BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup 4. Hal ini juga tercantum didalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen yang menyebutkan bahwa “ Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”Oleh karena itu, berbicara mengenai perlindungan konsumen berarti mempersoalkan mengenai jaminan ataupun kepastian mengenai terpenuhinya hak-hak konsumen. Sebagaimana yang diketahui bahwa dengan adanya Globalisasi dan perkembangan-perkembangan perekonomian yang terjadi secara pesat di dalam era perekonomian modern ini telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Terbukanya pasar internasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi maka harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan dan keselamatan 4
AZ.Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995 ), hal 64-65.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan terhadap barang dan/atau jasa yang diperoleh oleh masyarakat di pasar. Sebagaimana diketahui bahwa akhir-akhir ini banyak beredar makanan yang kadaluwarsa di pasar swalayan
ataupun
di
tempat-tempat
penjualan
makanan
yang
dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia, Sehingga hal tersebut dapat merugikan kepentingan dari konsumen. Manfaat dari adanya perkembangan era globalisasi pada pasar nasional yang seperti inilah pada pihak-pihak tertentu dapat memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta hal ini akan semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan dari konsumen. Karena konsumen tidak hanya sekedar pembeli. Akan tetapi, semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Konsumen juga disebut sebagai pemakai kata pemakai ini menekankan bahwa konsumen adalah sebagai konsumen akhir (Ultimate Consumer). Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa barang dan/atau jasa yang dipakai tidak secara langsung merupakan hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar
Universitas Sumatera Utara
hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak harus kontraktual (The Privity Of Contract).5 Akan tetapi, kedudukan konsumen yang sangat awam terhadap barangbarang yang dikonsumsinya dan adanya kesulitan untuk meneliti sebelumnya mengenai keamanan dan keselamatan di dalam mengkonsumsi barang tersebut. Kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen selalu berada pada posisi yang lemah. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen maka perlu ditingkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Maka kewajiban untuk menjamin keamanan suatu produk agar tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dibebankan kepada produsen dan pelaku usaha, karena pihak produsen dan pelaku usahalah yang mengetahui komposisi dan masalah-masalah yang menyangkut keamanan suatu produk tertentu dan keselamatan di dalam mengkonsumsi produk tersebut. Kerugian-kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan akibat kurangnya tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen. Seperti yang diketahui bahwa peredaran makanan kadaluarsa ini tidak hanya terjadi di pasar-pasar tradisional akan tetapi juga banyak terjadi di pasarpasar swalayan besar. Seperti yang terjadi di awal bulan Oktober ini, petugas kepolisian menggerebek sebuah pabrik yang terletak di Jalan Walu Delapan, Kaputri, Cengkareng, Jawa Barat. Pabrik ini berkedok sebagai distributor 5
Shidarta, Hukum Perlindungan konsumen Indonesia (Jakarta : Grasindo, 2004), hal, 6.
Universitas Sumatera Utara
makanan ringan. Padahal sebenarnya, pabrik ini mengolah makanan ringan dari bahan-bahan yang kadaluwarsa. Modusnya adalah dengan mengumpulkan berbagai makanan ringan yang sudah kadaluwarsa yang kemudian dimasak kembali menjadi makanan yang seolah-olah makanan tersebut adalah makanan baru dan makanan tersebut diberi merek. Pabrik makanan ini sudah beroperasi selama 4 (empat) tahun dan mampu memproduksi sebanyak 160 (seratus enam puluh) kardus perhari dan didistribusikan ke sejumlah daerah termasuk cilegon dan Cirebon. Makanan ini juga didistribusikan di warung-warung kecil, makanan kadaluwarsa ini mengandung radikal bebas yang dapat mengancam kesehatan manusia. 6 Sementara itu, di Cirebon, Jawa Barat ditemukan pasar yang khusus menjual kue-kue yang kadaluwarsa. Pasar tersebut merupakan pusat penjualan kue-kue kering yang sudah kadaluwarsa. Pasar tradisional ini adalah pasar Wateg Cirebon. Pasar ini, selain menjual kue-kue kering juga menjual sosis, mie instan, dan susu kaleng yang sudah kadaluwarsa. Makanan-makan ini adalah makanan yang biasa dikonsumsi oleh anak-anak dan hal ini jelas dapat berakibat kepada kesehatan dan keselamatan konsumen terutama anak-anak. 7 Peredaran makanan kadaluwarsa ini juga dapat ditemui peredaran di pasarpasar modern seperti supermarket, seperti yang ditemukan kasus peredaran makanan kadaluwarsa ini beredar di hypermarket Kelapa Gading, Jakarta Utara.
6
“Makanan Kadaluwarsa”, (http://www.indosiar.com/ragam/74597/Makanan_Kadaluarsa), diakses pada tanggal 17 Oktober 2010 7 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Hypermarket terbukti menjual beberapa merek susu dan coklat yang kadaluarsa, manajemen hypermarket juga mengakui bahwa pihaknya menjual makanan kadaluwarsa “ kami disini menggunakan sistem manual cek. Saya rasa ini semua human error” kata store general manager Hypermarket Kelapa Gading, Sony Nazar. Ia berkata bahwa pihaknya akan membenahi sistem pengawasan makanan dan berjanji akan mengganti makanan yang kadaluarsa. Sebelumnya makanan yang kadaluwarsa yang ditemukan oleh Desperindag di Hypermarket tersebut yaitu susu yang bermerek antara lain Greenfield dan Whippingcream, Coklat dari Swiss yang bermerek Lindt dan 2 (dua) kantong plastik bakso olahan yang bermerek Vida 8 Salah satu kasus mengenai akibat penggunaan bahan olahan makanan kadaluwarsa juga terjadi di Bandung, Jawa Barat yaitu dialami oleh Nyonya Amin seorang pengusaha catering, tiba-tiba saja harus kehilangan kontrak memasok nasi dus untuk makan siang karyawan suatu perusahaan. Penyebabnya adalah keracunan makanan yang disajikan oleh perusahaan cateringnya untuk karyawan perusahaan tersebut. Ada 5 (lima) orang karyawan yang mengalami pingsan dan sekitar tiga puluh karyawan menginap selama satu sampe dua hari di rumah sakit, serta puluhan karyawan yang berobat jalan ke dokter perusahaan dengan kasus yang sama, keracunan makanan. Sumber keracunan tersebut terdapat pada makanan kaleng yang menjadi campuran salah satu menu utama siang itu. Tiga dari 10 (sepuluh) makanan kaleng yang kemudian diolah dan dicampur dengan
8
“Hypermart akui jual makanan kadaluwarsa” ,(http://www.detiknews.com/read/2008/09/10/151244/10003862/10/hypermarket-akui-jual-susucoklat kadaluarsa ) yang diakses pada tanggal 15 Januari 2011
Universitas Sumatera Utara
bahan lain itu ternyata sudah kadaluwarsa. Nyonya Amin mengaku khilaf, tidak sempat membaca tanggal kadaluwarsa yang tertulis pada kaleng tersebut. Dari luar, tampilan fisik dari kaleng-kaleng tersebut tidaklah mencurigakan. Yang ia sesali, kenapa ia tidak curiga dengan selimut tipis jamur yang timbul pada permukaan 3 (tiga) kaleng tersebut. Setelah membuang permukaannya, ia kemudian mencampur isi 3 (tiga) kaleng tersebut dengan isi kaleng lain untuk kemudian diolahnya. Ketidaktahuan ini jelas dapat membahayakan jiwa manusia yang mengkonsumsi makanan yang telah tercemar tersebut.9 Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk mendapatkan laba usaha yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal usaha yang sedikitnya dengan tidak memperhatikan hak-hak konsumen, seperti yang ditemui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BOPM) yang melakukan penyelidikan di Semarang,Jawa Timur, operasi penyelidikan tersebut dilakukan menjelang Hari Raya, Idul Fitri pada bulan Oktober 2006. Operasi ini digelar di beberapa pasar swalayan, empat kaleng makanan dimusnahkan karena kemasannya rusak. Empat makanan rusak itu ditemukan di Swalan Hero, jalan Sultan Agung, Semarang. BPOM menganggap keempat kaleng makanan olahan itu rusak. “Makanan tersebut berupa corned beef merek Great Wall, Eggrolls merek Maling, Kecap ikan dalam kaleng, serta Poorke Luncheon merek Maling 10. Perlu kehati-hatian bila membeli makanan untuk sajian atau parsel Lebaran. Sebab, makanan dan minuman tak layak konsumsi itu masih banyak beredar di 9
”kadaluwarsa”, http//www.pikiranrakyat.com/cetak/0104/24/hikmah/psikologi.htm, yang diakses pada tanggal 20 Desember 2010. 10 Indo Pos,”Makanan Kadaluarsa Dimusnahkan” yang diakses pada tanggal 30 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
sejumlah swalayan di Semarang. Selain kadaluawarsa, ada yang tidak mencantumkan izin klinis dari Departemen Kesehatan (Depkes) sehingga apabila dikonsumsi dapat membahayakan kesehatan. Puluhan kemasan makanan dan minuman dari berbagai jenis dirazia tim gabungan Polisi Kota Besar (Poltabes) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang dari beberapa toko dan swalayan. Produk-produk makanan itu disita dan pada saatnya nanti akan dimusnahkan. Razia kali pertamanya digelar di Toko Tong Hien Jalan Sultan Agung. Berdasarkan informasi masyarakat, beberapa jenis makanan yang dijual di toko tersebut kadaluwarsa. Polisi yang menindaklanjuti informasi tersebut menemukan belasan kaleng daging ham yang telah lewat batas akhir pemakaian. Pemilik toko sempat meyakinkan petugas, bahwa semua makanan dan minuman yang dijual di toko tersebut layak jual. Namun, setelah polisi menunjukkan label batas kadaluarsa di kemasan kaleng, ia tidak dapat membantah lagi. Razia dilanjutkan di supermarket Hero, di tempat tersebut polisi menyita beberapa produk minuman dan bumbu masak yang sudah kadaluwarsa. Menurut Asisten Manajer Hero, Awan A, pihaknya tidak pernah menempelkan stiker batas waktu makanan dan
menempelnya adalah distributornya. Di swalayan Gelael Jalan
Sultan Agung, petugas menyita belasan kaleng berisi bumbu penyedap (vetsin) produk Shanghai, Cina tanpa izin Depkes. Selain itu, polisi menemukan beberapa
Universitas Sumatera Utara
bungkus kurma impor yang tidak menyertakan batas kadaluwarsa, belasan bungkus puding dan jamu yang sudah kadaluwarsa. 11 Konsumen menjadi objek dari aktifitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui cara-cara promosi, cara-cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang dapat merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran dari konsumen akan hak-haknya sebagai konsumen dan hal inilah yang sering dijadikan oleh para produsen ataupun pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Oleh karena itu, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dimaksudkan agar menjadi landasan hukum yang kuat bagi masyarakat agar dapat melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Dengan
demikian,
Undang-Undang
No
8
Tahun
1999
tentang
perlindungan konsumen bertujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha, khususnya terhadap pelaku usaha agar menjalankan usahanya dengan jujur agar konsumen tidak mengalami kerugian atas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen. Karena pada dasarnya peraturan yang mengatur tentang produk pangan untuk saat ini, sebenarnya sudah cukup memadai. Tetapi masalahnya adalah sampai sejauh mana produsen pangan
11
“Makanan Kadaluwarsa Dirazia”, http://www.suara merdeka.com/harian/0211/29/kat7.htm yang diakses pada tanggal 29 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
mampu menerapkan atau menindaklanjuti setiap ketentuan itu, serta bagaimana sebenarnya pemerintah secara efektif dan berkelanjutan melakukan pengawasan terhadap setiap produk pangan tanpa ada laporan dari anggota masyarakat lembaga atau yayasan perlindungan konsumen. Secara yuridis normatif, semua peraturan tentang produk pangan sudah memenuhi standard. Tetapi dalam proses penegakan peraturan itu, dapat dikatakan, bahwa dalam banyak kasus, peraturan-peraturan tersebut bersifat nominal dan semantik. Aturan-aturan tertulis sebagai hukum positif sering sekali dilanggar atau tidak dilaksanakan secara konsekuen, banyak bukti yang terjadi di masyarakat yang menunjukkan terjadinya peredaran-peredaran produk pangan yang membahayakan kehidupan manusia, maka dari itu penulis terinspirasi untuk membahas mengenai perlindungan konsumen atas beredarnya
makanan
kadaluarsa sehingga ditulislah skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas didalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan perlindungan konsumen atas beredarnya makanan kadaluwarsa serta permasalahan yang dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi makanan kadaluwarsa
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen makanan kadaluwarsa serta pembinaan dan pengawasan pemerintah dan instansi yang terkait terhadap beredarnya makanan kadaluwarsa. 3. Bagaimanakah pertanggung jawaban pelaku usaha atas beredarnya makanan kadaluwarsa serta mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan utama dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “Tinjauan Yuridis
Terhadap
Perlindungan
Konsumen
Atas
Beredarnya
Makanan
Kadaluwarsa“ adalah sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan, antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan konsumen atas beredarnya
makanan
kadaluwarsa
serta
untuk
mengetahui
permasalahan akibat mengkonsumsi makanan kadaluwarsa? 2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan konsumen, pembinaan, dan pengawasan pemerintah dari instansi terkait terhadap beredarnya makanan kadaluwarsa? 3. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha atas perbuatan menjual produk yang sudah kadaluwarsa dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran.
Universitas Sumatera Utara
Adapun manfaat yang ingin dicapai dan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan di bidang perlindungan konsumen, khususnya berkaitan dengan peredaran makanan kadaluwarsa. Selain itu, hasil pemikiran ini juga akan dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang konsumen pada umumnya, dan peredaran makanan kadaluwarsa pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai bahan yang memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya. 2. Secara Praktis, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI) dan
khususnya pemerintah sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan kebijakkan dan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan hukum yang baik terhadap konsumen yang berkaitan dengan makanan kadaluarsa di Indonesia, juga bagi produsen, serta masyarakat umum mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak dari konsumen dalam memperoleh informasi produk, terutama label kadaluarsa pada makanan yang juga dapat dijadikan sebagai landasan operasional bagi instansi yang terkait dalam menanggulangi
hambata-hambatan
dalam
penerapan
peraturan
Universitas Sumatera Utara
perlindungan konsumen pada umumnya, hak konsumen atas peredaran makanan kadaluwarsa pada khususnya. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan yang timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai bagaimana perlindungan terhadap konsumen atas beredarnya makanan kadaluwarsa yang terjadi dalam perdagangan bebas dan terjadi dengan semakin maraknya. Artinya tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan ataupun penggambaran dari karya orang lain. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada terdapat judul skripsi yang terdahulu yang menyerupai yaitu yang berjudul “Tanggungjawab Swalayan Macan Yohan Akibat Perbuatan Menjual Produk Daluarsa Kepada Konsumen Ditinjau dari UU No 8 Tahun 1999”. Akan tetapi yang menjadi pembahasan dan penelitian dari judul skripsi ini sangatlah berbeda dan tidak ada kesamaan mengenai apa yang menjadi pembahasan utama dari skripsi ini. Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini, hal tersebut merupakan semata-mata adalah sebagai faktor pendorong dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini E. Tinjauan Kepustakaan Dalam memasuki era industrialisasi ini berbagai hal perlu mendapat perhatian yang lebih serius lagi, mulai dari penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas, penguasaan ilmu dan teknologi untuk mengantisipasi tuntutan akan
Universitas Sumatera Utara
barang dan/atau jasa yang berkualitas, banyak terjadi persaingan yang lebih ketat baik terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai akibat dari globalisasi dan perdagangan bebas. Sementara dibalik itu, kedudukan konsumen masih lemah. Pembangunan yang dilakukan membawa akibat sampingan yang kompleks yang memerlukan penanganan yang serius, khususnya masalah di dalam perlindungan konsumen. Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara senantiasa berkembang (dinamis) sejalan dengan perkembangan pembangunan di dalam segala bidang. Oleh karena itu, pembinaan hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhankebutuhan hukum yang sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di dalam segala bidang, sehingga tercapai ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum yang mengarahkan kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kenyataan menunjukkan, beragam faktor penting yang menunjukkan lemahnya kedudukan konsumen. Menurut hasil penelitian Badan dan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), faktor-faktor yang melemahkan konsumen adalah 12 : 1. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya 2. Belum terkondisinya masyarakat konsumen karena sebagai masyarakat belum tahu akan hak-hak dan kemana haknya disalurkan jika mendapatkan kesulitan atau kekurangan dari standar barang dan/atau jasa yang sewajarnya. 3. Belum terkondisinya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang mempunyai kemauan menuntut hak-haknya 4. Proses peradilan yang ruwet dan waktu yang berkepanjangan 5. Posisi konsumen yang lemah. Pada dasarnya jenis produk seperti pangan ataupun obat-obatan tidak termasuk produk yang dapat membahayakan, akan tetapi produk-produk seperti
12
Badan Hukum Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) : Laporan Akhir Penelitian Perlindungan Konsumen Atas Kelalaian Produsen, Departemen Kehakiman RI, 1992, hal 70.
Universitas Sumatera Utara
ini merupakan produk-produk yang dapat dengan mudah tercemar sehingga mengandung
racun,
yang
apabila
lalai
atau
tidak
berhati-hati dalam
pembuatannya, atau bahkan dengan sengaja lalai untuk mengedarkan atau sengaja tidak menarik produk pangan yang sudah kadaluwarsa. Karena dalam sistem mekanisme yang demikian, produk yang sebenarnya bukan produk yang berbahaya, dapat saja membahayakan kesehatan dan keselamatan dari konsumen, sehingga diperlukan seperangkat peraturan yang membuat standar perlindungan hukum yang tinggi dalam proses dan distribusi produk. 13 Makanan yang kadaluarsa merupakan salah satu penyebab utama terjandinya keracunan. Selain membuat konsumen merasa pusing, diare, mual, sesak napas, dan kematian akibat keracunan, mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa ini dalam waktu yang cukup lama juga dapat menyebabkan kanker. Maraknya kejadian keracunan makanan, sangat berkaitan erat penggunaan bahan baku yang tidak layak konsumsi. Pemilihan bahan baku yang baik merupakan salah satu kunci untuk menghindari kasus keracunan. 14 Betapa pun canggihnya proses produksi, tidak akan mampu menutupi buruknya kualitas bahan baku. Konsumen sebaiknya selalu mengingat pepatah yang berbunyi garbage in-garbage out, yang berarti bahan baku yang jelek akan menghasilkan bahan baku yang jelek juga. 15
13
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta-FH UI Pascasarjana, 2004), hal 68 14 Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, Diterbitkan atas kerja sama YLKI dengan Puspa Swara, (Jakarta: April 1996), hal 22. 15 Ibid, hal 33.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas dari suatu produk pangan adalah dengan mengamati waktu kadaluwarsa yang tercantum pada label kemasannya. Konsumen seharusnya dapat memilih produk pangan yang masih jauh dari batas kadaluwarsa, terutama untuk produk yang kemungkinan akan mengalami penyimpanan sebelum digunakan. Selain itu konsumen juga harus dengan cermat mengamati ciri-ciri fisik produk atau kemasannya. Penentuan batas kadaluwarsa dapat dilakukan dengan metodemetode tertentu. Penentuan batas kadaluwarsa dilakukan untuk menentukan umur simpan (Shelf life) produk. Penentuan umur simpan didasarkan atas faktor-faktor tersebut misalnya adalah keadaan alamiah (sifat makanan), mekanisme berlangsung perubahan (misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen), serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia (internal dan eksternal). Faktor lainnya adalah ukuran kemasan (volume), kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban), serta daya tahan kemasan selama transit dan sebelum digunakan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau. Oleh karena itu pertanggung jawaban atas produk yang telah di perdangangkan ataupun yang telah didistribusikan ke masyarakat merupakan tanggung jawab dari produsen ataupun pelaku usaha, karena konsumen sebagai pihak akhir yang mengkonsumsi produk tersebut memiliki tingkat kesadaran yang rendah terhadap produk yang dikonsumsinya, dan yang menjadi hak dari konsumen adalah untuk mendapatkan keamanan yaitu konsumen berhak mendapatkan keamanan atas barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya, produk
Universitas Sumatera Utara
barang dan /atau jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan secara jasmani ataupun rohani. 16 Di pihak lain, bagi organisasi bisnis terutama industri makanan, jumlah konsumen yang banyak merupakan potensi pasar bagi berbagai produk makanan yang diproduksinya. Sektor swasta atau industri makanan perlu memahami kebiasaan dan perilaku makan konsumen, sehingga mereka mengetahui makanan apa yang seharusnya diproduksi dan dipasarkan kepada konsumen. Konsumen harus dilindungi dari berbagai makanan yang tidak aman dan merugikan konsumen 17.
Akan tetapi, konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengumpulkan dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya, sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam menilai makanan dan sulit untuk menghindari resiko dari produk-produk yang tidak bermutu dan tidak aman bagi kesehatan. Akhirnya konsumen dengan senang dan tanpa sadar mengkonsumsi produk-produk makanan tersebut karena penampilan yang menarik dengan harga yang lebih murah. Padahal makanan tersebut dapat membahayakan bagi kesehatan. Mengacu pada sistem hukum yang dikembangkan Friedman tentang tanggung jawab produk terdapat tiga substansi hukum tanggung jawab produk yang menjadi dasar tuntutan ganti kerugian konsumen. Ketiga dasar tuntutan tersebut adalah tuntutan karena kelalaian (negligence), tuntutan karena wanprestasi atau ingkar janji (breach of warranty). Hal ini dilakukan karena 16
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Op.cit hal.22. Ujang Sumarwan,”Makalah Masalah Keamanan Pangan Dalam Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia”, dalam percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum Fakultas Hukum, Editor Yusuf Shofie, YLKI, 1998, hal ,74. 17
Universitas Sumatera Utara
secara alamiah kedudukan atau posisi konsumen tidak sama dengan produsen selaku pelaku usaha. Akan tetapi, di dalam Pasal 27 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dirumuskan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila : 18 1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau dimaksudkan tidak diedarkan 2. Cacat timbul akibat tidak ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang 3. Kelalaian yang diakibatkan konsumen 4. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4(empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan 5. Cacat timbul dikemudian hari. Hukum perlindungan konsumen tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu sistem tetapi harus terintegrasi juga kedalam suatu sistem perekonomian, yang di dalamnya terlibat juga pelaku usaha. Sistem perekonomian yang semakin kompleks berdampak pada perubahan konstruksi hukum dalam hubungan antara produsen dan konsumen. Perubahan konstruksi hukum diawali dengan perubahan paradigma hubungan antara konsumen dan produsen. Hubungan yang semula dibangun diatas prinsip caveat emptor (yang menekankan konsumen haruslah berhati-hati dalam melakukan transaksi dengan produsen), berubah menjadi prinsip caveat venditor (yang menekankan kesadaran produsen untuk melindungi konsumen). 19 Ketidak seimbangan posisi ini sangat perlu dikompensasi dengan berbagai upaya, baik melalui gerakan perlindungan konsumen, perangkat kelembagaan, dan 18
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindugan Konsumen, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009) hal.172. 19 Inosentius Samsul, Op.cit, hal, 4.
Universitas Sumatera Utara
hukum maupun berbagai upaya lain agar konsumen bisa mengkonsumsi barang dan/atau jasa, khususnya pangan yang diinginkan secara aman. Perlindungan untuk sejumlah besar konsumen di dalam usaha produksi pangan seperti ini merupakan keharusan, karena perkembangan ekonomi dan industri yang maju membawa implikasi lain yang bersifat negatif. 20 Pemerintah wajib memikirkan berbagai kewajiban yang arahnya adalah untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen dalam upaya untuk melindungi konsumen dari situasi tersebut. Penjabaran mengenai hak-hak konsumen melalui undang-undang Khususnya di Indonesia, merupakan bagian dari implementasi sebagai suatu negara kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya di samping sebagai konstitusi politik juga disebut sebagai konstitusi ekonomi, yaitu konstitusi yang mengandung ide negara kesejahteraan yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad ke-19. Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan 9 (Sembilan) hak konsumen, sebagai penjabaran dari pasal-pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 Undang Undang Republik Indonesia. 21 Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan negara haruslah segera dapat diimplementasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi. Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan konsumen haruslah menjadi salah satu perhatian yang utama karena berkaitan erat dengan kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai konsumen. 20 21
Didik J.Rachbini dalam Zamrotin, Ibid, hal, ix. Inosentius Samsul ,Op.cit, Hal, 7.
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penelitian Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain ; 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.22 Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelurusan terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundangundangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya 23. Penelitian hukum normatif, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah berpatokan pada perilaku manusia yang dianggap pantas. 24
22
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.105 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal,139. 24 Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 118. 23
Universitas Sumatera Utara
2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif analitis yaitu penelitian yang didasarkan atas satu atau dua variabel yang saling berhubungan yang didasarkan pada teori atau konsep yang bersifat umum yang diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan seperangkat data lainnya. 25 Dan penelitian ini juga menguraikan ataupun mendeskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan suatu telaah terhadap data tersebut secara sistematik. 3. Sumber Data Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundangundangan, buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data yang terdiri atas : 26 a. Bahan Hukum Primer, yaitu : norma-norma atau kaedah-kaedah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan Perundang-Undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri. b. Bahan Hukum sekunder, yaitu : Buku-buku yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang menguraikan materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana, bahan-bahan mengajar dan lain-lain. 25 26
Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal, 38. Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983)
hal, 24.
Universitas Sumatera Utara
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu : Kamus, Ensklopedia, bahan dari Internet dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 5 . Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan Perundang-Undangan, dan untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan wawancara secara mendalam ( in depth interviewing) 27. 6. Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya 28. Maka skripsi ini digunakan metode analisis kualitatif agar lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet,
27
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta ; Rieneka Cipta, 1996),hal 59 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia(UIPress, 2007), hal, 21. 28
Universitas Sumatera Utara
kamus dan lain-lain yang berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan untuk menjawab soal yang dihadapi. G. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab yang saling berangkaian satu sama lain 29. Adapun sistematika penulisan ini adalah : Bab I berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang didalamnya terurai mengenai Latar Belakang penulisan skripsi, Perumusan Masalah, kemudian dilanjutkan dengan Tujuan Penelitian, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, yang kemudian diakhiri oleh Sistematika Penulisan. Bab II Merupakan bab yang membahas tentang Pengaturan mengenai makanan kadaluwarsa dan permasalahan yang dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi makanan kadaluwarsa dimana didalamnya diuraikan yaitu Pengertian Tentang Konsumen dan Pelaku Usaha, Pengetian Pangan, Jenis-Jenis Makanan Sehat dan Makanan yang Tidak Sehat, Pengertian Kadaluarsa, Kriteria Produk
Kadaluwarsa,
Hak
dan
Kewajiban
Konsumen
dan
Pelaku
Usaha,Pengaturan dan Persyaratan mengenai makanan dan Permasalahan yang Dialami Oleh Konsumen Dalam Makanan Kadaluwarsa.
29
Fried N.Keslinser, Asas-Asas Penelitian Behavioral (Yogyakarta:Gajah Mada University, Cetakan kedua, 1996), Hal, 770.
Universitas Sumatera Utara
Bab III Merupakan bab yang membahas tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Makanan Kadaluwarsa serta Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah dan Instansi terkait terhadap makanan kadaluwarsa dimana didalamnya diuraikan tentang Pengertian tentang Perlindungan Konsumen, Upaya Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa dimana didalamnya diuraikan tentang Pengertian tentang Perlindungan Konsumen, Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa yaitu Meningkatkan Kesadaran Hukum Konsumen Akan Hak dan Kewajibannya Dalam Mengkonsumsi Makanan Yang Kadaluwarsa, Mendorong Pelaku Usaha Makanan Agar Menjaga Kualitas Makanan Yang Diperdagangkan, Pengenaan Sanksi Bagi Pelaku Usaha Yang Melakukan Pelanggaran, Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah dan
Instansi
yang
terkait
Terhadap
Makanan
Kadaluwarsa. Bab IV Merupakan bab yang membahas mengenai Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Atas Beredarnya
Makanan Kadaluwarsa Sera Mekanisme
Penyeleseaian Sengketa Yang Dapat Ditempuh Untuk Menyelesaikan Berbagai Pelanggaran dimana didalamnya diuraikan mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa, Pengertian Sengketa Konsumen, Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Luar Pengadilan yaitu Penyelesaian Secara Damai, Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan yaitu Penyelesaian Sengketa Melalui Mekanisme Hukum Keperdataan, Penyelesaian Melalui Hukum Pidana, dan Penyelesaian Secara Hukum Administrasi Negara.
Universitas Sumatera Utara
Bab V ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penerapan
Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa di Indonesia dan orang-orang yang akan membacanya.
Universitas Sumatera Utara