BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi masyarakat dunia pada saat dan kedepanya. Perubahan iklim ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek akan mempercepat proses pemanasan global dan meningkatkan frekuensi peristiwa cuaca eksrim. Curah hujan yang turun di pengaruhi oleh faktor iklim lokal maupun iklim global. Iklim lokal meliputi temperatur, udara, curah hujan, kelembaban udara, tekanan udara. Sedangkan iklim global meliputi iklim monsoon, ENSO, dan Indian Ocean Dipole(IOP) (Anonim, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan pola curah hujan kota Makassar melihat signifikansi perubahan pola curah hujan dalam domain waktu dan domain frekuensi. Dalam tugas akhir ini penulis akan menganalisis curah hujan untuk mendeteksi perubahan pola curah hujan kota Makassar. Dengan mengetahui 1
keadaan curah hujan kota Makassar agar dapat dideteksi untuk beberapa bulan atau beberapa tahun ke depan kondisi iklim di kota Makassar akan seperti tahun sebelumnya atau akan mengalami perubahan. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap masyarakat luas khususnya pada bidang maritin. I.2 Ruang Lingkup Penelitian ini difokuskan pada deteksi perubahan pola curah hujan kota Makassar. Data yang digunakan adalah data bulanan curah hujan dengan jangka waktu 28 tahun yaitu dari tahun 1984-2011 di stasiun Paotere Makassar. I.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian: 1. Menentukan signifikasi perubahan pola curah hujan dalam domain waktu. 2. Menentukan signifikasi perubahan pola curah hujan dalam domain frekuensi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Iklim Geografis di Kota Makassar Secara geografis kota Makassar terletak 119º 24' 17'' Bujur Timur (BT) dan 5º 8' 6''Lintang Selatan(LS) Batas-batas wilayah : Di sebelah Utara
: Kabupaten Maros
Di sebelah Selatan
: Kabupaten Gowa
Di sebelah Timur
: Kabupaten Maros
Di sebelah Barat
: Selat Makassar
Kota Makassar beriklim tropis dengan temperatur rata-rata berkisar antara 26,20C – 29,30C dan kelembaban udara berkisar 77 persen dan rata-rata kecepatan angin 5,2 knot. Secara umum Kota Makassar mengalami musim hujan pada bulan November – April dan musim kemarau pada bulan Mei – Oktober. Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 256.08 mm/ bulan (Badan Pusat Statistika Kota Makassar, 2010)
3
II.2 Pola Curah Hujan II.2.1 Klasifikasi Hujan Untuk kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut nilai intensitasnya, dan kecepatan jatuhnya. Klasifikasi hujan berdasarkan intensitas curah hujan, yakni: 1. Hujan sangat lemah, apabila intensitas curah hujannya kurang dari 0,02 mm/min. 2. Hujan lemah, apabila intensitas curah hujannya berkisar antara 0,002 – 0,05 mm/min. 3. Hujan normal, apabila intensitas curah hujannya berkisar antara 0,05 – 0,25 mm/min. 4.
Hujan deras, apabila intensitas curah hujannya berkisar antara 0,25 – 1 mm/min.
5. Hujan sangat deras, apabila intensitas curah hujannya lebih dari 1 mm/min. Klasifikasi hujan dilihat dari kecepatan jatuhnya curah hujan terbagi atas : 1. Hujan gerimis, apabila kecepatan jatuhnya berkisar 0,5 m/sec. 2. Hujan halus, apabila kecepatan jatuhnya berkisar 2,1 m/sec. 3. Hujan normal, apabila kecepatan jatuhnya berkisar 4 – 6,5 m/sec.
4
4. Hujan sangat deras, apabila kecepatan jatuhnya berkisar 8,1 m/sec (BMG, 2006). II.2.2 Pola Umum Pola Curah Hujan Indonesia Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi dalam waktu tertentu. Rata-rata curah hujan di Indonesia setiap tahunnya tidak sama dan curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan arah pantai dan tekanan udara (Harijono, 2006). Berdasarkan distribusi data rata-rata curah hujan bulanan, pada umumnya wilayah Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) pola curah hujan selamah setahun 1. Curah Hujan Pola Monsun Pola ini monsoon mencirikan oleh tipe curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan) dimana pada bulan Juni, Juli dan Agustus terjadi musim kering, sedangkan untuk bula Desember, Januari dan Februari merupakan bulan basah. Enam bulan sisanya merupakan periode peralihan atau pancaroba (tiga bulan peralihan musim kemarau ke musim hujan dan tiga bulan peralihan musim hujan ke musim kemarau). Daerah yang didominasi oleh pola monsus ini berada didaerah Sumatra bagian Selatan, Kalimantan Tengah dan Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagian Papua. 2. Curah Hujan Pola Ekuatorial Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimnodial (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat
5
terjadinya ekinos. Daerahnya meliputi pulau Sumatra bagian tengah dan Kalimantan bagian utara. 3. Curah Hujan Pola lokal Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsoon. Daerahnya hanya meliputi Maluku, Sulawesi dan sebagian wilayah Papua. Tabel II.1 Distribusi curah hujan bulanan (mm) di stasiun hujan terpilih: Stasiun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Jenis monsoon Bandung
240
209
307
231
177
77
64
57
114
176
206
283
Jakarta
403
239
178
138
121
79
65
91
53
100
119
250
Semarang
457
331
251
164
163
61
72
61
88
167
217
383
Kupang
515
391
186
56
21
13
16
0
9
17
140
256
Makassar
685
526
404
218
108
53
18
7
32
62
322
606
Jenis ekuarorial Padang
311
244
444
427
319
188
364
270
434
591
602
375
Pontianak
256
157
339
301
257
208
208
153
251
356
391
294
153
118
146
168
428
597
442
457
198
113
50
115
Jenis Lokal Ambon
(Sumber : Klimatologi Umum, 1995)
II.3 Keadaan Umum Curah Hujan Makassar Berdasarkan dari hasil pantauan curah hujan dari tiga stasiun pengamatan di wilayah Makassar memberikan gambaran tentang keadaan curah hujan rata-rata di wilayah Makassar dan sekitarnya,, selengkapnya dapat dilihat dari pada tabel 2.1. 6
Tabel II.1 : Rata-Rata Curah Hujan Wilayah Makassar
BULAN
CURAH HARIAN(mm)
HARI HUJAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
761,8 231,5 198,5 141,5 6,3 2,4 34,4 1
26 23 23 16 8 1 7 2
September
0
0
Oktober
164,1
13
November
224,5
18
Desember
419,6
27
(Sumber: BMKG Wil. 4 Makassar)
II.4. Perubahan Iklim dan Pemanasan Global Perubahan iklim merupakan
implikasi dari pemanasan global yang dipengaruhi
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer
yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang
cukup panjang. Pemanasan global merupakan akibat dari aktivitas manusia yang cenderung possibleistik (manusia dapat mengubah alam). Aktivitas inilah yang memacu peningkatan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Dimana peningkatan dari konsentrasi
gas rumah kaca
akan menghangatkan atau memanasi muka bumi
(Susandi, 2008).
7
Perubahan
iklim
global
sebagai
implikasi
dari
pemanasan
global
telah
mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gasgas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas(inframerah) yang diemisikan oleh permukaan bumi kembali ke permukaan bumi (Susandi, 2008). Perubahan pola iklim dan pola curah hujan untuk daerah tropis membawa beberapa konsekuensi seperti
Curah hujan di daerah baru meningkat.
Salinitas di daerah tropis baru menurun akibat penambahan curah hujan.
Sirkulasi laut global menurut akibat kurangnya dorongan perbedaan termohalin.
Sirkulasi angina global menurun mengakibatkan menurunnya aktivitas angina darat dan angin laut dan aktivitas upwelling dan downwelling di pesisir.
Cuaca lebih ekstrem di daerah tropis akibat lebih banyak uap air dan energi (Adrian, 2009).
8
II.5 Analisis Spektrum Salah satu metode analisis spektrum yang umum digunakan adalah FFT (Fast Fourier Transform). Data deret waktu dapat dinyatakan sebagai deret fourier yang merupakan fungsi harmonis, sehingga dengan membangun fungsi spektrum kuasanya, periodesitas data dapat ditentukan. Tetapi menentukannya tidak dapat dalam kawasan (domain) waktu, dan harus dalam kawasan frekuensi sebab fungsi spektrum kuasa merupakan fungsi atas autokorelasi dengan frekuensi. Jika dilakukan pendugaan terhadap fungsi spektrum kuasa, dan nilai-nilai dugaannya dipetakan terhadap frekuensinya, maka akan diperoleh sebuah garis spektrum. Telah periodesitas data dilakukan terhadap frekuensi yang berpasangan dengan titik-titik puncak garis spektrumnya.
Gambar II.1 Skema Transformasi Fourier (Sumber:Jurnal Sains Dirgantara) Definisi deret fourier adalah sebagai berikut (Hermawan 2003): …...………………………….. (II.1)
9
dimana: ……..……………………..………...………………. (II.2)
…………………………………..………. (II.3)
………………………………..……….….. (II.4)
Tranformasi Fourier (Tranformasi Fourier kompleks atau Spektrum Fourier) dari suatu fungsi f(t) adalah F(ω): .................................................................................. (II.5)
Persamaan ini merupakan analisis fourier dari f(t). ………………………………………. (II.6) ……………………………………………...…. (II.7) …………………………………...…………... (II.8) Persamaan ini merupakan sintesis fourier dari f(t), yaitu sintesis dari berbagai komponen spektral F(ω) ke fungsi asalnya f(t). Fungsi f(t) dan F(ω) disebut pasangan fourier, dualisme pasangan fungsi tersebut dinyatakan dengan: f(t) ↔ F(ω). Dengan menggunakan sifat ortogonalitas dari fungsi trigonometri, faktor e-iωt berfungsi sebagai sebuah operator, yang hanya mempunyai komponen berfrekuensi ω dari f(t) atau dengan kata lain, F(ω) adalah rata-rata dari komponen f(t) tersebut yang mempunyai frekuensi ω. Apabila F(ω) berada dalam satuan interval frekuensi, kuantitas F(ω) disebut sebagai kerapatan spektral , dan |F(ω)| disebut kerapatan amplitudo atau amplitudo density (Hermawan, 2003) 10
II.6 Analisis Korelasi Silang Analisis korelasi silang (Cross Corelation Function/CCF) dilakukan untuk menentukan tingkat hubungan non-linier antara dua data deret waktu. Seperti halnya korelasi linier, nilai korelasi-silang berkisar antara -1 sampai dengan +1. Formula perhitungan korelasi silang diberikan …………………......……….……………….. (II.9)
Dimana:rxy(k) = korelasi silang antara deret x dan deret y pada lag ke-k Cxy(k) = kovarian antara variabel x dan y pada lag ke-k yang diberikan oleh ……………………………………………… (II.10) Cxx dan Cyy berturut-turut adalah variasi variabel x dan variabel y ………………………………………………..….…. (II.11) ……………...………………………………………. (II.12) Untuk menguji nilai korelasi silang diatas dengan tingkat kepercayaan 95% dilakukan perhitungan pendekatan kesalahan baku dengan rumus: ………………………………………………….….....
(II.13)
(IPB,2009).
11
II.7 Analisis Varian (ANOVA) Analisis variansi adalah suatu prosedur untuk uji perbedaan mean beberapa populasi.Konsep analisis variansi didasarkan pada konsep distribusi F dan biasanya dapat diaplikasikan untuk berbagai macam kasus maupun dalam analisis hubungan antara berbagai varabel yang diamati. Dalam perhitungan statistik, analisis Variansi sangat dipengaruhi asumsi-asumsi yang digunakan seperti kenormalan dari distribusi, homogenitas variansi dan kebebasan dari kesalahan (Elcom, 2009). Asumsi kenormalan distribusi memberi penjelasan terhadap karakteristik data setiap kelompok. Asumsi adanya homogenitas variansi menjelaskan bahwa variansi dalam masing-masing kelompok dianggap sama. Sedangkan asumsi bebas menjelaskan bahwa variansi masing-masing terhadap rata-ratanya pada setiap kelompok bersifat saling bebas. Analisis variansi adalah suatu prosedur untuk uji perbedaan mean beberapa populasi (lebih dari dua). Hipotesis ANOVA satu arah H0 : μ1= μ 2 = μ 3 = … = μ k - Seluruh mean populasi adalah sama - Tidak ada efek treatment ( tidak ada keragaman mean dalam grup ) H1 : tidak seluruhnya mean populasi adalah sama - Terdapat sebuah efek treatment - Tidak seluruh mean populasi berbeda ( beberapa pasang mungkin sama ) Partisi Variansi Variansi total dapat dibagi menjadi 2 bagian : SST = SSG + SSW 12
SST = Total sum of squares (jumlah kuadrat total) yaitu penyebaran agregat nilai data individu melalui beberapa level faktor . SSG/SSB = Sum of squares between-grup (Jumlah kuadrat antara) yaitu penyebarandiantara mean sampel faktor . SSW/SSE = Sum of squares within-grup (jumlah kuadrat dalam) yaitu penyebaran yang terdapat diantara nilai data dalam sebuah level faktor tertentu . Rumus jumlah kuadarat total ( total sum of squares ) SST = SSG + SSW 2
…………………………………………….…... (II.14)
Dimana SST = total sum of squares ( jumlah kuadrat total ) k
= levels of treatment ( jumlah populasi )
ni
= ukuran sampel dari poplasi i
x ij = pengukuran ke-j dari populsi ke-i x
= mean keseluruha ( dari seluruh nilai data )
Variansi total ……………………..…… (II.15) Rumus untuk mencari variasi jumlah kuadrat dalam ……………………………………………….. (II.16) Keterangan : SSW/SSE= Jumlah kuadrat dalam k
= Levels of treatment ( jumlah populasi )
ni
= Ukuran sampel dari poplasi i
xij
= Pengukuran ke-j dari populsi ke-i 13
x
= Mean keseluruha ( dari seluruh nilai data )
Rumus untuk mencari varisi diantara grup
………………………………………….... (II.17) Keterangan : SSB/SSG = jumlah kuadrat diantara k
= levels of treatment ( jumlah populasi )
ni
= ukuran sampel dari poplasi i
xij
= pengukuran ke-j dari populsi ke-i
x
= mean keseluruha ( dari seluruh nilai data )
Rumus variasi dalam kelompok MSW =SSW/N-K ………………………..………………………………...
(II.18)
Dimana: MSW
= Rata-rata variasi dalam kelompok
SSW
= jumlah kuadrat dalam
N-K
= derajat bebas dari SSW
rumus variasi diantara kelompok MSG = SSG/K-1 MSG/SSW = Rata-rata variasi diantara kelompok SSG
= jumlah kuadrat antara
k-1
= derajat bebas SSG(Elcom, 2009).
14
Tabel II.3 Tabel anova satu arah(one-way-anova)
Source Of varian
SS
Df
Mean square
Fratio
Columns
SSB/SSG
k-1
MSB =SSG/K-1
F
Error
SSW/SSE
n-k
MSW=SSW/N-1
MSG/MSW
Total
SST
n-1
=
(Sumber: Statistika dasar, 2009)
15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Peta Lokasi Lokasi penelitian bertempat di kota Makassar yang Sulawesi Selatan dengan letak geografis terletak 119º 24' 17'' Bujur Timur (BT) dan 5º 8' 6''Lintang Selatan(LS).
( Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Makassar, 2010) Gambar : III.1 Peta Lokasi Penelitian
16
III.2 Akses Data III.2 Akses Data Tahap awal dari penelitian ini mempersiapkan data yang dibutuhkan untuk proses penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data curah hujan bulanan dalam waktu 28 tahun 1984-2011 kota Makassar yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar, data tersebut merupakan hasil pengamatan di stasiun Paotere Makassar. III.3 Pengolahan Data a. Analisis spektrum terhadap curah hujan di kota Makassar mengunakan analisis Fast Fourier Transform (FFT). b. Analisis korelasi silang untuk mengetahui tingkat hubungan non-linear antara dua data deret waktu. c. Uji signifikansi curah hujan mengunakan Analisis stasistik ANOVA untuk menghasilkan nilai signifikansi dalam domain waku dan domain frekuensi.
17
III.4 Bagan Alir Penelitian Mulai
Askes data Data Curah Hujan Bulanan
Pengolahan Data Berdasarkan Metode FFT Korelasi Silang Anova
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai BAB IV
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Spektrum Curah Hujan Kota Makassar Dari data curah hujan ini di dapatkan gambar pola curah hujan kota Makassar selama 28 tahun (1984-2011) yang ditampilkan pada gambar Gambar IV.1.
Gambar IV.1 Data curah hujan bulanan Data curah hujan selama 28 tahun, 1984 – 2011 dibagi dalam 14 tahun dengan interval 1 tahun yang menghasilkan 2 periode yaitu periode-1 (tahun 1984-1997) dan periode-2 (tahun 1998 – 2011).
19
Pada periode-1 digambarkan pola curah hujan pada tahun 1984 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Tahun 1985 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus dan September. Tahun 1986 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan Agustus sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 1987 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan bulan Juni, Juli, September dan Oktober sama sekali tidak ada curah hujan.Tahun 1988 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan curah hujan terendah pada bulan Juni. Pada periode-1 digambarkan pola curah hujan pada tahun 1989 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan curah hujan terendah pada bulan September. Tahun 1990 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan September sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 1991 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan Oktober sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 1992 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan curah hujan terendah pada bulan Juli. Tahun 1993 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan bulan Agustus dan September sama sekali tidak ada curah hujan. Pada periode-1 digambarkan pola curah hujan pada tahun 1994 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan Juli dan September sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 1995 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Tahun 1996 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan curah hujan terendah pada bulan Juni. Tahun 1997 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus.
20
Pada periode-1 digambarkan pola curah hujan kota Makassar berdasarkan data curah hujan bulanan stasiun Paotere didapatkan bahwa punjak curah hujan selama 14 tahun (tahun1984-1997) dan rata-rata punjak curah hujan tertinggi pada bulan Januari, Februari dan Desember dan curah hujan terendah rata-rata pada bulan Agustus dan September. Periode-1 didapatkan linear fit, slope bernilai -0.11 mm/month artinya curah hujan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada periode-2 di gambarkan pola curah hujan pada tahun 1998 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan curah hujan terendah pada bulan Juni. Tahun 1999 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Tahun 2000 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan bulan Agustus sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 2001 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan bulan Juli dan Agustus sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 2002 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan Februari, Mei, Agustus dan September sama sekali tidak ada curah hujan. Pada periode-2 digambarkan pola curah hujan pada tahun 2003 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan Agustus sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 2004 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan bulan Juli, Agustus dan September sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 2005 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan Agustus dan September sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 2006 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan bulan Agustus, September dan Oktober sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 2007 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan bulan Agustus, September sama sekali tidak ada curah hujan.
21
Pada periode-2 digambarkan pola curah hujan pada tahun 2008 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Tahun 2009 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan Agustus dan September sama sekali tidak ada curah hujan. Tahun 2010 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Tahun 2011 puncak curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan bulan Agustus dan September sama sekali tidak ada curah hujan. Pada periode-2 digambarkan pola curah hujan kota Makassar berdasarkan data curah hujan bulanan stasiun Paotere didapatkan bahwa punjak curah hujan selama 14 tahun (tahun1998-2011) dan rata-rata punjak curah hujan tertinggi pada bulan Januari, Februari dan Desember dan curah hujan terendah rata-rata pada bulan Agustus dan September. Periode-2 didapatkan linear fit, slope bernilai -0.36 mm/month artinya curah hujan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Perbandingan antara periode-1 (tahun 1984-1997) didapatkan linear fit, slope bernilai -0.11 mm/month sedangan periode-1 (tahun 1998- 2011) didapatkan linear fit, slope bernilai -0,36 mm/month. Penurunan curah hujan lebih besar dapa periode2 dibandingkan periode-1. Berdasarkan data curah hujan bulanan kota Makassar dengan mengunakan metode Fast Fourier Transform (FFT) didapatkan spektrum curah hujan seperti tampak pada gambar IV.2.
22
Gambar IV.2 Skpektrum curah hujan bulanan kota Makassar Spektrum curah hujan kota Makassar perbandingan antara periode-1(tahun 19841997) dengan periode-2 (tahun 1998-2011) dan energi density x 106 dalam domain frekuensi[cycle/month]. Periode-1 puncak spektrum curah hujan sekirat 21 -35 sedangan pada periode-2 puncak spektrum curah hujan sekitar 15 – 25 serta perbandingan antara garis biru dan merah hamper berimpi artinya berbedaan antara spektrum frekuensi periode-1 dan periode-2 tidak terlalu signifikansi. Spektrum curah hujan kota Makassar perbandingan antara periode-1(tahun 19841997) dengan periode-2 (tahun 1998-2011) dan energi density x 106 dalam domain waktu perbedaan kedua periode jika diamati pada gambar IV.2 perbedaabnya tidak terlalu singifikansi bahwa di nilai period[month] hampir perimpit antara garis biru dengan merah.
23
IV. 2 Hasil Koselasi silang
Gambar IV.3 Korelasi silang Curah Hujan kota Makassar
Korelasi antara variabel periode-1 dengan periode-2 berdasarkan hasil korelasi silang didapatkan contoh korelasi silang bernilai -0.8 sampai 0.8 dan nilai lags(month) -10 sampai 10 didapatkan 2 korelasi nilai yang sama yaitu 0,7 itu berarti koefesien korelasi kuat berdasarkan kriteria koefesien korelasi.
24
IV.3 Uji Analisis Varian (ANOVA) Tabel IV.1 Tabel Anova domain Waktu
Uji signifikansi perubahan pola curah hujan bulanan mengunakan uji One Independent Sampel dengan taraf kesalahan 5%. Hasil uji signifikansi didapatkan dengan menginput data periode-1 dan periode-2 kedalam program Maltab. Pada uji Signifikansi digunakan yaitu H0 = tidak ada perubahan pola curah hujan kota Makassar dan dari table diatas terlihat taraf signifikansi= 0.1857 pada domain waktu. Karena nilai ini lebih besar dari taraf Signifikansi 0.05 maka H0 diterima artinya tidak ada signifikansi perubahan pola curah hujan kota Makassar.
25
Tabel IV. 2 Tabel Anova Domain Frekuensi
Uji signifikansi perubahan pola curah hujan bulanan mengunakan uji One Independent Sampel dengan taraf kesalahan 5%. Hasil uji signifikansi didapatkan dengan menginput data periode-1 dan periode-2 kedalam program Maltab. Pada uji Signifikansi digunakan yaitu H0 = tidak ada perubahan pola curah hujan kota Makassar dan dari table diatas terlihat taraf signifikansi= 0.1066 pada domain frekuensi. Karena nilai ini lebih besar dari taraf Signifikansi 0.05 maka H0 diterima artinya tidak ada signifikansi perubahan pola curah hujan kota Makassar
26
BAB V Kesimpulan dan Saran V.1 Kesimpulan 1. Dari data analisis diketahui bahwa perubahan pola curah hujan di dapatkan nilai signifikansi domain waktu = 0.1857. karena nilai ini lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak ada signifikansi perubahan pola curah hujan kota Makassar. 2. domain frekuensi signifikansi bernilai = 0,1066. karena nilai ini lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak ada signifikansi perubahan pola curah hujan kota Makassar. V.2 Saran Untuk para peneliti sebaiknya menggunakan data curah hujan harian sehingga dapat dilakukan perbandingan tingkat kearuratan lebih baik.
27
DAFTAR PUSTAKA Anonim.,
2007.
El
Nino
dan
Anomali
Cuaca.
Available
from
:
http://wastioke.,multuply.com/jornal/item /25/EI Nino dan Anomali Cuaca. Accessed 15 Februari 2012. Aldrian, E, and R.D., Susanto. 2003. Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature, Int. J. Climatol, Vol. 23, No. 12, page: 1435-1452. Aldrian, E. 2008 Meteorologi Laut Indonesia. BMG. Jakarta. Badan Pusat Statistika Kota Makassar, 2010. Makassar Dalam Angka 2010 (Makassar in Figure 2010).UD Areso, Makassar. Bayong, T., 1995. Klimatologi Umum. Institus Teknologi Bandung. Bandung. BMG, 2006. Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2006 di Indonesia. Badan Meteorologi dan Geofisika, Makassar. Elcom,2009. SPSS 17. Penerbit Andi. Yogyakarta. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/45804//BAB%20III%20Meto doligo%2009wni.pdf?sequence=6/ Hermawan, Eddy. 2003. The Characteristics of Indian Ocean Dipole Mode Premiliminary Study of the Monsoon Variability in the Western Part of Indonesian Region. Jurnal Sains Dirgantara,Vol. 1 No.1 Desember 2003. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ( LAPAN ). Jakarta.
28
Harijono, S.W.B., 2006. Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Teknik Prediksi Regresi Komponen Utama Berbasis Pada Validasi Silang Data GCM. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Susandi, Armi Dkk. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut
Di
Wilayah
Banjarmasin.
Jurnal
Ekonomi
Lingkungan,
Vol.12/No.2/2008. Bandung.
29