BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem keuangan berdasarkan bank (sistem bank). Bank menjalankan usahanya dengan menjual kepercayaan dan jasa. Setiap bank berusaha sebanyak mungkin menarik nasabah baru atau investor, memperbesar dananya, dan juga memperbesar pemberian kredit (Anggriani et al., 2016). Kekuatan sistem perbankan merupakan syarat penting untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Halling dan Hayden, 2006). Jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang ditimbulkan akan cukup luas meliputi nasabah dan lembaga yang menyimpan dana serta lembaga yang menginvestasikan modalnya di bank. Bank harus dapat menjaga kinerjanya dengan baik untuk menghindari potensi kegagalan. Kinerja bank dapat dilihat melalui kinerja operasional dan kinerja pasar. Salah satu yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja operasional bank adalah dengan melihat profitabilitas bank tersebut. Tingginya profitabilitas bank dapat menunjukkan bahwa sebagian besar kinerja bank tersebut dapat dikatakan baik (Sudiyatno, 2013). Sedangkan untuk mengukur kinerja pasar dapat dilihat dari nilai pasar suatu bank. Tingginya nilai pasar menunjukkan bahwa bank memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Beberapa tahun terakhir ini banyak bank yang dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Purba (2015), Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi
1
Bank LPS menyatakan bahwa sejak tahun 2006-2015 LPS telah mengurus simpanan dana 65 bank nasional maupun daerah yang dilikuidasi. Total aset yang dilikuidasi adalah sebesar Rp459,6 miliar dan total simpanan yang dilikuidasi sebesar Rp1,27 triliun dari 126.903 rekening. Menurunnya kinerja bank sebagai akibat dari pengelolaan risiko yang kurang optimal merupakan salah satu faktor utama kebangkrutan bank. Salah satu risiko yang sangat penting dalam kegiatan operasional bank adalah risiko likuiditas (Chaplin et al., 2000). Selain itu, untuk mengelola risiko yang disebabkan oleh sektor keuangan, Bank Indonesia membuat kebijakan dengan mengarahkan pengendalian kredit dan likuiditas agar sejalan dengan pengelolaan stabilitas makro ekonomi. Menurut Diamond dan Rajan (2001), bank merupakan bagian utama dalam perekonomian dari sisi sektor keuangan yang melakukan dua kegiatan utama yaitu dari sisi aset, untuk meningkatkan aliran dana pinjaman kepada nasabah yang kekurangan dana, sebaliknya dari sisi kewajiban mengumpulkan sumber dana dari pihak ketiga untuk menyediakan likuiditas. Risiko likuiditas adalah salah satu risiko penting yang dihadapi oleh bank, karena
masalah
likuiditas
pada
akhirnya
akan
menyebabkan
masalah
kebangkrutan (Hanafi, 2012). Manajemen risiko likuiditas merupakan elemen yang penting untuk menjaga stabilitas dan keamanan bank dalam kegiatan operasinya. Keputusan yang dilakukan untuk meningkatkan laba perusahaan dan tingkat kepercayaan nasabah dilihat dari sisi likuiditas perusahaan. Oleh karena itu, bank harus menilai risiko likuiditasnya setiap saat dan khususnya pada kondisi krisis atau resesi ekonomi.
2
Menurut Jenkinson (2008), risiko ketika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada deposan disebut risiko likuiditas. Risiko likuiditas ini akan memengaruhi citra suatu bank kepada nasabahnya. Semakin besar risiko likuiditas yang ditanggung oleh suatu bank maka semakin buruk citra bank tersebut karena kepercayaan nasabah berkurang terhadap kinerja bank. Menurut Lopez (2008), likuiditas didefinisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan keuangan untuk memenuhi kewajiban utangnya tanpa menimbulkan kerugian yang besar. Secara teknis likuiditas dapat diartikan kemampuan terus menerus perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek (Uremadu et al., 2012). Risiko likuiditas dapat berasal dari kedua sisi neraca suatu bank, yaitu sisi kewajiban maupun sisi aset. Kedua sisi neraca tersebut dapat dikelola oleh bank untuk menjaga likuiditasnya. Dari sisi kewajiban, terdapat ketidakpastian pada jumlah penarikan deposito. Penarikan deposito dengan skala besar dapat membuat perangkap likuiditas bagi bank (Jeanne dan Svensson, 2007). Sedangkan dari sisi aset, risiko likuiditas dapat muncul karena adanya kemacetan atau keterlambatan arus kas dari debitur (Diamond dan Rajan, 2001). Selain kedua aspek tersebut, bank juga harus menjaga kesenjangan antara aset dan kewajiban, karena risiko likuiditas muncul akibat ukuran dan jatuh tempo aset dan kewajiban (Plochan, 2007). Kesenjangan antara aset dan kewajiban dapat disebut gap likuiditas. Aspek lain yang dapat dikelola oleh bank adalah cadangan kas yang terdapat di bank. Cadangan kas dapat membantu bank apabila terjadi penarikan dan permintaan yang dilakukan oleh nasabah (Majid, 2005).
3
Menurut Saunders dan Cornett (2014), dalam upaya pengelolaan risiko likuiditas, ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu dari faktor aset dan kewajiban. Faktor aset yang harus diperhatikan adalah jumlah simpanan optimum yang dimiliki perusahaan, cadangan kas yang dimiliki perusahaan. Sedangkan dari faktor kewajiban yang harus diperhatikan adalah sumber pendanaan yang digunakan (Hanafi, 2012). Menghindari risiko likuiditas merupakan alasan setiap bank untuk memelihara dana yang cukup yang bertujuan memenuhi permintaan nasabah yang tidak terduga (Majid, 2005). Apabila permasalahan risiko likuiditas tidak segera diatasi maka kondisi perbankan akan semakin memburuk sehingga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja perbankan akan semakin menurun (Ariffin, 2012). Kondisi ini akan berakibat pada penarikan uang di dalam bank dalam jumlah besar dan bank akan bangkrut. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi bank untuk memelihara posisi likuiditas yang sehat (Arif dan Anees, 2012). Pengelolaan likuiditas yang baik oleh bank sangat penting terutama jika terjadi krisis ekonomi global (Vodova, 2011b). Peraturan perbankan mewajibkan bank-bank yang ada di Indonesia untuk menjaga dan mengelola likuiditasnya dengan baik. Peraturan Bank Indonesia Pasal 1 Nomor 11/25/PBI/2009 menyatakan bahwa risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Peraturan tersebut berasal dari dokumen dari Basel Committee yang menjadi pedoman bagi
4
Bank Indonesia (BI) untuk melakukan kajian rekomendasi manajemen risiko likuiditas yang diterapkan pada perbankan di Indonesia. Pemerintah menetapkan kebijakan melalui peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum (GWM) bank dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional. Dalam peraturan tersebut BI menetapkan GWM yang harus dimiliki bank. GWM adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh BI sebesar persentase tertentu dari dana pihak ketiga. Penetapan jumlah GWM primer pada tahun 2013 oleh BI dalam rupiah sebesar 8% sedangkan untuk jumlah GWM sekunder dalam rupiah sebesar 4% serta penetapan jumlah GWM untuk valuta asing sebesar 8%. Persentase tersebut merupakan jumlah dana yang harus dimiliki bank agar tidak mengalami risiko likuiditas ketika para nasabah tiba-tiba menarik uangnya. Pentingnya likuiditas pada suatu sistem perbankan akan membuat suatu bank sangat fokus terhadap manajemen likuiditasnya. Hal ini terjadi karena risiko likuiditas sangat berpengaruh terhadap kinerja bank. Beberapa peneliti melakukan analisis tentang pengelolaan risiko likuiditas terhadap kinerja bank, seperti penelitian yang dilakukan oleh Fayman dan He (2011) menemukan adanya hubungan yang positif antara risiko prepayment terhadap kinerja bank. Selain itu, penelitian lain dilakukan oleh Bareikaite dan Martinkute (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengelolaan manajemen risiko likuiditas terhadap pendapatan bank.
5
Taswan (2010), mengatakan bahwa ketidakpastian penarikan simpanan oleh para deposan menuntut bank harus mengkaji likuiditas yang direncanakan dan komponen untuk berjaga-jaga. Bank yang berfokus untuk meningkatkan kinerjanya akan menempatkan dana pada aset yang mampu memberikan pendapatan yang optimal. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kinerja pada penyaluran kredit yang maksimal dibandingkan berinvestasi pada aset likuid. Meningkatnya jumlah kredit tanpa adanya risiko kredit macet akan dapat meningkatkan profitabilitas bank dan kinerja pasar bank. Pentingnya pengelolaan risiko likuiditas dan banyaknya jumlah bank yang dilikuidasi membuat pemerintah Indonesia memberikan kebijakan mengenai pengetatan likuiditas perbankan untuk melindungi investor dan masyarakat dari semua risiko yang ditimbulkan oleh bank. Bank dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan dengan melakukan pendanaan yang optimal untuk menjaga likuiditasnya. Di sisi lain risiko likuiditas bank yang kecil mampu meningkatkan kepercayaan investor terhadap bank dan akhirnya akan memengaruhi kinerja pasar perusahaan. Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini akan menguji pengaruh dari dana pihak ketiga (deposits), kas (cash), dan kesenjangan likuiditas (liquidity gap) terhadap kinerja bank di Indonesia yang diukur dengan ROA dan Tobin’s Q sebagai kinerja bank.
6
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah dana pihak ketiga (deposits) berpengaruh positif terhadap ROA bank? 2. Apakah kas (cash) berpengaruh negatif terhadap ROA bank? 3. Apakah kesenjangan likuiditas (liquidity gap) berpengaruh negatif terhadap ROA bank? 4. Apakah dana pihak ketiga (deposits) berpengaruh positif terhadap Tobin’s Q bank? 5. Apakah kas (cash) berpengaruh negatif terhadap Tobin’s Q bank? 6. Apakah kesenjangan likuiditas (liquidity gap) berpengaruh negatif terhadap Tobin’s Q bank?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menguji apakah dana pihak ketiga (deposits) berpengaruh positif terhadap ROA bank. 2. Menguji apakah kas (cash) berpengaruh negatif terhadap ROA bank. 3. Menguji apakah kesenjangan likuiditas (liquidity gap) berpengaruh negatif terhadap ROA bank. 4. Menguji apakah dana pihak ketiga (deposits) berpengaruh positif terhadap Tobin’s Q bank.
7
5. Menguji apakah kas (cash) berpengaruh negatif terhadap Tobin’s Q bank. 6. Menguji apakah kesenjangan likuiditas (liquidity gap) berpengaruh negatif terhadap Tobin’s Q bank.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi ilmiah bagi akademisi dan mampu memberikan tambahan wawasan serta informasi terkait dengan pengaruh risiko likuiditas terhadap kinerja bank. 2. Manfaat bagi perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan mampu sebagai bahan masukan atau usulan bagi manajemen dalam melakukan pengelolaan risiko likuiditas agar dapat mengoptimalkan kinerja bank. 3. Manfaat bagi investor Penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk investor yang ingin melakukan investasi agar mempunyai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi pada suatu bank yang bagus.
1.5. Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini terbatas pada hubungan variabel independen yaitu dana pihak ketiga (deposits), kas (cash), dan kesenjangan likuiditas (liquidity gap) serta
8
ROA dan Tobin’s Q sebagai variabel dependen. Variabel kontrol juga disertakan dalam penelitian ini, yaitu Size dan Growth. 2. Periode penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 2010-2015 saat terjadi likuidasi perbankan dan peraturan ketat likuiditas perbankan. 3. Objek yang diteliti adalah industri perbankan yang terdaftar di BEI selama periode pengamatan.
1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini dibagi dalam 5 (lima) bab pembahasan. Bab I menjelaskan tentang pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Bab II menguraikan mengenai landasan teori diantaranya teori tentang manajemen risiko perbankan, giro wajib minimum, risiko likuiditas, aset lancar, dana pihak ketiga, kas, kesenjangan likuiditas, dan kinerja perbankan (ROA dan Tobin’s Q). Bab III menjelaskan tentang metodologi penelitian yang digunakan mengacu pada rumusan masalah yang telah ditetapkan. Bab ini juga menjelaskan tentang pendekatan penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data serta teknik analisis dalam penulisan tesis ini dengan analisis regresi data panel. Bab IV dibahas mengenai hasil yang diperoleh dari proses pengumpulan data, analisis dan pembahasan mengenai pengujian hipotesis serta hasil uji statistik. Bab V berisi kesimpulan hasil penelitian, saran untuk perbaikan sistem manajemen risiko likuiditas, perbaikan kinerja dan keterbatasan penelitian.
9