BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Semakin ketatnya persaingan menyebabkan negara-negara di dunia berlomba-
lomba membenahi perekonomiannya. Sektor industri diyakini sebagai sektor pemimpin (leading sector) bagi sektor lainnya dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Banyak negara (termasuk Indonesia) menganggap sektor industri sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi, sebab sektor industri dianggap mampu memberikan beberapa keuntungan, antara lain produk dari industri manufaktur memiliki nilai tukar yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk pertanian, dan sektor industri manufaktur dapat menjadi sangat efisien menggunakan sumber daya ekonomi jika didukung oleh sektor-sektor lainnya. Krisis ekonomi yang berawal dari tahun fiskal 1997 / 1998 yang mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 350% mengakibatkan terjadinya peningkatan yang tajam pada hutang dalam struktur modal perusahaan yang pada saat itu banyak melakukan pendanaan modal asing. Kondisi ini menunjukkan terjadinya penurunan profitabilitas, sementara jumlah hutang yang harus dibayar mengalami peningkatan. Keadaan ini menimbulkan kemerosotan produksi pada industri manufaktur yang sempat dibanggakan saat itu karena industri ini sangat bergantung pada bahan baku impor sehingga biaya produksi meningkat tidak terkendali. Dampak krisis ini masih terasa hingga saaat ini dimana perekonomian Indonesia masih mengalami kegoncangan.
Universitas Sumatera Utara
Upaya peningkatan produktivitas nasional tidak terlepas dari upaya meningkatkan produktivitas sektor ekonomi, termasuk di dalamnya sektor industri manufaktur. Produktivitas industri manufaktur pada saat ini memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menentukan tingkat produktivtas nasional di Indonesia. Perbaikan produktivitas dan kinerja perusahaan sangat erat kaitannya dengan kemampuan manajemen dalam menentukan kebijakan pendanaan (financing policy). Inti dari kebijakan pendanaan adalah memilih apakah menggunakan hutang atau ekuitas untuk mendanai investasi dan operasi perusahaan, yang disebut juga dengan Struktur Modal. Struktur modal (capital structure) merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Adapun struktur modal yang ideal dan selalu diupayakan untuk dicapai disebut struktur modal optimal (optimal capital structure) yang menunjukkan jumlah hutang yang optimal (Warsono, 2003 : 238). Kemampuan manajemen dalam memilih alternatif pendanaan menjadi sangat terbatas pada situasi krisis moneter dan krisis ekonomi. Dampak krisis menyebabkan fungsi mediasi sektor perbankan terganggu sehingga aliran dana ke sektor industri menjadi terhenti. Penentuan struktur modal bagi suatu perusahaan merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan (trade-off) antara risiko dan tingkat pengembalian. Perusahaan yang menggunakan lebih banyak hutang berarti memperbesar risiko yang ditanggung oleh pemegang saham serta memperbesar tingkat pengembalian investasi (Brigham, Eugene dan Joel F. Houston, 2001 : 5).
Universitas Sumatera Utara
Arifin (2005 : 80) menjelaskan bahwa menurut Trade-off Theory struktur modal suatu perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat pengurangan pajak ketika hutang meningkat disatu sisi dan meningkatnya agency cost ketika hutang meningkat di sisi lain. Ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih bisa meningkatkan hutangnya dan peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan mengakibatkan manajemen menghadapi dilema untuk memutuskan akan melakukan ekspansi (investasi baru dengan laba ditahan) atau membagikan dividen kepada pemegang saham. Kebijakan dividen memegang peranan penting dalam meningkatkan nilai perusahaan. Keuntungan dari leverage akan lebih besar jika semua pendapatan perusahaan dibagikan menjadi dividen daripada sebagai laba ditahan. Hal ini disebabkan, setelah melalui pembuktian empiris, bahwa pembagian dividen mempengaruhi harga saham yang diperdagangkan di pasar modal (Keown, 2000 : 606) Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Menurut Keown (2000 : 496) : “rasio pembayaran dividen (dividend pay out ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan”. Pembayaran dividen akan mengurangi modal bersih perusahaan dan untuk mempertahankan struktur modal optimal, perusahaan perlu menerbitkan sekuritas yang paling rendah risikonya, yaitu hutang.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Emery dan Finnerty dalam Fitri Ismiyanti (2003), dividen memiliki hubungan kausal positif dengan kebijakan hutang. Perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah besar maka untuk membiayai investasinya diperlukan tambahan dana melalui hutang, sehingga kebijakan dividen mempengaruhi kebijakan hutang secara searah. Kas internal perusahaan digunakan untuk membayar dividen sehingga diperlukan tambahan dana eksternal melalui hutang. Profitabilitas juga berperan dalam pengambilan keputusan struktur modal (pendanaan). Warsono (2003 : 37) mendefinisikan profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Return on Equity (ROE) merupakan rasio profitabilitas yang berhubungan dengan struktur modal secara teoritis (Syamsuddin, 2000 : 63). Semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal maka ROE suatu perusahaan akan semakin meningkat (Sartono, 2001). Hasil penelitian terdahulu telah menemukan adanya pengaruh positif profitabilitas terhadap struktur modal. Paramu (2006), melakukan penelitian untuk menganalisis bagaimana karakteristik perusahaan (biaya hutang, biaya keagenan, risiko bisnis, ukuran perusahaan, kebijakan dividen, profitabilitas, kepemilikan internal dan kepemilikan eksternal) pada berbagai industri di Indonesia mempengaruhi struktur modal. Hasil penelitian ini menemukan adanya pengaruh positif dan negatif dari variabel profitabilitas terhadap struktur modal untuk masing-masing sektor industri yang dianalisis. Arah pengaruh positif mengindikasikan bahwa profit pada periode sebelumnya akan cenderung meningkatkan proporsi utang dalam struktur modal pada periode sekarang. Dan sebaliknya, arah pengaruh negatif mengindikasikan bahwa profit
Universitas Sumatera Utara
pada periode sebelumnya akan cenderung mengurangi proporsi utang dalam struktur modal pada periode sekarang. Mayangsari (2001) meneliti pengaruh struktur aset, tingkat pertumbuhan, besaran perusahaan, profitabilitas, operating leverage, dividen pay out ratio dan perubahan modal kerja terhadap sumber pendanaan eksternal yang ditunjukkan dengan tingkat leverage pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel besaran perusahaan, struktur aset dan perubahan modal kerja berpengaruh
positif
terhadap
pendanaan
eksternal
perusahaan.
Profitabilitas
berpengaruh secara negatif terhadap rasio utang Jortan (2007) meneliti pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, dan kebijakan dividen terhadap struktur pendanaan. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel struktur aktiva dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur pendanaan. Profitabilitas memiliki koefisien bertanda negatif yang mengandung arti bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Variabel kebijakan dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur pendanaan dan memiliki koefisien regresi bertanda positif yang mengandung arti bahwa setiap perubahan variabel kebijakan dividen akan meningkatkan struktur pendanaan. Dalam penelitian ini kebijakan dividen dan profitabilitas sebagai variabel independen. Variabel indikator masing-masing adalah Dividen Pay Out Ratio (DPR) dan Return On Equity (ROE). Sementara itu struktur modal sebagai variabel dependen dengan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai variabel indikatornya.
Universitas Sumatera Utara
Penulis menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai variabel indikator untuk struktur modal. Helfert dalam Syafruddin (2003) menjelaskan bahwa Debt to Total sset Ratio (DAR) mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai rasionya, akan semakin tinggi risiko yang ditanggung pada pemodal, akan tetapi hal tersebut tidak benar-benar mengindikasikan seperti yang disebutkan itu karena sejumlah aktiva yang ada dalam neraca tidaklah mengindikasikan nilai ekonomi saat ini atau nilai likuidasi, karena untuk mengetahui secara pasti hal tersebut diperlukan revaluasi terhadap aktiva perusahaan. Sementara itu rasio debt to capitalisasi mempunyai beberapa hal catatan yang perlu diperhatikan yaitu, tidak semua perusahaan bisa menerapkan rasio ini sebagai financial leverage karena adanya regulasi tentang proporsi tingkat hutang yang berbeda, perubahan sistem akuntansi, dan lain-lain. Sehingga DER dirasa lebih tepat dijadikan sebagai variabel indikator struktur modal dalam penelitian ini. Yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode pengamatan 2005-2007. Berdasarkan uraian serta permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini akan menguji beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan-perusahaan manufaktur dan mangangkat penelitian ini dengan judul : “ Pengaruh Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia “.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Apakah Dividen Pay Out Ratio (DPR) berpengaruh signifikan terhadap Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia? b. Apakah Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia? c. Apakah Dividen Pay Out Ratio (DPR) dan Return On Equity (ROE) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
C.
Batasan Masalah
Peneliti memberi batasan masalah agar penelitian terfokus pada topik yang dipilih, yaitu menggunakan dividen tunai dalam perhitungan dividen payout ratio (DPR).
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka
tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menguji pengaruh Dividen Pay Out Ratio (DPR) terhadap Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. 2. Menguji pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI.
Universitas Sumatera Utara
3. Menguji pengaruh Dividen Pay Out Ratio (DPR) dan Return On Equity (ROE) secara simultan terhadap Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis, menambah pengetahuan penulis mengenai pengaruh kebijakan dividen dan profitabilitas terhadap struktur modal perusahaan. 2. Bagi para peneliti lanjutan, diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang berkaitan dengan struktur modal dengan ruang lingkup yang lebih luas, sehingga hasilnya menjadi lebih sempurna dan dapat diterapkan secara operasional di lapangan. 3. Bagi pihak lain, khususnya praktisi bisnis, memberikan referensi ataupun masukan dalam pengambilan keputusan pendanaan (modal) perusahaan.
Universitas Sumatera Utara