BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan merupakan salah satu bentuk komunikasi dan interaksi antar bahasa. Brisset (dalam Venuti, 2000:343) berpendapat bahwa penerjemahan adalah suatu tindak komunikasi dua arah (dual act of communication) yang mensyaratkan adanya dua kode yang berbeda, yakni bahasa sumber dan bahasa sasaran. Komunikasi tersebut, menurut Catford (1965:20), lebih pada pemindahan materi tekstual kebahasaan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Berdasarkan penjelasan tersebut, penerjemahan dapat dikatakan sebagai media bertukar informasi dari satu bahasa ke bahasa lain dalam lingkup suatu negara ataupun antar negara di seluruh dunia. Penerjemahan sebagai sarana pertukaran informasi tersebut memiliki berbagai manfaat di dalamnya. Soesilo (dalam Kaswanti Purwo, 1990:180) menggarisbawahi pentingnya penerjemahan, diantaranya sebagai sarana menggali berbagai macam informasi dari negara lain tanpa harus belajar bahasanya terlebih dahulu, membuka pintu informasi di seluruh dunia, menghilangkan dinding pemisah antar bangsa, sarana kerjasama, pengertian, dan perdamaian dunia. Selain itu, penerjemahan juga dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran suatu bahasa. Nadar (2007:5-6) mencontohkan kegiatan penerjemahan teks Bahasa Inggris ke Indonesia dapat digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris, terutama bidang tata bahasa dan kosakata. Secara terperinci, Newmark (1991:61-
1
2
62) menjelaskan bahwa penerjemahan dapat lebih berguna dalam pembelajaran bahasa kedua apabila disesuaikan dengan tingkat kemampuan pembelajar. Tingkat kemampuan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu tingkat dasar (elementary stage), tingkat menengah (middle stage), dan tingkat lanjut atau akhir (advanced or final stage). Pada tingkat dasar, penerjemahan dapat digunakan untuk meningkatkan kosakata dan mengenalkan tata bahasa dasar pada bahasa sasaran. Pada tingkat menengah, penerjemahan dapat digunakan untuk membantu pembelajar mempelajari kesalahan dalam berbahasa yang dilakukannya, sedangkan pembelajar pada tingkat lanjut atau akhir dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman dalam komunikasi dan pengetahuan sosial budaya. Selain itu, penerjemahan juga memberikan manfaat pada keakuratan dalam pembelajaran bahasa kedua. Penerjemahan memang memiliki banyak manfaat, tetapi tidak sedikit juga kendala yang dihadapinya. Baker (1992:68-70) berpendapat bahwa masalah utama dalam penerjemahan adalah kesepadanan yang muncul pada berbagai tingkatan bahasa. Permasalahan kesepadanan tersebut diantaranya, bahasa sasaran tidak memiliki kesepadanan dengan bahasa sumber, bahasa sasaran memiliki kesepadanan tapi berbeda konteks penggunaannya, bahasa sasaran tidak memiliki situasi kebahasaan yang sama, dan bahasa sasaran tidak memiliki tipe teks seperti bahasa sumber. Kendala berikutnya adalah adanya muatan budaya pada bentuk atau unsur kebahasaan dalam bahasa sumber yang berbeda atau tidak dimiliki bahasa sasaran (Bassnett, 2002:32; Fahrurrozi, 2003:2; Wijana, 2004:109). Kedua
3
kendala tersebut seringkali ditemukan pada beberapa bentuk bahasa, salah satunya adalah idiom. Idiom merupakan bentuk jadian yang unik dalam suatu bahasa. Keunikan tersebut ditunjukkan oleh makna pada unsur-unsur pembentuknya yang tidak mencerminkan makna dari bentuk jadian itu sendiri atau tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal unsur-unsurnya, sehingga diperlukan pengetahuan yang lebih (Cruse, 1986:37; Chaer, 2009:74). Keadaan tersebut menyebabkan sulitnya mencari padanan idiom dalam bahasa sasaran. Selain bentuknya yang unik, idiom juga memiliki muatan budaya yang menjadi hambatan dalam penerjemahannya karena bahasa sumber dan bahasa sasaran belum tentu memiliki budaya yang sama. Dalam penelitian ini, budaya Inggris dan budaya Indonesia seringkali tidak menemui adanya kesamaan. Oleh karena itu, masalah terjemahan idiom baik dalam Bahasa Inggris dan Indonesia tersebut memang merupakan tantangan yang tidak dapat diabaikan dalam kegiatan penerjemahan. Idiom dalam Bahasa Inggris sendiri memiliki intensitas penggunaan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya idiom dalam Bahasa Inggris yang sering dijumpai dalam percakapan sehari-hari, seperti what’s up, man? untuk memberikan sapaan pada teman, so long, mate! ketika berpisah, watch your step! atau take care! saat menyarankan agar berhati-hati, cross your fingers! untuk memberikan harapan, enjoy yourself! saat mengucapkan selamat berlibur, beg your pardon? ketika kurang jelas dengan apa yang dikatakan lawan bicara, how come untuk meminta penjelasan atau menyalahkan, get on the move saat
4
memeinta untuk segera bergegas, light bulbs ketika mendapat suatu ide, it’s been ages ketika menunggu terlalu lama, don’t give up untuk memberikan semangat agar tidak menyerah, shut up ketika meminta lawan tutur untuk diam atau berhenti bicara, dan lain sebagainya. Selain itu, penggunaan idiom juga sering ditemukan dalam karya sastra novel, cerpen, puisi, lagu, maupun artikel berbahasa Inggris. Tingginya intensitas idiom tersebut juga dikuatkan oleh temuan Weinreich (melalui Jackendoff, 1997:157) bahwa sekurang-kurangnya terdapat lebih dari 25.000 idiom dalam Bahasa Inggris. Idiom merupakan tantangan dalam dunia penerjemahan. Berdasarkan penelitian awal yang telah dilakukan pada pertengahan tahun 2013 dengan membandingan hasil terjemahan penerjemah yang pernah mendapat teori penerjemahan, penerjemah yang belum pernah mendapat teori penerjemahan, dan mesin penerjemah (Google Translate) dapat disimpulkan bahwa idiom merupakan salah satu kendala dalam penerjemahan. Ketika melakukan penerjemahan, idiom sulit dimengerti secara awam dan seringkali membingungkan jika diartikan secara harfiah atau kata per kata, misalnya chew the fat yang memiliki makna ‘mengobrol’ akan membingungkan jika diartikan ‘mengunyah lemak’ atau a tough nut to crack yang bermakna ‘masalah yang sulit untuk dipecahkan’ menjadi aneh ketika diterjemahkan ‘kacang sulit untuk retak’, kemudian lend an ear yang mempunyai makna ‘mendengarkan dengan seksama’ terdengar sedikit mengerikan jika dimaknai dengan ‘meminjamkan telinga’. Hal yang sama terjadi pada idiom every cloud has a silver lining yang memiliki makna sebenarnya ‘ada hikmah di balik setiap masalah’ menjadi tidak masuk akal ketika diartikan ‘setiap awan
5
memiliki sebuah lapisan perak’. Selain itu, hasil terjemahan idiom juga dapat menimbulkan suatu kelucuan ketika idiom now don't go bananas! yang bermakna ‘Sekarang, jangan membuat keributan!’ diterjemahkan menjadi ‘Sekarang, jangan pergi pisang-pisang!’. Idiom Bahasa Inggris bahkan dapat memiliki makna berlawanan dari makna sesungguhnya apabila diartikan secara harfiah. Hal ini dapat dilihat pada ungkapan he left no stone unturned yang memiliki makna sebenarnya ‘ia mencoba semua hal yang bisa dilakukan’ memiliki makna berlawanan ketika diterjemahkan secara harfiah menjadi ‘ia pergi tanpa melakukan apapun’ atau ‘ia pergi tanpa satu batu pun terbalik’. Bahkan mesin penerjemah yang populer saat ini, seperti Google Translate, pun tidak mampu menerjemahkan idiom. Mesin penerjemah tersebut menerjemahkan ungkapan he left no stone unturned menjadi ‘ia meninggalkan kebutuhan bisnis yang terlewat’. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa mesin penerjemah yang paling populer sekalipun, Google Translate, masih kewalahan menghadapi bentuk bahasa seperti idiom. Temuan tersebut menunjukkan bahwa intensitas penggunaan idiom yang tinggi dalam Bahasa Inggris dan ketidakmampuan alat bantu penerjemahan menjadi kendala dalam penerjemahan. Penelitian mengenai penerjemahan idiom ataupun strategi penerjemahannya ini memang pernah dilakukan, tetapi sejauh ini belum ditemui penelitian yang secara khusus mengamati penerjemahan idiom dalam pembelajaran Bahasa Inggris pada kelas penerjemahan. Uraian di atas melatarbelakangi pentingnya pengkajian penerjemahan idiom tersebut dilakukan.
6
Penelitian ini berusaha mengamati beberapa hal terkait penerjemahan idiom Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Penelitian tersebut diawali dengan mengemukakan strategi yang digunakan responden dalam menerjemahkan idiom Bahasa Inggris yang dilanjutkan dengan melakukan analisis pada tingkat pencapaian hasil terjemahan, tingkat kesulitan dalam penerjemahan, dan faktor kebahasaan yang mempengaruhinya. Dalam proses analisisnya, penelitian ini mengadopsi cara kerja analisis kesalahan yang kemudian ditransformasikan menjadi analisis ketercapaian hasil terjemahan yang diukur dengan menggunakan skala Larson (1998:19)1. Pada akhir pembahasan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi untuk mengefektifkan strategi penerjemahan idiom agar mencapai tingkat terjemahan idiomatik.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang di atas, maka berbagai permasalahan mengenai idiom Bahasa Inggris tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimana tingkat pencapaian hasil terjemahan idiom berdasarkan strategi penerjemahan yang diterapkan? 2) Bagaimana tingkat kesulitan penerjemahan idiom dan faktor kebahasaan yang mempengaruhinya? 3) Bagaimana upaya mengefektifkan strategi penerjemahan idiom agar mencapai tingkat terjemahan idiomatik? 1
Penjelasan mengenai analisis ketercapaian hasil terjemahan skala Larson (1998:19) disajikan pada subbab 1.6.2 halaman 18-20.
7
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan, sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan tingkat pencapaian hasil terjemahan idiom berdasarkan strategi penerjemahan yang diterapkan. 2) Mendeskripsikan tingkat kesulitan penerjemahan idiom dan faktor kebahasaan yang mempengaruhinya. 3) Mendeskripsikan upaya mengefektifkan strategi penerjemahan idiom agar mencapai tingkat terjemahan idiomatik.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat, diantaranya manfaat dari hasil penelitian, manfaat secara teoretis, dan manfaat secara praktis, sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat hasil penelitian Temuan hasil penelitian dapat memberikan penjelasan ilmiah mengenai strategi-strategi yang digunakan dalam penerjemahan idiom, tingkat pencapaian hasil terjemahan berdasarkan strategi yang diterapkan tersebut, tingkat kesulitan penerjemahan idiom, faktor-faktor kebahasaan yang berpengaruh terhadap tingkat kesulitan tersebut, hal-hal dalam strategi dan proses penerjemahan yang masih perlu
untuk
diefektifkan,
serta
upaya
yang dapat
dilakukakan
untuk
mengefektifkan strategi penerjemahan tersebut dalam usaha menghasilkan terjemahan pada tingkat terjemahan idiomatik.
8
1.4.2 Manfaat teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah hasil temuan ilmiah, informasi, dan wawasan mengenai strategi yang paling efektif dalam penerjemahan idiom, permasalahan kesepadanan antara idiom Bahasa Inggris dan Indonesia, hambatan kebahasaan yang muncul dalam kegiatan penerjemahannya, tahapan-tahapan yang menentukan dihasilkannya jenis terjemahan idiomatik pada proses penerjemahan, tingkat kesulitan penerjemahan idiom, dan faktor-faktor kebahasaan yang berpengaruh pada tingkat kesulitan tersebut. Temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori penerjemahan sebelumnya yang menyentuh beberapa bidang, yaitu dalam bidang penerjemahan, kebahasaan, dan pendidikan.
1.4.3 Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi pegiat penerjemahan, penyelenggara pendidikan, dan pengamat/ pemerhati di bidang penerjemahan terkait tantangan-tantangan dalam penerjemahan idiom, halhal yang harus mendapat perhatian dalam penerjemahan tersebut, strategi yang tepat dalam menghadapinya, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk lebih mengefektifkan strategi tersebut, serta pertimbangan, penekanan, dan upaya perbaikan dalam pembelajaran penerjemahan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan informasi dan referensi bagi para peneliti di bidang yang sama atau terkait penerjemahan idiom pada masa mendatang.
9
1.5 Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, terdapat beberapa penelitian yang telah menyinggung permasalahan terkait penerjemahan idiom, akan tetapi penelitian tersebut lebih banyak dilakukan pada karya sastra, seperti novel. Beberapa penelitian diantaranya adalah skripsi yang ditulis oleh Wahyuni, mahasiswi UNIKOM, tahun 2010 yang berjudul “Analisis Penerjemahan Idiom pada Novel Hercule Poirot’s Christmas karya Agatha Christie (Ditinjau dari Segi Sintaktis dan Semantis)” menyimpulkan bahwa idiom dalam Bahasa Inggris umumnya diterjemahkan dari bentuk idiomatik menjadi bentuk non-idiom dalam Bahasa Indonesia. Kemudian, hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Humanis Volume IV. No. 1. Februari 2013 ditulis oleh Suryanata dengan judul “Penerjemahan Idiom Bahasa Inggris ke Indonesia di Eat, Pray, Love dan Terjemahannya” meneliti masalah jenis idiom dan penyesuaian semantik yang digunakan oleh penerjemah ketika menerjemahkan idiom Bahasa Inggris ke Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat tiga jenis idiom Bahasa Inggris, yaitu kata kerja phrasal, frase preposisional, dan idiom parsial, serta ada dua jenis penyesuaian semantik, yaitu bentuk idiom ke idiom dan idiom ke non idiom. Selain itu, ada juga disertasi yang ditulis mahasiswa S-3 UNS, Hartono, dengan judul “Penerjemahan Idiom dan Gaya Bahasa (Metafora, Kiasan, Personifikasi, Dan Aliterasi) dalam Novel To Kill A Mockingbird Karya Harper Lee dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia (Pendekatan Kritik Holistik)” yang secara umum mengkaji permasalahan mengenai penerjemahan idiom dan gaya
10
bahasa metafora, kiasan, personifikasi, dan aliterasi dalam novel To Kill a Mockingbird (TKM) karya Harper Lee dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dengan kesimpulan bahwa idiom sudah diterjemahkan dengan metode dan teknik yang tepat, hanya saja gaya bahasa metafora, kiasan, personifikasi, dan aliterasi belum diterjemahkan dengan tepat. Penelitian secara khusus mengenai strategi penerjemahan idiom juga pernah dilakukan. Penelitian tersebut diangkat oleh Putri, mahasiswi Universitas Padjadjaran (Unpad), dengan judul “Strategi Penerjemahan Idiom pada Novel City of Bone karya Cassandra Clare dan Terjemahannya”. Penelitian tersebut menemukan tiga macam strategi, yaitu penerjemahan idiom dengan strategi parafrasa, strategi penghilangan idiom, dan strategi kesepadanan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut cenderung lebih banyak dilakukan pada karya-karya sastra saja, padahal berbagai hambatan dalam penerjemahan idiom juga banyak ditemukan dalam pembelajaran penerjemahan di kelas. Hal ini dibuktikan oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Morin, dosen Universitas Cendrawasih, pada tahun 1998 dengan judul “Kesalahan-kesalahan dan penyebabnya dalam penerjemahan yang dilakukan oleh mahasiswa semester VII dan VIII Tahun Akademik 1997/1998 program studi Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unversitas Cenderawasih”. Penelitian tersebut menemukan bahwa kesalahan penerjemahan pada idiom serta kata dan frasa dalam kalimat merupakan kesalahan yang paling sering dilakukan oleh para mahasiswa/ pembelajar.
11
Berdasarkan penelusuran pustaka di atas, keterbatasan dan kurangnya penelitian penerjemahan idiom yang dilakukan dalam pembelajaran penerjemahan menunjukkan pentingnya penelitian ini dilakukan. Urgensi dalam penelitian ini juga dapat dilihat dari peran dunia pendidikan dalam mencetak penerjemahpenerjemah profesional, sehingga diperlukan peningkatan kualitas melalui penelitian pada bidang tersebut. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan lebih banyak manfaat teoretis mengingat idiom memiliki bentuk kebahasaan
yang
unik
dengan
berbagai
faktor
kebahasaan
yang
mempengaruhinya.
1.6 Landasan Teori 1.6.1 Idiom Crystal (melalui Wijana, 2004:109) mendefinisikan idiom sebagai “ungkapan yang terdiri dari dua kata atau lebih yang maknanya tidak dapat ditafsirkan dari elemen-elemen pembentuknya secara sintaktik memiliki bentuk yang tetap”. Definisi di atas tidak jauh berbeda dengan pengertian idiom oleh Dixson (melalui Hanafi, 1986:48), Larson (1998:23), Palmer dan Seidi & McMordie (melalui Hartati, 2002:13), serta Kridalaksana (2008:90) yang menyebutkan bahwa idiom merupakan suatu konstruksi yang memiliki makna gabungan yang berbeda dari makna unsur-unsur pembentuknya. Di sisi lain, Cruse (1986:37), yang berpendapat bahwa definisi tersebut masih tradisionil, memiliki definisi sendiri tentang idiom yang lebih modern, yaitu “an idiom is an expression whose meaning cannot be accounted for as a compositional function of the
12
meaning its parts have when they are not parts of idioms”. Definisi tersebut kemudian diadaptasi dalam pandangan idiom menurut Chaer (2009:74), yaitu satuan-satuan bahasa (berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal unsur-unsur tersebut. Dengan kata lain, idiom lebih pada pembentukan makna baru dari makna yang dimiliki unsur-unsurnya sebelumnya (Curry melalui Sujono, 2003:25). Ditinjau dari keeratan relasi unsur-unsurnya dalam membentuk makna baru, Palmer (1976:98-99) membagi bentuk idiom menjadi 2 macam, yaitu idiom penuh (fully idioms) dan idiom sebagian (partial idioms). Chaer (2009:75) dan Suwandi (2008:96) sebagai pengikutnya memberikan penjelasan bahwa idiom penuh merupakan idiom yang seluruh unsur-unsurnya telah “menyimpang” dari makna leksikal dan gramatikal pembentuknya atau maknanya sama sekali tidak dapat dilihat dari unsur-unsur pembentuknya, sedangkan idiom sebagian merupakan idiom yang masih memiliki unsur makna leksikal sendiri atau salah satu unsurnya memperlihatkan makna sebenarnya (makna leksikal). Idiom penuh dalam Bahasa Inggris dapat ditemukan pada ungkapan a piece of cake ‘sangat mudah’, feeding frenzy ‘serangan agresif pada seseorang’, dan he lost his head ‘sangat marah’. Lebih lanjut, idiom sebagian (partial idioms) dalam Bahasa Inggris dapat dilihat pada ungkapan blacklist ‘daftar hitam/ orang yang dicurigai/ bersalah’ yang menunjukkan makna leksikal ‘daftar’ pada unsur list, cup of joe ‘secangkir kopi’ yang memperlihatkan makna leksikal dari ‘cangkir’ pada unsur cup, dsb.
13
Idiom sebagai suatu bentuk bahasa yang unik memiliki beberapa ciri-ciri khusus. Cruse (1986:37) berpendapat bahwa idiom memiliki dua macam ciri-ciri, yaitu idiom secara leksikal atau idiom terdiri lebih dari satu konstituen leksikal dan idiom yang merupakan konstituen semantis minimal tunggal. Dengan kata lain, idiom memang merupakan suatu bentuk berisikan beberapa unsur yang kemudian dipandang menjadi satu kesatuan makna. Sementara Rahyono (2011:103), yang berpijak dari penjelasan Cruse tersebut, menambahkan bahwa idiom memiliki kemungkinan untuk berpindah posisi pada kalimat atau tidak terpaku pada satu posisi. Secara spesifik, Palmer (1976:98-99) menjelaskan beberapa ciri-ciri idiom Bahasa Inggris, diantaranya idiom frasal dalam Bahasa Inggris sebagian besar merupakan kombinasi dari verba dan adverbial atau preposisi, seperti make up, get up, put down, dll. Idiom bahasa Inggris memang memiliki struktur beku di dalamnya, tetapi sebagian diantaranya memiliki keluwesan dalam kalimat (Jackendoff, 2002:171172). Hal tersebut ditunjukkan pada idiom yang memiliki unsur verba dapat menyesuaikan tenses, sedangkan pada unsur nomina dan ajektivanya ada yang dapat dirubah, namun ada yang tidak (Palmer, 1976:98-99). Bentuk idiom dengan penyesuaian tenses dicontohkan pada ungkapan kicked the bucket bukan kick the bucketed* atau spilled the beans bukan spill the bean*. Pada idiom berunsur nomina, idiom dapat dirubah menjadi bentuk jamak dalam red herring menjadi red herrings. Pada idiom berunsur ajektiva, idiom tidak dapat dirubah menjadi bentuk komparatif (-er form), seperti red herrings yang tidak bisa dirubah menjadi *redder herrings. Secara sintaktik, beberapa idiom dalam bahasa Inggris dapat
14
dipasifkan, namun ada juga yang tidak dapat dipasifkan, misalnya spilled the beans dapat dipasifkan menjadi the beans have been spilled, tapi kick the buckets tidak bisa dipasifkan menjadi the buckets was kicked*. (Palmer, 1976:98-99). Berdasarkan tingkat satuan kebahasaannya, idiom dapat berbentuk kata (kata majemuk), frase, klausa, dan kalimat (Hartati, 2002; Sujono, 2003:33). Salah satu hal yang menimbulkan perdebatan adalah satuan kebahasaan idiom pada tataran kata. Salah satu ahli bahasa, Cruse (1986), berpendapat idiom tidak berada pada tataran kata, sedangkan ahli lainnya, Wood (1986:93), menyatakan idiom dapat berada pada tataran kata, namun bertindak sebagai kata majemuk (compound words). Idiom tersebut dapat berwujud kata majemuk karena salah satu atau semua unsurnya merupakan pokok kata yang strukturnya tidak dapat diubah atau dipisahkan (Ramlan melalui Hartati, 2002), misalnya kata majemuk keyword (key bermakna ‘kunci’, word bermakna ‘kata’) yang bermakna ‘kata kunci’ atau ‘kata penting’, underdog (under bermakna ‘di bawah’, dog bermakna ‘anjing’) yang bermakna ‘tak diunggulkan’ (lih. Oxford Dictionary, 2014), dsb.
1.6.2 Penerjemahan Penerjemahan memiliki beberapa definisi sebagaimana dikemukakan oleh para ahli. Catford (1965:20) mendefinisikan penerjemahan sebagai pemindahan materi tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi tekstual yang ekuivalen di bahasa lain (bahasa sasaran). Sejalan dengan pandangan Catford, Bell (1991:13) mendefinisikan penerjemahan sebagai proses dalam menghasilkan produk yang disebut sebagai terjemahan. Proses tersebut harus memperhatikan isi
15
dan gaya bahasa dari bahasa sumber atau memberikan fokus pada kesepadanan. Lebih lanjut, Nida dan Taber (1982:13) menambahkan bahwa penerjemahan merupakan upaya menciptakan kembali pesan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanan sedekat mungkin, dalam hal makna kemudian gaya bahasanya. Berdasarkan definisi-definisi di atas, ada beberapa poin penting yang selalu ada dalam penerjemahan sebagaimana digarisbawahi oleh Syafei (2007:1), yaitu sesuatu yang akan dialihbahasakan ke bahasa sasaran (makna), pemindahan atau penciptaan kembali, dan kesepadanan. Ketiga hal tersebut merupakan komponen utama dalam ihwal penerjemahan. Secara umum, penerjemahan merupakan suatu proses pemindahan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Larson (1998:519) memandang suatu proses penerjemahan dimulai dari sebuah teks dari bahasa sumber, kemudian menganalisis struktur semantiknya (menemukan makna atau isi pesan di dalamnya), lalu merekonstruksi atau mengungkapkannya secara padu padan pada bahasa sasaran. Proses tersebut disajikan pada bagan 1 di berikut ini. BAHASA SUMBER
BAHASA SASARAN
Teks yang akan diterjemahkan
Hasil terjemahan
Analisis makna yang terkandung
Pengungkapan makna
Makna Bagan 1. Proses Penerjemahan oleh Larson (1998:4)
16
Bagan tersebut menunjukkan bahwa bentuk bahasa pada bahasa sumber dapat dipindahkan (transfer) ke bahasa sasaran dengan menemukan kandungan maknanya melalui tahap analisis yang kemudian menyelaraskannya pada bahasa sasaran pada tahap pengungkapan. Dengan konsep yang sama, Nida & Taber (1982:33) membagi sistem penerjemahan menjadi tiga tahap, yaitu analisis, pemindahan, dan restrukturisasi. Lebih lanjut, Bassnett (2002:24) memahami pandangan tersebut dengan istilah decoding dan recoding. Konsep proses penerjemahan ini dapat dilihat pada bagan 2 berikut ini. BAHASA SUMBER D E C O D I N G
BAHASA SASARAN
Analisis
x
Restrukturisasi
Pemindahan (Transfer)
R E C O D I N G
y
Bagan 2. Proses Penerjemahan oleh Nida & Taber (1982:33) dan Bassnett (2002:24) Nida & Taber (1982:33) menjelaskan bahwa tahap analisis merupakan tahap pemerolehan makna/ isi pesan dari bahasa sumber yang kemudian menghasilkan makna “x”. Tahap ini disebut juga dengan tahap decoding (Bassnett, 2002:24). Makna “x” tersebut kemudian dipindahkan (dalam pikiran penerjemah) dari bahasa sumber ke bahasa sasaran menjadi makna “y”. Tahap terakhir adalah penstrukturan/ pengungkapan kembali makna “y” tersebut pada bahasa sasaran. Tahap ini disebut juga dengan tahap recoding (Bassnett, 2002:24). Dalam proses penerjemahan, beberapa bentuk bahasa seringkali mengalami hambatan karena
17
bentuk tersebut memiliki muatan budaya atau terikat dengan konteks situasi, salah satunya adalah bentuk idiom, sehingga Tou (melalui Choliludin, 2013:31-32) memberikan tambahan pentingnya memperhatikan hal tersebut, sebagaimana disajikan pada bagan 3 berikut ini. BAHASA SUMBER
BAHASA SASARAN
Teks yang akan diterjemahkan
Hasil terjemahan
Konteks Budaya
Konteks Budaya
Konteks Situasi
Konteks Situasi
Analisis makna yang terkandung
Rekonstruksi makna
Makna
Bagan 3. Proses Penerjemahan oleh Tou (melalui Choliludin, 2013:31-32)
Proses penerjemahan tersebut dapat dilaksanakan dengan prosedur penerjemahan. Larson (1998:519) menyebutkan setidaknya ada 7 tahapan dalam penerjemahan, yaitu persiapan, analisis, transfer, pembuatan naskah awal (initial draft), pengecekan (naskah) ulang, pengujian hasil terjemahan, revisi dan penyempurnaan hasil terjemahan, serta persiapan naskah untuk penerbit. Secara garis besar, Nadar (2007:22) membagi ketujuh tahapan tersebut menjadi 3 tahapan utama, yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan, dan pengecekan ulang/ revisi (tahap akhir), sebelum akhirnya dicetak atau diterbitkan.
18
Ditinjau dari tipenya, penerjemahan dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan dua aspek utama di dalamnya. Aspek tersebut adalah makna dan bentuk atau gaya bahasa (Nida dan Taber, 1982:13; Tytler melalui Hanafi, 1986:78; Larson, 1998:3). Kedua aspek tersebut kemudian berkembang menjadi dua tipe penerjemahan, yaitu penerjemahan berdasarkan makna (meaning based translation) yang mengutamakan makna atau pesan dan penerjemahan berdasarkan bentuk (form based translation) yang mengutamakan struktur atau bentuk (Larson, 1998:17). Larson (1998:19) berpendapat bahwa tujuan utama (goal) dalam penerjemahan adalah mencapai tingkat terjemahan idiomatik. Berdasarkan tujuan utama (goal) penerjemahan tersebut serta tipe dasar penerjemahan, hasil terjemahan tersebut kemudian dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu terjemahan sangat harfiah (very literal), harfiah (literal), harfiah yang dimodifikasi (modified literal), campuran yang tidak konsisten (inconsistent mixture), semi idiomatik (near idiomatic), idiomatik (idiomatic), dan terlalu bebas (unduly free). Ketujuh jenis terjemahan tersebut dikembangkan oleh Larson dengan membuat skala kontinum sebagaimana dapat dilihat pada penjelasan dan bagan di bawah ini. “Translation then falls on a continuum from very literal to literal, to modified literal, to near idiomatic, to idiomatic, and may fall, even more on the unduly free as displayed below (Larson, 1998:19).” Very Literal
Literal
Modified
Inconsistent
Near
Literal
Mixture
Idiomatic
Idiomatic
Bagan 4. Skala Terjemahan Larson (1998:19) Translator’s goal
Unduly Free
19
Terjemahan bertipe form based translation atau kata demi kata (word-forword) dapat dilihat pada jenis terjemahan sangat harfiah, harfiah, dan harfiah yang dimodifikasi atau terjemahan yang masih memiliki kekakuan pada struktur dan makna hasil terjemahan (Soesilo dalam Kaswanti Purwa, 1990:189; Soegeng dan Ekosusilo, 1994:12). Kekakuan tersebut lebih terasa ketika bahasa sumber dan bahasa sasaran memiliki struktur sintaksis yang berbeda. Menurut Larson (1998:17-19), terjemahan harfiah merupakan terjemahan yang sulit dipahami dan kurang komunikatif. Berdasarkan ciri-cirinya, terjemahan sangat harfiah merupakan terjemahan yang paling kaku dan kurang berterima, sedangkan terjemahan harfiah sedikit lebih masuk akal walaupun strukturnya masih terasa kaku. Terjemahan harfiah yang dimodifikasi sudah memiliki urutan kata dan struktur yang berterima walaupun maknanya masih kurang alamiah. Di sisi lain, terjemahan bertipe meaning based translation dibagi menjadi terjemahan idiomatik dan semi idiomatik. Ditinjau dari ciri-cirinya, terjemahan idiomatik merupakan terjemahan yang terasa begitu alami dengan menggunakan padanan yang sama pada bahasa sasaran. Terjemahan jenis ini merupakan terjemahan terbaik dan dijadikan pencapaian jenis terjemahan tertinggi atau tujuan utama dari penerjemahan karena terjemahan ini terdengar sama alamiahnya ketika sudah diterjemahakan ke bahasa sasaran, sebagaimana pendapat Larson (1998:1819) berikut ini. “Idiomatic translations use the natural forms of the receptor language, both in the grammatical constructions and the choice of lexical items. A truly idiomatic translation does not sound like translation. It sounds like it was written originally in the receptor language. Therefore, a good translator will try to translate idiomatically. This is his goal.” (Larson, 1998:18-19)
20
Selain terjemahan idiomatik, ada juga hasil terjemahan yang hampir mendekati jenis terjemahan tersebut, yaitu terjemahan semi idiomatik. Terjemahan semi idomatik dapat dikatakan sebagai hasil terjemahan yang berterima dan sudah baik secara struktur, hanya saja terjemahan ini belum menggunakan padanan sedekat terjemahan idiomatik atau padanan alami (natural equivalence). Diantara jenis terjemahan harfiah dan idiomatik, ada juga terjemahan campuran yang tidak konsisten dan terjemahan terlalu bebas. Terjemahan campuran yang tidak konsisten adalah terjemahan yang sebagian hasilnya berupa terjemahan harfiah dan sebagian lagi sudah idiomatik. Terjemahan jenis ini merupakan terjemahan yang tidak konsisten dan mencampuradukkan aspek makna dan bentuk dalam terjemahan harfiah dan idiomatik. Selanjutnya, terjemahan terlalu bebas adalah terjemahan yang tidak berterima karena terjemahan ini merubah makna bahasa sumber, menambahkan informasi yang tidak ada dalam bahasa sumber, memasukkan unsur-unsur yang tidak sesuai, serta menyimpangkan latar historis dan kultural dari bahasa sumber.
1.6.3 Kendala dan Strategi Penerjemahan Idiom Idiom merupakan bentuk unik yang sukar dipahami maknanya secara harfiah berdasarkan unsur-unsur yang menyusunnya (Dixson melalui Hanafi, 1986:48; Larson, 1998:23; Crystal melalui Wijana, 2004:109; Kridalaksana, 2008:90), sehingga penerjemahannya pun mengalami kendala. Menurut Eftekhari (2008) dan Baker (1992:68-70), sedikitnya ada empat kendala dalam menerjemahkan idiom, yaitu:
21
a) idiom seringkali tidak memiliki padanan kata dalam bahasa sasaran. Hal ini disebabkan karena idiom seringkali memiliki kaitan erat dengan budaya penuturnya (lih. Bassnett, 2002:32; Fahrurrozi, 2003:2; Wijana, 2004:109), sehingga ketika penerjemah tidak mengetahui budaya pada bahasa sasaran, maka akan menemui kesulitan pada saat proses penerjemahan, b) suatu idiom mungkin memiliki imbangan makna dalam bahasa sasaran, akan tetapi berada pada konteks yang berbeda (lih.Fahrurrozi, 2003:2), c) suatu idiom mungkin juga digunakan dalam teks bahasa sumber dengan makna yang literal dan idiomatis, d) idiom memiliki kaidah penggunaan pada tiap jenis teks, dan hal itu akan menjadi masalah jika dalam bahasa sasaran tidak memiliki jenis teks yang memuat penggunaan idiom itu di bahasa sumber. Kendala
tersebut
mengimplikasikan
diperlukannya
strategi
dalam
penerjemahannya. Secara umum, ada beberapa strategi yang biasanya digunakan dalam penerjemahan, seperti strategi struktural dan semantis. Strategi struktural diantaranya adalah penambahan, pengurangan, dan transposisi, sedangkan strategi semantis meliputi pungutan, padanan budaya, padanan deskriptif, sinonim, terjemahan resmi, pungutan, penyusutan, perluasan, penambahan, penghapusan, dan modulasi (Suryawinata dan Hariyanto, 2003:67-76). Eftekhari (2008) menyebutkan ada lima strategi untuk mengatasi kendala dalam penerjemahan idiom. Pertama, strategi padanan budaya (cultural equivalent) atau menggunakan idiom yang memiliki persamaan makna dan bentuk pada bahasa sasaran. Suryawinata dan Hariyanto (2003:72&157) berpendapat
22
bahwa penerjemahan yang paling baik adalah menerjemahkan idiom dengan idiom pula. Kedua, menggunakan suatu idiom yang memiliki makna yang sama tetapi bentuk yang berbeda. Ketiga, menggunakan parafrase. Strategi ini hampir sama dengan teknik modulasi yang lebih memperhatikan pesan terkandung dalam idiom tersebut, kemudian menerjemahkannya dengan cara berfikir yang berbeda (Newmark, 1988:88). Sejauh ini, cara ini merupakan cara yang sering digunakan. Keempat, strategi penghapusan (omission atau deletion), yaitu penghapusan idiom atau tidak memunculkan idiom pada hasil terjemahan. Strategi ini biasanya digunakan
dengan
pertimbangan
daripada
hasil
terjemahan
menjadi
membingungkan, lebih baik jika hal yang membingungkan tersebut dihilangkan saja (Suryawinata dan Hariyanto, 2003:75). Dengan kata lain, hal ini bisa dilakukan asal tidak merubah makna kalimat secara keseluruhan. Kelima, strategi kompensasi, yaitu strategi yang memungkinkan penerjemah untuk menghilangkan atau mengganti idiom dalam teks sumber dan menggunakan konteks lain dalam teks sasaran yang lebih mudah dimengerti. Selain lima strategi Eftekhari (2008) tersebut, para ahli lainnya juga memiliki pendapat masing-masing. Hanafi (1986:49) menyarankan pada penerjemah untuk menghafalkan atau memiliki buku tentang idiom sebagai jalan pintas yang paling bijak. Selanjutnya, idiom juga dapat diatasi dengan melihat kamus atau belajar melalui pengalaman penggunaan bahasa (Hartati, 2002:120), akan tetapi apabila dilihat dari segi kepraktisan dan keefektifannya, Syafei (2007:52) dan Suryawinata-Hariyanto (2003:116-117) berpendapat bahwa melihat konteks dalam penggunaan idiom merupakan strategi yang paling efektif karena
23
konteks tersebut memiliki peran penting dalam memberikan informasi pada penerjemah, sehingga penerjemah dapat menebak makna idiom tersebut dan menyesuaikannya ke dalam bahasa sasaran.
1.7 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang didukung dengan data-data kuantitatif. Penelitian ini berusaha memerikan data yang berwujud kualitatif berupa lisan atau tulisan dari obyek penelitian yang diamati. Obyek penelitian tersebut adalah hasil terjemahan idiom, sedangkan subyek penelitiannya adalah mahasiswa konsentrasi penerjemahan jurusan Bahasa dan Sastra Inggris yang duduk di bangku semester V. Mahasiswa tersebut dirasa telah cukup mengenyam teori dasar penerjemahan pada semester-semester sebelumnya. Lokasi penelitian tersebut diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Penentuan lokasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu tipe mahasiswa yang homogen atau memiliki karakteristik dan latar belakang yang hampir sama, seperti daerah asal yang sebagian besar berasal dari Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah, tingkat pendidikan, bahasa ibu, budaya, dll., sehingga pengambilan data menjadi lebih representatif. Selain itu, UNY juga memiliki kualitas pendidikan yang mumpuni di Yogyakarta sebagai sebuah universitas negeri dan memiliki paket konsentrasi penerjemahan. Peneliti juga lebih memahami karakter mahasiswa dan lebih mengenal staf pengajar serta pegawainya. Hal ini memudahkan peneliti dalam perijinan dan pelaksanaan penelitian ini.
24
Metode penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu penyediaan data, analisis data, dan penyajian data, sebagaimana dijelaskan berikut ini: 1.7.1 Penyediaan Data Data yang dikumpulkan pada tahap ini adalah berbagai hal terkait strategi penerjemahan idiom tersebut, yaitu hasil terjemahan idiom Bahasa Inggris dan lembar kuesioner dari responden, lembar pengamatan di kelas, dan dokumendokumen terkait. Tahap penyediaan data tersebut telah dilaksanakan pada bulan Desember 2013. Dalam pelaksanaannya, penyediaan data tersebut dibagi menjadi 3 langkah, yaitu penyebaran instrumen penelitian, tabulasi data, dan klasifikasi data. Penyebaran instrumen tersebut dimulai dengan pembuatan instrumen penelitian dan uji coba instrumen terlebih dahulu. Instrumen tersebut disusun berdasarkan metode yang digunakan, yaitu metode tes tertulis, kuesioner, pengamatan, dan dokumentasi. Metode tes tertulis menggunakan instrumen berupa soal tes yang berisi 15 soal idiom dalam teks dialog Bahasa Inggris. Selanjutnya, responden diminta untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia sealamiah (idiomatik) mungkin. Idiom yang digunakan dalam instrumen tersebut dipilih dan disusun berdasarkan variabel-variabel yang telah ditetapkan sebelumnya yang meliputi adanya kesepadanan dengan idiom Bahasa Indonesia, kesamaan asosiasi, frekuensi penggunaan, tipe idiom, dan jenis unsur pembentuknya. Variabel-variabel tersebut disajikan pada lampiran 1.1. Lebih lanjut, metode kuesioner menggunakan instrumen penelitian berupa lembar kuesioner atau angket yang berjenis kuesioner terbuka dengan
25
memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab pertanyaan dengan kalimatnya sendiri (Arikunto, 1998:141). Kuesioner tersebut digunakan untuk memperoleh berbagai informasi terkait strategi penerjemahan yang dilakukan responden, pengalaman dan pengetahuan dalam menerjemahkan, serta kebiasaan dan kendala dalam penerjemahan dan perkuliahan. Metode lainnya yang digunakan untuk memberikan informasi tambahan adalah metode pengamatan dan dokumentasi. Dalam penerapannya, metode pengamatan menggunakan instrumen berupa blangko atau lembar pengamatan. Metode ini digunakan untuk mengamati apa saja yang dilakukan responden ketika melakukan aktifitas menerjemahkan, sikap dalam melakukan penerjemahan, dan catatan-catatan khusus lainnya yang dianggap penting, sedangkan metode dokumentasi menyelidiki benda-benda tertulis, seperti silabus perkuliahan dan buku panduan mengenai kurikulum tahun 2009 yang digunakan pada jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNY untuk memberikan informasi mengenai penyelenggaraan perkuliahan Bahasa Inggris secara umum dan kelas konsentrasi penerjemahan secara khusus, serta dokumentasi kegiatan selama pengambilan data. Instrumen-instrumen penelitian yang digunakan tersebut selengkapnya disertakan pada Lampiran 1. Setelah dilakukan pembuatan instrumen, uji coba, konsultasi dengan pembimbing, dan revisi, instrumen-instrumen tersebut didistribusikan untuk menyediakan data yang dibutuhkan. Selanjutnya, data yang telah terkumpul diolah pada langkah selanjutnya, yaitu tabulasi data. Data tabulasi berisi hasil tes atau terjemahan idiom Bahasa inggris responden. Data tersebut disajikan dalam bentuk
26
tabel yang memuat nama-nama inisial responden (Responden 1 - 11) beserta hasil terjemahannya. Setelah melakukan tabulasi data, data tersebut kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang menjadi fokus pengamatan pada tahapan analisis data. Data berupa hasil terjemahan tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan skala hasil terjemahan Larson (1998:19). Skala hasil terjemahan tersebut diadopsi dan disusun dalam bentuk rubrik yang digunakan sebagai alat bantu klasifikasi jenis terjemahan. Rubrik tersebut disajikan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Rubrik Skala Hasil Terjemahan Jenis Terjemahan Terjemahan sangat harfiah (very literal) Terjemahan harfiah (literal)
Terjemahan harfiah yang dimodifikasi (modified literal) Terjemahan campuran yang tidak konsisten (inconsistent mixture)
Terjemahan semi idiomatik (near idiomatic)
Aspek dalam Penerjemahan Makna Bentuk atau Gaya Bahasa Memiliki makna yang sesuai pada Terjemahan langsung kata per kata. tataran kata, tetapi tidak sesuai Memiliki gaya/ bentuk yang terkesan dengan konteksnya sebagai idiom. dipaksakan dengan bentuk atau gaya asli dari bahasa sumber. Memiliki makna yang sesuai pada Memiliki bentuk atau gaya yang tataran kata, tetapi tidak sesuai masih kaku, namun sudah mengikuti dengan konteksnya sebagai idiom. bentuk atau gaya pada bahasa sasaran. Memiliki makna yang sesuai pada Memiliki gaya atau bentuk yang tataran kata, tetapi tidak sesuai sudah tidak terlalu kaku dan telah dengan konteksnya sebagai idiom. dimodifikasi mengikuti bentuk atau gaya pada bahasa sasaran. Memiliki makna yang taksa atau agak kabur, akan tetapi masih memiliki nilai kebenaran atau mendekati kebenaran. Memiliki kualitas hasil terjemahan yang lemah/ masih agak membingungkan. Memiliki makna yang benar dan sesuai dengan konteksnya sebagai idiom.
Menggunakan gaya atau bentuk yang tidak konsisten atau mencampurkan antara terjemahan harfiah dan idiomatik, seperti mempertahankan atau tidak menerjemahkan salah satu bentuk kata. Menggunakan kata lain yang memiliki ungkapan sama sesuai gaya atau bentuknya, walaupun terkadang menggunakan uraian kata untuk menjelaskan maksudnya.
27
Terjemahan idiomatik (idiomatic) Terjemahan terlalu bebas (unduly free)
Memiliki makna yang benar dan Memiliki ungkapan yang padan alamiah atau sepadan sesuai (equivalent) atau sedekat dan dengan konteksnya sebagai idiom. sealamiah mungkin pada bahasa sasaran. Memiliki makna yang telah Mengikuti bentuk atau gaya pada berubah dan menyimpang. bahasa sasaran, tidak kaku, dan kadang kala menggunakan uraian kata untuk menjelaskan maksudnya.
Berikut ini adalah contoh hasil terjemahan berdasarkan rubrik skala hasil terjemahan di atas. Tabel 2. Contoh Hasil Penerjemahan Idiom berdasarkan Jenis Terjemahannya Hasil Terjemahan Idiom Jenis Terjemahan
In hot water
Bookworm
Terjemahan sangat harfiah (very literal)
Dalam panas air
Buku cacing
Terjemahan harfiah (literal) Terjemahan harfiah yang dimodifikasi (modified literal) Terjemahan campuran yang tidak konsisten (inconsistent mixture) Terjemahan semi idiomatik (near idiomatic) Terjemahan idiomatik (idiomatic) Terjemahan terlalu bebas (unduly free)
Dalam air panas
Cacing buku
Di dalam air yang panas
Cacing yang memakan buku
Khawatir
Pengoleksi buku
Berada dalam situasi yang kritis/ genting Bagai telur di ujung tanduk Sedang mandi
Penggemar buku/ orang yang gemar membaca buku Kutu buku Buku Pengetahuan
It sells like hot cakes Itu menjual seperti panas kue-kue Menjual seperti kue-kue panas Terjual seperti kue-kue yang masih panas Terjual laris seperti hot cakes Sangat laris di pasaran Laku keras/ laris manis Berjualan kue panas
Keterangan: data hasil terjemahan pada tabel di atas hanya sebagai contoh (bukan data sebenarnya). Dalam penerapannya, hasil terjemahan responden kemudian dilihat makna dan bentuk/ gaya bahasanya. Setelah itu, ditentukan jenis terjemahannya
28
berdasarkan rubrik tersebut. Data hasil klasifikasi tersebut digunakan sebagai bahan analisis pada proses olah data selanjutnya. Hasil klasifikasi data selengkapnya disertakan pada Lampiran 3.
1.7.2 Analisis Data Tahapan analisis data ini dimulai dengan melakukan pengamatan pada data kuesioner untuk mengidentifikasi strategi penerjemahan yang diterapkan responden dalam menerjemahkan idiom Bahasa Inggris, sedangkan tingkat pencapaian hasil terjemahannya diamati dengan mengklasifikasi dan mengukur data hasil tes tertulis atau terjemahan responden dengan menggunakan skala Larson (1998:19) yang kemudian dihitung persentase tingkat pencapaian hasil terjemahan benar, idiomatik, campuran yang tidak konsisten, dan terlalu bebas. Pencapaian hasil terjemahan tersebut kemudian dibandingkan dengan strategi penerjemahan yang diterapkan untuk melihat tingkat pencapaian strategi tersebut. Analisis pencapaian strategi penerjemahan tersebut lebih lanjut mengamati tingkat ketercapaian dan ketidaktercapaiannya dalam penerjemahan idiom berdasarkan
terjemahan
yang
dihasilkan.
Tingkat
ketercapaian
dalam
penerjemahan idiom selanjutnya dibagi menjadi dua macam, yaitu ketercapaian terjemahan idiomatik sebagai patokan utama dan terjemahan benar2 sebagai tambahan analisis. Tingginya persentase capaian hasil terjemahan benar dan idiomatik tersebut diasumsikan berbanding lurus dengan keberhasilan strategi yang diterapkan. Dengan kata lain, strategi yang diterapkan tersebut dianggap 2
Terjemahan benar adalah hasil terjemahan responden pada tingkat semi idiomatik dan idiomatik yang dianggap telah berterima sebagai hasil terjemahan yang sesuai maknanya dengan makna dari bahasa sumber.
29
kurang berhasil apabila hasil terjemahannya tidak banyak menghasilkan terjemahan benar dan idiomatik. Di sisi lain, tingkat ketidaktercapaian akan dilihat berdasarkan hasil terjemahan yang mengarah pada terjemahan campuran yang tidak konsisten dan terjemahan bebas. Diasumsikan juga bahwa semakin tinggi persentase pada kedua jenis terjemahan tersebut, semakin tinggi pula tingkat ketidakberhasilan strategi yang diterapkan. Analisis berikutnya dilakukan untuk mengetahui tingkat kesulitan penerjemahan idiom yang dilakukan dengan mengamati tingkat keberhasilan dan ketidakberhasilannya ketika diterjemahkan, sedangkan faktor kebahasaan yang berpengaruh di dalamnya dikaji dengan melakukan pengujian pengaruh faktor kebahasaan idiom yang telah dikategorikan berdasarkan terdapatnya padanan idiom pada bahasa sasaran, kesamaan asosiasi, frekuensi penggunaan, tipe idiom, dan jenis unsur pembentuknya. Berdasarkan temuan dari hasil analisis, dilakukan upaya perbaikan untuk mengurangi atau mengatasi masalah dan hambatan dalam penerapan strategi penerjemahan idiom tersebut.
1.7.3 Penyajian Data Data hasil analisis tersebut kemudian disajikan dengan memberikan penjelasan secara deskriptif berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian strategi penerjemahan idiom Bahasa Inggris ini. Deskripsi tersebut kemudian disajikan secara informal dengan menggunakan uraian kata-kata biasa dari penulis dan secara formal menggunaan tanda atau lambang-lambang, termasuk tabel, bagan, gambar, dll (Sudaryanto, 1993:145).
30
1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini menyajikan laporan hasil penelitian dalam lima Bab. Bab I sebagai pendahuluan, Bab II sebagai uraian hasil temuan dan analisis umum mengenai strategi dan tingkat pencapaian hasil terjemahannya, Bab III sebagai uraian hasil analisis tingkat kesulitan penerjemahan idiom dan faktor kebahasaan yang mempengaruhinya, Bab IV sebagai pembahasan upaya mengefektifkan strategi penerjemahan idiom, dan Bab V sebagai penutup. Kelima Bab tersebut akan secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut. Bab I sebagai pendahuluan memiliki beberapa bagian di dalamnya, diantaranya latar belakang masalah yang berisi pertimbangan mengenai diangkatnya topik penelitian mengenai strategi penerjemahan idiom Bahasa Inggris, kemudian rumusan masalah yang memformulasikan masalah berkenaan dengan penelitian tersebut, dilanjutkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan manfaatnya. Lebih lanjut, tinjauan pustaka dalam penelitian ini digunakan sebagai acuan sejauh mana penelitian mengenai topik tersebut sudah dilakukan, pertimbangan pentingnya pengkajian suatu topik permasalahan, dan referensi tambahan dalam penelitian, sedangkan landasan teori dijadikan sebagai kerangka berfikir teoretis atau pijakan awal untuk menganalisis masalah-masalah dalam penelitian strategi penerjemahan idiom ini. Pembahasan inti mengenai strategi penerjemahan idiom disajikan dalam tiga Bab, yaitu Bab II, Bab III, dan Bab IV. Bab II mengawali pembahasan tersebut dengan mendiskusikan perihal strategi penerjemahan idiom responden dan tingkat pencapaiannya. Bab III membuka ruang diskusi selanjutnya dengan memerikan
31
tingkat
kesulitan
penerjemahan
idiom
dan
faktor
kebahasaan
yang
mempengaruhinya, kemudian Bab IV membahas mengenai upaya mengefektifkan strategi penerjemahan tersebut. Bab V merupakan Bab terakhir atau penutup dalam penelitian ini yang berisi kesimpulan dan saran. Bagian kesimpulan berisi ikhtisar berdasarkan temuan dan penjelasan dalam strategi penerjemahan idiom Bahasa Inggris yang telah diuraikan pada Bab-Bab sebelumnya, sedangkan pada bagian saran berisi masukan-masukan terkait topik dan hasil penelitian untuk beberapa
pihak,
diantaranya
penerjemah,
penerjemahan, dan peneliti bidang penerjemahan.
penyelenggara
pendidikan