BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Dalam rangka proses penyidikan dan penegakan hukum untuk kepentingan peradilan, ilmu kedokteran forensik dapat dimanfaatkan dalam membuat terangnya perkara pidana yang menimbulkan korban manusia, baik korban hidup maupun korban mati.2 Pemeriksaan otopsi umumnya diperlukan apabila korban dari tindak perkara pidana tersebut korban mati. Dari pemeriksaan otopsi yang dilakukan, dokter diharapkan dapat memberikan keterangan setidaknya tentang luka atau cedera yang dialami korban, tentang penyebab luka atau cedera tersebut, serta tentang penyebab kematian dan mekanisme kematiannya. Dalam beberapa kasus dokter juga diharapkan untuk dapat memperkirakan cara kematian dan faktor-faktor lain yang mempunyai kontribusi terhadap kematiannya.2 Di Indonesia otopsi forensik tidak merupakan keharusan bagi semua kematian, namun sekali diputuskan oleh penyidik perlunya otopsi maka tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya (pasal 134 KUHAP dan pasal 222 KUHP), dan tidak membutuhkan persetujuan keluarga terdekatnya.2 Pada kenyataannya, pelaksanaan otopsi terhadap korban mati tidak semulus yang kita bayangkan. Penolakan oleh keluarga korban merupakan salah satu kendala yang paling banyak ditemukan. Terjadi penurunan angka yang signikan terhadap jumlah jenazah yang diotopsi secara konvensional.2 Otopsi virtual dapat memecahkan masalah ini. Mayat tidak perlu disentuh atau dibedah. Lubang, luka tusukan, memar, tulang patah, dan kondisi lain yang mungkin menyebabkan kematian orang tersebut akan secara permanen direkam menggunakan energi pemindai CT ganda atau mesin MRI.3
B.
Identifikasi Masalah Pada tulisan ini akan dibahas tentang peran otopsi virtual dalam bidang forensik.
C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas tentang peran otopsi virtual dalam bidang forensik. 1
D.
Manfaat Penulisan Tulisan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi dokter muda forensik tentang peran otopsi virtual dalam kasus-kasus yang ditangani dalam bidang forensik sehingga bersamaan dengan semakin berkembang dan luasnya ruang lingkup ilmu kedokteran forensik serta pesatnya kemajuan di bidang kedokteran diharapkan dokter muda makin memperhatikan pentingnya ilmu forensik.
E.
Metode Penulisan Metode penulisan referat ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OTOPSI Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.5 Pembagian Otopsi5 Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas : 1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurangkurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUH Perdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUH Perdata pasal 935. 2. Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem, pathogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya. 3. Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik
3
sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah : o
Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.
o
Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian.
o
Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan.
o
Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal : 1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah. 2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang. 3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi. 4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik. 5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi. 6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh. 7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang. 8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten. 9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus. 10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi. Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:
4
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum. 2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut. 3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan. 4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup : o
Timbangan besar untuk menimbang mayat.
o
Timbangan kecil untuk menimbang organ.
o
Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
o
Gunting, berujung runcing dan tumpul.
o
Pinset anatomi dan bedah.
o
Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
o
Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
o
Gelas takar 1 liter.
o
Pahat.
o
Palu.
o
Meteran.
o
Jarum dan benang.
o
Sarung tangan.
o
Baskom dan ember.
o
Air yang mengalir
5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan laporan otopsi. Dasar Hukum5 Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam membantu peradilan:
Pasal 133 KUHAP : 5
o
Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. o
Ayat 2:
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. o
Ayat 3:
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pasal 134 KUHAP: 1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. 2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. 3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. Pasal 179 KUHAP: Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
6
Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang Berdasarkan tujuannya ada 2 jenis autopsi, autopsi klinik dan autopsi forensik/ autopsi mediko-legal.6 Autopsi klinik diakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, di rawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal.6 Tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah:6 a. Menentukan sebab kematian yang pasti b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis postmortem c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik dan gejalagejala klinik d. Menentukan efektifitas pengobatan e. Mempelajari pelajaran lazim suatu proses penyakit f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Untuk autopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan.6 Untuk mendapatkan hasil maksimal, yang terbaik adalah malakukan autopsi klinik yang lengkap meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada, perut/panggul, serta pemeriksaan seluruh organ-organ dalam. Jika keluarga menolak dapat dilakukan autopsi klinik parsial, pada satu atau dua rongga tertentu. Jika keluarga masih menolak, kiranya dapat diusahakan suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologik.6 Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan :6 a.
Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b.
Menetukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara dan saat kematian
7
c.
Mengumpulkan dan mengenali benda-benda bukti untuk penetuan identitas benda peyebab serta identitas pelaku kejahatan
d.
Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum
e.
Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik, diperlukan surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, yakni pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan. Dalam melakukan autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap. Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter. Dalam autopsi klinik dan forensik, kelainan sekecil apapun harus dicatat dan pemeriksaan harus dilakukan sedini mungkin.6 Persiapan Sebelum Autopsi6 Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian : a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap. b. Apakah mayat yang akan di autopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan. c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin. d. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia. Beberapa Hal Pokok Pada Autopsi Forensik6 Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui : a. Autopsi harus dilakukan sedini mungkin. b. Autopsi harus dilakukan lengkap. c. Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter. d. Pemeriksaan dan pencatatan seteliti mungkin. Perawatan Mayat Setelah Otopsi6
Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
8
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka ronggadada.
Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah dagu sampai ke daerah simfisis.
Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga. B. OTOPSI KONVENSIONAL1
Pemeriksaan Luar Pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala yang terlihat, tercium, maupun teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian perhiasan, sepatu dan lain – lain, juga terhadap tubuh mayat itu sendiri. a. Label mayat Mayat seharusnya diberi label dari pihak kepolisian, biasanya sehelai karton yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat serta dilakukan penyegelan pada tali pengikat label tersebut, untuk menjamin keaslian dari benda bukti. Label mayat ini harus digunting pada tali pengikatnya, sert disimpan bersama berkas pemeriksaan. Perlu dicatat warna dan bahan label tersebut. Dicatat pula apakah terdapat materai / segel pada label ini. Isi dari label mayat ini juga dicatat selengkapnya b. Tutup mayat Catat jenis/ bahan, warna serta corak dari penutup. Bila terdapat pengotoran pada penutup, catat pula letak pengotoran serta jenis/bahan pengotoran tersebut. c. Bungkus mayat Bungkus mayat ini harus dicatat jenis/bahannya, warna, corak, serta adanya bahan yang mengotori. Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis/ bahan tali tersebut, maupun cara pengikatan serta letak ikatan tersebut. d. Pakaian
9
Pakaian dicatat mulai dari yang dikenakan pada bagian tubuh atas sampai bawah, dan dari lapisan luar sampai dalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna, corak/motif dari tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk/penjahit, cap binatu, monogram/inisial serta tambalan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian, maka ini juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yag ditemukan. Pakaian dari korban yang mati akibat kekerasan atau yang belum dikenal, sebaiknya disimpan untuk barang bukti. Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku ini diperiksa dan dicatat isinya dengan teliti pula. e. Perhiasan Pencatatan meliputi jenis perhisan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama / inisial pada benda perhiasan tersebut. f. Benda disamping mayat Misalnya bungkusan atau tas, terhadap benda disamping mayat ini pun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap. g. Tanda kematian
Lebam mayat
Dilakukan pencatatan letak / distribusi lebam, adanya bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam ( karena tertekan pakaian, terbaring di atas benda keras ), warna serta intensitas lebam mayat ( hilang pada penekanan atau tidak )
Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi ( daerah dagu, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut ) dengan menentukan apakah mudah atau sukar dilawan. Apabila ditemukan adanya spasme kadaverik maka ini harus dicatat, karena bisa member petunjuk apa yang dilakukan korban saat terjadi kematian.
Suhu tubuh mayat
Dapat membantu dalam hal perkiraan saat kematian, dilakukan dengan thermometer rectal.
Pembusukan
Yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan bawah yang berwarna kehijauan – hijauan. Mayat dengan pembusukan lebih lanjut dengan kulit ari yang telah terkelupas, terdapat 10
gambaran pembuluh superficial yang melebar berwarna biru hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami penggembungan akibat pembusukan lanjut
Lain – lain
Perubahan tanatologi lain seperti mummifikasi atau adiposere h. Idetifikasi umum Jenis kelamin, bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi, berat badan, keadaan zakar disirkumsisi atau tidak, adanya striae albicantes pada dinding perut. i. Identifikasi khusus
Rajah / tattoo Tentukan letak, bentuk, warna, serta tulisan tattoo yag ditemukan.
Jaringan parut Baik yang ditemukan akibat penyembuhan luka maupun yang terjadi sebagai akibat tindakan bedah
Kapalan (callus) catat distribusi, kadang bisa menentukan pekerjaan mayat yang diperiksa semasa hidupnya
Kelainan pada kulit Kutil, angioma, bercak hiper atau hipopigmentasi, eksema dan kelainan lain
Anomali dan cacat pada tubuh Baik akibat penyakit atau kekerasan perlu dicatat seteliti mungkin
j. Pemeriksaan rambut Distribusi, warna, keadaan tumbuh serta sifat dari rambut tersebut baik dalam hal halus kasarnya dan lurus atau ikalnya. k. Pemeriksaan mata Periksa apakah kelopak mata tebuka atau tidak, diperhatikan pula adanya tanda – tanda kekersan serta kelainan lain yang ditimbulkan oleh penyakit atau sebagainya. Periksa selaput lendir mata, warna, apakah ada pelebaran pembuluh darah, bintik atau bercak perdarahan. Pada
11
bola mata diperiksa adanya tanda kekerasan, kelainan seperti ptosis bulbi, pemakaian mata palsu dan sebagainya. Perhatikan selaput lendir bola mata, ada pelebaran pembuluh darah, bintik perdarahan atau kelainan lainnya. Pada kornea ( selaput bening mata ) tentukan apakah jernih atau ada kelainan baik fisiologik ( arcus senilis ) maupun yang patologi seperti leukoma. Iris ( tirai mata ), catat warna dan kelainan yang mungkin ditemukan. Periksa pupil ( teleng mata ), catat ukuran sama atau tidak kiri dan kanan. Dan perhatikan juga kelainan pada lensa mata. l. Pemeriksaan daun telinga dan hidung Pemeriksaan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung, catat pula kelainan serta tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa apakah dari hidung keluar cairan / darah. m. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut Meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat kelainan dan tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa keadaan rongga mulut, kemungkinan terdapatnya benda asing ( misalnya pada kasus penyumbatan ) Pencatatan pada gigi geligi, meliputi jumlah gigi, gigi yang hilang, patah, ditambal, gigi palsu, kelainan letak dan sebagainya. Gigi adalah bagian tubuh yang paling keras dan tahan terhadap kerusakan. n. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan Pada mayat laki – laki catat apakah ada disirkumsisi atau tidak. Catat kelainan bawaan yang ungkin ditemukan ( hipospadi, epispadi dan lainnya ), keluarnya cairan dari lubang kemaluan dan kelainan yang disebabkan oleh penyakit. Pada dugaan telah terjadi persetubuhan sebelumnya, dapat diambil preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glans atau corona glandis yag kemudian dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik laboratorium tertentu. Pada mayat wanita, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior akan kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan / secret liang sanggama.
12
Lubang pelepasan perlu pula mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangnya rugae. o. Lain – lain
Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru – biruan pada kuku/ujung – ujung jari ( pada sianosis ) atau adanya edema / sembab
Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomy, suntikan, pungsi lumbal
Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan atau serpihan cat, pecahaan kaca, lumuran aspal dan lainnya
p. Pemeriksaan terhadap tanda – tanda kekerasan / luka
Letak luka
Sebutkan regio anatomis luka dan catat letak yang tepat menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomis yang terdekat
Jenis luka
Tentukan jenis luka, apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka
Bentuk luka
Bentuk luka yang ditemukan, pada luka terbuka sebutkan bentuk luka setelah luka dirapatkan
Arah luka
Catat arah dari luka, apakah melintang, membujur atau miring
Tepi luka
Perhatikan tepi luka apakah rata, teratur atau tidak beraturan
Sudut luka
Pada luka terbuka, perhatikan apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat atau bentuk lain
Dasar luka
Perhatikan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan rongga badan
Sekitar luka
Perhatikan adanya pengotoran, terdapatnya luka / tanda kekerasan lain disekitar luka 13
Ukuran luka
Pada luka terbuka, ukuran luka diukur juga setelah luka tersebut dirapatkan
Saluran luka
Tentukan perjalanan luka dan panjang luka, penentuan baru dapat dilakukan saat pembedahan mayat
Lain – lain
q. Pemeriksaan terhadap patah tulang Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta sifat / jenis masing – masing patah tulang yang terdapat
Pembedahan Mayat a. Pengeluaran alat tubuh Mayat diletakkan terlentang dengan bahu ditinggikan dengan balok kecil dan demikian daerah leher akan tampak jelas. Insisi kulit mengikuti garis pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus disisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Dada Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur. Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya. Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan
14
diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium. Seksi Jantung Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum. Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale,septum interventrikulorum. Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum interventrikulorum. Paru-paru Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis. Perut Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rectum diikat ganda kemudian dipotong. Limpa Dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa. Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum 15
diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu. Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka.Perhatikan mukosa dan adanya batu.Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal. Hati Perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal. Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing. Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis. Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang. Urogenital Perempuan Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal. Pada 16
abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan histopatologi. Leher Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang. Kepala Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio, laserasi serebri.
b. Pemeriksaan organ dan alat dalam 1.
Lidah
Permukaan lidah, adakah bekas gigitan baik baru atau lama. Bekas gigitan juga dapat terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai teriris putus. 2.
Tonsil
Perhatikan permukaan dan penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi, nanah dan sebagainya. Perhatikan juga adanya tonsilektomi. 3.
Kelenjar Gondok 17
Otot leher terlebih dahulu dilepaskan dari perlekatannya disebelah belakang. Setelah otot leher terangkat kelenjar gondok akan terlihat jelas dan dapat dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok daan trakea. Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa permukaan rata atau tidak, warna, bintik perdarahan, resapan darah. Lakukan pegirisan di bagian lateral pada kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini. 4.
Kerongkongan ( esophagus )
Dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya benda asing, keadaan selaput lendir dan kelainan seperti striktur atau varises. 5.
Batang tenggorok ( Trakea )
Dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai pada epiglottis. Perhatikan adakah edema, benda asing, perdaraahan dan kelainan. Perhatikan juga pita suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding belakang sampai mencapai cabang bronkus kana dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa, darah serta keadaan selaput lender 6.
Tulang lidah ( os hyoid ), rawan gondok ( cartilage thyroidea ), dan rawan cincin ( cartilage cricoidea )
Tulang lidah bisa patah unilateral pada kasus pencekikan. Tulang lidah terlebih dahulu dipisahkan dari jaringan sekitarnya dengan menggunakan pinset dan gunting. Perhatikan adanya patah tulang, resapan dara h. Rawan gondok dan rawan cincicn sering juga menunjukkan resapan darah pada kasus dengan kekerasaan pada leher. 7.
Kelenjar kacangan ( thymus )
Terdapat melekat disebelah atas kandung jantung. Perhatikan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya kelainan lain. 8.
Paru – paru
Tentukan permukaan paru, perhatikan warna, bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli ( bercak berwarna merah hitam dengan batas tegas ), resapan darah, luka, bulla. Perabaan paru normal seperti meraba spons/karet busa. Pada peradangan menjadi padat atau keras. Penampang diperiksa setelah dilakukan pengirisan pada paru yang dimulai dari apeks sampai ke basal, dengan tangan kiri memegang paru padaa daerah hilus. Tentukan warnanya dan kelainan yang ditemukan. 18
9.
Jantung
Lepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar dan masuk jantung. Perhatikan besarnya jantung bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat. Perhatikan adanya resapan darah, luka dan bintik perdarahan. Ikuti sistematika pemotongan dinding jantung dengan mengikuti aliran darah di dalam jantung. Jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke atas. Vena cava superior dan inferior dibuka dengan jalan menggunting dinding belakang vena-vena tersebut lalu buka juga aurikel kanan dengan gunting. Perhatikan apakah ada kelainan. Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau menembus apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral, lakukan irisan menembus tebal otot dinding sebelah kanan. Setelah rongga bilik jantung kanan terlihat, ukur lingkaran katup tricuspid serta periksa keadaan katup, apakah ada penebalan, benjolan atau kelainan lain. Buat irisan tegak lurus pada dinding belakang bilik kanan 1 cm di bawah katup lalu ukur tebal dindingnya. Irisan pada dinding depan bilik kanan dilakukan menggunakan gunting, mulai dari apeks, menyusuri septum pada jarak setengah sentimeter ke arah atas menggunting dinding depan arteri pulmonalis dan memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan daun katup dinilai. Dengan pisau panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk lalu diiris kea rah lateral sehingga bilik kiri terbuka. Lakukan pengukuran lingkaran katup mitral serta nilai keadaan katup. Buat irisan tegak lurus pada dinding belakang bilik kiri 1 cm di bawah katup lalu ukur tebal dindingnya. Dengan gunting, dinding depan bilik kiri dipotong menyusuri septum pada jarak ½ sentimeter, terus ke arah atas, membuka juga dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris aorta. Lingkaran katup diukur dan daun katup dinilai. Pemeriksaan nadi jantung dilakukan dengan membuat irisan melintang sepanjang jalannya pembuluh darah. Perhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen serta kemungkinan adanya trombus. Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot, baik kelainan degenerative maupun kelainan bawaan. Ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sekitar 300 gram, ukuran lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11 sentimeter, yang kiri sekitar 9,5 19
sentimeter, lingkaran katup pulmonal sekitar 7 sentimeter dan aorta sekitar 6,5 sentimeter. Tebal otot bilik kanan 3-5 mm sedangkan yang kiri sekitar 14 mm. 10. Anak ginjal ( glandula suprarenalis ) Anak ginjal kanan terletak dibagian mediokranial dan kutub atas ginjal kanan, tertutup oleh jaringan lemak, berada antara permukaan belakang hati dengan permukaan bawah diafragma. Untuk menentukan anak ginjal sebelah kanan ini, pertama – tama digunting otot diafragma sebelah kanan. Pada tempat tersebut lepaskan dengan pinset dan guting jaringan lemak yang ada dan tampak anak ginjal berwarna kuning kecoklatan bentuk trapezium dan tipis. Anak ginjal kiri terdapat dibagian mediocranial kiri kutub atas ginjal kiri, tertutup jaringan lemak, terletak antara ekor kelenjar liur perut dan diafragma. Pada anak ginjal yang normal pengguntingan akan memberikan penampang denga bagian korteks dan medulla yang tampak jelas. 11. Ginjal, ureter, dan kandung kencing Perhatikan adanya tanda resapan darah. Irisan dilakukan dari arahb lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang akan melewati pelvis renalis. Pada tepi irisan, dengan menggunakan pinset bergerigi, simpai ginjal dapat dicubit da kemudian dikupas secara tumpul. Pada ginjal dengan peradangan simpai ginjal akan melekat erat dan sulit dilepaskan. Setelah simpai lepas, lakukan dulu pemeriksaan terhadap permukaan ginjal ( resapan darah, luka, kista retensi ). Pada penampang perhatikan gambaran korteks dan medulla ginjal. Pada pelvis renalis perhatikan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, peradangan dan nanah. Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renalis mencapai vesika urinaria. Periksa adanya batu, ukuran penampang, isi saluran dan keadaan mukosa. Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti bentuk huruf T. perhatikan isi dan selaput lendirnya. 12. Hati dan kandung empedu Periksa permukaan hati, biasanya permukaan rata, licin, warna merah coklat. Pada perabaan hati normal memberikan perabaan kenyal. Tepi hati biasanya tajam. Untuk memeriksa penampang buatlah 2 atau 3 irisan yang melintang pada kanan atau kiri hati. Hati normal menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya.
20
Kandung empedu periksa ukurannya, raba kemungkinan terdapatnya batu. Lakukan penekanan kandung empedu sambil memperhatikan muaranya pada duodenum, bila tampak cairan coklat hijau keluar dari muara tersebut berarti saluran tidak tersumbat. Kemudian kandung empedu dibuka dengan gunting lihat selaput lendirnya yang seperti beludru warna hijau kuning. 13. Limpa dan kelenjar getah bening Limpa normal dengan permukaan berkeriput, warna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Irisan penampang warna coklat merah dan bila dikikis dengan punggung pisau akan ikut jaringan penampang limpa. Catat ukuran dan berat limpa. 14. Lambung, usus halus dan usus besar Perhatikan isi lambung dan simpan dalam plastik jika seandainya diperlukan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada selaput lendi periksa adanya erosi, ulserasi, resapan darah. Usus diperiksa terhadap kemungkinan adanya darah dalam lumen serta adanya ulseratif, polip dan lainnya. 15. Kelenjar liur perut ( pancreas ) Pertama lepaskan dari sekitarnya. Normal berwarna kelabu agak kekuningan dengan permukaan berbelah – belah dan perabaan kenyal. Perhatikan ukuran dan beratnya. 16. Otak besar, otak kecil dan batang otak Perhatikan permukaan luar, adakah perdarahan, kontusio jaringan otak atau ada laserasi. Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus wilisi, nilai keadaan pembuluh darah, adakah penebalan atau penipisan dinding, perdarahan. Perhatikan serebelum, dapat terjadi herniasi serebelum kea rah foramen magnum, sehingga bagian bawah serebelum tampak menonjol. Pisahkan otak kecil dan otak besar dengan memotong pada pedunculus serebri kanan dan kiri. Otak kecil dipisahkan juga dengan batang otak dengan pemotongan pada peduncullus cerebella. Pada penampang otak besar dapat ditemukan kelainan perdarahan pada korteks, perdarahan berbintik pada substansia putih akibat emboli, keracunan barbiturat. Otak kecil diperiksa penampang dengan membuat irisan melintang, lihat kelainan perdarahan, perlunakan dan lainnya. Batang otak diiris melintang mulai dari pons, medulla oblongata sampai ke bagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan adanya perdarahan. 17. Alat kelamin dalam 21
Pada laki – laki testis dikeluarkan dari skrotum melalui rongga perut. Perhatikan ukuran, konsistensi dan resapan darah, bentuk dan ukuran epididimis. Perhatikan ukuran dan konsistensi kelenjar prostat. Pada wanita perhatikan bentuk dan ukuran indung telur, saluran telur dan uterus. Pada uterus perhatikan adaanya perdarahan, resapan daarah dan luka akibat abortus provokatus. Uterus dubuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, perhatikan keadaan selaput lendir, tebal dinding, isi rongga rahim dan kelainan lainnya.
C. OTOPSI VIRTUAL Otopsi virtual atau Virtopsy merupakan bentuk baru dari otopsi yang tidak mengganggu tubuh manusia (tanpa pembedahan). Sistem ini menggunakan unit Computer Tomography atau CT dan (MRI) Magnetic Resonance Unit untuk pencitraan sehingga akan didapatkan tampilan rinci dari tubuh.4 Pencitraan dari MRI dan sinar X dikombinasikan untuk membuat tampilan tiga dimensi dari tubuh, yang bisa digunakan untuk memeriksa keadaan pembuluh darah, organ, tulang dan jaringan tubuh dan untuk menentukan penyebab kematian dan cara korban meninggal. Otopsi virtual bisa memberikan informasi penting mengenai bagian tubuh yang sulit atau memakan waktu lama jika menggunakan cara konvensional.4 Latar Belakang Otopsi Virtual4 University Medical Center Institut Radiologi Diagnostik di Bern, Swiss telah menampilkan lebih dari seratus otopsi virtual dalam tiga tahun terakhir. Otopsi virtual ini diikuti juga diikuti dengan otopsi konvensional dan, sejauh ini, hasilnya cocok. Pada tahun 1999 teknologi ini digunakan untuk menangkap pembunuh seorang wanita yang ditemukan mengambang di sungai. Teknologi ini dapat digunakan untuk beberapa kasus kompleks atau yang memakan waktu lama. Misalnya, dapat digunakan untuk menentukan apakah bayi yang meninggal terguncang, karena akan lebih mudah untuk mempelajari pecah darah di belakang mata. Dalam kasus serangan jantung, dapat mendeteksi kerusakan pada otot jantung.
22
Teknologi ini juga dapat digunakan untuk mempelajari kasus kekuatan trauma tumpul. Otopsi virtual juga merupakan metode yang baik dalam insiden bioterorisme seperti menurunkan resiko kontaminasi pada patolog dan tenaga medis lainnya. Otopsi virtual yang sedang dikembangkan oleh para ilmuwan di Swedia yang akan memungkinkan para dokter dan ahli forensik untuk memeriksa korban pembunuhan secara jarak jauh dan memudahkan penyimpanan catatan secara permanen dari memar dan luka setelah tubuh korban telah membusuk. Teknologi ini dapat mengungkapkan petunjuk tersembunyi untuk pembunuhan dan mengungkap informasi baru tentang penyakit fatal. Penolakan Otopsi Konvensional2 Pada kenyataannya, pelaksanaan otopsi terhadap korban mati tidak semulus yang kita bayangkan. Penolakan oleh keluarga korban merupakan salah satu kendala yang paling banyak ditemukan. Isu utama penolakan oleh keluarga ini pada umumnya adalah alasan agama atau kepercayaannya, alasan kemanusiaan, organ atau jaringan organ diambil dan dijual, atau organ dan jenazahnya dipakai praktikum oleh mahasiswa kedokteran. Di samping isu-isu di atas, biaya pemeriksaan dan urusan administratif yang berbelit-belit juga menjadi alasan penolakan otopsi. Penolakan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, akan tetapi juga terjadi di beberapa negara maju yang secara adat istiadat serta budayanya berbeda. Terjadi penurunan angka yang signikan terhadap jumlah jenazah yang diotopsi secara konvensional. Dalam tiga dekade terakhir terjadi penurunan jumlah jenazah yang di otopsi yaitu 40-50% dari seluruh dunia. Di Amerika jumlah jenazah yang otopsi menurun dari 40% pada tahun 1960’s menjadi sekitar 5-20% saja dari seluruh jenazah yang seharusnya dilakukan otopsi. Sementara itu di Australia juga terjadi fenomena yang sama, dari 40% pada tahun 2000 menjadi 10% pada tahun 2001. Alasan penolakan yang dikemukan dari pihak keluarga kurang lebih sama dengan yang terjadi di Indonesia, namun yang menarik adalah ternyata dokter yang melakukan otopsi juga mempunyai alasan tersendiri untuk “menghindari” melakukan otopsi yaitu dokter merasa tidak nyaman saat meminta persetujuan kepada keluarga, mayat tidak dapat segera diserahkan kepada pihak kelurga, risiko penularan kuman patogen dan ketakutan akan tuntutan malpraktik juga menjadi bahan pertimbangan dokter dalam melakukan otopsi.
23
Keuntungan Otopsi virtual4
Otopsi virtual menghasilkan arsip digital dan permanen dari tubuh, sehingga memudahkan patolog forensik untuk berkomunikasi satu sama lain. Sampel nyata sulit untuk ditransportasi dan berbagi antara patolog, sedangkan gambar digital dari tubuh dapat dibagi secara elektronik antara patolog forensik dan dapat disimpan untuk studi di masa depan.
Patolog forensik dapat melakukan otopsi melalui internet, membebaskan beberapa rumah sakit dari kebutuhan untuk mempertahankan atau mempekerjakan patolog forensik mereka sendiri. Ini berarti bahwa rumah sakit dengan CT dan MRI unit dapat mengambil keuntungan dari otopsi virtual meskipun mereka tidak memiliki patolog forensik.
Sistem hukum juga akan mendapatkan keuntungan dari teknologi baru ini sebagai gambar tiga dimensi dapat dengan mudah ditampilkan di ruang pengadilan dan tidak memberikan gambar yang mengerikan seperti hasil dari otopsi konvensional. Gambargambar dari sebuah otopsi virtual juga dapat dibuat interaktif, membantu hakim dan penyidik memahami beberapa fakta teknis.
Meskipun peralatan yang dibutuhkan dalam melakukan otopsi virtual sangat mahal, otopsi virtual akan jauh lebih murah daripada otopsi konvensional karena prosesnya melibatkan sumber daya yang lebih sedikit dan jauh lebih mudah untuk dilakukan.
Otopsi virtual tidak akan merusak tubuh, sehingga tidak akan menambah kesedihan keluarga korban. Ini juga mengatasi kendala yang dipaparkan oleh agama-agama yang melarang memotong mayat. Untuk dokter, otopsi virtual yang bisa memberikan data dasar yang berguna tentang berbagai
macam penyakit, memungkinkan mereka untuk menghubungkan antara penyakit jantung dan plak, antara perdarahan dan stroke, dan kondisi lainnya, da lain-lain. Otopsi virtual tidak terbatas pada dokter, namun. Bagi para guru, otopsi virtual , bisa mendidik siswa tentang anatomi manusia tanpa memerlukan mayat. Untuk pengacara, otopsi virtual dapat membantu jaksa melihat tingkat kerusakan yang disebabkan oleh pembunuh tanpa harus melihat foto berdarah dan mengerikan. Untuk hakim, otopsi virtual bisa menghilangkan, atau mengurangi rasa emosional yang menyakitkan selama persidangan banding.
24
Teknik Otopsi Virtual2 Berbeda halnya dengan otopsi konvensional, pada otopsi virtual tidak memerlukan diseksi (pemotongan) jaringan tubuh, melainkan menggunakan alat-alat diagnostic canggih untuk melihat kelainan yang terjadi dalam organ-organ dalam. Teknik pemindaian canggih sebenarnya sudah mulai digunakan dalam proses melakukan otopsi sejak tahun 1977. Hal terus berkembang sampai sekarang, pada tahun 1990 sudah mulai digunakan radiografi 3 dimensi dalampemeriksaan post mortem. Pada otopsi virtual tidak diperlukan pembukaan rongga-rongga badan dan maupun pemotongan jaringan tubuh.Dengan menggunaan teknik pemindaian yang memungkinkan melihat secara komplet keadaan tubuh dalam 3 dimensi, semua informasi yang penting seperti posisi dan ukuran luka maupun keadaan patologis lainnya dapat diketahui dan didokumentasikan tanpa harus melakukan tindakan invasif. Teknik ini diyakini menjadi alasan untuk menghindari alasan-alasan penolakan otopsi konvensional. Dalam otopsi virtual menggunakan beberapa peralatan pemindaian canggih yang saling melengkapi yaitu:(a) Pemindaan permukaan 3-D yang didesain untuk pemetaan tubuh bagian luar. Penggunaan alat ini dapat memberikan informasi dan menyimpan gambaran area permukaan secara detil;(b) Multi-slice computed tomography (MSCT) dan (c) Magnetic resonance imaging (MRI), yang akan dapat memvisualisasikan tubuh bagian dalam, sehingga dapat diperiksa secara detil setiap potongan bagian tubuh. Selain itu, dengan menggunakan MRI spectroscopy, perkiraan saat kematian dapat diperkirakan melalui pengukuran kadar metabolit dalam otak. Dan untuk sampel pemeriksan histopatologi forensik juga dapat diambil melalui CT guided needle biopsy. Visualisasi sistem sirkulasi digunakan postmortem angiography. Akurasi Otopsi Virtual2 Sejak berkembangnya otopsi virtual yang dimotori oleh Richard Dirnhofer, banyak para peneliti melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan otopsi virtual ini. Titik perhatian utama para peneliti adalah seberapa akurat otopsi virtual dibandingkan dengan otopsi konvensional. Hal ini untuk menjawab tantangan alasan-alasan penolakan sebagaimana yang tertulis pada awal tulisan ini. Berikut adalah paparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan dalam 5 tahun terakhir. Tidak semua hasil penelitian dapat penulis 25
paparkan dalam makalah ini, penelitian yang akan dipaparkan adalah apabila penelitian tersebut memban-dingkan antara otopsi virtual dan otopsi konvensional. Kasus yang dipilih adalah kekerasan pada kepala dan leher, Sudden Death in Infant and Children, Infarct Myocard, tenggelam, dan trauma. Kekerasan pada Kepala dan Leher2 Pada penelitian yang dilakukan oleh Aghayev
et al membuktikan bahwa dengan
menggunakan MSCT dan MRI, terjadi herniasi tonsil pada 3 pasien yang meninggal karena kekerasan pada kepala. Dan hasil yang mereka temukan kemudian dikonfirmasi dengan otopsi konvensional. Baik hasil pemeriksaan dengan MSCT, MRI maupun otopsi konvensional didapatkan hasil sama. Dalam penelitian ini mereka merekomendasikan penggunaan kombinasi antara MSCT dan MRI, karena dengan CT seringkali dipengaruhi oleh artefak tulang dan efek volume parsial. Sementara itu penelitian yang dilakukan di Switzerland, sebab kematian dapat ditegakkan 3 dari 5 kasus yang mereka teliti dengan menggunakan MSCT dan MRI sebelum dilakukan otopsi konvensional.
Hasil lain dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa
kemampuan dari MRI untuk mendeteksi adanya perdarahan intramedular dari 3 kasus yang sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologi. Sudden Death in Infant and Children2 Penelitian di Jepang, menunjukkan bahwa pemeriksaan Post Mortem Computed Tomography (PMCT) dengan menggunakan MRI dan MSCT berperanan penting dalam mendiagnosis kasus-kasus kematian mendadak pada bayi dan anak-anak. Penyebab pasti dari kematian mendadak yang terjadi pada anak-anak sebaiknya dilakukan pemeriksaan PMCT dan pemeriksaan lainnya seperti riwayat penyakit, laboratorium dan kultur bakteri. Dari 15 pasien yang meninggal secara mendadak, 2 kasus dilakukan otopsi konvensional dan hasil otopsi sesuai dengan hasil PMCT sebelum dilakukan otopsi. Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian di Norwegia, terdapat perbedaan hasil yang nyata antara temuan radiologi dibandingkan temuan otopsi konvensional. Angka kesalahan antara pemeriksaan radiologi dengan temuan otopsi konvensional berkisar antara 57,14% 66,67%.
26
Tenggelam2 Temuan otopsi pada tenggelam adalah ditemukan adanya lumpur/pasir atau cairan tempat di mana korban tenggelam dalam saluran nafas atau paru, paru-paru yang menggembung dan kongesti, cairan dalam sinus paranasal, lambung dan dilatasi paru-paru kanan dan pembuluh darah vena. Tanda-tanda tersebut merupakan variabel-variabel yang diteliti dengan menggunakan MRI dan kemudian dikonfirmasi dengan temuan otopsi pada penelitian yang dilakukan oleh Levy et al. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa adanya sedimentasi pada trachea dan percabangan bronkus utama (93%), cairan di dalam sel mastoid (100%), cairan dalam sinus paranasal (25%) dan 89% paru-paru dengan gambaran ground-glass. Sementara itu 89% lambung korban mengalami distensi. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian di Switzerland, meskipun pada penelitian ini mereka menggunakan MSCT. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan MRI maupun MSCT hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan hasil temuan otopsi dan histopatologi. Trauma2
Trauma tumpul merupakan jenis trauma yang paling sering menyebabkan kematian. Tulang yang paling sering terkena berturut-turut adalah tulang iga (72,3%), kepala (55,15%), wajah (49,4 %), tibia (37,9%) dan pelvis (36%) Sementara itu organ dalam yang paling sering mengalami laserasi akibat kekerasan tumpul adalah liver (48,1%), paru (37,6%), jantung (35,6%) dan lien (30,1%). Dilakukan penelitian di Israel dengan cara membandingkan otopsi virtual (PMCT) dengan otopsi konvensional dengan tujuan untuk menilai keakuratan dari PMCT dalam mendiagnosis trauma. Otopsi Virtual vs Otopsi Konvensional2 Otopsi virtual berawal dari penolakan yang kuat dari masyarakat akan otopsi konvensional16 dan juga perkembangan yang amat pesat dalam medical imaging.6 Dunia kedokteran khususnya ilmu kedokteran forensik senantiasa mengikuti perkembangan dalam konteks keilmuannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa otopsi virtual telah membawa angin segar terutama dalam menyelesaikan kasuskasus tertentu. Pada satu sisi otopsi virtual lebih baik jika
27
dibandingkan otopsi konvensional dalam menegakkan diagnosis untuk kepentingan klinis, akan tidak untuk kepentingan medikolegal. Penelitian demi penelitian terus berlangsung sampai saat ini untuk mencoba mengatasi kekurangan-kekurangan dalam otopsi virtual. Untuk Indonesia, penerimaan otopsi virtual sebagai pengganti otopsi konvensional tidaklah serta merta dapat diterima. Dengan adat ketimuran, masyarakat yang religious seperti otopsi virtual merupakan angin segar untuk mengatasi permasalahan penolakan otopsi konvensional. Namun harus diingat bahwa banyak hal yang harus kita bahas menyakut penerimaan otopsi virtual di Indonesia. Halhal yang harus kita pertimbangkan antara lain adalah: a. Cost and benefit dari otopsi virtual juga harus mendapat pertimbangan. Otopsi virtual efektif dalam studi mengenai luka terutama akibat tembakan senjata api, karena dapat dipelajari apa yang terjadi tanpa merusak struktur tubuh. Mayat tidak ditahan lama dan relatif lebih dapat diterima oleh pihak keluarga karena tidak dibutuhkan pisau bedah serta tidak harus memotong tubuh. Belum cukupnya data yang membuktikan bahwa otopsi virtual lebih unggul dari otopsi konvensional, tidak mungkin dapat melihat dengan jelas kelainan patologi yang ada dengan otopsi virtual, tidak dapat memberikan data status infeksi, tidak dapat membedakan antara luka antemortem dengan luka postmortem, sulit membedakan artefak postmortem, sulit membedakan perubahan warna organ, jaringan kecil mungkin saja terlewatkan. b. Masalah biaya. Bila kita memperhatikan teknik otopsi virtual, maka akan dibutuhkan biaya yang amat besar dan alat-alat untuk melakukan otopsi virtual tidak tersedia pada setiap rumah sakit di Indonesia. c. Otopsi virtual juga memiliki bias dalam mendiagnosis. d. Otopsi virtual tidak dapat mendeteksi kematian akibat keracunan dan hal-hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat, hal yang paling baik adalah otopsi virtual cukup mengambil posisi sebagai tes penyaring saja. e. Jepang sebuah negara maju dan sudah lama menekuni otopsi virtual ini tetap hati-hati dengan PMCT, ada 3 peraturan yang mereka laksanakan hingga saat ini yaitu (1) PMCT sebagai skrining untuk penyebab kematian, (2) skrining kandidat untuk dilakukan otopsi dan (3) komplementer untuk otopsi konvensional. Dan yang tak kalah pentingnya adalah aspek medikolegal otopsi virtual sebagai alat bukti yang sah dalam sistem peradilan di Indonesia, untuk ini memerlukan kajian yang lebih lanjut. Terlebih lagi mengingat bahwa interest based otopsi virtual adalah untuk mendiagnosa penyakit. 28
Hal ini berbeda dengan konsep otopsi forensik yang lebih mengedepankan untuk proses penegakan hukum dan peradilan.
29
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Pemeriksaan terhadap tubuh mayat atau yang dikenal dengan otopsi, telah dipermudah dengan adanya otopsi virtual dimana masyarakat yang tidak menginginkan mayat keluarganya untuk dibedah atau dengan metode otopsi konvensional. Walaupun otopsi virtual telah berkembang dengan segala kelebihannya, tapi ia belum bisa menjadi pengganti dari otopsi konvensional karena terdapat hal-hal yang kadang tidak terdeteksi dengan otopsi virtual ini. Waktu yang dibutuhkan memang tidak banyak tapi ia belum bisa menjadi standar baku emas dalam otopsi. B. Saran Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi terutama otopsi virtual, diharapkan bisa menambah informasi yang lebih rinci dari tubuh seorang korban. Oleh karena itu, diharapkan perlunya penelitian-penelitian lebih lanjut agar untuk selanjutnya lebih banyak lagi hal-hal yang bisa dilihat dari otopsi virtual. Selain itu, perlunya pengembangan sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan dan mengolah data dari virtual otopsi sendiri, sehingga penggunaannya lebih dapat dimanfaatkan, dan menjadi penambah informasi bagi otopsi konvensional.
30
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Teknik autopsi forensik. Jakarta : FKUI
2.
Otopsi Virtual di ambil dari Majalah kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 7, Juli 2009
3.
Virtual Autopsies Offer Clues Without the Knife di unduh dari http://news.discovery.com/tech/virtual-autopsy-3d.html
4.
Virtual Autopsi di unduh dari www.tech-faq.com/virtual-autopsy.html
5.
Otopsi di unduh dari http://falzart.wordpress.com/2011/02/01/otopsi
6.
http://www.scribd.com/doc/54671022/Romans-Forensik-Edisi-20-Syaulia-amp-Kiki
31