BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu butir tentang Undang-Undang Perumahan dan Permukiman No. 4 tahun 1992 adalah setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati, dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur, permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk setelah pangan dan sandang. Besarnya jumlah penduduk Indonesia perlu didukung dengan ketersediaan permukiman sebagai salah satu kebutuhan dasar utama. Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tempat tinggal (backlog) di Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan mencapai sekitar 17,2 juta unit. Angka ini diproyeksikan dari angka 13,6 juta unit pada tahun 2010 dan 4,3 juta unit pada tahun 2000 (berdasarkan sensus BPS yang diadakan setiap 10 tahun sekali). Kebutuhan ini setiap tahunnya terus mengalami penambahan. Rata-rata pertumbuhan kebutuhan akan rumah sebesar 930 unit setiap tahunnya. Menurut Bintarto (1989 dalam Paruntung, 2004), permukiman menempati area yang paling luas dalam penataan ruang, mengalami perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu yang menciptakan bentuk dan struktur suatu kota yang berbeda dengan kota lainnya.
1
Salah satu kendala yang dihadapi dalam pembangunan khususnya di Mamminasata adalah harga tanah. Banyak hal yang mempengaruhi tingkat harga tanah di suatu area permukiman, diantaranya adalah lokasi tanah terhadap keberadaan Apartemen yang saat ini marak dibangun di Mamminasata. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan permukiman khususnya ketersediaan lahan dan mahalnya harga lahan menjadikan hunian vertikal yaitu pembangunan hunian ke atas menjadi solusi yang cocok untuk menghadapi masalah lahan ini. Diantara hunian vertikal yang biasa terdapat di kota-kota saat ini ada berbagai macam diantaranya hotel, rumah susun dan apartemen. Penelitian ini mengkaji hunian apartemen yang menjadi salah satu bentuk hunian vertikal yang biasanya digunakan oleh kalangan menengah ke atas, begitu juga pengaruhnya terhadap harga tanah di sekitarnya. Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang RTRWN menetapkan Kawasan Mamminasata sebagai Kawasan Andalan Wilayah metropolitan Mamminasata. Perpres No. 5 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar (Mamminasata) menetapkan tujuan dari pengembangan Kawasan Perkotaan Mamminasata adalah sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah dan/atau pusat orientasi pelayanan berskala internasional serta penggerak utama di Kawasan Timur Indonesia. Hal ini semakin menjadikan kawasan Mamminasata sangat penting untuk diperhatikan pengelolaan perkotaannya untuk perkembangan wilayah Indonesia Timur. Keberadaan Apartemen di Mamminasata mulai berkembang akhir-akhir ini. Hal ini dengan dikenalnya Kota Makassar sebagai pusat perkembangan di
2
Indonesia Timur. Hal ini tentu mempengaruhi harga tanah di sekitar Apartemen tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis pengaruh keberadaan Apartemen terhadap harga tanah di Mamminasata.
1.2. Rumusan Masalah Seperti yang telah diketahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi dalam pembangunan di Indonesia untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk yang ada yaitu harga tanah yang tidak tentu dengan ditambah pasar tanah yang tidak transparan. Harga tanah dalam suatu kota tidak dapat diidentifikasi dengan mudah dalam menyediakan lahan untuk pembangunan. Lokasi pembangunan membutuhkan syarat kompleks dalam penentuan lokasi berdirinya berbagai bangunan, syarat tersebut berupa kebutuhan manusia, kenyamanan untuk menetap di dalamnya. Kebutuhan tersebut berupa penyediaan fasilitas berupa prasarana seperti listrik, air bersih, jaringan jalan yang baik, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan keamanan, serta keberadaan fasilitas di sekitarnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap harga tanah di kawasan tersebut yang menjadikannya berbeda-beda berdasarkan kelengkapan dan lokasinya terhadap fasilitas tersebut. Adanya perbedaan harga tanah ini mejadi masalah tersendiri bagi penyediaan lokasi pembangunan bagi pemerintah untuk menyediakan lokasi yang nyaman dan terjangkau di Mamminasata. Sehingga permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana persebaran apartemen di kawasan perkotaan Mamminasata.
3
2.
Sejauh mana kebutuhan Apartemen di kawasan perkotaan Mamminasata.
3.
Bagaimana pengaruh apartemen terhadap harga tanah di sekitar bangunan apartemen dan di kawasan perkotaan Mamminasata.
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yaitu: 1. Mengetahui keberadaan Apartemen di Mamminasata. 2. Mengetahui kebutuhan hunian Apartemen di Mamminasata. 3. Mengetahui pengaruh Apartemen terhadap harga tanah di Mamminasata.
1.4. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian pada riset ini adalah: 1. Di mana sajakah lokasi Apartemen di Mamminasata? 2. Bagaimana kebutuhan akan hunian vertikal berupa Apartemen di Mamminasata? 3. Apakah keberadaan hunian apartemen mempengaruhi harga tanah di sekitarnya?
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat praktis empiris dari penelitian ini diantaranya: 1. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam merencanakan pusat-pusat perkembangan dengan mengetahui pola persebaran kegiatan ekonomi.
4
2. Sebagai masukan bagi pemerintah untuk memaksimalkan fungsi apartemen sebagai hunian di dalam kota. 3. Sebagai masukan bagi pemerintah agar dapat memberikan penyediaan fasilitas sarana dan prasarana untuk menyeimbangkan harga tanah di sekitarnya. Sedangkan manfaat teoritis akademis dari penelitian ini yaitu: 1. Sebagai bahan untuk penelitian dan pengembangan selanjutnya dalam kajian yang berkaitan dengan pertanahan. 2. Sebagai bahan untuk penelitian dan pengembangan dalam kajian permukiman khususnya hunian vertikal/apartemen.
1.6. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji mengenai permukiman dan hunian di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan harga tanah, hal ini dikarenakan harga tanah merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan areal pembangunan. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi harga tanah mengidentifikasi bahwa beberapa faktor fisik memiliki pengaruh besar terhadap variasi harga tanah dan bangunan yaitu ketersediaan transportasi, jaringan air bersih, jaringan listrik, kondisi jalan, luas lahan dan bangunan, sarana kebersihan dan persampahan, jarak ke tempat kerja, sarana pendidikan, jarak ke pusat kota, posisi/letak bangunan (tengah/sudut),
5
lebar jalan, tempat ibadah, topografi, bebas banjir dan sarana kesehatan (Fahirah, 2010). Penelitian ini memusatkan kajian pada fasilitas publik berupa apartemen, yaitu pada pengaruhnya terhadap harga tanah di sekitarnya, juga mengenai pola persebaran apartemen dan bagaimana kebutuhan daerah akan apartemen ditinjau dari kebutuhan akan permukiman di dalam kota. Untuk lebih jelas mengenai tujuan, metode, dan hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini:
6
Tabel 1.1 Matriks Penelitian Sebelumnya. Penulis
Judul
Tujuan
Masitoh (2003)
Pengaruh Keberadaan Perumahan Terhadap Perubahan Harga Lahan di Kecamatan Ciledug
Tujuan : Mengidentifikasi faktor-faktor perumahan yang mempengaruhi perubahan harga lahan dan seberapa besar perubahan harga lahan bagi kawasan perumahan dan sekitarnya akibat faktor tersebut.
Paruntung (2004)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perumahan perumnas IV Padang Bulan, Kota Jayapura.
Sushanti (2007)
Analisis Assessment Sales Ratio antara Nilai Jual Objek Pajak dengan Harga Jual Tanah dan Bangunan
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Metode Penelitian: Metode Penilaian dan Analisis Net Present Value. Ditinjau dari cara dan taraf pembahasan masalahnya diungkapkan dalam bentuk deskriptif yang didukung dengan bentuk normatif, kajian pustaka dan dalam bentuk spasial dengan menggunakan peta. Tujuan : Metode Penelitian: Menganalisis factor-faktor yang Kuantitatif Survey dengan analisis mempengaruhi harga perumahan dan kuantitatif serta deskriptif kualitatif. minta pembelian rumah, termasuk faktor Apartemen.
Adanya perumahan di Kecamatan Ciledug berpengaruh terhadap perubahan harga lahan. Saran penyediaan Apartemen untuk pengembangan perumahan.
Tujuan : Mengetahui tingkat penetapan NJOP tanah dan bangunan terhadap nilai pasar pada kawasan perumahan dan perkampungan sekitarnya Mengetahui keseragaman penetapan NJOP tanah dan bangunan di beberapa lokasi perumahan dan perkampungan sekitarnya.
Terjadi under assessment, karena NJOP di bawah harga pasar tanah dan bangunan Tingkat assessment ratio belum memenuhi standar IAAO. Masih belum ada keseragaman pada kelompok property perumahan dan perkampungan
Metode Penelitian: Kuantitatif dengan uji level of Assesment, pengukuran tendensi sentral, dan pengukuran variabilitas.
Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Perum Perumnas dalam memilih lokasi perumahan. Faktorfaktor yang mempengaruhi pemerintah daerah dalam memilih lokasi perumahan
7
Lanjutan Tabel 1.1 Penulis
Judul
Tujuan
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Fahirah (2010)
Identifikasi factor-faktor yang mempengaruhi nilai jual lahan dan bangunan pada perumahan tipe sederhana
Tujuan : Penyusunan informasi mengenai karakteristik nilai jual lahan dan bangunan pada perumahan,
Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai jual lahan dan bangunan pada perumahan tipe sederhana,
Regune, (2013)
Pengaruh Keberadaan Kampus Tujuan: Terpadu Universitas Bangka Menguji harga dan nilai tanah sebelum Belitung (ubb) Terhadap Harga dan Nilai Tanah di Desa Balunijuk, Kabupaten Bangka dan sesudah ada kampus terpadu UBB
Metode Penelitian : Kuantitatif dengan pengolahan data menggunakan metode statistic deskriptif dan statistic non parametric, berupa nilai Relatif Rank Index (RRI) Metode Penelitian:
Manaf (2015)
Analisis Pengaruh Keberadaan Apartemen Terhadap Harga Tanah di Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar (Mamminasata)
Deduktif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data diperoleh dari kuisioner, wawancara dan observasi. Data yang didapat, diolah dan dianalisa dengan statistik parametrik menggunakan uji hipotesis beda dua mean dan diperkuat dengan petikan wawancara, grafik dan photo
Tujuan: Metode Penelitian: Mengetahui pengaruh Apartemen terhadap harga tanah dan kebutuhan Mix Metode kuantitatif dan kualitatif . Deskriptif Kualitatif dengan akan Apartemen di Mamminasata. pengolahan data analisis transkrip hasil wawancara mendalam. Kuantitatif untuk mengetahui pengaruh Apartemen terhadap Harga Tanah
Adanya perbedaan rata-rata harga tanah dan nilai tanah sebelum dan sesudah ada lokasi kampus terpadu UBB. Perbedaan harga dan nilai tanah sebelum dan sesudah ada lokasi kampus terjadi di semua persil tanah yang ada di Desa Balunijuk Persebaran Lokasi Apartemen di Mamminasata, Kebutuhan akan apartemen di Mamminasata dan adanya pengaruh keberadaan apartemen terhadap harga tanah di Mamminasata.
8
1.7. Tinjauan Pustaka 1.7.1. Struktur Tata Ruang Kota Sebuah kota secara umum akan membentuk pola pengelompokan pusat kegiatan pada setiap bagian kota, hal in disebut dengan struktur ruang kota. Terdapat banyak teori mengenai struktur ruang kota, yang dikemukakan oleh para ahli dari zaman ke zaman di antaranya: 1) Teori Konsentris Teori Konsentris dikemukakan oleh Burgess pada tahun 1925. Menurut pengamatan Burgess, suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.
Gambar 1.1. Model Zone Konsentris Burgess (1925 dalam Yunus, 1999)
9
Seperti terlihat pada model di atas, daerah perkotaan terdiri dari 5 zona melingkar berlapis-lapis yang terdiri dari : (1) Daerah pusat kegiatan (Central Bussiness District), (2) Zona peralihan, (3) Zona permukiman pekerja, (4) Zona permukiman yang lebih baik, (5) Zona para penglaju. Daerah Pusat Kegiatan atau Central Business District (CBD) merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik dalam suatu kota sehingga pada zona ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi, budaya dan politik. Rute-rute transport dari segala penjuru memusat ke zona ini sehingga zona ini merupakan zona dengan derajat aksessibilitas tertinggi (the most accessible zone within the urban area) (Yunus, 1999). 2) Teori Sektor Munculnya ide untuk mempertimbangkan variabel sector pertama kali dikemukakan oleh Hoyt (1939) mengenai pola-pola sewa rumah tinggal pada kota-kota di Amerika Serikat. Pola kosentris dikemukakan oleh Burges ternyata pola sewa tempat tinggal pada kota-kota di Amerika cenderung berbentuki pola sector. Menurut Hoyt kunci terhadap perletakan sector ini terlihat pada lokasi daripada “high quality areas” (daerah-daerah yang berkualitas tinggi untuk tempat tinggal). Kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah pada daerahdaerah yang dianggap nyaman dalam arti luas (Yunus, 1999).
10
3) Teori Poros Pada dasarnya pandangan ini menekankan peranan transportasi dalam mempengaruhi struktru keruangan kota. Ide ini pertama kali dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932 sebagai suatu ide penyempurna teori konsentris. Teorinya dikenal sebagai teori poros. Dalam teori konsentris, terdapat asumsi bahwa mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dalam konfigurasi relief kota yang seragam. Oleh karena pada kenyataannya terdapat faktor utama yang mempengaruhi mobilitas ini, maka dalam beberapa hal mesti akan terjadi distorsi model. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya. Keberadaan poros transportasi menurut Bobcock akan mengakibatkan distorsi pola konsentris, karena sepanjang rute transportasi tersebut berasosiasi dengan mobilitas yang tinggi. Daerah yang dilalui transportasi akan mempunyai perkembangan fisik yang berbeda dengan daerah-daerah di antara jalur-jalur transportasi ini. Akibat keruangan yang timbul adalah suatu bentuk persebaran keruangan yang disebut “star-shaped pattern/octopus-like pattern”. Dalam hal ini, aksesibilitas diartikan dalan perbandingan antara waktu dan biaya (time-cost term) dalam hubungannya dengan system transportasi yang ada (Yunus, 1999).
11
Gambar 1.2. Model Teori Poros Babcock (1932 dalam Yunus, 1999) CBD (Central Bussines District) merupakan inti kota dan pusat kegiatan kota, sehingga zona ini merupakan zona yang sangat penting. Apartemen yang dikaji pada penelitian ini yaitu apartemen yang letaknya berada di CBD kota Makassar. Apartemen tentu tidak selalu harus berada di CBD, hal ini tergantung pada target pasar dari Apartemen itu sendiri. 1.7.2. Permukiman Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
12
Sudah sangat jelas diketahui bahwa permukiman merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat urgen setelah pangan dan sandang. Menurut Budihardjo (1998, dalam Paruntung 2004) menjabarkan tingkat intensitas dan arti penting dari kebutuhan manusia terhadap rumah berdasarkan hirarki kebutuhan dari Maslow, dimulai dari yang terbawah sebagai berikut: a. Rumah memberikan perlindungan dari gangguan alam dan binatang, berfungsi sebagai tempat istirahat, tidur dan pemenuhan fungsi badani. b. Rumah harus bisa menciptakan rasa aman, sebagai tempat menjalankan kegiatan ritual, penyimpanan harta milik yang berharga, menjamin hak pribadi. c. Rumah memberikan peluang untuk interaksi dan aktivitas komunikasi yang akrab dengan lingkungan sekitar: teman, tetangga, keluarga. d. Rumah memberikan peluang untuk tumbuhnya harga diri yang disebut Pedro Arrupe sebagai : “Status Conferring Function”, kesuksesan seseorang tercermin dari rumah dan lingkungan tempat huniannya. e. Rumah sebagai aktualisasi diri yang “diejawantahkan” dalam bentuk perwadahan kreativitas dan pemberian makna bagi kehidupan yang pribadi. Umumnya jasa pengembang permukiman tumbuh di wilayah-wilayah pinggiran kota akibat keterbatasan lahan di pusat kota, sedangkan permintaan akan permukiman semakin tinggi. Berkembangnya aktivitas perdagangan, jasa dan pemerintahan di pusat kota juga mendorong bergesernya penggunaan lahan dari non komersial ke komersial (Mashitoh, 2003).
13
1.7.3. Harga Tanah Tanah arti lahan (site) adalah permukaan daratan dengan kekayaan benda padat, cair dan gas. Tanah banyak dijadikan sebagai barang investasi yang menguntungkan dan sekaligus mendorong untuk melakukan spekulasi karena di satu aspek ketersediaan lahan tersebut, sedangkan di aspek lain permintaan akan lahan semakin bertambah terus, sehingga mengakibatkan harga tanah menjadi mahal terutama bila berdekatan dengan pusat-pusat kota (Eckert, 1990). Berdasarkan Oxford Dictionary, tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang tidak diselimuti oleh air, sebuah area lahan khususnya yang dilihat bersama kepemilikannya atau penggunaannya.Tanah sebagai salah satu sumber daya akan mendorong manusia dalam setiap sisi kehidupannya untuk berpersepsi dan berperilaku secara unik (terhadap tanah/ bidang tanah tersebut). Keunikan itu menimbulkan variasi nilai dalam setiap persebaran spasial berdasarkan karakteristik, sifat, dan kemampuan tanah sebagai sumber daya. Prawoto (2003, dalam Fahirah 2010) mengatakan bahwa setiap persil dari tanah itu bersifat unik di lokasinya serta komposisinya, tidak bisa dipindahkan ke lokasi lain yang lebih baik. Latar belakang tersebut berimplikasi terhadap ketersediaan tanah. Keterbatasan ketersediaan tanah disebabkan perbedaan pandangan tentang bagaimana seseorang memaknai sebuah bidang tanah (yang disebut dengan kepentingan). Perbedaan kepentingan terhadap tanah mengakibatkan terjadinya kelangkaan tanah sebagai akibat dari permintaan tanah yang meningkat jauh lebih besar dari tanah yang dapat disediakan.
14
Keadaan ini mendorong kenaikan harga tanah yang tidak terkendali. Kenaikan harga tanah yang tidak terkendali sangat mengganggu kelancaran alokasi pembangunan terutama yang memerlukan tanah. 1.7.4. Harga lahan dan Pembangunan Salah satu jenis pembangunan yang sangat dipengaruhi oleh harga tanah adalah pembangunan areal permukiman untuk tempat tinggal masyarakat Terkait dengan hubungan antara harga tanah dengan lokasinya pada fasilitas dan infrastruktur perkotaan, Pearce dan Turner (1990) mengatakan, faktor nonmanusia berkenaan dengan eksternalitas yang diterima oleh tanah tersebut. Jika eksternalitas bersifat positif, seperti dekat dengan pusat perekonomian, bebas banjir, kepadatan penduduk, dan adanya sarana jalan, maka tanah akan bernilai tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang tidak menerima eksternalitas, meskipun luas dan bentuk tanah itu sama. Jika tanah menerima eksternalitas yang bersifat negatif, seperti dekat dengan sampah, jauh dari pusat kota/perekonomian, tidak bebas banjir, maka tanah akan bernilai rendah jika dibandingkan dengan tanah yang tidak menerima eksternalitas yang negative. Tanah mempunyai kekuatan ekonomis di mana nilai atau harga tanah sangat tergantung pada penawaran dan permintaan. Dalam jangka pendek penawaran sangat inelastis, ini berarti harga tanah pada wilayah tertentu akan tergantung pada
faktor
permintaan,
seperti
kepadatan
penduduk
dan
tingkat
pertumbuhannya, tingkat kesempatan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat serta kapasitas sistem transportasi dan tingkat suku bunga (Eckert, 1990).
15
Coffman (1998) mengatakan bahwa peningkatan rata-rata harga lahan merupakan keuntungan bersih bagi negara dan mungkin terdistribusi merata pada setiap pemilik lahan. Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kegiatan bisnis di sekitar Apartemen. Sujarto (1986 dalam Paruntung, 2004) menyatakan bahwa harga tanah adalah penilaian atas nilai tanah yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satu satuan luas tertentu pada pasaran lahan. 1.7.5. Faktor yang Mempengaruhi Harga Tanah Menurut Fahirah (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruh nilai jual lahan dan bangunan, diantaranya adalah : 1. Faktor Fisik 1) Kondisi Alam a. Struktur/Jenis Tanah, Jenis tanah tentunya dapat memberi pengaruh terhadap nilai jual lahan tersebut. Tanah berpasir akan memiliki harga yang berbeda dengan tanah berawa atau tanah bergambut. b. Temperatur / suhu. Nilai fisik cenderung dapat diartikan sebagai faktor yang dapat dilihat, diraba dan dirasakan. Temperatur / suhu merupakan faktor yang dapat menimbulkan perasaan nyaman pada tempat tinggal. Banyak orang lebih memilih tempat yang mempunyai suhu atau udara sejuk dibandingkan daerah yang mempunyai udara panas ataupun sebaliknya tergantung penggunaan lahan tersebut.
16
c. Kontur / kemiringan tanah. Kondisi tanah yang baik untuk mendirikan bangunan rumah adalah tanah yang tidak terlalu miring dan cenderung datar karena untuk memperoleh tingkat stabilitas tanah yang lebih baik sehingga bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut bisa lebih aman. Untuk tanah yang memiliki stabilitas rendah biasanya diberi perkuatan tanah dan bangunan yang berada pada tanah yang miring diberi dinding penahan. d. Bebas banjir. Kondisi lahan yang bebas banjir menjadi perhatian penting dalam menentukan lokasi sebagai tempat tinggal untuk memenuhi aspek kenyamanan dan keselamatan. Tentunya setiap lokasi tempat tinggal harus betul-betul berada pada lokasi yang bebas akan bencana banjir. 2) Luas Tanah dan Bangunan. Semakin luas tanah dan bangunan maka semakin besar pula nilai jualnya. 3) Posisi tanah (tengah/sudut). Adanya pengaruh posisi/letaktanah pada lokasi perumahan dikarenakan perbedaan luas lahan pada suatu blok perumahan 2. Faktor Ekonomi 1) Permintaan. Tanah mempunyai kekuatan ekonomis di mana nilai atau harga tanah sangat tergantung pada penawaran dan permintaan. Dalam jangka pendek penawaran sangat inelastis, ini berarti harga tanah pada wilayah tertentu akan tergantung pada faktor permintaan,
17
seperti 1) daya beli masyarakat, 2) tingkat pendapatan masyarakat dan 3) tingkat suku bunga (Eckert 1990). 2) Penawaran a. Jumlah lahan yang tersedia. Jumlah tanah yang relatif tetap sementara permintaan akan tanah yang semakin meningkat membuat tanah menjadi benda yang langka. Kelangkaan tanah ini ditandai oleh semakin sulitnya memperoleh tanah untuk memenuhi kebutuhan, khususnya di kota besar di tempat lain yang terus mengalami pertambahan penduduk. b. Manfaat lahan. Tanah memiliki kegunaan bagi setiap pemiliknya karena setiap pemilik dapat memanfaatkan tanah untuk mendirikan rumah tempat berteduh, dan bangunan lain yang penting bagi kehidupan pemilik dan orang di sekitarnya. Pemilik tanah juga dapat memanfaatkan tanah sebagai faktor produksi, simbol status, dan berbagai kegunaan lainnya. Selain tanah maka bangunan merupakan benda yang sangat berguna bagi manusia karena berbagai aktivitas manusia dilakukan di dalam bangunan. 3. Faktor Sosial 1) Jumlah
penduduk.
Jumlah
penduduk
berdampak
terhadap
banyaknya permintaan akan suatu lahan permukiman, hal ini memberi pengaruh terhadap nilai jual lahan dan bangunan pada suatu permukiman.
18
2) Kepadatan
penduduk.
Tingkat
kepadatan
penduduk
yang
berkorelasi dengan jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan dan daya beli, tentunya berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran akan produk barang atau jasa. 3) Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan salah satu variable yang dapat menunjukkan karakteristik penduduk yang kemudian akan membentuk suatu pola penggunaan tanah pada suatu wilayah. Tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh terhadap pola penilaian tanah dan bangunan. 4) Tingkat
kejahatan/keamanan.
Permukiman
yang
tingkat
keamanannya tidak terjamin akan mengurangi minat masyarakat untuk menempati permukiman tersebut. Kurangnya minat terhadap permukiman tersebut pastinya nilai jualnya akan semakin rendah. 5) Pola hidup masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat terjadi aktifitas sosial yang membentuk suatu pola hidup masyarakat tersebut. Pola hidup masyarakat ini mencerminkan karakteristik penduduknya yang meliputi perilaku, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi masyarakat dan kebutuhannya. Pola hidup masyarakat yang sederhana akan berdampak terhadap pemanfaatan dan kegunaan lahan dan bangunan. 6) Peraturan pada kawasan tersebut. Setiap kawasan mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri begitupun halnya dengan lingkungan permukiman. Untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan
19
aman sebagai tempat tinggal tentunya ada beberapa hal penting yang menjadi aturan dan telah disepakati bersama. Hal ini biasanya menjadi pertimbangan dalam memilih tempat tinggal. 4. Aksesibilitas 1) Ketersediaan transportasi (angkutan umum). Ketersediaan angkutan umum akan memberikan kemudahan bagi penghuni perumahan dalam melakukan pencapaian tehadap tempat-tempat untuk melakukan aktifitas dan rutinitasnya serta untuk memenuhi kebutuhannya. 2) Ketersediaan jaringan jalan yang memadai. Adanya infrastruktur berupa jalan yang memadai dapat meningkatkan aksesibilitas perumahan sehingga dapat meningkatkan nilai lahan. 3) Jarak ke pusat kota. Menurut von Thunen, kedekatan tanah dengan daerah pemasaran, seperti halnya kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk yang relatif banyak akan menyebabkan nilai margin keuntungan penjualan tanah menjadi lebih tinggi dbandingkan lokasi lain yang jauh dari daerah pemasaran, seperti kawasan perdesaan. Di lain pihak, ketersediaan infrastruktur di kawasan perkotaan juga memiliki hubungan yang positif dan efek “saling ketergantungan” dengan harga tanah. Kawasan perkotaan yang mempunyai delineasi wilayah tertentu seringkali tanah yang ada didalamnya menjadi rebutan dan akibatnya dengan tidak
20
seimbangnya jumlah pengguna dan ketersediaannya, maka menjadikan tanah tersebut menjadi semakin mahal 5. Ketersediaan Fasilitas 1) Jaringan air bersih 2) Jaringan listrik 3) Sarana pendidikan 4) Pelayanan kesehatan 5) Pusat perbelanjaan 6) Tempat bermain anak-anak 7) Sarana olahraga 1.7.6. Hunian Vertikal Penelitian tentang penyediaan perumahan perkotaan oleh Grey (2012 dalam Rachmawati, 2014), dalam mengendalikan masalah perumahan di Kota Mutare, Zimbabwe, merekomendasikan pembangunan perumahan vertikal untuk mengatasi persoalan berkaitan dengan rendahnya ketersediaan lahan, pendapatan yang rendah dan ketidakterjangkauan perumahan oleh mayoritas penduduk berpenghasilan rendah. Saat ini hampir di seluruh kota di negara berkembang khususnya Indonesia, pembangunan hunian vertikal berupa rumah susun merupakan solusi yang digunakan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh. Menurut Inpres Nomor 5 tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh di atas Tanah Negara, peremajaan permukiman kumuh diartikan sebagai pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya
21
berada di atas tanah negara dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan rumah susun. Hunian vertikal berupa apartemen sebagai solusi untuk pemenuhan kebutuhan akan permukiman di perkotaan juga mulai berkembang. Kemunculan apartemen sebagai hunian vertikal di kota berawal dari fenomena kembali ke kota. Fenomena tersebut muncul akibat kejenuhan masyarakat sub urban karena banyaknya kelemahan bermukim di kawasan suburban, sehingga mereka memilih untuk kembali ke kota. Namun karena lahan di kota tidak lagi memadai bila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk, sebagai solusinya dibangunlah apartemen (Permatasari, 2008). Pemenuhan kebutuhan akan permukiman dengan hunian vertikal tidaklah mudah, keberadaan hunian vertikal baik berupa rumah susun maupun apartemen seringkali pada pengelolaannya didapati tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan sehingga tidak efektif dalam memenuhi kebutuhan akan permukiman, seperti hunian vertikal di kota Yogyakarta. Keberadaan Rusun dipandang dapat memenuhi housing need. Namun terkadang dalam implementasi masih belum dapat mengatasi masalah permukiman kumuh. Sedangkan apartemen malah menjadi daya tarik masyarakat luar untuk berinvestasi sehingga menjadikan kepadatan penduduk semakin tinggi dan masyarakat Kota Jogja sendiri terpinggirkan dalam pemenuhan housing need. Rusun terkesan dibangun dengan sporadic artinya tidak terintegrasi dengan program di pemkot Jogja secara keseluruhan. Karena menyangkut perubahan lifestyle yang mungkin tidak mudah dilakukan oleh masyarakat, perlu peran
22
serta pemerintah untuk melakukan sosialisasi supaya bangunan vertikal itu menjadi “kebutuhan” bagi masyarakat, tidak ada rasa keterpaksaan. Kebanyakan masyarakat Yogyakarta masih sangat membutuhkan hunian di Kota Yogyakarta. Hunian vertikal adalah merupakan jawaban untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengingat lahan yang tidak memungkinkan di Kota Yogyakarta (Rachmawati, 2014).
23
1.8. Kerangka Pemikiran Berdasarkan PP No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan bahwa Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar atau Mamminasata sebagai kawasan Andalan. Hal ini menimbang Mamminasata merupakan pusat kegiatan sosial, politik, budaya dan ekonomi di Indonesia bagian timur, juga sebagai koridor ekonomi Indonesia bagian timur yang menjadi pintu gerbang pembangunan di Indonesia Timur. Seiring pesatnya pembangunan di Kawasan Perkotaan Mamminasata, akhirakhir ini mulai bermunculan proyek pembangunan apartemen di Mamminasata. Pembangunan apartemen ini mulai marak sejak tahun 2013, yang di mana sebelumnya pembangunan hanya marak di hotel dan Condominium Hotel. Hal ini dapat berpengaruh terhadap keadaan pembangunan di Kawasan Mamminasata termasuk harga tanah.
Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh keberadaan apartemen terhadap harga tanah di Kawasan Perkotaan Mamminasata dan juga harga tanah di zona sekitar area pembangunan apartemen.
24
PP No. 47 tahun 1997 tentang RTRWN menetapkan Kawasan Mamminasata sebagai kawasan Andalan
Pusat Perkembangan wilayah di Indonesia Timur
Meningkatnya pembangunan, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dll.
Terjadi backlog permukiman
Pembangunan Apartemen, Perumahan dan Rumah Susun
Kebutuhan akan Apartemen di Mamminasata
Pengaruh Apartemen Terhadap Harga Tanah
Persebaran Lokasi Apartemen
Bangunan Apartemen
Harga Tanah
Implikasi Terhadap Pembangunan Perkotaan
Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran
25