BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur'an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw1 sebagai mukjizat melalui malaikat Jibril2 yang diriwayatkan secara mutawâtir,3 membacanya dicatat sebagai ibadah yang dimulai dari surat al-Fâtihah dan diakhiri dengan surat al-Nâs.4 Al-Qur'an secara harfiah berarti "bacaan sempurna", yaitu merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun lalu yang dapat menandingi al-Qur'an, bacaan sempurna lagi mulia.5 Di dalam al-Qur’an terdapat nilai-nilai ajaran Islam yang bersifat universal sebagai menifestasi dari agama Islam. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai 1 Perhatikan antara lain QS. al-An'âm (6): 19, QS. al-Insân (76): 23, QS. al-Naml (27): 6. Lebih lanjut baca al-Qur'an. 2 Paling sedikit ada empat ayat yang menyatakan bahwa al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan perantaraan malaikat Jibril. Dan al-Qur'an menggunakan berbagai macam sebutan untuk malaikat Jibril. Selain Jibril (QS. al-Baqarah (2): 97), al-Qur'an juga menjulukinya dengan Rûh al-Qudûs (QS. al-Nahl (16): 102), al-Rûh (QS. al-Qadar (97): 4), alRûh al-Amîn (QS. al-Syu'arâ' (26): 193) dan Syadîd al-Quwa (QS. al-Najm (53): 5). Lebih lanjut baca al-Qur'an. 3 Artinya diterima dan diriwayatkan banyak orang, tidak sedikit jumlahnya dan mustahil mereka bersepakat dusta dari masa ke masa secara berturut-turut sampai kepada kita. Lihat Abdul Majid Khon, Praktikum Qira'at: Keanehan Bacaan al-Qur'an Qira'at Ashim dari Hafash, Cet. I (Jakarta: Amzah, 2007), 2. 4 Ibid., 2-3. 5 Dikatakan paling sempurna karena tiada bacaan semacam al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Tiada juga bacaan seperti al-Qur’an yang diatur tata cara membacanya, mana yang dipendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus ucapannya, di mana tempat yang terlarang atau boleh, atau harus memulai dan berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya. Lebih lanjut lihat M. Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Cet. XII (Bandung: Mizan, 2001), 3-4.
petunjuk dan penuntun umat Islam dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai 'abdullah dan kholîfatullah fî al-ardh.6 Sesuai dengan arti al-Qur'an secara harfiah yang berarti "bacaan sempurna", al-Qur'an diturunkan memang untuk dibaca. Membaca al-Qur'an merupakan pekerjaan yang utama, yang mempunyai berbagai keistimewaan dan keutamaan.7 Untuk mencetak generasi Islam yang berwawasan Qur’ani di awali dengan menanamkan kecintaan terhadap al-Qur’an. Salah satunya adalah perintah membaca al-Qur’an yang merupakan langkah awal untuk memahami dan mengamalkan kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Pada realitanya, belum semua umat Islam mampu membaca kitab sucinya sendiri, yaitu al-Qur’an. Keterbatasan ilmu untuk mempelajari alQur’an juga semakin menambah permasalahan bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya. Semangat untuk mempelajari al-Qur’an juga semakin menurun jika untuk membaca al-Qur’an saja masih terdapat kesulitan atau hambatan. Sehingga, dapat membaca alQur’an adalah syarat mutlak untuk mempercepat belajar isi kandungannya.
6
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk dan penuntun umat manusia, karena energi spiritual al-Qur’an mampu merombak hati yang keras menjadi lentur, hati yang tertutup menjadi terbuka, dan kepribadian yang labil menjadi stabil. Karenanya al-Qur’an disebut sebagai satusatunya pedoman hidup bagi umat manusia (hudan linnâs) guna meraih mutu hidup yang penuh kebahagiaan dan kesuksesan. Lebih lanjut baca Muhammad Makhdlori, Keajaiban Membaca alQur’an: Mengurai Kemukjizatan Fadhilah Membaca al-Qur'an terhadap Kesuksesan Anda, Cet. II (Jogjakarta: DIVA Press, 2007). 7 Keistimewaan dan keutamaan membaca al-Qur'an bagi orang-orang yang menyibukkan dirinya untuk membaca al-Qur'an di antaranya adalah sebagai berikut: (1) menjadi manusia yang terbaik, (2) mendapatkan kenikmatan tersendiri, (3) derajat yang tinggi, (4) bersama para malaikat, (5) syafa'at al-Qur'an, (6) kebaikan atau pahala membaca al-Qur'an, dan (7) keberkahan al-Qur'an tentunya. Lebih lanjut lihat Majid Khon, Praktikum Qira'at: Keanehan Bacaan al-Qur'an, 59-66.
Fenomena riil yang terjadi di masyarakat kita adalah masih banyak anak-anak, remaja, maupun orang tua yang belum dapat membaca al-Qur'an dengan baik, bahkan sama sekali belum pernah mempelajarinya. Ironisnya lagi, problematika semacam ini belum juga dapat ditemukan solusi yang efektif, seperti yang terjadi di Kabupaten Ngawi. Untuk mempelajari al-Qur’an biasanya orang terbatasi oleh waktu, di tengah-tengah kesibukan yang beraneka ragam setiap harinya. Sehingga, orang cenderung mencari cara yang praktis dan cepat untuk dapat membaca al-Qur’an.8 Tidak ada ketentuan yang baku dan khusus dari Allah dan Rasul-Nya yang menjelaskan cara atau metode terbaik untuk mengajarkan al-Qur'an kepada seseorang, karena metode pengajaran adalah urusan keterampilan duniawi yang dapat diusahakan oleh akal pikiran manusia sendiri. Beberapa tahun terakhir muncul sebuah metode baru dalam pembelajaran al-Qur'an di Kabupaten Ngawi, yaitu metode TARSANA. Bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode “TARSANA” adalah suatu metode cepat dapat membaca al-Qur’an yang berusaha sedikit demi sedikit memberantas buta huruf al-Qur’an. Dalam perkembangan selanjutnya, tidak menutup kemungkinan dapat juga diajarkan kepada setiap muslim di seluruh Indonesia.9
8 Lihat transkrip wawancara nomor: 13/6-W/F5/29-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 9 Lihat transkrip wawancara nomor: 14/1-W/F6/30-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
Adapun metode yang ditawarkan oleh TARSANA adalah cara membaca al-Qur’an dengan benar menurut ilmu tajwid dalam tempo yang singkat, yakni 3 sampai 4 bulan sudah khatam al-Qur’an 30 juz dan langsung menggunakan lagu yang biasa dipergunakan untuk membaca al-Qur’an.10 Metode ini dapat digunakan untuk segala usia, tidak hanya untuk usia anak-anak tetapi juga untuk usia remaja, bahkan orang tua, dan lansia (lanjut usia). Keunikan metode ini terletak pada penggunaan nagham (lagu)11 pada seluruh kegiatan pembelajarannya. Metode TARSANA ini memakai sistem tujuh jam, artinya selama tujuh hari ada tujuh pertemuan, pada setiap pertemuannya berdurasi satu jam.12 Selanjutnya, santri dapat langsung mulai membaca al-Qur'an dengan dibimbing oleh ustadz mulai juz pertama sampai juz terakhir (30 juz). Menurut pengamatan awal peneliti, dalam waktu kurang dari lima tahun metode ini telah berkembang cukup pesat di beberapa daerah di Jawa Timur, khususnya di kabupaten Ngawi. Pesatnya perkembangan metode ini
10
Ibid. Nagham atau lagu yang digunakan adalah lagu Rost dan Rosta ‘Alan Nawa secara tartil. Lagu Rost dan Rosta ‘Alan Nawa terdiri dari tiga fariasi, yaitu: Usyaq, Zanjinan (Zinjiran) dan Syabir ‘Alarros. Tingkatan suaranya ada dua: Jawab dan Jawabul Jawab. Lebih lanjut lihat M. Misbachul Munir, Pedoman Lagu-lagu Tilawatil Qur'an Dilengkapi dengan Tajwid dan Qasidah (Surabaya: Apollo, 1997), 50-53. 12 Buku pedoman bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA terdiri dari tujuh halaman. Yaitu berisi pengenalan huruf putus dan sambung dengan harakat fathah, kasrah dan dhammah, pengenalan mad, pengenalan qalqalah dan tasydid, pengenalan harakat double atau tanwin dan waqaf, pengenalan al-Syamsiyah dan al-Qamariyah serta mad wajib dan jaiz, kemudian diakhiri dengan pengenalan tajwid. Lebih lanjut baca Sjamsudin Mustaqim, Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an: TARSANA "Tartil, Sari', Nagham" Sistem 7 Jam jilid 1. 11
menurut hemat peneliti dikarenakan metode ini terbukti cukup solutif dalam menjawab problematika yang dihadapi masyarakat dewasa ini.13 Adapun kegiatan TARSANA seluruhnya berpusat di sekretariat TARSANA, Jalan Perkutut No. 11 Beran Ngawi Jawa Timur. Sedangkan untuk tempat bimbingan belajarnya disesuaikan dengan keinginan santri, dengan menyesuaikan jumlah santri dan tempatnya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengangkat penelitian berjudul BIMBINGAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN METODE TARSANA (Studi Kasus di Sekretariat TARSANA Jalan Perkutut No. 11 Beran Ngawi)
B. Fokus Penelitian Berangkat dari permasalahan di atas, penelitian ini memfokuskan pada Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an Metode TARSANA di Sekretariat TARSANA Jalan Perkutut No. 11 Beran Ngawi terutama mengenai: tujuan, materi, metode, dan sistem evaluasi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA.
C. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:
13
Hasil wawancara awal dengan Muhammad Nafi', salah satu ustadz atau guru bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA, sekaligus putra pertama pencetus metode TARSANA pada hari Ahad, 15 Februari 2009, pukul 09.00 WIB di rumah kediaman.
1. Bagaimana tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA? 2. Bagaimana materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur'an metode TARSANA? 3. Bagaimana metode yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur'an metode TARSANA? 4. Bagaimana sistem evaluasi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan jawaban tentang beberapa rumusan masalah di atas sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA. 2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA. 3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan metode yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA. 4. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan sistem evaluasi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA.
E. Manfaat Penelitian Berdasarkan persoalan dan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dan kegunaan sebagai berikut: 1. Secara Teoritis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan dalam pembelajaran dan pengajian alQur’an. b. Dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran di Lembaga Pendidikan Islam, baik formal maupun non formal. 2. Secara Praktis a. Bagi Lembaga TARSANA, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam upaya pengembangan serta peningkatan kualitas bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA. b. Bagi Ustadz dan Ustadzah TARSANA, sebagai bahan masukan dan referensi dalam upaya pengembangan sistem pembelajaran pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA. c. Bagi peneliti, sebagai tambahan pengetahuan dan sumbangan untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. d. Dapat menjadi inisiator serta turut memberikan inspirasi sekaligus motivasi bagi peneliti lain, khususnya mahasiswa STAIN Ponorogo sendiri untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang sekiranya terkait dengan gagasan peneliti.
F. Metode Penelitian Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.14 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan metode kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, di samping hasil proses lebih penting. Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif, dan makna merupakan hal yang esensial.15 Selanjutnya, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu deskripsi intensif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi, atau masyarakat dan merupakan penyelidikan secara rinci atau setting, subjek tunggal, satu kumpulan dokumen atau suatu kejadian tertentu. Yang dalam hal ini berkaitan dengan Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an Metode TARSANA di Sekretariat TARSANA Jalan Perkutut No. 11 Beran Ngawi.
14
Terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Lebih lanjut lihat Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2007), 3. 15 Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang-orang dan perilaku yang dapat dialami. Lihat dalam Lexy J. Moleong, Metodolagi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2000), 3.
2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya.16 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Sekretariat TARSANA yang beralamatkan di Jalan Perkutut No.11 Beran Ngawi. Peneliti memilih lokasi tersebut dengan alasan karena kegiatan TARSANA seluruhnya berpusat di sekretariat TARSANA. Sedangkan untuk tempat bimbingan belajarnya disesuaikan dengan keinginan santri, dengan menyesuaikan jumlah santri dan tempatnya. Untuk saat ini, tempat bimbingan ada yang di masjid, musholla, rumah, maupun perkantoran. 4. Data dan Sumber Data Data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama, sedangkan sumber data tertulis, foto, dan statistik adalah sebagai sumber data tambahan.17
16
Pengamatan berperan serta adalah sebagai penelitian yang bercirikan interaksi-sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek. Dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis, dan catatan tersebut berlaku tanpa gangguan. Lihat dalam Moleong, Metodologi Penelitian, 117. 17 Ibid.,112.
Adapun sumber data di atas mengungkap tentang: a. Sumber data utama, yaitu person atau orang yang berlaku sebagai informan, meliputi penyusun dan ustadz-ustadzah dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA dengan tujuan mengungkap data tentang: 1) Tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan belajar membaca alQur'an metode TARSANA. 2) Materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur'an metode TARSANA. 3) Metode yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur'an metode TARSANA. 4) Sistem evaluasi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA. b. Sumber data tambahan, meliputi sumber data tertulis yaitu paper atau dokumen dan foto yang berkaitan dengan bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik snowball sampling yaitu teknik penentuan informan yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian informan ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan informan, begitu seterusnya, sehingga jumlah informan semakin banyak.
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sebab, bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar di mana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu, untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subjek). Di antara teknik yang digunakan adalah berikut ini: a. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud
digunakannya
wawancara
antara
lain
adalah
(a)
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,
motivasi,
tuntutan,
kepedulian,
dan
lain-lain,
(b)
merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu, (c) memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, (d) memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia, dan (e) memverifikasi,
mengubah,
dan
memperluas
konstruksi
yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Teknik
wawancara
ada
bermacam-macam
jenisnya,
di
antaranya adalah (a) wawancara pembicaraan informal, (b) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (c) wawancara baku
terbuka. Di samping itu, ada macam-macam wawancara yang lain, di antaranya adalah (a) wawancara oleh tim atau panel, (b) wawancara tertutup dan wawancara terbuka, (c) wawancara riwayat secara lisan, serta (d) wawancara terstruktur dan wawancara tidak tersruktur.18 Sedangkan dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah (a) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, artinya bahwa dalam penelitian ini, peneliti atau pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Petunjuk wawancara hanya berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya, (b) wawancara terbuka, artinya bahwa dalam penelitian ini para subjeknya mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu, dan (c) wawancara terstruktur, artinya bahwa dalam penelitian ini, peneliti atau pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan. Dalam penelitian ini, orang-orang yang akan diwawancarai adalah penyusun metode TARSANA, ustadz-ustadzah, dan pengurus bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA. Hasil
18
Ibid., 135.
wawancara dari masing-masing informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. b. Teknik Observasi Sutrisno Hadi, sebagaimana yang dikutip oleh Sugiyono mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalagejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.19 Dalam partisipan
penelitian
moderat,
yaitu
ini,
peneliti
suatu
menggunakan
observasi
di
mana
observasi terdapat
keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya. 20 Dalam penelitian ini, observasi partisipan moderat dilakukan dengan 19 20
Sugiyono, Metodologi Penelitian, 203-205. Ibid., 310-312.
tujuan untuk
mengamati peristiwa yang dialami oleh subjek dan mengembangkan pemahaman terhadap konteks sosial yang kompleks, serta untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan rumusan masalah tersebut di atas.21 Pada observasi partisipan moderat ini, peneliti mengamati aktivitas-aktivitas sehari-hari objek penelitian, karakteristik fisik situasi sosial dan bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut. Dalam penelitian ini, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti mulai dari observasi deskriptif (descriptive observations) secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi di sana. Kemudian, setelah perekaman dan analisis data pertama, peneliti menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai melakukan observasi terfokus (focused observations). Dan akhirnya, setelah dilakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi yang berulang-ulang di lapangan, peneliti dapat menyempitkan lagi penelitiannya dengan melakukan observasi selektif (selective observations). Sekalipun demikian, peneliti masih terus melakukan observasi deskriptif sampai akhir pengumpulan data. Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam Catatan Lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam pengumpulan data 21
Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan untuk IAIN dan PTAIS semua Fakultas dan Jurusan, Komponen MKK (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 123.
di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat “catatan”, setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan”.22 Dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jantungnya adalah catatan lapangan. Pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian, (1) bagian deskriptif, yang berisi semua peristiwa dan pengalaman yang didengar, dilihat, dan dicatat selengkap dan seobjektif mungkin. Bagian ini berisi beberapa hal, yaitu gambaran diri subjek, rekonstruksi dialog, deskripsi latar fisik, catatan tentang peristiwa khusus, gambaran kegiatan, serta perilaku pengamat, dan (2) bagian reflektif, yaitu tempat khusus untuk menggambarkan sesuatu yang berkaitan dengan pengamat itu sendiri. Bagian ini berisi spekulasi, perasaan, masalah, ide, sesuatu yang mengarahkan, kesan, dan prasangka. Tujuan bagian ini adalah untuk memperbaiki catatan lapangan dan kemampuan melaksanakan studi di kemudian hari. Yang terpenting, isi bagian ini jika dibandingkan dengan bagian deskriptif adalah ada kemungkinan dapat ditemukan konsep awal, hipotesis, dan teori. Pada catatan lapangan, bagian reflektif ini dinamakan ”Tanggapan Peneliti/ Pewawancara/ Pengamat” atau TP. 23 Format rekaman hasil observasi (pengamatan) catatan lapangan dalam penelitian ini menggunakan format rekaman hasil observasi. c. Teknik Dokumentasi 22 23
Moleong, Metodologi Penelitian, 153-154. Ibid., 156-158.
Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani. Sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. “Rekaman” adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan accounting. Sedangkan “dokumen” adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari rekaman yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang peneliti. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan data.24 Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini, mengingat (1) sumber ini selalu tersedia dan murah terutama ditinjau dari konsumsi waktu, (2) rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya dalam merefleksikan situasi yang terjadi di masa lampau, maupun dapat dan dianalisis kembali tanpa mengalami perubahan, (3) rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara konstektual relevan dan mendasar dalam konteksnya, dan (4) sumber ini sering merupakan pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas. Hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini, dicatat dalam format transkrip dokumentasi. 6. Analisis Data
24
Ibid., 161.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Teknik analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif,25 mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman. Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian, sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, meliputi:26 a. Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting untuk dicari tema dan polanya. Berkaitan dengan tema ini, setelah data-data terkumpul yaitu yang berkaitan dengan masalah metode TARSANA dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an, selanjutnya dipilih yang penting dan difokuskan pada pokok permasalahan. b. Data Display (Penyajian Data) Setelah
data
direduksi,
langkah
selanjutnya
adalah
menyajikan data. Penyajian data adalah menguraikan data dengan teks 25
Analysis is the process of systematically searcoing and arranging the interview transcipts, field notes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to other. (Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain). Lebih lanjut lihat dalam Sugiyono, Metodologi Penelitian, 333-334. 26 Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), 16.
yang bersifat naratif. Tujuan penyajian data ini adalah memudahkan pemahaman terhadap apa yang diteliti dan bisa segera dilanjutkan penelitian ini berdasarkan penyajian yang telah difahami. Dengan menyajikan data, akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi. c. Conclusion Drawing (Kesimpulan Sementara) Langkah ketiga yaitu mengambil kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian ini mengungkap temuan berupa hasil deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih kurang jelas dan apa adanya kemudian diteliti menjadi lebih jelas dan diambil kesimpulan. Kesimpulan ini untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan di awal.27 Adapun langkah-langkah analisis model interaktif yang dikembangkan oleh Miles & Huberman ditunjukkan pada gambar berikut ini:
27
Data Collection
Data Display
Data Reduction
Conclusion Drawing
Ibid., 16-21.
7. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keterandalan (reliabilitas).28 Derajat kepercayaan
keabsahan
data
(kredebilitas
data)
dapat
diadakan
pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun dan triangulasi. Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Ketekunan pengamatan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a) mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, dan (b) menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori.29 Dalam penelitian ini, teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik triangulasi dengan sumber data, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu 28 29
Moleong, Metodologi Penelitian, 171. Ibid., 178.
dapat dicapai peneliti dengan jalan: (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (c) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (d) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, dan (c) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 8. Tahapan-Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: a. Tahap pralapangan Menurut Bodgan dan Taylor bahwa disain penelitian kualitatif dilakukan
sebelum
ke
lapangan,
yakni
di
mana
peneliti
mempersiapkan diri sebelum terjun ke lapangan. Disain penelitiannya bersifat fleksibel, termasuk ketika terjun ke lapangan. Sekalipun peneliti memakai metodologi tertentu, tetapi pokok-pokok pendekatan tetap dapat berubah pada waktu penelitian sudah dilakukan. Tahap penelitian,
pralapangan
memilih
ini
meliputi:
menyusun
rancangan
lapangan
penelitian,
mengurus
perizinan,
menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan
informan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian.30 b. Tahap pekerjaan lapangan Dengan membawa disain yang dirancang sedemikian rupa, bisa saja tidak sesuai dengan situasi nyatanya. Pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya mungkin tidak mempunyai relevansi dengan situasi objek yang diteliti. Dalam menghadapi hal ini, peneliti harus memulai membuat formulasi disain yang baru lagi (new research design) atau taktik baru lagi dan mulai menyusun pertanyaanpertanyaan berbeda dalam berbagai hal serta meninggalkan situasi yang satu ke situasi yang lain.31 Tahapan ini meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperanserta sambil mengumpulkan data. c. Tahap analisis data Tahap ini meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data, pada bagian tahap analisis data ini terdiri dari: 1)
Konsep dasar analisis data Hal
ini
akan
mempersoalkan
pengertian,
pelaksanaan, maksud, tujuan, dan kedudukan analisis data. 2)
30 31
Menemukan tema dan merumuskan hipotesis
Ibid., 85-93. Imron Arifin, Penelitian Kualitatif (Malang: Kalimasahada, 1996), 40-41.
waktu
Sejak menganalisis data di lapangan, peneliti sudah mulai menemukan tema dan hipotesis. Namun, analisis yang dilakukan lebih intensif, tema dan hipotesis lebih diperkaya, diperdalam, dan lebih ditelaah lagi dengan menggabungkannya dengan data dari sumber-sumber lainnya. 3)
Menganalisis berdasarkan hipotesis Sesudah menformulasikan hipotesis, peneliti mengalihkan pekerjaan analisisnya dengan mencari dan menemukan apakah hipotesis itu didukung atau ditunjang oleh data yang benar. Dalam hal demikian, peneliti akan mengubah atau membuang beberapa hipotesis.
d. Tahap penulisan hasil laporan penelitian Penulisan
laporan
hasil
penelitian
tidak
terlepas
dari
keseluruhan tahapan kegiatan dan unsur-unsur penelitian. Kemampuan melaporkan hasil penelitian merupakan suatu tuntutan mutlak bagi peneliti. Dalam hal ini peneliti hendaknya tetap berpegang teguh pada etika penelitian, sehingga ia membuat laporan apa adanya, objektif, walaupun dalam banyak hal ia akan mengalami kesulitan.32
G. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah penulisan hasil penelitian dan agar dapat dicerna secara runtut, diperlukan sebuah sistematika pembahasan. Dalam laporan
32
Moleong, Metodologi Penelitian, 215-216.
penelitian ini, peneliti kelompokkan menjadi 5 bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-bab yang saling berkaitan satu sama lain. Sistematika ini menguraikan secara garis besar apa yang termaktub dalam pembahasan setiap bab, namun hal itu lebih pada kata kunci (keyword) dalam menguraikan setiap bab. Sistematika dan pembahasan skripsi ini dirancang untuk diuraikan dengan sistematika sebagai berikut: Bab pertama:
Pendahuluan,
merupakan
gambaran
umum
untuk
memberikan pola pemikiran bagi laporan penelitian secara keseluruhan. Dalam bab ini akan dibahas latar belakang masalah yang berisi disain dan pembagian masalah, alasan mengapa masalah ini diangkat, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan. Bab kedua:
Landasan Teori, yakni berfungsi untuk mengetengahkan kerangka acuan teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran dan penelitian. Dalam kerangka teoritik ini pembahasannya
meliputi
teori-teori
yang
mampu
mendukung dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA. Bab ketiga:
Temuan Penelitian, dalam bab ini berisi tentang hasil-hasil penelitian di lapangan yang meliputi data umum tentang paparan data dan lokasi penelitian yang terdiri dari sejarah dan dasar pemikiran, letak geografis, biografi singkat
penyusun TARSANA, keadaan ustadz dan santri, serta kegiatan pembelajaran metode TARSANA, selanjutnya data khusus berisi tentang tujuan, materi, metode, dan sistem evaluasi dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA. Bab keempat:
Pembahasan, merupakan bab yang membahas tentang analisis data. Dalam bab ini berisi analisis data tentang tujuan, materi, metode, dan sistem evaluasi dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA.
Bab kelima:
Penutup, merupakan bab terakhir dari semua rangkaian pembahasan dari Bab I sampai Bab V. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca dalam memahami intisari dari penelitian yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II BIMBINGAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN DAN KONSEP METODE TARSANA
A. Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an 1. Pengertian Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an a. Bimbingan Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata "Guidance", berasal dari kata kerja "to guide" yang mempunyai arti "menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu". Sesuai dengan istilahnya, secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.33 Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.34 Dari definisi di atas, dapat dikemukakan beberapa prinsip pokok bimbingan sebagai berikut: 1) Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses. 2) Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan.35
33
Hallen A, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), 3.
34
Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Yogyakarta: Andi Offset, 1995). 4. 35 Prayitno, Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 98.
3) Bantuan diberikan kepada setiap individu yang memerlukannya di dalam proses perkembangannya. 4) Bantuan yang diberikan melalui bimbingan bertujuan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliknya. 5) Adapun yang menjadi sasaran bimbingan adalah agar individu dapat mencapai kemandirian. 6) Untuk mencapai tujuan bimbingan di atas, digunakan pendekatan pribadi atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai teknik dan media bimbingan. 7) Layanan bimbingan dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik tersebut dilaksanakan dalam suasana asuhan yang normatif.36 8) Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli.37 Berdasarkan definisi bimbingan yang telah dikemukakan di atas serta prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada
individu
yang
membutuhkannya
dalam
rangka
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliknya secara optimal. Bimbingan tersebut menggunakan berbagai macam media dan teknik 36
Dengan demikian seluruh layanan bimbingan diwarnai oleh suasana yang akrab, saling menghormati, saling percaya, tanpa pamrih, dan didasarkan pada norma-norma yang berlaku. Pelaksanaan bimbingan diharapkan tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat. Lebih lanjut lihat Hallen A, Bimbingan dan Konseling, 6-9. 37 Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan, 98-99.
bimbingan dalam suasana yang normatif agar tercapai kemandirian, sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya. b. Belajar Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. 38 Belajar merupakan perubahan tingkah laku penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Belajar akan lebih baik, kalau subjek mengalami atau melakukannya. perubahan
tingkah
lingkungannya.
40
laku
39
individu
Belajar adalah suatu proses melalui
interaksi
dengan
Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian
pengalaman-pengalaman belajar. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan peserta didik. Pengalaman pendidikan bersifat kontinue dan interaktif serta membantu integrasi pribadi peserta didik secara garis besar.41 Tujuan belajar ada tiga: (1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2) untuk penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan 38
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), 27. 39 Sardiman, A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), 20. 40 Hamalik, Proses Belajar, 28. 41 Ibid., 29-30.
sikap. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif (rohaniah) dan unsur motoris (jasmaniah). Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: (1) pengetahuan, (2) pengertian, (3) kebiasaan, (4) keterampilan, (5) apresiasi, (6) emosional, (7) hubungan sosial, (8) jasmani, (9) budi pekerti, dan (10) sikap. 42 Jika seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. c. Membaca "Membaca" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “perbuatan atau proses yang sedang dilakukan dengan melihat serta memahami dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya di hati)”.43 d. Al-Qur'an Al-Qur'an secara etimologi diambil dari kata TUأPQ أة وPQ -أPRS -َأPَQَ yang berarti sesuatu yang dibaca (ؤPRYZ)ا. Jadi, al-Qur'an secara lughawi adalah sesuatu yang dibaca. Atau pengertian al-Qur'an sama dengan bentuk mashdar (bentuk kata benda), yakni اءةPRZ اyang berarti menghimpun dan mengumpulkan (]Y^Z`_ و اZ)ا. Al-Qur'an menghimpun
42
Ibid., 30. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1989 ), 83. 43
Kamus Besar Bahasa
beberapa huruf, kata, dan kalimat satu dengan yang lain secara tertib, sehingga tersusun rapi dan benar. Secara terminologi al-Qur'an merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai pegangan hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah Saw untuk seluruh umat manusia.44 Hal ini sesuai dengan QS. al-Jâtsiyah: 2045 sebagai berikut:
∩⊄⊃∪ šχθãΨÏ%θム5Θöθs)Ïj9 ×πyϑômu‘uρ “Y‰èδuρ Ĩ$¨Ψ=Ï9 çÈ∝‾≈|Át/ #x‹≈yδ Artinya: “Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang meyakini”. Ada 5 faktor penting terkait dengan definisi al-Qur'an di atas, yaitu: 46 1) Al-Qur'an adalah kalâm Allah atau firman Allah. 2) Al-Qur'an hanya diberikan kepada Nabi Muhammad. 3) Al-Qur'an sebagai mukjizat. 4) Diriwayatkan secara mutawâtir, dan 5) Membacanya dicatat sebagai amal ibadah. e. Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an Adapun yang dimaksud dengan bimbingan belajar membaca alQur'an adalah proses pemberian bantuan dalam membaca serta memahami (dengan melisankan atau hanya di hati) dari apa yang 44
Muhammad Makhdlori, Keajaiban Membaca al-Qur’an: Mengurai Kemukjizatan Fadhilah Membaca al-Qur'an terhadap Kesuksesan Anda, Cet. II (Jogjakarta: DIVA Press, 2007), 13. 45 Al-Qur'an, 45: 20. 46 Abdul Majid Khon, Praktikum Qira'at: Keanehan Bacaan al-Qur'an Qira'at Ashim dari Hafash, Cet. I (Jakarta: Amzah, 2007), 1-2.
tertulis dalam al-Qur’an yaitu kitab suci pegangan hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah Saw untuk seluruh umat manusia, yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliknya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana yang normatif agar tercapai kemandirian dan perubahan tingkah laku, sehingga individu dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya. 2. Komponen-komponen dalam Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an a. Tujuan Secara etimologi “tujuan” adalah “arah, maksud atau haluan” dan secara terminologi, “tujuan” berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”.47 Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. Tujuan dalam pendidikan dan pembelajaran adalah suatu citacita yang bernilai normatif. 48 Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas dan umum sampai kepada yang sempit atau khusus. Semua tujuan
47
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002 ), 15. 48 Artinya, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada peserta didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara peserta didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya. Lebih lanjut lihat Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), 49.
berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam merumuskan tujuan harus benar-benar memperhatikan kesinambungan setiap jenjang tujuan dalam pendidikan dan pembelajaran.49 Sementara tujuan akhir pembelajaran yang akan dicapai menurut Hasan Langgulung sebagaimana yang dikutip oleh AlRasyidin dan Samsul Nizar adalah “Mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsi sebagai khalifah fi al-ardh”. 50 Hal ini tertuang dalam firman Allah QS. al-Mujâdilah:11 sebagai berikut:51
(#θßs|¡øù$$sù ħÎ=≈yfyϑø9$# †Îû (#θßs¡¡xs? öΝä3s9 Ÿ≅ŠÏ% #sŒÎ) (#þθãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ öΝä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# ª!$# Æìsùötƒ (#ρâ“à±Σ$$sù (#ρâ“à±Σ$# Ÿ≅ŠÏ% #sŒÎ)uρ ( öΝä3s9 ª!$# Ëx|¡øtƒ ∩⊇⊇∪ ×Î7yz tβθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ ª!$#uρ 4 ;M≈y_u‘yŠ zΟù=Ïèø9$# (#θè?ρé& tÏ%©!$#uρ Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah kamu dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Ayat
tersebut
menerangkan
bahwa
pendidikan
Islam
merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik 49
Ibid. Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis , Teoritis, dan Praktis ( Jakarta: Ciputat Press, 2005 ),36. 51 Al-Qur’an, 58: 11. 50
sebagai muslim paripurna (insân kâmil). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia maupun akhirat.52 Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pembelajaran
lainnya,
seperti
materi,
kegiatan
pembelajaran,
pemilihan metode, dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.53 b. Materi Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam
proses
pembelajaran.
Tanpa
bahan
pelajaran,
proses
pembelajaran tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya kepada peserta didik. “Materi atau bahan” adalah "salah satu sumber belajar bagi peserta
didik". Bahan yang
disebut sebagai sumber belajar
(pembelajaran) adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran54 atau sesuatu yang diberikan kepada peserta didik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran
52
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, 38. Djamarah, Strategi Belajar, 49. 54 Ibid., 50. 53
peserta didik diantarkan kepada tujuan pembelajaran.
55
Bahan
pelajaran menurut Suharsimi Arikunto sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain “Merupakan unsur inti yang ada dalam kegiatan pembelajaran, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh peserta didik”.56 Jenis bahan atau materi yang akan diajarkan merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan metode mengajar, sebab pada hakikatnya metode mengajar, di samping sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, juga merupakan media untuk menyampaikan bahan atau materi yang pada akhirnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan berpijak dari beberapa hal di atas, materi atau bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan adalah inti dalam kegiatan pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.57 c. Metode “Metode” berasal dari dua kata, yaitu “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”. 58 Secara umum metode adalah “suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.59
55
Arief, Pengantar Ilmu, 9. Djamarah, Strategi Belajar, 50. 57 Ibid., 51. 58 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, 65. 59 Djamarah, Strategi Belajar, 53. 56
Dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode
yang
bervariasi
agar
jalannya
pembelajaran
tidak
membosankan, tetapi menarik perhatian peserta didik. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan pembelajaran bila penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis peserta didik. Oleh karena itu, di sinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat. Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Zuhairini mengemukakan adanya tiga prinsip yang mendasari metode mengajar dalam Islam, yaitu:60 1) Sifat-sifat metode dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam. 2) Berkenaan dengan metode mengajar yang prinsip-prinsipnya terdapat dalam al-Qur'an. 3) Membangkitkan motivasi dengan adanya kedisiplinan atau dalam al-Qur'an disebut ganjaran (tsawâb) dan hukuman (i’qâb). Berpijak pada beberapa uraian di atas, akan lebih baik bila kita mengetahui beberapa metode pembelajaran yang digunakan secara umum dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an, yaitu: 1) Metode drill atau latihan, adalah suatu metode dalam pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik terhadap bahan pelajaran yang 60
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), 69.
telah diberikan. Ciri khas metode ini adalah kegiatan yang berupa pengulangan berkali-kali, dilakukan dari suatu hal yang sama. Dengan demikian terbentuklah keterampilan yang setiap saat siap digunakan oleh yang bersangkutan.61
a) Kelebihan metode drill atau latihan: (1)
Dalam waktu yang relatif singkat, dapat diperoleh penguasaan dan keterampilan yang diharapkan.
(2)
Para peserta didik akan memiliki pengetahuan yang siap pakai.
(3)
Akan tertanam pada setiap pribadi peserta didik kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.
b) Kekurangan metode drill atau latihan: (1)
Bisa menghambat perkembangan daya inisiatif peserta didik.
(2)
Kurang memperhatikan relevansinya dengan lingkungan.
(3)
Membentuk pengetahuan “verbalis” dan “mekanis”.
(4)
Membentuk kebiasaan-kebiasaan yang otomatis dan kaku.62
2) Metode sorogan, yaitu seorang guru menyuruh peserta didik membaca satu-persatu.63
61
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 55-56. 62 Arief, Pengantar Ilmu, 178-179
a) Kelebihan metode sorogan: (1) Terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru dengan peserta didik. (2) Memungkinkan bagi seorang guru untuk mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran. (3) Peserta didik mendapatkan penjelasan yang pasti tanpa harus mereka-reka tentang interpretasi suatu kitab, karena berhadapan
dengan
guru
secara
langsung
yang
memungkinkan terjadinya tanya jawab. (4) Guru dapat mengetahui secara pasti kualitas yang telah dicapai peserta didiknya. b) Kelemahan metode sorogan: (1) Tidak efisien karena hanya menghadapi beberapa peserta didik. (2) Membuat peserta didik cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi. (3) Peserta didik kadang hanya menangkap kesan verbalisme semata, terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu.64
63
Departemen Agama RI, Metode-metode Membaca al-Qur’an di Sekolah Umum (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1994/ 1995), 97. 64 Arief, Pengantar Ilmu, 151-152.
3) Metode ceramah,
yaitu sebuah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada semua peserta didik.65 a) Kelebihan metode ceramah: (1) Suasana kelas berjalan dengan tenang. (2) Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama. (3) Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat. (4) Melatih
para
peserta
didik
untuk
menggunakan
pendengarannya dengan baik, sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah dengan cepat dan tepat. b) Kekurangan metode ceramah: (1) Interaksi cenderung bersifat teacher centered (berpusat pada guru). (2) Guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauh mana peserta didik telah menguasai bahan ceramah. (3) Mungkin saja peserta didik memperoleh konsep-konsep lain yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan guru. (4) Peserta didik kurang menangkap apa yang dimaksudkan oleh guru. (5) Tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah.66 65
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif (Jogyakarta, DIVA Press, 2009), 139.
4) Metode tanya jawab, yaitu cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada peserta didik, tetapi dapat pula dari peserta didik kepada guru.67 a) Kelebihan metode tanya jawab: (1)
Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik.
(2)
Merangsang
peserta
didik
untuk
melatih
dan
mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan. (3)
Mengembangkan keberanian dan keterampilan peserta didik dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
b) Kekurangan metode tanya jawab: (1)
Peserta didik merasa takut, apabila guru kurang dapat mendorong peserta didik untuk berani.
(2)
Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah dipahami peserta didik.
(3)
Waktu sering banyak terbuang.
(4)
Dalam jumlah peserta didik yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap peserta didik.68
d. Evaluasi
66
Arief, Pengantar Ilmu, 139.
67
Djamarah, Strategi Belajar 107. 68 Ibid., 107-108.
Secara etimologi “evaluasi” berasal dari kata “to evaluate” yang berarti “menilai”.69 menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah “pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam”.70 Untuk
mengetahui
tingkat
keberhasilan
suatu
program
pembelajaran, perlu dikemukakan cara dan teknik evaluasi dalam pembelajaran, meliputi:
1) Cara evaluasi, ada dua cara yang ditempuh, yaitu: a) Kuantitatif,
hasil evaluasi diberikan dalam bentuk angka,
misalnya: 6, 7, 65, 70, dan seterusnya. b) Kualitatif, hasil evaluasi diberikan dalam bentuk pernyataan verbal dan yang sejenis dengan itu, misalnya: baik, cukup, sedang, dan kurang.71 2) Teknik evaluasi, secara garis besar teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: a) Teknik berbentuk tes, digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, 69
Arief, Pengantar Ilmu, 52. 70 Ibid., 54. 71 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2002), 109.
sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik, dan sebagainya), dan bakat umum (inteligensi). Ditinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: (1) Tes tertulis (2) Tes lisan, dan (3) Tes perbuatan. Aspek yang bersifat kognitif, khususnya yang berkaitan dengan ingatan dan pemahaman biasanya dinilai melalui tes lisan, sedangkan tes perbuatan lazimnya dipergunakan untuk menilai aspek kemampuan yang bersifat keterampilan (psikomotor).72 b) Teknik bentuk non tes, digunakan untuk menilai sikap, minat, dan kepribadian peserta didik. Ditinjau dari bentuknya, teknik non tes yang digunakan di antaranya adalah: (1) Wawancara, yaitu suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. (2) Angket, yaitu sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan angket ini orang dapat diketahui tentang keadaan dirinya, pengalaman, pengetahuan, sikap, atau pendapat-pendapat lain.
72
Ibid., 109-110.
(3) Observasi, yaitu suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 macam observasi, yaitu: (a) Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. (b) Observasi sistemik, yaitu observasi di mana faktorfaktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Di sini, pengamat berada di luar kelompok. (c) Observasi eksperimental, yaitu observasi yang terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa, sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.73 Berdasarkan beberapa uraian di atas, berhasil tidaknya pembelajaran dalam mencapai tujuannya, dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkan. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan Islam, maka usaha pendidikan itu dapat dinilai berhasil, tetapi jika
73
Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), 3034.
sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Dari sini dapat dipahami betapa urgen-nya evaluasi dalam kependidikan Islam.74
B. Konsep Metode TARSANA Adapun konsep TARSANA tersusun dari beberapa unsur yaitu Tartil, Sari', dan Nagham. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA, mengandung hal-hal konseptual yang secara lebih rinci akan dijelaskan berikut ini: 1. Tartil Tartil adalah membaca dengan jelas dan tenang, mengeluarkan huruf dari makhrajnya dengan memberikan sifat aslinya75 maupun sifat yang berubah serta memperhatikan makna ayat.76 Maksudnya adalah membaca dengan tidak tergesa-gesa, sehingga huruf-huruf mad tidak terbaca pendek dan huruf bukan mad tidak terbaca panjang. Setiap huruf diucapkan dengan jelas satu persatu dan tidak ada yang tertumpuk. Dalam membaca al-Qur’an disunnahkan membaca dengan tartil, yaitu bacaan yang lambat dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Di dalam ilmu tajwid inilah akan dijumpai beberapa 74
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, 77. Sifat asli adalah sifat yang dimiliki oleh suatu huruf ketika berhukum idzhar, seperti ghunnah pada nun mati. Sedangkan kalau nun mati tersebut bertemu dengan lam, maka harus diidghomkan ke huruf lam. Sifat ghunnah tadi hilang dan berubah menjadi sifat lam. Jadi, setiap huruf kalau tidak berhukum idzhar maka sifatnya berubah. Lebih lanjut lihat Imam Masyhadi, Pembimbing ke Arah Kesempurnaan Ilmu Tajwid (Surabaya: Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh Wilayah Jawa Timur, 2002), 17-18. 76 Ibid., 17. 75
bacaan yang mengandung mad (panjang), baik panjang bacaan ataupun panjang yang disebabkan oleh ghunnah, ikhfa’, iqlab, idghom, dan lain sebagainya. Membaca al-Qur’an bisa dengan jahr (suara keras), bisa juga dengan suara sîr (pelan), bahkan bisa juga dibaca dalam hati. Untuk
membaca
dengan
jahr
(terang)
huruf-hurufnya,
hukumnya dapat didengar oleh orang yang di hadapannya. Bacaan seperti ini disunnahkan oleh Nabi agar dibaca dengan bagus. Bagus di sini mempunyai banyak arti: (1) dapat berarti bagus bacaannya, (2) bagus tajwidnya, (3) bagus suaranya, (4) bagus pula lagu dan variasinya, (5) bagus pengaturan nafasnya, dan (6) bagus mimik mukanya, artinya menyesuaikan makna ayat yang dibaca. Membaca bagus seperti enam macam tadi adalah bacaan yang mujawwad dan tartil.77 Bacaan ini adalah bacaan yang paling bagus, karena bacaan tartil adalah bacaan yang sempurna tajwidnya, serta memikirkan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat yang sedang dibacanya itu. Dan memang itulah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Selain itu, bacaan tartil ini juga lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi jiwa, serta lebih mendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat terhadap al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah dalam: 1) QS. al-Muzammil ayat 4:78
77
Abdul Aziz Muslim, ”Hukum Melagukan al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid (Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006), 11-12. 78 Al-Qur’an, 73: 4.
∩⊆∪ ¸ξ‹Ï?ös? tβ#uöà)ø9$# È≅Ïo?u‘uρ ϵø‹n=tã ÷ŠÎ— ÷ρr& Artinya: ”Atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan”. 2) QS. al-Furqân ayat 32:79
y7Ï9≡x‹Ÿ2 4 Zοy‰Ïn≡uρ \'s#÷Ηäd ãβ#uöà)ø9$# ϵø‹n=tã tΑÌh“çΡ Ÿωöθs9 (#ρãxx. tÏ%©!$# tΑ$s%uρ ∩⊂⊄∪ Wξ‹Ï?ös? çµ≈oΨù=¨?u‘uρ ( x8yŠ#xσèù ϵÎ/ |MÎm7s[ãΖÏ9 Artinya: ”Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)”. Pada masa sahabat Rasulullah, Sayyidina Ali Karâmallâhu Wajhah memberikan penjelasan sebagai berikut وف وPcZ اdSe^f e هhifPjZاا فeQeZ اklPmn yang artinya: tartil adalah membaguskan huruf-huruf dan mengerti mengenai berhentinya bacaan. Penjelasan
Sayyidina
Ali
RA
tersebut
artinya
adalah
membaguskan huruf-hurufnya. Sebab, tanpa menjaga keindahan bacaan huruf-hurufnya, akan besar kemungkinan merusak makna ayat yang dibaca. Tersirat di dalam memperbagus huruf adalah agar jangan salah makna, sebab itu akan didengarkan oleh Allah dan juga tentunya oleh manusia yang di sekitarnya.80 2. Sari' atau Cepat
79
Ibid., 25: 32. Abdul Aziz Muslim, ”Hukum Melagukan al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid, 12. 80
Metode TARSANA menggerakkan otak kiri dan otak kanan. Di mulai dengan pengenalan huruf satu persatu yang diucapkan oleh ustadz, kemudian ditirukan oleh para santri, di situ otak kiri bekerja. Kemudian otak kanan digerakkan dengan memberikan irama lagu alQur'an pada huruf-huruf yang dibaca tadi. Dengan begitu, para santri lebih mudah memahami dan menghafal huruf-huruf hijaiyah dan sekaligus belajar lagu al-Qur'an dengan cepat dan benar. TARSANA adalah metode belajar membaca al-Qur'an yang sangat efektif dan efisien. Materi belajar dibuat sepadat mungkin, sehingga hanya terdiri dari 7 halaman, ditambah 1 halaman materi tajwid. Belajar al-Qur'an dengan metode TARSANA membutuhkan waktu yang relatif singkat. Bila diikuti dengan baik dan benar, Insyâ Allah dalam waktu 7 hari, setiap hari 1 jam, santri sudah bisa membaca al-Qur'an. Dan dalam tempo 3 bulan sudah khatam al-Qur'an 30 juz. Dalam belajar al-Qur'an metode TARSANA, para santri selalu dalam suasana menyenangkan. Hal ini dikarenakan TARSANA menggunakan lagu dan kata-kata yang sudah akrab di telinga para santri, sehingga santri terbawa dalam suasana riang dan gembira. Selain untuk mengenalkan lagu al-Qur'an, juga agar suasana belajar tidak membosankan. 81 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sari’ merupakan karakter dari metode TARSANA. Dengan perpaduan komponenkomponen yang tersusun secara rapi dan sistematis, metode 81
Presentasi proyek pendidikan baca al-Qur’an 7 jam TARSANA alAmanah, 6.
TARSANA dapat memunculkan suatu kecepatan dan efisiensi dalam proses pembelajaran bimbingan belajar membaca al-Qur’an. 3. Nagham Nagham (_oU) artinya lagu atau irama. Nagham jama’nya adalah مToU اdan _iqTUإ, yang kemudian dirangkai dengan al-Qur’an menjadi _oU نtPRZ اyang artinya melagukan al-Qur’an, juga bisa disebut تevZ اwixcf dalam membaca al-Qur’an (membaguskan suara dalam mengalunkan bacaan al-Qur’an). Nagham adalah khusus untuk tilâwah al-Qur’an, kemudian di Indonesia terkenal dengan sebutan seni baca al-Qur’an. Kata-kata nagham mempunyai arti yang sama dengan kata-kata talhîn (wicyf) atau lahn (wcZ), dan tarannum (_UPf) atau tarnîm (_iUPf). Ketiga istilah tersebut sama-sama menunjukkan vokal suara yang bernada seni indah. Menurut para pakar dzawil ashwât (mempunyai suara indah) seperti Abduh al-Shu’udi, Azra’i Abdul Rauf, dan Mukhtar Luthfi alAnshary, nagham adalah vokal suara indah tunggal (tanpa diiringi alat musik) dan tidak terikat oleh not balok serta khusus dipergunakan untuk memperindah suara dalam membaca al-Qur’an.
82
Nabi
bersabda:83
( داودe ُ_ْ )روا
اfِ اeَ ْ َ ِ ن َ tْPRُ Zْْا اe}ُ S{ َز Artinya: ”Hiasilah al-Qur’an dengan suaramu” (HR. Abu Daud)
82
Ahmad Syahid, ”Sejarah dan Pengantar Ilmu Nagham,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid (Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006), 18-19. 83 Abi Daud, Sunan Abu Daud, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr, tt), No.1468.
Nabi juga menganjurkan dalam haditsnya:84
( داودeن )روا
ا ِ tَ ْPRُ Zْ Tِ w oَ jَ Sَ ْ_Zَ ْwnَ T} nِ َ iْ Zَ Artinya: ”Bukanlah termasuk golonganku barang siapa yang tidak melagukan al-Qur’an” (HR. Abu Daud) Wajar saja jika Nabi mengatakan, ”bukanlah golonganku orang yang tidak melagukan al-Qur’an”, karena diperintahkan oleh Allah untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dan memperhatikan isi kandungannya. Orang yang beriman sangat gemar mendengarkan bacaan al-Qur’an, terpanggil jiwanya untuk memahami dan mengkaji isi al-Qur’an. Hatinya akan luluh dengan keindahan ayat-ayat alQur’an. Hati yang kasar akan menjadi halus, seperti halnya Sayyidina Umar RA pada saat mendengarkan bacaan al-Qur’an Siti Fatimah (adik kandungnya). Digambarkan oleh firman Allah QS. al-Anfâl: 2 sebagai berikut: 85
öΝÍκön=tã ôMu‹Î=è? #sŒÎ)uρ öΝåκæ5θè=è% ôMn=Å_uρ ª!$# tÏ.èŒ #sŒÎ) tÏ%©!$# šχθãΖÏΒ÷σßϑø9$# $yϑ‾ΡÎ) ∩⊄∪ tβθè=©.uθtGtƒ óΟÎγÎn/u‘ 4’n?tãuρ $YΖ≈yϑƒÎ) öΝåκøEyŠ#y— …çµçG≈tƒ#u Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. Diriwayatkan bahwa pada suatu malam, Nabi Muhammad Saw mendengarkan Abu Musa al-Asy’ari membaca al-Qur’an sampai jauh malam. Sepulang beliau di rumah, beliau ditanya oleh istri beliau, 84 85
Ibid., No.1471. Al-Qur’an, 8: 2.
Aisyah RA, ”apa sebabnya pulang sampai jauh malam”. Rasulullah menjawab bahwa beliau terpikat oleh kemerduan suara Abu Musa alAsy’ari dalam membaca al-Qur’an, yaitu seperti merdunya suara Nabi Daud AS. Di dalam riwayat banyak sekali diceritakan betapa pengaruh bacaan al-Qur’an pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir yang setelah mendengarkan bacaan al-Qur’an itu, tidak sedikit hati yang pada mulanya keras dan marah kepada Muhammad Saw serta para pengikutnya, berbalik menjadi lunak dan mau mengikuti ajaran Islam. Al-Imam al-Karmany mengatakan bahwa membaguskan suara dalam membaca al-Qur’an adalah sunnah hukumnya, sepanjang tidak menyalahi kaidah-kaidah tajwid. Demikian juga meresapi maknanya sehingga mempengaruhi jiwanya menjadi sedih atau senang. Menurut Imam Ibnul Jazari sebagaimana yang disepakati oleh para ’ulama bahwa bacaan al-Qur’an yang dapat memukau pendengarannya dan dapat melunakkan hati adalah bacaan al-Qur’an yang baik, bertajwid, dan berirama yang merdu. Dalam melagukan dengan irama yang merdu hukumnya akan menjadi haram jika tidak memperhatikan ahkâmul hurûf, makhârijul hurûf, dan sifatul hurûf. 86 Secara umum lagu al-Qur’an adalah setiap lagu apa saja yang dapat diterapkan dalam ayat-ayat al-Qur’an, dengan berbagai variasi
86
Abdul Aziz Muslim, ”Hukum Melagukan al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid, 14-15.
dan nada suara yang teratur dan harmonis, tanpa menyalahi hukumhukum bacaan yang digariskan dalam ilmu tajwid. Kelahiran
lagu-lagu
al-Qur’an
yang
hingga
saat
ini
berkembang pesat di Indonesia adalah lagu-lagu tanah Arab atau negara Timur Tengah, sehingga lagu-lagu al-Qur’an yang berkembang di seluruh pelosok dunia termasuk di Indonesia itu merupakan produk dari sana. Dengan kata lain, keragaman lagu al-Qur’an tidak lepas dari kemampuan bangsa Arab dalam seni budaya yang mereka miliki.87 Rasulullah
Saw
adalah
seorang
qori’
yang
mampu
mendengungkan suaranya tatkala membaca al-Qur’an. Suatu ketika beliau pernah mendengungkan suaranya dengan lagu dan irama yang cukup memukau masyarakat ketika itu. Abdullah bin Mughoffal menggambarkan suaranya menggelegar, bergelombang, dan berirama sehingga unta yang dinaikinya terperanjat (salah satu ayat yang dibaca adalah surat al-Fath). 88 Nagham atau lagu yang berkembang saat ini di Indonesia adalah lagu makkawi dan mishri. Adapun jumlah lagu makkawi ada tujuh macam yang disingkat dan dihimpun dalam kalimat: dx PYc yang berarti ”jasadnya kemerah-merahan”, yaitu: ()ب
=
Banjakah
()ح
=
Hiraab
()م
=
Maya
87
Ahmad Syahid, ”Sejarah dan Pengantar Ilmu Nagham,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid, 21-22. 88 Ibid., 24.
()ر
=
Rakby
()ج
=
Jiharkah
()س
=
Sikah
()د
=
Dukkah89
Sedangkan lagu mishri juga ada tujuh macam lagu yang dapat kita himpun dalam ungkapan dx Pvc , yaitu: ( fTi )
=
Bayyati
( زT^ )
=
Hijaz
( T )
=
Shaba
( k) را
=
Rast
(
TرآT ) =
Jaharkah
( Ti )
=
Sika
( dUوTU )
=
Nahawand90
Adapun nagham atau lagu yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah lagu rast. Lagu rast ini merupakan jenis yang paling dominan, bahkan merupakan maqam dasar. Maqam ini paling banyak digemari oleh bangsa Arab.
89
Ibid., 27-28. 90 Ibid., 32.
Dalam sehari-hari sering digunakan ketika mengumandangkan adzan. Karakteristik lagu ini adalah dinamis dan penuh semangat.91
91
Maria Ulfa, ”Maqamat Arabiyyah dalam Tilawatil al-Qur’an,” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid (Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006), 40.
BAB III BIMBINGAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN METODE TARSANA
A. Data Umum tentang Metode TARSANA 1. Sejarah dan Dasar Pemikiran Metode TARSANA, metode ini disusun pada tahun 2005, berawal ketika penyusun TARSANA, Bapak Sjamsudin Mustaqim ditugaskan menjadi dewan hakim MTQ tingkat propinsi Jawa Timur di Sumenep Madura. Pada waktu itu, beliau kagum dengan bacaan peserta MTQ yang masih berusia kanak-kanak, tetapi sudah memiliki bacaan yang bagus dan mampu melagukannya dengan indah. Melihat kondisi masyarakat kabupaten Ngawi yang dalam pengetahuan al-Qur'an masih awam, muncul keinginan agar anak-anak di kabupaten Ngawi bisa membaca al-Qur'an dengan tartil diusia sedini mungkin. Maka, di sela-sela kesibukan beliau sebagai Kepala MTsN Beran Ngawi pada waktu itu, beliau menyusun metode belajar membaca al-Qur'an selama sekitar 3 bulan, dan diujicobakan pertama kali pada bulan September 2005. Saat itu hanya diikuti oleh 19 orang yang berusia 12 hingga 56 tahun. Mereka berhasil menyelesaikan TARSANA dalam 7 hari dan dapat mengkhatamkan al-Qur'an dalam waktu 3 bulan. Berawal dari itu, IKPM (Ikatan Keluarga Pondok Modern) Gontor mengadakan bedah buku dan pelatihan untuk ustadz se-kabupaten Ngawi
dengan menggunakan metode TARSANA pada Oktober 2005. Sejak itulah, TARSANA mulai banyak dikenal oleh masyarakat, khususnya di kabupaten Ngawi dan daerah-daerah di Jawa Timur. Pada
mulanya,
kelahiran
TARSANA
bertujuan
untuk
membiasakan anak-anak usia sekolah yaitu belajar membaca al-Qur’an dengan dilagukan. Namun pada kenyataannya, lambat laun TARSANA tidak hanya diminati oleh anak-anak, melainkan remaja bahkan orang tuapun semakin banyak yang berkeinginan untuk belajar membaca alQur’an dengan menggunakan metode ini, karena dinilai praktis, mudah diikuti, dan telah terbukti keberhasilannya.92 Adapun dasar pemikiran tercetusnya metode TARSANA adalah sebagai berikut:93 a. Masih banyak anak-anak, kalangan remaja, bahkan sampai tingkat orang tua yang belum mampu membaca al-Qur'an dengan benar, baik, dan indah. b. Kesibukan terutama di kalangan remaja dan orang tua yang dituntut untuk berpacu dengan waktu dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, terutama yang menyangkut mencari nafkah dan ilmu menjadi salah satu kendala bagi mereka untuk dapat menyisihkan waktu belajar membaca al-Qur'an.
92
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 02/D/F-7/05-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 93 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 03/D/F-8/05-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
c. Sistem pembelajaran yang cenderung bertele-tele dan memakan waktu lama juga menjadi salah satu penyebab kurang semangatnya mereka membagi waktu. d. Pola yang membosankan dan satu arah dari pengajar juga menyebabkan lambatnya daya tangkap serta menurunnya konsentrasi para peminat belajar membaca al-Qur'an. e. Kepenatan dan keletihan setelah mengerjakan aktivitas rutin seharihari juga menjadi salah satu penyebab timbulnya rasa kantuk, konsentrasi hilang dan sebagainya. f. Kebutuhan akan hiburan sebagai pelemas syaraf dan mengurangi ketegangan pikiran akhirnya menjadi alternatif pengisi waktu luang. g. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, diperlukan sebuah metode pembelajaran al-Qur'an yang sekaligus mencakup aspek: 1)
Benar, tepat, indah, dan dapat dinikmati dengan santai.
2)
Cepat dan mudah serta tidak bertele-tele dan membosankan.
3)
Dapat dilakukan bersama-sama, seperti bernyanyi bersama keluarga.
4)
Segenap anggota keluarga dapat menikmatinya sebagai hiburan sekaligus belajar.
2. Letak Geografis94 Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak H. Alfan Irsyadi pada tanggal 02 April 2009, bahwa kantor sekretariat 94
Lihat transkrip wawancara nomor: 15/2-W/F-9/28-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA terletak di Jalan Perkutut No. 11 Dusun Karang Rejo Desa Beran Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi, yang mempunyai batas wilayah antara lain sebelah utara Dusun Balong, sebelah selatan Desa Klitik, sebelah barat Dusun Beran I, dan sebelah timur Dusun Belukan, yang jaraknya kurang lebih 1 km arah utara dari terminal bus lama kabupaten Ngawi, kurang lebih 1 km arah selatan dari pusat kota (alun-alun) kabupaten Ngawi, kurang lebih 200 m arah barat dari jalan protokol A. Yani, dan kurang lebih 200 m arah timur dari sungai Madiun. Untuk menuju ke kantor sekretariat TARSANA tersebut, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1)
Dari kota Madiun atau Ponorogo Dari arah Madiun atau Ponorogo turun terminal bus lama Ngawi, lalu naik becak atau ojek ke lokasi.
2)
Dari kota Solo atau Yogyakarta Dari arah Solo atau Yogyakarta turun terminal bus lama Ngawi, lalu naik becak atau ojek ke lokasi.
3. Biografi Singkat Penyusun TARSANA95 Sejarah bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA tidak bisa dilepaskan dari sosok penyusunnya yakni Bapak H. Sjamsudin Mustaqim, yang merupakan putra ke-dua dari sebelas bersaudara pasangan Bpk. H. Mustaqim (alm) dan ibu. Hj. Sarni, yang lahir pada tanggal 08 95
Lihat transkrip wawancara nomor: 16/3-W/F-10/03-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
September 1948 di Beran Ngawi. Beliau adalah anak laki-laki pertama yang dilahirkan dari keluarga sederhana, sebagai seorang kakak beliau dituntut untuk menjadi sesosok individu yang mandiri dan dapat menjadi suri tauladan bagi adik-adiknya. Pada umur 30 tahun ayahnya wafat, sebagai anak laki-laki tertua, tanggung jawabnya sepeninggal sang ayah semakin besar. Termasuk tanggung jawab untuk membantu sang ibu dalam mendidik adik-adiknya. Beliau mengawali jenjang pendidikan formal di SRI (Sekolah Rakyat Islam, sekarang MI al-Falah Beran Ngawi) lulus pada tahun 1961, kemudian melanjutkan di PGAP (Pendidikan Guru Agama Pertama) lulus pada tahun 1965, lalu PGA lulus pada tahun 1967 sembari nyantri di lembaga yang sama yaitu PP. Roudlotul Huda pimpinan Bpk. KH. Ahmad Budairi di Gading Madiun. Selain mendalami ilmu-ilmu agama, di pesantren inilah beliau mulai menemukan bakatnya sebagai seorang qori’. Setelah selesai nyantri, beliau kemudian pulang ke rumah, aktivitasnya sehari-hari yaitu membantu ibu berjualan kopi di warung. Hingga pada suatu hari, beliau dipanggil oleh Bpk. Sumantri yaitu KAPENDAG (Kepala Pendidikan Agama, sekarang KANDEPAG sekaligus ketua NU Cabang Ngawi) untuk membantu dalam penyusunan metode belajar membaca al-Qur'an metode al-Fatihah (yaitu sebuah metode belajar membaca al-Qur'an yang berpusat dan mengikuti surat alFatihah, yang mana metode ini setelah masuk percetakan, entah alasan apa, yang jelas sejak itu tidak ada kabarnya hingga sekarang).
Sosok yang santun, berwibawa, serta kaya akan pengetahuan agama membuat beliau dipanggil untuk mengabdi pada suatu lembaga pendidikan Islam, hingga sampai akhirnya mendapat SK mengajar pada tahun 1968 di MI Randusongo Ngawi. Setelah cukup lama mengajar di MI Randusongo, beliau diangkat sebagai guru di MTsAIN, sekarang MTsN Randusongo Ngawi sampai tahun 1982. Kemudian mulai tahun 1982 sampai 1997 mengajar di MTsN Beran Ngawi. Jenjang karirnya meningkat saat diangkat sebagai Kepala Sekolah di MTsN Babadan pada tahun 1997 sampai tahun 2001, tahun 2001 sampai 2007 menjadi Kepala Sekolah di MTsN Beran Ngawi. Karir terakhir adalah sebagai pengawas rumpun bidang al-Qur'an Hadits KANDEPAG kabupaten Ngawi tahun 2007 sampai 2008, dan pada bulan Oktober 2008 beliau pensiun. Pasca purna inilah waktu sepenuhnya beliau fokuskan untuk mengurusi bimbingan belajar membaca al-Qur’an TARSANA. Beliau menikah pada tahun 1975 dengan Hj. Khoirul Bariyyah dikaruniai 4 orang anak, 3 putra (Muhammad Nafi’, Alfan Irsyadi, dan Wildan Farhani) serta seorang putri (Himayati Lutfa). Aktivitas beliau lainnya yaitu menjadi dewan hakim pada MTQ, baik tingkat kabupaten maupun propinsi. Pada tahun 2005 beliau juga menjadi dewan hakim MTQ propinsi di Sumenep Madura bidang tartil, tilawah anak-anak, dan 1 juz tilawah. Di saat inilah timbul kekaguman beliau melihat anak-anak kecil yang telah dapat membaca al-Qur'an dengan baik sekaligus membaca dengan irama yang indah. Maka, mulai
muncul pemikiran dan ide untuk menciptakan sebuah metode belajar membaca al-Qur'an yang akhirnya tersusunlah TARSANA. 4. Tujuan Berdirinya96 Dalam hal ini, tujuan berdirinya bimbingan belajar membaca alQur'an metode TARSANA adalah sebagai berikut: a. Mendukung program Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam pemberantasan buta huruf al-Qur'an yang masih banyak tersebar. b. Memberikan alternatif pelayanan bimbingan belajar membaca alQur'an yang cepat, tepat, baik, benar, indah, dan menyenangkan dalam waktu singkat kepada para peminat. c. Memperkenalkan metode pembelajaran al-Qur'an yang sekaligus bernuansakan hiburan yang tidak membosankan. d. Menghidupkan sistem dan pola belajar yang menyenangkan dan dapat dinikmati, baik oleh anak-anak, remaja, ibu rumah tangga, maupun bapak-bapak dalam belajar. e. Mengangkat bakat-bakat pembaca al-Qur'an dari kalangan anak-anak, remaja, ibu rumah tangga, maupun bapak-bapak yang sejauh ini tidak tergali dikarenakan kendala-kendala yang ada. f. Memotivasi para pendidik atau ustadz, bahwa mengajar membaca alQur'an dapat menjadi profesi yang menarik.
96
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 04/D/F-11/06-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
5. Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan suatu bagan tatanan pada lembaga atau badan perkumpulan tertentu dalam menjalankan roda organisasi. Demikian halnya dengan bentuk program kerja bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA, yang dijalankan berdasarkan program-program yang telah disusun dalam struktur organisasi. Struktur organisasi ini dibuat, dengan harapan tugas yang telah dibebankan sesuai dengan jabatan dan tanggung jawabnya masing-masing dapat dilaksanakan dengan baik, karena adanya koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaannya. Sehingga, tidak tumpang tindih untuk mewujudkan tujuan bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA berdasarkan program-program yang telah disusun dalam struktur organisasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran.97 6. Keadaan Ustadz dan Ustadzah atau Guru Berdasarkan data dokumentasi yang telah peneliti peroleh, untuk saat ini jumlah ustadz dan ustadzah bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA berjumlah 29 orang. Untuk memenuhi permintaan pembelajaran selanjutnya, akan dibutuhkan semakin banyak ustadz maupun ustadzah. Hal ini mengingat semakin luasnya jangkauan dan
97
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 05/D/F-12/06-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
semakin besarnya minat masyarakat untuk belajar membaca al-Qur’an. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran.98 7. Keadaan Santri atau Siswa Bimbingan belajar membaca al-Qur'an Metode TARSANA diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat, mulai dari petani, pegawai, guru, pelajar, polisi, TNI, dan lain sebagainya. Ada yang tergabung dalam kelompok besar dengan jumlah peserta didik lebih dari 25 orang, tetapi juga ada yang hanya tergabung dalam kelompok kecil yakni kurang dari 25 orang. Bahkan TARSANA tidak menolak orang yang ingin belajar alQur’an walaupun hanya sendirian, semua tetap dilayani. Adapun keadaan santri atau siswa wisudawan99 bimbingan belajar membaca al-Qur'an Metode TARSANA sejak berdirinya tahun 2005 yaitu angkatan pertama sampai penelitian ini dilakukan, yaitu angkatan 9 yang terdaftar berjumlah 3.118 santri, dengan usia mulai 6 – 82 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran.100 Untuk perekrutan santri bimbingan TARSANA ini secara khusus adalah menjadi tanggung jawab pengurus pusat TARSANA bagian humas dan seluruh jajaran pengurus pada umumnya. Hal ini berdasarkan dari data
98
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 06/D/F-13/06-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 99 Adapun para santri atau siswa yang telah menyelesaikan bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA, dan telah mengkhatamkan alQur'an 30 juz, maka para santri tersebut berhak diwisuda. 100 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 07/D/F-14/06-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
hasil wawancara langsung peneliti dengan pengurus pusat bagian humas yaitu Bapak H. Warno berikut ini: Mengenai perekrutan daripada santri TARSANA, yang saya lakukan pada setiap pembukaan angkatan TARSANA adalah saya keliling ke seluruh pelosok kabupaten Ngawi. Kemudian saya biasanya masuk ke musholla-musholla ataupun masjid-masjid dengan cara mengikuti sholat jama’ah di musholla atau masjid tertentu, lalu setelah sholat jama’ah, saya menemui beberapa orang dan bercerita atau menawarkan bimbingan TARSANA ini. Dalam perekrutan ini banyak suka duka yang telah saya lalui, misalnya saya pernah mendatangi satu tempat itu sampai 10 kali dan hasilnya ternyata nihil (tidak tertarik untuk mengikuti bimbingan ini), untuk sukanya adalah ketika saya mendatangi satu tempat dan ternyata mereka dengan semangat langsung bersedia untuk mengikuti bimbingan TARSANA ini.101
8. Jenis Kegiatan102 Bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA melaksanakan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan al-Qur’an, yaitu: a. Bimbingan belajar membaca al-Qur’an, diikuti oleh peserta yang belum dapat membaca al-Qur’an, sehingga dapat membaca al-Qur’an dan mengkhatamkannya. Kegiatan ini diprogramkan dalam jangka 3 (tiga) bulan. b. TOT (Training of Trainer), yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengajarkan kepada peserta metodologi pengajaran TARSANA dalam mengajarkan al-Qur’an. Program ini dilaksanakan minimal 5 jam. Biasanya diikuti peserta yang dikoordinir oleh panitia setempat, baik
101
Lihat transkrip wawancara nomor: 17/7-W/F-15/30-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 102 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 08/D/F-16/07-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
itu yang ada di wilayan kota Ngawi maupun kota-kota lain di Indonesia. c. Pelatihan ustadz. TARSANA telah mengadakan pelatihan untuk para ustadz di kabupaten Ngawi, bagaimana cara memberikan pelajaran dengan
menggunakan
metode
TARSANA.
Pelatihan
telah
dilaksanakan sebanyak 5 kali yaitu Ngawi bagian barat 2 kali, Ngawi tengah 1 kali, dan Ngawi bagian timur juga 2 kali. d. Tahsin al-Qirâah, program ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas bacaan sesuai dengan kaidah bacaan yang terdapat dalam ilmu tajwid. Program ini tidak terbatas waktu, dan dalam sepekan dilaksanakan 4 kali pertemuan, yakni hari Senin sampai Kamis (khusus bertempat di musholla dekat sekretariat TARSANA kabupaten Ngawi yaitu musholla Baitus Sa’adah). e. Tafsir al-Qur’an, program ini diperuntukkan bagi santri pasca TARSANA, yaitu peserta yang telah diwisuda belajar membaca alQur’an. Tujuan program ini untuk mengetahui makna al-Qur’an, baik secara tersurat maupun yang tersirat. Program inipun tidak dibatasi waktunya, dilaksanakan 2 kali dalam seminggu yaitu hari Senin dan Jum’at (khusus bertempat di musholla Baitus Sa’adah). f. Tarjamah Lafdziyah, kegiatan ini bertempat di musholla Baitus Sa’adah dekat sekretariat TARSANA kabupaten Ngawi. Dalam seminggu dilaksanakan sebanyak 2 kali, yaitu hari Senin dan Jum’at.
Dalam penelitian ini, peneliti fokus pada kegiatan nomor satu, yaitu bimbingan belajar membaca al-Qur’an. TARSANA juga telah melakukan beberapa kegiatan TOT maupun pelatihan ustadz di beberapa daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran.103
B. Data Khusus tentang Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an Metode TARSANA 1. Tujuan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA Tujuan merupakan dasar untuk mengukur hasil pembelajaran, dan juga menjadi landasan untuk menentukan isi pelajaran dan metode mengajar. Dengan kata lain, tujuan merupakan hal yang sangat penting untuk menilai hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran hendaknya memenuhi kriteria kondisi untuk belajar. Tujuan adalah arah, maksud, dan pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pembelajaran. Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar peserta didik. Guru dengan sengaja 103
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 09/D/F-17/07-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan belajar peserta didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, maka dengan sendirinya tujuan pembelajaranpun akan gagal untuk dicapai. Sebagai pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap kali kegiatan pembelajaran, dalam tujuan pembelajaran harus dirumuskan tentang bagaimana tujuan pembelajaran secara umum (TIU) dan tujuan pembelajaran secara khusus (TIK). Berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA ini, akan peneliti paparkan hasil wawancara dengan: a. Bapak H. Rohmat Mustaqim, selaku ustadz TARSANA dan ketua II pengurus pusat TARSANA yaitu sebagai berikut: Adapun tujuan secara umum/ utama dari bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah untuk membantu memperlancar program pemerintah dalam pemberantasan buta huruf al-Qur’an.104
b. Bapak H. Alfan Irsyadi, selaku ustadz TARSANA yaitu sebagai berikut: Tujuan TARSANA secara umum adalah untuk membantu pemerintah dalam pemberantasan buta huruf al-Qur’an.105
Oleh karena itu, untuk lebih mendukung tercapainya tujuan secara umum/ utama dari bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA ini, dibutuhkan juga data yang mendukung bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA berdasarkan tujuan khususnya. Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data tersebut melalui hasil wawancara dengan Bapak H. Rohmat Mustaqim, selaku ustadz 104
Lihat transkrip wawancara nomor: 01/1-W/F-1/01-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 105 Lihat transkrip wawancara nomor: 02/2-W/F-I/02-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
TARSANA dan ketua II pengurus pusat TARSANA yaitu sebagai berikut ini: Tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah untuk membantu atau mempermudah seseorang dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, selain itu juga untuk mempelajari dan memahami isi daripada al-Qur’an itu sendiri. Untuk tahap awal, para santri tidak dituntut harus bisa membaca dengan benar 100 %. Yang terpenting adalah para santri bisa membaca dan tetap semangat serta enjoy untuk mempelajari al-Qur'an. Secara lebih luas, tujuan TARSANA adalah untuk menumbuhkan semangat gemar membaca bagi para santri agar membaca al-Qur’an dapat membudaya dalam masyarakat.106
Hal itu juga diperkuat oleh Bapak H. Alfan Irsyadi, selaku ustadz TARSANA adalah sebagai berikut: Tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah untuk membantu para santri dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sekaligus dapat melagukan. Karena pada realitanya banyak orang dapat membaca al-Qur’an, tetapi tidak bisa melagukan. Bimbingan metode TARSANA ini bertujuan memberikan paket lengkap, yaitu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sekaligus dilagukan.107
Dan untuk lebih memperkuat hasil wawancara tersebut, peneliti juga memaparkan data dari hasil dokumentasi pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, sebagaimana kutipan berikut ini: Tujuan bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA: 1. Tujuan umum, yaitu ikut serta berupaya memberantas buta huruf alQur’an bagi kaum muslimin dan pengembangan pemahaman alQur’an kepada masyarakat. 2. Tujuan khusus a. Menumbuhkembangkan minat belajar membaca al-Qur’an. b. Menumbuhkembangkan minat membaca al-Qur’an. c. Menumbuhkan rasa gemar mempelajari dan membaca al-Qur’an. d. Meningkatkan kualitas bacaan terutama untuk bacaan tartil & dilagukan.108 106
Lihat transkrip wawancara nomor: 03/1-W/F-1/01-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 107 Lihat transkrip wawancara nomor: 04/2-W/F-1/02-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 108 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 01/D/F-1/07-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
Dengan melihat sedemikian pentingnya perumusan tujuan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA tersebut, fungsi tujuan di sini adalah sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan pembelajaran peserta didik, atau sarana yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran yang dilakukan pendidik dalam setiap kali pertemuan dalam proses pembelajarannya.
2. Materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA Materi atau bahan adalah salah satu sumber belajar bagi peserta didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pembelajaran) adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran. Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Tanpa bahan pelajaran, proses pembelajaran tidak akan terjadi. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan pada peserta didik, baik penguasaan bahan pelajaran pokok maupun bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Untuk materi pokok yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an akan peneliti paparkan berdasarkan kutipan hasil wawancara dengan Bapak H. Sjamsudin Mustaqim selaku pencetus
sekaligus
ustadz
bimbingan
belajar
membaca
al-Qur’an
metode
TARSANA sebagai berikut ini: Materi pokok yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur’an metode TARSANA adalah seluruh materi yang ada dalam buku bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, karena memang dalam buku tersebut sudah lengkap, yaitu berisi pengenalan huruf putus sambung dengan harakat fathah, kasrah, dan dlammah, pengenalan mad, pengenalan qalqalah dan tasydid, pengenalan harakat double (tanwin) dan waqaf, pengenalan al-syamsiyah dan al-qamariyah, serta mad wajib dan jaiz, yang terakhir yaitu pengenalan tajwid. Yang menarik dari materi metode TARSANA adalah peyajian materi yang dirumuskan secara padat mencakup keseluruhan pengenalan huruf, harakat, dan tajwid yang hanya disajikan dengan 8 halaman, berbeda dengan metode bimbingan belajar membaca al-Qur’an lainnya yang penyajian materinya sampai beberapa jilid. 109
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Syafruddin selaku ustadz TARSANA berikut ini: Adapun materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur’an metode TARSANA adalah materi yang ada dalam buku bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, saya tidak berani menambah dengan materi lain, karena menurut saya dalam memberikan pelajaran al-Qur’an harus lebih hati-hati, mengingat alQur’an merupakan kitab suci umat Islam yang sangat agung.110
Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru dalam menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan
109
Lihat transkrip wawancara nomor: 05/3-W/F-2/27-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 110 Lihat transkrip wawancara nomor: 06/4-W/F-2/30-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua peserta didik. Sedangkan untuk materi pelengkap atau penunjang yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, akan peneliti paparkan berdasarkan kutipan hasil wawancara dengan Bapak H. Rohmat Mustaqim, selaku ustadz TARSANA dan ketua II pengurus pusat TARSANA berikut ini: Materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah materi yang ada dalam buku bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, selain itu sebagai penunjang juga ada materi-materi dari beberapa kitab yang relefan seperti tajwid, gharâibul kalimah, dan tafsir.111
Untuk
lebih
memperkuat
hasil
wawancara,
peneliti
juga
mengadakan observasi pada proses bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA di masjid “Sunan Kalijaga” Pojok Ngawi sebagaimana kutipan berikut ini: Dalam proses bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA ini, kegiatan dimulai dengan berdo’a bersama-sama, kemudian ustadz memberikan instruksi kepada para santri untuk membuka buku pedoman TARSANA pada halaman 5. Setelah semua santri membuka, ustadz membaca kemudian santri menirukan. Hal itu dilakukan secara berulangulang dan terus-menerus. Kegiatan diakhiri dengan pembacaan absen oleh ustadz dan juga do’a bersama-sama. Dalam penyampaian seluruh materi, ustadz lagsung menggunakan lagu, yaitu lagu rost..112
Dari kutipan observasi di atas, dapat diketahui bahwa materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah seluruh materi yang ada dalam buku panduan 111
Lihat transkrip wawancara nomor: 07/1-W/F-2/01-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 112 Lihat transkrip observasi nomor: 01/O/F-2/03-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA. Kemudian, yang perlu diketahui adalah bahwa dalam proses penyampaian seluruh materi ustadz langsung menggunakan lagu yaitu lagu rost dan rosta ‘alannawa. Materi atau bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada peserta didik.
3. Metode yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur'an metode TARSANA Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pembelajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian peserta didik. Perlu diingat bahwa penggunaan metode yang bervariasi juga tidak akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar, bila penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya serta kondisi psikologis peserta didik. Oleh karena itu, di sinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat. Metode yang tepat akan mengantarkan kegiatan pembelajarannya ke arah tujuan yang dicitacitakan, ia tidak akan berarti apa-apa manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikan kepada peserta didik.
Ketidaktepatan dalam penerapan metode, secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan mengakibatkan pembuangan waktu dan tenaga. Adapun metode yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah tergambar dari hasil wawancara peneliti berikut ini: a. Hasil wawancara dengan Bapak Sjamsudin Mustaqim, selaku pencetus sekaligus ustadz TARSANA sebagaimana berikut ini: Dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA ini adalah menggunakan metode drill, artinya para santri terus diajak latihan membaca dengan bersama-sama atau bisa juga dengan kelompok sampai bisa atau lancar. Kemudian menggunakan juga metode ceramah sekaligus tanya jawab, metode ini digunakan apabila ada santri yang bertanya atau kurang paham, atau ketika ustadz memang perlu menjelaskan lebih dalam lagi terkait dengan materi yang diberikan.113
b. Hasil wawancara dengan Ibu Endang Isminiati, selaku ustadzah TARSANA sebagaimana wawancara berikut ini: Adapun metode yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA ini adalah metode drill dan sorogan. Artinya dalam proses pembelajaran, santri disuruh membaca secara berulang-ulang materi bimbingan dengan ustadzah secara teliti mengoreksi kekurangan ataupun kesalahan bacaan santri, setelah itu ustadzah menunjuk beberapa santri untuk membaca ulang materi yang telah diajarkan secara individu ataupun kelompok antara 2-3 orang dengan metode sorogan.114
c. Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Nafi’, selaku ustadz TARSANA sebagaimana wawancara berikut ini:
113
Lihat transkrip wawancara nomor: 08/3-W/F-3/27-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 114 Lihat transkrip wawancara nomor: 09/5-W/F-3/28-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
Bimbingan TARSANA dilaksanakan secara klasikal. Ustadz memberi contoh, kemudian para santri menirukan secara bersamasama dengan suara yang lantang. Ustadz memperhatikan dengan seksama gerakan bibir para santrinya, apabila ada gerakan bibir salah satu santri yang tidak sama dengan santri yang lain, maka ustadz mendekati, kemudian membantu santri tersebut agar mampu membaca seperti santri yang lain.115
Dari
pemaparan
hasil
wawancara
tersebut,
peneliti
akan
memperkuat kembali data yang ada berdasarkan observasi yang telah peneliti amati pada kegiatan bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA di aula “Serbaguna” Pojok Ngawi sebagaimana kutipan di bawah ini: Pada kelas bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA ini diikuti oleh santri perempuan semua yang berjumlah kurang lebih 30 orang. Setelah membaca do’a bersama-sama, ustadz memulai dengan membaca materi kemudian diikuti oleh santri, hal ini dilakukan dengan berulang-ulang. Setelah dirasa cukup, dalam arti bacaan para santri sudah cukup baik, ustadz lalu membagi santri menjadi 2 kelompok utara dan selatan. Kali ini ustadz juga melakukan hal yang sama, yaitu secara bergantian 2 kelompok tadi membaca secara bersama-sama mengulang materi yang telah diajarkan dengan dipandu langsung oleh ustadz.116
Dan untuk lebih memperkuat data hasil observasi tersebut, peneliti juga mengadakan observasi pada proses bimbingan belajar membaca alQur’an metode TARSANA di musholla Baitus Sa’adah Beran Ngawi sebagaimana kutipan berikut ini: Adapun proses kegiatan bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA di musholla Baitus Sa’adah ini diikuti sekitar 30 santri lakilaki dan perempuan. Kelompok ini telah menyelesaikan buku pedoman bimbingan belajar metode TARSANA, dan untuk kali ini para santri sampai pada praktek membaca Surat Yasin. Para santri diharuskan membaca satu persatu secara bergiliran dengan langsung berhadapan dengan ustadz, apabila santri terdapat kesalahan dalam membaca, maka 115
Lihat transkrip wawancara nomor: 10/6-W/F-3/31-III/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 116 Lihat transkrip observasi nomor: 02/O/F-3/03-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
ustadz pada saat itu juga membenarkan bacaannya. Setelah semua santri mendapat giliran membaca, maka ustadz mempersilahkan para santri untuk bertanya apa saja terkait dengan materi, dan ustadzpun menjelaskan.117
Dari dua kutipan observasi di atas, dapat diketahui bahwa pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah menggunakan beberapa metode di antaranya yaitu; metode drill, metode sorogan, metode ceramah, dan metode tanya jawab. 4. Sistem evaluasi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur'an metode TARSANA Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Berhasil tidaknya pembelajaran dalam mencapai tujuannya, dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkan. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam tujuan pembelajaran, maka usaha tersebut dapat dinilai berhasil. Jika sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Jadi, untuk sistem evaluasi pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, akan peneliti paparkan berdasarkan hasil wawancara berikut ini: a. Hasil wawancara dengan Bapak H. Alfan Irsyadi, selaku ustadz TARSANA sebagaimana berikut ini: Berbicara mengenai sistem evaluasi dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah sangat sederhana, yaitu dengan melihat satu persatu bentuk mulut para santri selama proses pembelajaran, apabila ada bentuk mulut yang kelihatan tidak sama dengan temannya, maka ustadz akan menyuruh santri tersebut untuk mengulang materinya kembali. Untuk mengulang, kami tidak menunjuk secara langsung santri yang salah, akan tetapi kami 117
Lihat transkrip observasi nomor: 02/O/F-3/03-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
membagi santri terlebih dahulu menjadi beberapa kelompok dengan tujuan apabila salah satu dari anggota kelompoknya ada yang salah, maka secara bersama-sama kelompok itu akan mengulangnya. Hal ini dilakukan, karena ada pengalaman ketika santri disuruh membenarkan bacaannya secara individu, santri itu tidak akan datang lagi pada pertemuan selanjutnya. 118
b. Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Nafi’, selaku ustadz TARSANA sebagaimana berikut ini: Adapun terkait sistem evaluasi yang digunakan pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah pada proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran, artinya apabila ada santri yang salah dalam bacaannya, maka saat itu juga ustadz meminta santri tersebut untuk mengulang bacaannya, kemudian ustadz membenarkan bacaan yang salah tersebut sampai bacaan itu dianggap cukup benar. Perlu saya jelaskan juga bahwa bagi setiap santri yang telah menyelesaikan buku panduan bimbingan TARSANA dan telah mengkhatamkan al-Qur’an 30 juz, maka santri tersebut berhak diwisuda. Tidak ada tes atau evaluasi khusus yang diadakan sebagai syarat dapat mengikuti wisuda, akan tetapi evaluasi tersebut sudah melebur selama proses bimbingan berlangsung. Secara umum, dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, evaluasi yang digunakan adalah (1) pengamatan ustadz secara teliti terhadap santri selama kegiatan pembelajaran berlangsung, yaitu ketika memerintahkan mereka membaca secara bersama-sama; dan (2) tes lisan, digunakan untuk mengetahui kemampuan membaca para santri, yaitu dengan memerintahkan mereka membaca satu-persatu di depan ustadz.119
Untuk memperkuat data di atas, peneliti akan menguraikan data observasi yang telah peneliti amati mengenai sistem evaluasi pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA di Masjid MAKODIM 0805 kabupaten Ngawi, sebagaimana berikut ini: Pada kelompok bimbingan ini terdapat sekitar 40 santri laki-laki, kemudian ustadz memulai membimbing para santri dengan membaca suatu bacaan dan ditirukan oleh semua santri. Pada saat itu materinya adalah halaman 7 buku pedoman bimbingan TARSANA. Selama berjalannya proses pembelajaran itu pula, sang ustadz dengan cermat dan 118
Lihat transkrip wawancara nomor: 11/2-W/F-4/04-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 119 Lihat transkrip wawancara nomor: 12/2-W/F-4/04-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
teliti mengamati setiap mulut para santri, lalu ketika terdapat bentuk mulut salah satu atau beberapa santri yang tidak sama atau salah, maka ustadz menyuruh santri tersebut untuk membaca ulang bacaan yang salah. Hal itu terus dilakukan hingga kegiatan bimbingan selesai.120
Berdasarkan kutipan observasi di atas, sudah jelas bahwa evaluasi pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah sistem evaluasi non tes berupa observasi partisipatif dan menggunakan tes lisan sebagai salah satu bentuk evaluasi kualitatif, kemudian sistem penilaiannya lebih cenderung ke individu. Demikianlah data khusus yang dapat peneliti paparkan dalam penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan tujuan, materi, metode, dan sistem evaluasi pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA.
120
Lihat transkrip observasi nomor: 04/O/F-4/08-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
BAB IV ANALISIS BIMBINGAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR’AN METODE TARSANA
A. Analisis Tujuan yang Digunakan dalam Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an Metode TARSANA Tujuan dalam pembelajaran memiliki nilai yang sangat penting. Bahkan dapat dikatakan tujuan pembelajaran merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan pembelajaran. Karena pada dasarnya tujuan pembelajaran dapat mempengaruhi dan menentukan seluruh alur kegiatan pembelajaran. Dalam sebuah pembelajaran, arah dan tujuan yang ingin dicapai menjadi pedoman bagi pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Tujuan dalam pembelajaran dirumuskan berdasarkan tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Tujuan bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA juga dirumuskan secara umum dan khusus. Tujuan secara umum dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah
membantu
program
pemerintah
dalam
memperlancar
pemberantasan buta huruf al-Qur’an. Program pemberantasan buta huruf al-Qur’an merupakan suatu bagian dari tujuan pendidikan Islam, tujuan tersebut merupakan implementasi dari perintah al-Qur’an ketika pertama kali diturunkan. Secara
tersurat,
al-Qur’an
memerintahkan
umat
Islam
untuk
membacanya.121 Sejalan dengan itu, tujuan pemberantasan buta huruf alQur’an juga merupakan implementasi dari amanat UUD 1945 pada pembukaan alinea IV, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, 122 karena pada dasarnya umat Islam di Indonesia juga merupakan warga Negara Indonesia. Secara khusus, program tersebut bertujuan untuk mendidik para muslim yang belum mampu membaca al-Qur’an. Di sisi lain, program pemberantasan buta huruf al-Qur’an yang diterapkan
oleh
bimbingan
belajar
membaca
al-Qur’an
metode
TARSANA sangat membantu dalam memecahkan problem yang dihadapi umat Islam, khususnya generasi tua akibat belum dapat membaca alQur’an. Karena dengan program dan tujuan tersebut, mereka dapat belajar membaca al-Qur’an secara maksimal dan tidak terhalangi oleh kendala usia. Motif lain dari tujuan pemberantasan buta huruf al-Qur’an yang dikembangkan oleh TARSANA selain mendukung pemerintah adalah semata-mata syiar agama Islam melalui bimbingan belajar membaca alQur’an. Selain tujuan umum tersebut, TARSANA juga mempunyai tujuan khusus yang merupakan visi dan misi dari TARSANA, di antaranya adalah untuk membantu atau mempermudah seseorang dapat membaca alQur’an dengan baik dan benar, selain juga untuk mempelajari dan 121
Perintah pertama yang diberikan oleh Allah Swt dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq kepada umat Islam adalah kewajiban untuk membaca al-Qur’an. AlQur’an adalah kitab suci yang menjadi pedoman hidup umat Islam di dunia dan membacanya merupakan ibadah. 122 Selengkapnya lihat dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS.
memahami isi al-Qur’an itu sendiri. Untuk tahap awal, para santri tidak dituntut harus bisa membaca dengan benar 100 %. Yang terpenting adalah para santri bisa membaca dan tetap semangat serta enjoy untuk mempelajari al-Qur’an. Lebih luas, tujuan TARSANA adalah untuk menumbuhkan semangat gemar membaca bagi para santri agar membaca al-Qur’an dapat membudaya dalam masyarakat. Tujuan khusus lainnya adalah sebagai berikut: 1.
Menumbuhkembangkan minat belajar membaca al-Qur’an.
2.
Menumbuhkembangkan minat membaca al-Qur’an.
3.
Menumbuhkan rasa gemar mempelajari dan membaca al-Qur’an.
4.
Meningkatkan kualitas bacaan terutama untuk bacaan tartil dan dilagukan. Tujuan untuk membantu atau mempermudah belajar membaca al-
Qur’an dengan baik dan benar adalah hal yang sangat penting dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an. Karena pada prinsipnya, tujuan pertama tersebut menjadi sebuah pedoman kegiatan pembelajaran yang mempengaruhi seluruh unsur pembelajaran. Tujuan tersebut berfungsi sebagai azas yang menekankan seluruh unsur-unsur pembelajaran yang seharusnya dijalankan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, seluruh perangkat pembelajaran harus dikemas sedemikian rupa agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara maksimal, sehingga tujuan
untuk mentransformasikan materi kepada peserta didik bisa berjalan dengan mudah serta mencapai hasil yang baik dan benar. Jika peserta didik mampu belajar membaca al-Qur’an dengan mudah, maka kemungkinan besar tujuan kedua dan ketiga untuk menumbuhkan minat belajar dan membaca al-Qur’an akan cukup mudah pula tercapainya. Cara menumbuhkan minat belajar peserta didik adalah pendidik harus memberi motivasi dengan cara memasuki ruang psikologis mereka, karena minat merupakan kesadaran dasar yang membuat mereka senang melakukan sesuatu. Dan sesungguhnya motivasi menurut Maslow adalah menyangkut pemenuhan seperangkat kebutuhan, di antaranya kebutuhan penghargaan dan kebutuhan berusaha. Pendidik harus selalu berusaha secara sistematis untuk memperkuat motivasi peserta didik melalui penyajian bahan pelajaran, sanksi-sanksi, dan hubungan pribadi dengan peserta didik. 123 Jika dalam kesadaran mereka sudah tertanam senang belajar membaca al-Qur’an, maka tanpa harus ada paksaan, dengan sendirinya mereka akan sering dan giat dalam belajar membaca al-Qur’an, dan secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi belajar mereka. Kesimpulannya, bahwa tujuan TARSANA dalam menumbuhkan minat belajar membaca al-Qur’an bagi peserta didik merupakan tujuan yang sangat fundamental dan mulia, akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa implementasi dari tujuan tersebut tidak begitu saja berjalan secara mudah, perlu sebuah kerja keras dan kerja pemikiran untuk mencapainya. 123
Ivor K Davies, Pengelolaan Belajar, Terj. Sudarsono Sudirdjo, dkk (Jakarta: CV. Rajawali, 1991), 215-219.
Selanjutnya,
tidak
kalah
penting
adalah
tujuan
untuk
menumbuhkan semangat atau kegemaran peserta didik dalam membaca alQur’an. Untuk mencapainya, seorang pendidik harus menyadarkan peserta didik bahwa tujuan tersebut merupakan kebutuhan primer mereka. Tercapai dan tidaknya tujuan tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat kepuasan peserta didik dalam belajar dan menerima materi. Ditinjau dari pendidikan Islam, tujuan tersebut merupakan emanasi
124
dari spirit yang terkandung dalam bacaan al-Qur’an.
Terlaksananya tujuan tersebut merupakan suatu keharusan agar peserta didik rajin dalam membaca al-Qur’an. Karena, pada dasarnya bahwa membaca al-Qur’an merupakan ibadah, alasannya; pertama, dengan membaca
al-Qur’an
seseorang
ber-munajat
(berbisik-bisik)
dan
berkomunikasi dengan Tuhannya. Komunikasi secara langsung ini berdampak pada jiwa pembaca yang berwujud pada ketenangan dan keteduhan hati. Kedua, al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah sebagai “petunjuk” bagi manusia, berisi tentang kebaikan dan kebenaran, dua sisi tata nilai yang menjadi pokok dari kehidupan. Jika seseorang bergelut dengan al-Qur’an baik dengan membaca atau menekuni isinya, dia akan bergulir dengan dua elemen di atas. Dengan demikian, seseorang akan menjadi “mulia” menurut kaca mata Tuhan. Maka dari itu, tujuan
124
Istilah emanasi (pancaran) digunakan untuk membahasakan pancaran kemuliaan dan keagungan yang terkandung dalam bacaan serta bahasa al-Qur’an, sehingga membacanya pun merupakan ibadah dan kemuliaan.
menumbuhkan semangat membaca al-Qur’an bagi peserta didik juga merupakan suatu kebaikan dan kemuliaan125. Keindahan al-Qur’an akan terasa lebih hebat manakala seseorang dapat membacanya dengan suara yang merdu dan syahdu. Apalagi bila dilengkapi dengan irama yang indah dan lagu yang teratur. Inilah yang menjadi latar belakang dirumuskannya tujuan untuk meningkatkan kualitas bacaan terutama untuk bacaan tartil dan dilagukan bagi peserta didik. Tujuan tersebut mengarahkan dan mengajarkan agar peserta didik mampu membaca al-Qur’an dengan kualitas yang baik dan dapat melagukannya. Sehingga, berawal dari tujuan tersebut metode dan metari pembelajarannya pun dirancang sedemikian rupa agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Lebih khusus, dengan tujuan tersebut diharapkan out put nya nanti dapat mencetak generasi muslim yang mempunyai suara merdu dan lantunan nada yang indah dalam membaca al-Qur’an. Berdasarkan tujuan TARSANA di atas, peneliti hendak melihat relevansi keberhasilan dari tujuan yang diprogramkan dengan hasil dari kegiatan bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA. Menurut hemat peneliti, bahwa tujuan yang diprogramkan oleh TARSANA sudah banyak yang tercapai, walaupun tidak semua tujuannya dapat tercapai secara maksimal. Analisis tersebut didasarkan dari beberapa 125
Ahsin Sako Muhammad, “Hukum Membaca al-Qur’an dan Menyentuhnya bagi Wanita Haidh”, dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid (Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006), 67-68.
hasil kroscek peneliti pada berbagai subjek, misalnya santri dan juga ustadz. Setelah melakukan klarifikasi dan juga penggalian data pada lima santri TARSANA (dari berbagai jenjang usia yaitu 7, 15, 30, 50, dan 70 tahun, serta berbagai macam kemampuan awal membaca al-Qur’an) dan lima ustadz, peneliti menemukan bahwa mereka cukup mudah dalam belajar membaca al-Qur’an ketika ikut dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA. Selain itu, semengat belajar dan membaca al-Qur’an mereka tumbuh dan semakin meningkat. Mereka juga mampu membaca al-Qur’an dengan berirama. Berawal dari data tersebut, peneliti hendak menyimpulkan bahwa relevansi antara tujuan dan keberhasilan dari kegiatan TARSANA cukup seimbang.
B. Analisis Materi yang Digunakan dalam Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an Metode TARSANA “Materi atau bahan” adalah "salah satu sumber belajar bagi peserta didik". Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pembelajaran) adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran126 atau sesuatu yang diberikan kepada peserta didik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran, peserta didik diantarkan kepada tujuan pembelajaran. 127 Materi pokok yang digunakan dalam
126
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), 50. 127 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002 ), 9.
bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah seluruh materi yang ada dalam buku pedoman bimbingan belajar membaca alQur’an metode TARSANA, karena memang dalam buku tersebut sudah lengkap. Buku tersebut berisi pengenalan huruf putus sambung dengan harakat fathah, kasrah, dan dlammah, pengenalan mad, pengenalan qalqalah dan tasydid, pengenalan harakat double (tanwin) dan waqaf, pengenalan al-syamsiyah dan al-qamariyah, serta mad wajib dan jaiz, yang terakhir yaitu pengenalan tajwid. Yang menarik dari materi metode TARSANA adalah penyajian materi dirumuskan secara padat dengan mencakup keseluruhan materi tentang teori membaca al-Qur’an yang hanya disajikan dengan 7 halaman ditambah 1 halaman untuk pengenalan dasar tajwid. Berbeda dengan metode bimbingan belajar membaca alQur’an lainnya, penyajian materinya terdiri sampai beberapa jilid. Selain itu, terdapat juga materi-materi tambahan yang digunakan sebagai penunjang materi pokok, di antaranya adalah gharâibul kalimah dan tafsir. Disain perumusan materi dalam buku pedoman yang cukup bagus membuat materi tersebut ringkas dan padat, serta mudah dipahami. Walaupun materi tersebut disajikan secara ringkas, tetapi tidak menghilangkan esensi dan substansi dari materi yang sesungguhnya, karena sebenarnya semua sudah terangkum di dalamnya. Materi merupakan komponen yang penting dan berpengaruh dalam kegiatan pembelajaran, sebab materi merupakan bahan inti yang akan disampaikan kepada peserta didik. Oleh sebab itu mempertimbangkan isi,
jenis, dan bobot materi merupakan suatu keharusan, karena sejatinya keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran tergantung pada tingkat kemampuan peserta didik dalam menerima dan memahami materi. Maka, peserta didik menjadi fokus utama dalam mempertimbangkan perumusan materi. Secara garis besar, materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, baik materi pokok maupun penunjang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan materi, yaitu; pertama, orientasi pada tujuan dan kompetensi, artinya pengembangan materi harus diarahkan untuk mencapai tujuan dan kompetensi dasar peserta didik. Dalam hal ini kompetensi dasar peserta didik adalah memahami dan mampu membaca al-Qur’an secara baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ada. Kedua, kesesuaian (relevansi), yaitu materi pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik, misalnya, peserta didik membutuhkan materi tentang pengetahuan membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, karena ini merupakan kebutuhan seluruh umat Islam. Ketiga, efisiensi dan efektivitas, artinya, materi harus disusun berdasarkan prinsip efisiensi pendayagunaan waktu, tenaga, dan dana, di samping harus dapat meningkatkan efektivitas atau keberhasilan peserta didik. Keempat, azas fundamental, artinya materi itu harus yang paling mendasar untuk membentuk kompetensi dasar, sehingga materi-materi lain akan mudah diserap, misalnya dalam TARSANA ada pengenalan huruf hijaiyah dan tajwid. Kelima, azas berkesinambungan,
materi harus disusun secara berkesinambungan, sehingga setiap aspeknya tidak terlepas dan tetap mempunyai hubungan fungsional dan bermakna, misalnya,
antara
materi
pokok
dan
materi
tambahan.
Keenam,
kemenarikan, materi harus mampu memotivasi peserta didik sehingga peserta didik mempunyai minat untuk mempelajari dan mengembangkan kemampuannya lebih lanjut, misalnya, materi dalam TARSANA yang dikemas dengan teknik melagukan dapat menarik peserta didik untuk mengembangkan kemampuan membacanya secara tartil dan dilagukan. Dan ketujuh, tingkat kepuasan, artinya materi harus dapat memuaskan peserta didik dan benar-benar bermanfaat bagi kehidupannya, misalnya, peserta didik menjadi mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar serta mampu memahami isi ajaran dalam al-Qur’an, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman hidupnya.128 Secara umum, materi yang digunakan dalam metode TARSANA lebih efektif dan efisien dari metode-metode lainnya, karena materi hanya dikemas dalam 1 buku pedoman yang sudah mencakup keseluruhan materi pembelajaran membaca al-Qur’an, berbeda dengan metode IQRO’, Tartila, dan al-Barqi yang disajikan dalam beberapa jilid. Akhirnya, sebaik apapun materi bukan menjadi faktor utama dalam menentukan “keberhasilan” tercapainya tujuan pembelajaran, akan tetapi materi adalah faktor utama dalam menentukan proses pelaksanaan
128
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), 165-167.
pembelajaran, karena tanpa materi proses kegiatan pembelajaran tidak dapat terlaksana.
C. Analisis Metode yang Digunakan dalam Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an Metode TARSANA “Banyak jalan menuju Roma”. Pepatah tersebut kiranya tepat untuk mengungkapkan definisi metode dalam kegiatan pembelajaran. Secara istilah, metode merupakan suatu prosedur yang digunakan pendidikan dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode juga merupakan sarana yang digunakan dalam proses transformasi materi kepada peserta didik agar materi dapat diterima dengan mudah. Dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, ada beberapa metode yang digunakan di antaranya adalah metode drill, sorogan, ceramah, dan tanya jawab. Dalam kegiatan pembelajaran, metode merupakan unsur yang urgen. Karena keberhasilan proses transformasi materi ditentukan oleh metode yang digunakan. Salah satu metode yang dipakai dalam TARSANA adalah metode drill. Model kerja dari metode drill adalah dengan jalan melatih peserta didik terhadap bahan pelajaran yang telah diberikan. Ciri khas metode ini adalah kegiatan yang berupa pengulangan berkali-kali, dilakukan dari suatu hal yang sama. Dengan demikian terbentuklah keterampilan yang setiap saat siap digunakan oleh yang bersangkutan.
Dengan metode drill, materi yang ditransformasikan kepada peserta didik dapat dipahami dengan mudah dan efisien. Karena, dengan mengulang-ulang kata yang sama, kata tersebut semakin kuat menancap dalam memori otak mereka. Sejalan dengan itu jika ditinjau dari pendidikan Islam, metode drill terinspirasi oleh perintah Allah Swt yang mengutus Jibril untuk membacakan suatu ayat kepada Nabi Muhammad Saw secara berulangulang agar dapat diterima dan dipahami dengan mudah. Kemudian, perintah tersebut dirumuskan menjadi suatu metode yang dikenal dengan metode Jibril. Sistem kerja metode Jibril adalah talqin-taqlid (menirukan), yaitu peserta didik menirukan bacaan yang dibacakan oleh pendidik secara berulang-ulang. Metode drill mempunyai beberapa kelebihan di antaranya adalah dalam waktu yang relatif singkat dapat diperoleh penguasaan dan keterampilan yang diharapkan, serta para peserta didik akan memiliki pengetahuan yang siap pakai. Di samping itu, metode drill juga mempunyai
kekurangan
di antaranya
adalah
dapat
menghambat
perkembangan daya inisiatif peserta didik, kurang memperhatikan relevansi materi dengan lingkungan, serta membentuk pengetahuan peserta didik menjadi “verbalis” dan “mekanis”.129 Selanjutnya, dalam tradisi pembelajaran pendidikan Islam klasik, metode yang populer dan sering digunakan adalah sorogan. Cara kerja
129
Arief, Pengantar Ilmu, 179.
metode sorogan adalah pendidik menyuruh peserta didik membaca satupersatu. Peserta didik mengulas dan membaca kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru. TARSANA menggunakan metode ini sebagai cara dalam kegiatan pembelajaran dengan tujuan agar materi yang disampaikan tepat dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kelebihan dari metode ini adalah dapat juga digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan peserta didik dalam menerima materi. Walaupun metode sorogan mempunyai beberapa kelebihan seperti tersebut di atas, metode ini juga mempunyai beberapa kekurangan di antaranya adalah membuat peserta didik cepat bosan, karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi.130 Selain metode drill dan sorogan, metode ceramah juga menjadi suatu hal yang penting dalam proses pembelajaran bimbingan membaca al-Qur’an metode TARSANA. Penggunaan metode ceramah, dirasa cukup maksimal dalam memahamkan peserta didik tentang materi yang disampaikan. Misalnya, materi tentang ilmu tajwid yang sangat memerlukan penjelasan secara luas dan lengkap. Di sisi lain, penggunaan metode ceramah juga dimaksudkan sebagai cara dalam menyampaikan materi-materi tambahan atau penunjang yang disisipkan ke dalam materi pokok. Kelebihan dari metode ceramah adalah suasana kelas berjalan dengan tenang karena semua fokus mendengarkan ceramah, tidak
130
Ibid., 151-152.
membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama, serta melatih para peserta didik untuk menggunakan pendengarannya dengan baik, sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi materi ceramah dengan cepat dan tepat. Akan tetapi, walaupun mempunyai beberapa kelebihan, metode ceramah juga mempunyai kekurangan di antaranya adalah interaksi cenderung bersifat teacher centered (berpusat pada guru), tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah, serta guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauh mana peserta didik telah menguasai materi ceramah.131 Metode lainnya yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran metode TARSANA adalah tanya jawab. Tanya jawab merupakan metode penyampaian pesan pembelajaran dengan cara mengajukan pertanyaanpertanyaan dan peserta didik memberi jawaban, atau sebaliknya peserta didik diberi kesempatan bertanya dan guru yang menjawabnya.132 Metode tanya jawab digunakan untuk merangsang peserta didik agar lebih terpusat pada materi atau masalah yang dibahas, selain juga untuk evaluasi pembelajaran yang telah lalu. Oleh sebab itu, metode tanya jawab sangat diperlukan dalam TARSANA. Dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, tanya jawab digunakan sebagai metode untuk memecahkan kesulitan peserta didik dalam memahami materi ilmu tajwid. Maka, tanya jawab
131
132
Ibid., 139. M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 43.
merupakan metode yang cukup efektif. Manfaat lainnya adalah dapat menjadikan peserta didik lebih aktif serta dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Di sisi lain, walaupun banyak kelebihan dalam metode tanya jawab, masih ada juga kekurangannya, di antaranya adalah untuk jumlah peserta didik yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap peserta didik,133 serta apabila ada peserta didik yang mendominasi dalam tanya jawab, akan menyebabkan kemampuan peserta didik tidak merata. Selain seluruh metode yang digunakan dalam proses pembelajaran metode TARSANA, yang menjadi ciri khusus dari TARSANA adalah dengan menggunakan teknik nagham (lagu atau irama) dalam seluruh proses penyampaian materi. Nagham (_oU) artinya lagu atau irama. Nagham jama’nya adalah مToU اdan _iqTUإ, yang kemudian dirangkai dengan al-Qur’an menjadi نtPRZ_ اoU yang artinya melagukan al-Qur’an, juga bisa disebut تevZ اwixcf dalam membaca al-Qur’an (membaguskan suara dalam mengalunkan bacaan al-Qur’an). Nagham yang digunakan dalam metode TARSANA adalah rast134. Penyampaian materi dengan lagu rast adalah cara yang cukup efektif, karena dengan teknik tersebut materi menjadi mudah dihafalkan dan diterima oleh peserta didik. Sejak awal peserta didik sudah diarahkan dengan lagu tartil yang menunjang tajwid, sehingga 133
Djamarah, Strategi Belajar, 108. Ahmad Syahid, ”Sejarah dan Pengantar Ilmu Nagham”, dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid (Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006), 18-19. 134
jika sudah selesai tujuh halaman, otomatis peserta sudah dapat membaca al-Qur’an dengan lagu rast secara tartil. Perlu diperhatikan bahwa salah satu keunikan dari metode TARSANA adalah pembelajaran sistem 7 jam, artinya keseluruhan rangkaian kegiatan pembelajaran hanya diselesaikan dalam waktu 7 jam. Sehingga peserta didik dalam waktu 7 jam diharapkan sudah dapat membaca al-Qur’an. Ini merupakan kelebihan metode TARSANA jika dibandingkan dengan metode-metode lain, misalnya adalah IQRO’, Tartila, dan al-Banjari. Akhirnya, seluruh penggunaan metode juga harus dipertimbangkan dengan materi yang ada, karena ketidaktepatan dalam penggunaan metode akan menyebabkan materi yang ada dapat tersampaikan dengan tidak tepat pula. Ketidaktepatan dalam penggunaan metode juga akan menyebabkan peserta didik sulit untuk memahami materi yang disampaikan.
D.
Analisis Sistem Evaluasi yang Digunakan dalam Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an Metode TARSANA Rangkaian akhir dari suatu proses pembelajaran adalah evaluasi atau penilaian. Berhasil tidaknya pendidikan dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkannya. Penggunaan sistem evaluasi tergantung pada kebutuhan dan juga kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Dalam proses pembelajaran bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, teknik
evaluasi yang digunakan sangat unik dan sederhana yaitu dengan melihat satu persatu bentuk mulut peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Apabila ada bentuk mulut yang kelihatan tidak sama dengan temannya, maka pendidik akan meminta peserta didik tersebut mengulangi materinya kembali. Untuk mengulang, pendidik tidak menunjuk secara langsung peserta didik yang salah, akan tetapi membagi peserta didik terlebih dahulu menjadi beberapa kelompok dengan tujuan apabila salah satu dari anggota kelompoknya ada yang salah, maka secara bersama-sama kelompok itu akan mengulangnya. Dalam teori tentang evaluasi pembelajaran, teknik yang digunakan dalam metode TARSANA tersebut dapat dikategorikan dalam teknik evaluasi non tes yaitu berupa observasi partisipatif. Observasi partisipatif merupakan teknik evaluasi yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti dan pencatatan secara sistematis, serta pengamatan dilakukan secara langsung dengan memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang berlangsung.135 Dalam proses pengamatan secara teliti tersebut biasanya akan dapat diketahui hasil dari kegiatan pembelajaran. Teknik observasi tersebut dapat dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, penggunaan teknik observasi cukup efektif, karena walaupun memerlukan ketelitian, tetapi seorang pendidik akan dapat mengetahui sejauh mana 135
Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), 3334.
tingkat keberhasilan dalam penyampaian materi. Secara konkrit, apabila ada peserta didik yang gerak mulutnya berbeda dengan kebanyakan peserta didik lainnya, maka menunjukkan bahwa peserta didik tersebut masih belum paham atau mengerti, dan ini menunjukkan tingkat keberhasilan masih belum sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain teknik observasi, sistem evaluasi dengan teknik tes lisan juga digunakan dalam metode TARSANA. Tes lisan merupakan teknik evaluasi untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik. Tes lisan, dalam pembelajaran al-Qur’an berkaitan dengan kelancaran peserta didik dalam membaca dan menghafal surat-surat pendek menurut kaidah-kaidah yang berlaku dalam qirâ’at dan tajwid. Di TARSANA, tes lisan digunakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, teknisnya peserta didik diajak membaca sendiri-sendiri. Jika ada peserta didik yang kurang pas dalam melafalkan bacaan, maka pendidik langsung membenarkan. Tes lisan ini dapat mengetahui keberhasilan kegiatan pembelajaran, dengan indikator jika peserta didik secara keseluruhan telah mampu memahami seluruh materi yang ada, maka kegiatan pembelajaran tersebut dapat dikatakan berhasil. Yang perlu diperhatikan adalah tidak ada tes atau evaluasi khusus yang diadakan sebagai syarat dalam mengikuti wisuda kelulusan TARSANA, karena tes dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Indikator keberhasilan dan kelulusan peserta didik adalah ketika mereka sudah mengkhatamkan buku pedoman bimbingan belajar
membaca al-Qur’an metode TARSANA serta ketika mereka sudah mengkhatamkan al-Qur’an 30 juz. Inilah yang menjadi keunikan dan kelebihan TARSANA dibandingkan dengan metode lainnya, karena kemampuan dan keberhasilan peserta didik tidak diukur berdasarkan angka-angka, akan tetapi dengan keterampilannya. Teknik ini juga dapat dikategorikan sebagai bagian dari sistem evaluasi kualitatif, yaitu hasil belajar tidak dinilai menggunakan angka-angka, tetapi dengan pernyataan baik, sangat baik, dan kurang baik. Walaupun mempunyai beberapa kelebihan dalam penggunaan teknik evaluasinya, menurut hemat peneliti kekurangan dari metode TARSANA adalah tidak adanya penggunaan sistem evaluasi secara sistemik yang dapat mengukur kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik secara jelas. Pembahasan tentang analisis bimbingan belajar membaca alQur’an metode TARSANA telah sampai diujung “kalimat”. Secara keseluruhan dari beberapa analisis tentang metode TARSANA di atas, peneliti menyimpulkan bahwa TARSANA muncul sebagai metode yang hendak mengkritisi sekaligus mengembangkan metode-metode belajar membaca al-Qur’an yang lebih dulu berkembang. Hal ini sesuai dengan beberapa latar belakang disusunnya metode TARSANA di antaranya, sistem pembelajaran metode lainnya yang cenderung bertele-tele dan memakan waktu cukup lama, akhirnya menjadi salah satu penyebab kurang semangatnya seseorang untuk meluangkan waktu guna belajar al-
Qur’an, serta pola yang membosankan dan satu arah dari pendidik juga menyebabkan lambatnya daya tangkap serta menurunnya konsentrasi para peminat belajar membaca al-Qur'an.
BAB V PENUTUP
H. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an Metode TARSANA di Sekretariat TARSANA Jalan Perkutut No. 11 Beran Ngawi, dapat disimpulkan bahwa: 1. Tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA meliputi: (a) tujuan secara umum, yaitu ikut serta berupaya memberantas buta huruf al-Qur’an bagi kaum muslim dan pengembangan pemahaman al-Qur’an kepada masyarakat, dan (b) tujuan secara khusus, yaitu untuk membantu atau mempermudah seseorang dapat
membaca
menumbuhkembangkan
al-Qur’an
dengan
minat
belajar
baik membaca
dan
benar, al-Qur’an,
menumbuhkembangkan minat membaca al-Qur’an, menumbuhkan rasa gemar mempelajari dan membaca al-Qur’an, dan meningkatkan kualitas bacaan terutama untuk bacaan tartil dan dilagukan. 2. Materi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA meliputi: (a) materi pokok, yaitu seluruh materi dalam buku panduan bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA, dan (b) materi penunjang, yaitu materi dari beberapa kitab yang relevan seperti tajwid, gharâibul kalimah, dan tafsir.
3. Metode yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA adalah: (a) metode drill, (b) metode sorogan, (c) metode ceramah, dan (d) metode tanya jawab. 4. Sistem evaluasi yang digunakan dalam bimbingan belajar membaca alQur’an metode TARSANA adalah menggunakan sistem evaluasi non tes berupa observasi partisipatif dan tes lisan sebagai salah satu bentuk evaluasi kualitatif, kemudian sistem penilaiannya lebih cenderung ke individu.
I.
Saran Berdasarkan hasil temuan penelitian, sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut: Bagi lembaga TARSANA, secara umum perlu adanya pengembangan dan peningkatan sistem pembelajaran serta pengembangan sistem evaluasi, yaitu perlunya teknik evaluasi sistemik yang dapat mengukur kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik peserta didik pada bimbingan belajar membaca al-Qur’an metode TARSANA. Bagi ustadz dan ustadzah, perlu adanya pengembangan metode pembelajaran, yaitu dengan memperkaya penggunaan metode-metode lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN A, Hallen. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Arifin, Imron. Penelitian Kualitatif. Malang: Kalimasahada, 1996. Asmani, Jamal Ma’mur. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogyakarta, Diva Press, 2009. Daryanto. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001. Davies, Ivor K. Pengelolaan Belajar, Terj. Sudarsono Sudirdjo, dkk. Jakarta: CV. Rajawali, 1991. Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: CV. Toha Putra Semarang, 1989. --------------------------. Metode-metode Membaca Al-Qur'an di Sekolah Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1994/1995. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996. Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Haryono dan Hadi, Amirul. Metodologi Penelitian Pendidikan untuk IAIN dan PTAIS semua Fakultas dan Jurusan, Komponen MKK. Bandung: Pustaka Setia, 2001. Khon, Abdul Majid. Praktikum Qira'at: Keanehan Bacaan al-Qur'an Qira'at Ashim dari Hafash, Cet. I. Jakarta: Amzah, 2007. M, Sardiman A. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006. Makhdlori, Muhammad. Keajaiban Membaca al-Qur’an: Mengurai Kemukjizatan Fadhilah Membaca al-Qur'an terhadap Kesuksesan Anda, Cet. II. Jogjakarta: Diva Press, 2007. Masyhadi, Imam. Pembimbing ke Arah Kesempurnaan Ilmu Tajwid. Surabaya: Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh Wilayah Jawa Timur, 2002. Miles, Mattew B dan Huberman, A. Michael. Analisis Data Kualitatif, Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press, 1992. Moleong, Lexy J. Metodolagi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2000. Muhammad, Ahsin Sako. “Hukum Membaca al-Qur’an dan Menyentuhnya bagi Wanita Haidh”, dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006: 67-86. Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2007. Munir, M. Misbachul. Pedoman Lagu-lagu Tilawatil Qur'an Dilengkapi dengan Tajwid dan Qasidah. Surabaya: Apollo, 1997.
Muslim, Abdul Aziz. ”Hukum Melagukan al-Qur’an.” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006: 11-16. Mustaqim, Sjamsudin. Bimbingan Belajar Membaca al-Qur'an: TARSANA "Tartil, Sari', Nagham" Sistem 7 Jam. Surabaya: Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadh Wilayah Jawa Timur, tt. Nizar, Samsul dan Al-Rasyidin. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press, 2005. Prayitno dan Amti, Erman. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Presentasi Proyek Pendidikan Baca al-Qur’an 7 jam TARSANA al-Amanah. Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2002. Syahid, Ahmad. ”Sejarah dan Pengantar Ilmu Nagham.” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006: 17-33. Shihab, M. Quraisy. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Cet. XII. Bandung: Mizan, 2001. Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2007. Ulfa, Maria. ”Maqamat Arabiyyah dalam Tilawatil al-Qur’an.” dalam Bunga Rampai Mutiara al-Qur’an, ed. Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid. Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadh, 2006: 34-44. Usman, Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Walgito, Bimo. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset, 1995. Zuhairini. Metodologi Pendidikan Agama. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2000.