1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kepentingan manusia maupun mahluk hidup lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air. Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama (Effendi, 2003). Pulau Bali dengan luas wilayah 5.632,86 km2 merupakan merupakan salah satu dari kepulauan Nusantara yang menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan mancanegara. Perkembangan sektor pariwisata juga diikuti perkembangan di bidang
2 ekonomi, perdagangan dan bidang lainnya sehingga memerlukan perluasan khususnya lahan dan peningkatan penyedian air. Berkurangnya lahan vegetasi (sabuk hijau) ataupun terjadinya pemompaan air bawah tanah secara berlebihan akan memberikan pengaruh yang besar terhadap keberadaan potensi sumber air, baik air permukaan, mata air maupun air tanah. Di satu sisi tuntutan kebutuhan air baik kuantitas maupun kualitas terus meningkat, akan tetapi disisi lain cadangan air yang ada mempunyai risiko semakin menurun. Berdasarkan laporan akhir Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali tahun 2009, tentang sumber-sumber daya air baku dikawasan Bali Selatan, dimana sumber air baku dari mata air di
Kabupaten Tabanan kapasitasnya rata-rata sebesar 985,5
liter/detik. Serta Survey yang dilakukan oleh Tim Studi JICA mencatat secara keseluruhan terdapat 1.273 mata air di Bali. Air yang dihasilkan mulai kurang dari satu liter per detik sampai beberapa ratus liter per detik. Masalah sanitasi lingkungan terbesar terjadi akibat kurangnya air bersih. Air mudah tercemar oleh mikroorgasime berbahaya (phatogen) yang masuk melalui limbah. Virus penyebab penyakit hepatitis dan polio juga ditemukan dalam air. Air juga memiliki peranan yang penting dalam penyebaran penyakit-penyakit menular seperti gastroenteristis, filariasis, penyakit kuning (yellow fever), juga penyakit lain seperti diare, cacingan, kholera, thypus dan lain-lain. Terbatasnya sarana pengolahan limbah (domestik) serta tingginya penggunaan tangki septik pada daerah pemukiman telah mencemari air tanah dangkal. Pada beberapa daerah pemukiman di Bandung, Jakarta, Semarang, dan kota lainnya di
3 Indonesia air tanah dangkal mengandung coli tinja > 2000 MPN/100 ml, deterjen > 0,5 mg/lt, zat organik > 10 mg/ltd dan nitrat > 10 mg/lt (Syarif, 2002). Kualitas air dari mata air akan sangat tergantung dari lapisan mineral tanah yang dilaluinya. Hal ini menunjukkan karakter-karakter khusus dari mata air tersebut. Kebanyakan air yang bersumber dari mata air kualitasnya baik sehingga umumnya digunakan sebagai sumber air minum oleh masyarakat sekitarnya. Sebagai sumber air minum masyarakat, maka harus memenuhi beberapa aspek yang meliputi kuantitas, kualitas dan kontinuitas (Arthana, 2007). Perlindungan Mata Air (PMA) menyediakan air yang berasal dari lapisan air tanah yang relatif dekat dengan permukaan tanah, yang mudah terkontaminasi oleh rembesan, sehingga berpotensi mengalami penurunan kualitas air. Kontaminasi yang paling umum adalah karena limpasan air dari sarana kotoran manusia maupun hewan yang berasal dari limpasan air hujan yang berada dekat sarana tersebut. Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Peraturan Guburnur Bali No. 8 tahun 2007, tanggal 1 Pebruari 2007, tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup serta Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 907/MENKES/SK/VII/2002, tentang Persyaratan Kualitas Air minum. Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Dirjen PPM (Pemberantasan Penyakit Menular) & PLP (Penyehatan Lingkungan Pemukiman), telah melakukan program surveilans kualitas air bersih, melalui Inspeksi Sanitasi yang meliputi beberapa jenis
4 sarana yaitu Perlindungan Mata Air (PMA), Penampungan Air Hujan (PAH), Sumur Gali, dan Terminal air, dengan maksud mengetahui lingkungan fisik di semua jenis sarana itu apakah terjadi resiko pencemaran tinggi (berat), sedang maupun rendah dan tindakan perbaikan terhadap sarana tersebut. Berdasarkan hasil laporan Puskesmas Tabanan I tahun 2008 , Cakupan Pelayanan air bersih Triwulan IV tahun 2008 jumlah Kepala Keluarga (KK) yang menggunakan air bersih adalah 91,5 % yang terdiri dari PDAM (74,4 %), PP Non PDAM (0,1 %), Sumur Gali (14,8 %), PMA (2,2 %). Jumlah Perlindungan Mata Air (PMA) yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tabanan I adalah 42 buah yang tersebar di 5 (lima) Desa yaitu : Desa Gubug, Desa Sudimara, Desa Bongan, Desa Delod Peken dan Desa Dauh Peken. Sampai saat ini belum ada laporan tentang hasil pemeriksaan kualitas air perlindungan mata air. Sedangkan masyarakat masih menggunakan sarana PMA tersebut untuk kebutuhan air bersih seperti terlihat pada cakupan air bersih sebesar 2,2 %. Dari pantauan penulis di lapangan memang benar sebagian masyakakat masih menggunakan perlindungan mata air digunakan untuk keperluan air bersih diantaranya untuk diminum secara langsung dengan membawa galon isi ulang ke PMA saat ini belum ada keluhan, tetapi penulis indikasikan air tersebut belum layak untuk diminum. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Oviantari (2005), terhadap kualitas air di mata air Sangalangit, Pemuteran dan Banyuwedang Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng menyebutkan bahwa masih terdapat beberapa parameter yang melampaui ambang batas diantaranya fosfat, sulfida, coli tinja dan
5 total coli. Begitu juga penelitian yang dilakukan Arthana (2007), mata air di sekitar Bedugul beberapa parameter kualitas air dari mata airnya berada di atas baku mutu air kelas satu. Parameter parameter yang telah melampaui baku mutu tersebut adalah BOD5, COD, sulfida, besi, timbal dan kadmium, serta Suwitra (2004), menyatakan bahwah kualitas air minum isi ulang secara bakteriologis di Kota Denpasar menyatakan 50 % sampel air baku mengandung bakteri coliform dengan rentang MPN (5 - ≥ 2.400) coliform/100 ml contoh air, 38 % diantaranya berasal dari mata air. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Analisis Kualitas Air dan Lingkungan Fisik Pada Perlindungan Mata Air di Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan I, Kabupaten Tabanan. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah kualitas air secara fisika, kimia dan bakteriologis pada Perlindungan Mata Air yang berada di desa Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan I dibandingkan dengan mutu air kelas I Keputusan Gubernur Bali No.8 tahun 2007? 2) Bagaimanakah status mutu air di Perlindungan Mata Air yang berada di desa Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan I berdasarkan indek pencemaran sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.115 tahun 2003?
6 1.3 Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui kualitas air secara fisika, kimia dan bakteriologis pada Perlindungan Mata Air yang berada di desa Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan I dibandingkan dengan mutu air kelas I Peraturan Gubernur Bali No.8 tahun 2007. 2) Untuk mengetahui status mutu air di Perlindungan Mata Air yang berada di desa Wilayah Kerja Puskesmas Tabanan I berdasarkan indek pencemaran sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.115 tahun 2003? 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain : 1) Dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tabanan I, Kabupaten Tabanan mengenai kualitas air pada mata air tersebut apakah layak untuk dikonsumsi secara langsung tanpa pengolahan. 2)
Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan, khususnya Dinas Kesehatan dalam pengawasan kualitas air dan pengelolaan lingkungan fisik pada perlindungan mata air.