27 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi 26 urusan. Sedangkan yang menjadi urusan pilihan pemerintah daerah kabupaten/kota ada 8 urusan. Melihat rumusan pasal 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar 26 27
Penjelasan Umum PP No. 41 Tahun 2007 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
33
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah yang termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi Provinsi Aceh sendiri dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, kedudukan Aceh sebagai daerah istimewa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin diperkuat. Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan yang di maksud dengan Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
Universitas Sumatera Utara
34
Keistimewaan Aceh ini bersumber dalam jiwa raga yang sangat “fanatik” pada agama Islam. Menstabiliseer keadaan dalam masyarakat adalah terutama memelihara perasaan keagamaan ini, menghindarkan segala sesuatu yang dapat menyinggung perasaan ini. 28 Berkaitan dengan keberadaan Kabupaten Gayo Lues sebagai salah satu kabupaten dalam Provinsi Aceh yang ditetapkan sebagai Daerah Istimewa, maka ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh juga berlaku di Kabupaten Gayo Lues. Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 ditetapkan bahwa Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yang meliputi: a. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; b. perencanaan dan pengendalian pembangunan; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang penyediaan lapangan kerja dan ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; 28
Sujamto, Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Jakarta: Bina Aksara, 1988), Hlm. 157.
Universitas Sumatera Utara
35
j. pengendalian dan pengawasan lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; dan n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya. Urusan wajib lainnya yang menjadi kewenangan khusus pemerintahan kabupaten/kota adalah pelaksanaan keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi: a. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama; b. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;
c. penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam; dan d. peran ulama dalam penetapan kebijakan kabupaten/kota. Penataan kelembagaan perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ini menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
36
Penggunaan teori desentralisasi yang salah satunya diwujudkan dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, berusaha dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Gayo Lues dengan melaksanakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah Kabupaten Gayo Lues.
2.
Kerangka Konsepsi Pada bagian kerangka konsepsi akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan
dengan konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tesis ini yang merupakan defenisi operasional untuk memberikan pegangan bagi penulis, sebagai berikut: Implikasi berarti keterlibatan atau keadaan terlibat. 29 Dalam hal ini adalah
a.
keterlibatan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gayo Lues. b.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah berlaku setelah diundangkan pada tanggal 23 Juli 2007 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89.
29
Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi III, 2005), Hlm. 427.
Universitas Sumatera Utara
37
c.
Restrukturisasi
adalah
penyusunan
atau
menata
kembali. 30Dalam
penelitian ini berarti penyusunan atau penataan kembali Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gayo Lues. d.
Organisasi merupakan gabungan beberapa kelompok kerja yang melakukan kegiatan bersama-sama untuk mencapai tujuan.31 Perangkat Daerah Kabupaten adalah unsur pembantu kepala daerah dalam
e.
penyelenggaraan pemerintah daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariar DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. 32 f.
Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang dibentuk
berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
4
Tahun
2002
tentang
Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Dan Sifat Penelitian
30
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, Edisi III, 2002), Hlm.1269. 31 Ibid, Hlm. 1063. 32 Lihat Pasal 1 Angka 8 PP Nomor 41 Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
38
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif artinya bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini akan ditelaah dari sudut pandang peraturan-peraturan perundangan yang berlaku, ditunjang dengan data lapangan yang berkenaan dengan organisasi perangkat daerah. Sedangkan dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) tentang fakta dan kondisi yang menjadi objek penelitian, yaitu dalam konteks restrukturisasi organisasi perangkat daerah Kabupaten Gayo Lues sebagai implikasi lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Setelah itu diadakan suatu telaah secara kritis, dalam arti memberi penjelasan-penjelasan atas fakta atau kondisi tersebut, baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan pada aspek yuridis. 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum ini data yang diperlukan adalah data sekunder yang ditunjang dengan data primer. Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan yaitu dari pihak yang telah ditentukan sebagai narasumber. Sedangkan data sekunder diperoleh dari: a. Bahan hukum primer, berupa berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah dan organisasi perangkat daerah.
Universitas Sumatera Utara
39
b. Bahan hukum sekunder, berupa literatur bahan-bahan bacaan berupa buku, artikel, bahan-bahan seminar dan dokumen-dokumen yang diperoleh dari hasil penelitian. c. Bahan hukum tertier, berupa bacaan yang diambil dari majalah, surat kabar, dan lain-lain.
3. Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, adapun tehnik yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Studi Dokumen Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 33 dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berasal dari hasil inventarisasi survey lapangan dari instansi yang berhubungan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan.
b. Wawancara 33
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,( Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004), Hlm. 69.
Universitas Sumatera Utara
40
Wawancara dilakukan kepada narasumber yang dianggap representatif terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Wawancara tersebut akan dilakukan terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues yang diwakili oleh Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Sekretariat Kabupaten Gayo Lues.
4. Analisis Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan laporan penelitian. Selanjutnya dilakukan penulisan hasil penelitian dengan metode deskriptif analitis dimana seluruh fakta dan permasalahan yang berhubungan dengan objek penelitian akan disajikan secara utuh, setelah dianalisis berdasarkan norma-norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 34
34
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), Hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara