BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akuntansi dan audit modern dimulai saat revolusi industri terjadi, ketika perusahaan-perusahaan membutuhkan modal yang besar untuk malakukan perluasan bisnis dan berdampak pada berkembangnya pasar modal. Perusahaan publik bisa menjual sebagian kepemilikan atau mendapat pinjaman dari berbagai pihak, sehingga terjadi pertumbuhan besar dalam pendanaan perusahaan dan munculnya beragam kelompok pemilik modal (stockholders) perusahaan yang tidak terlibat langsung dalam menjalankan bisnis perusahaan. Stockholders menggunakan professional managers untuk menjalankan kegiatan perusahaan. Managers melayani stockholders (principles) sebagai agents yang menjadi penatalayanan aset perusahaan (Elifsen et al, 2010:6). Akuntansi dan audit memainkan peran penting dalam hubungan antara agents dan principles. Agents sebagai penatalayanan aset perusahaan bertanggung jawab kepada principles berupa penyediaan informasi, salah satunya berupa laporan keuangan. Dalam hubungan penyediaan informasi, terdapat kesenjangan informasi antara agents dengan principles karena konflik kepentingan yang masing-masingnya memaksimalkan kepentingan sendiri. Untuk menurunkan resiko informasi tersebut, principles membutuhkan auditor untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disusun oleh agents telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material (Elifsen et al, 2010:7).
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Kebutuhan profesi akuntan publik pada era sekarang ini terus berkembang pesat. Sudarman (2012) mengemukakan bahwa kebutuhan profesi akuntan publik kedepannya terus meningkat seiring dengan berlakunya Undang-Undang Perseroan Terbatas, syarat memperoleh fasilitas kredit tertentu di sektor perbankan dan banyak fasilitas lainnya yang diberikan kepada profesi akuntan publik untuk memberikan jasa profesinya. Hal ini dipertegas oleh Pitter (2016) menyatakan bahwa kebutuhan akuntan tinggi pada era ekomomi baru saat ini, antaranya adalah laporan audit sebagai dasar perhitungan akuisisi suatu perusahaan, menyediakan data keuangan untuk penawaranpenawaran publik dan jasa kritikal lainnya. Fenomena tersebut menjelaskan bahwa manajemen perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan akan mengikut sertakan auditor untuk memberikan keyakinan kepada external user bahwa laporan keuangan yang disusun bisa diandalkan. Auditor diharapkan mampu mengurangi resiko informasi external user dan bertanggung jawab secara hukum untuk pekerjaannya (Eldar et al, 2010:10). Knechel et al (2007:64) menjelaskan auditor memiliki empat tanggung jawab utama terkait pelaksanaan audit, yaitu (1) merencanakan audit sehingga memiliki reasonable assurance dan salah saji yang disebabkan oleh kesalahan (errors) dan kecurangan (fraudulents) bisa diditeksi dan dikoreksi, (2) mengevaluasi efektivitas internal kontrol atas laporan keuangan, (3) mengevaluasi potensi tindakan ilegal oleh klien,
dan
(4)
mengevaluasi
going
concern
perusahaan.
Dalam
mempertanggungjawabkan perkerjaannya, Min Mao (2014) menyatakan auditor menggunakan materialitas sabagai dasar untuk mengidentifikasi tanggung jawab. 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Materialitas adalah konsep dasar yang mendasari proses audit. Dalam memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disusun oleh manajemen bisa diandalkan, auditor menyediakan reasonable assurance, bukan absolute assurance, yang artinya bahwa laporan keuangan terbebas dari salah saji material. Theodorus (2015:121) menyatakan materialitas adalah konsep audit yang sangat penting, materialitas mengukur berapa besar dan pentingnya sautu salah saji (misstatements). Elifsen at al (2010:96) menerangkan lebih lanjut bahwa konsep materialitas digunakan auditor pada saat (1) perencanaan dan pelaksanaan audit, dan (2) mengevaluasi dampak salah saji yang teridentifikasi saat audit, salah saji yang tidak dikoreksi dalam laporan keuangan dan menyusun opini dalam laporan auditor. International Strandard on Auditing (ISA) merupakan bagian dari International Accounting and Assurance Standards Board (IAASB) menjelaskan dalam ISA 320.1 bahwa auditor mempunyai tanggung jawab menerapkan konsep materialitas dalam perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan. Lebih lanjut, dalam ISA 320.A1 dijelaskan, dalam melaksanakan suatu audit laporan keuangan, tujuan auditor adalah untuk mendapat reasonable assurance bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan. Melihat fenomena bagaimana praktik audit pada era saat ini, terdapat kasus-kasus kegagalan auditor dalam menemukan kecurangan yang material atau lebih dikenal dengan istilah auditing scandals. Berikut beberapa kasus terkait dengan auditing scandals: 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
TABEL 1.1 AUDITING SCANDALS Perusahaan
Tahun
Audit Firm
Negara
Bernard L. Madoff Investment Securities LLC
2008
Friehling & Horowitz
Satyam Computer Services Olympus Corporation Penn West Exploration
2009
PricewaterhouseCo India opers
2011
Ernst & Young
Toshiba
2015
2012- KPMG 2014 Ernst & Young
United States
Keterangan Massive Ponzi scheme. (¹
Overstating the company’s revenue, income and cash balances by more than $1 billion over five years. (² Japan Menutupi kerugian dengan menyelewengkan dana akuisisi (³ Canada Overstated profits dengan membukukan biaya operasional menjadi belanja modal ( Japan Overstated profits ( ⁴
Sumber: (¹ Kompas, 26 Maret 2014 (² Securities and Exchange Comission (SEC), 5 April 2011 (³ DetikFinance, 08 November 2011 ( CBCNews, 30 Juli 2014 (⁴ Publika, 23 Juli 2015 ⁵
⁵
Kasus-kasus kegagalan tersebut meningkatkan ketidak percayaan publik
terhadap auditor yang bisa di asumsikan auditor tidak mampu menditeksi salah saji material atau auditor ikut serta dalam memanipulasi laporan keuangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah konsep materialitas telah diterapkan dengan benar dan bisa dijadikan sebagai dasar dalam mengidentifikasi tanggung jawab auditor seperti yang dinyatakan oleh Min Mao (2014). Maka yang menjadi inti permasalahannya adalah apakah audit telah dilaksanakan oleh orang-orang yang profesional dan telah menerapkan kode etik profesional akuntan.
4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Seorang auditor dalam menjalankan tugasnya harus menggunakan kemahiran profesional agar dapat mendeteksi adanya kecurangan atau kesalahan penyajian dan membuat keputusan dalam laporan keuangan yang diaudit. Seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan (Arleen dan Susanto, 2009) International Education Standards (IES) yang merupakan bagian dari International Accounting Education Standards Board (IAESB) menjelaskan bahwa seorang professional accountant harus memiliki dan menerapkan professional competence, yang artinya adalah kemampuan untuk melakukan tugas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dengan menerapkan dan mengintegrasikan technical competence, professional skill dan professional values, ethics, and attitudes. Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2014) meneliti tentang hubungan profesionalisme dengan pertimbangan tingkat materialitas pada auditor BPK-RI perwakilan Riau yang menggunakan lima dimensi mengenai profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall (1968) dengan hasil penelitian profesionalisme berpengaruh positif signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Hal ini sejalan dengan penilitan yang dilakukan oleh Novanda (2012) dengan menggunakan dimensi yang sama pada auditor yang bekerja di KAP se-Yogyakarta. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dimas (2015) pada akuntan publik di wilayah 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
DKI Jakarta dengan menggunakan dimensi yang sama dengan penelitian Kartika (2014) dengan hasil penelitian profesionalisme tidak berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Profesionalisme belum dapat menentukan semakin tepatnya auditor dalam pertimbangan tingkat materialitas, karena penentuan materialitas tergantung dari kondisi perusahaan dan standar auditing. Dalam menjalankan tugas, selain profesionalisme dan pengalaman, auditor perlu mematuhi kode etik akuntan. International Ethics Standards Board for Accountants (IESBA) 100.1 menjelaskan profesi akuntan bertanggung jawab untuk bertindak atas kepercayaan publik. Tanggung jawab profesional akuntan bukan untuk memenuhi apa yang dibutuhkan klien. Dalam bertindak untuk kepentingan publik, auditor harus memperhatikan dan mematuhi kode etik. Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2014) meneliti tentang pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas pada auditor BPK-RI Perwakilan Riau dengan menggunakan dimensi: 1) tanggung jawab auditor, 2) kepentingan publik, 3) Integritas, 4) objektivitas dan independensi, 5) due care, dan 6) lingkup dan jasa. Hasil penelitian menunjukkan etika profesi berpengaruh positif signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu dan Kartika (2013) pada akuntan publik di wilayah Bali yang menggunakan prinsip-prinsip etika IAPI sebagai dimensi, yaitu: 1) tanggung jawab, 2) kepentingan masyaraka, 3) integritas, 4) objektivitas, 5) kompensasi, 6) kerahasiaan dan 7) perilaku profesional. Hasil penelitian etika profesi tidak berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Hal ini disebabkan karena etika profesi lebih 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
cendrung kearah prilaku seorang auditor dalam menjalankan tugasnya, bukan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Selain profesionalisme, seorang auditor juga harus mempunyai pengalaman yang cukup agar dapat membuat keputusan dalam proses audit. Pengalaman praktis yang memadai diperlukan agar mampu melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesional akuntan. Pengalaman praktis mampu mendorong akuntan untuk mengembangkan kompetensi, diantaranya (1) memahami lingkungan pekerjaan, (2) meningkatkan pemahaman mengenai organisasi, bagaimana proses bisnis dan hubungan kerja profesional, (3) mampu menghubungkan pekerjaan akuntansi dengan fungsi dan aktivitas bisnis lainnya, (4) mengembangkan nilai, etika dan prilaku profesional yang sesuai dalam praktek nyata, dan (5) mempunyai peluang mengembangkan tanggung jawab dibawah pengawasan yang sesuai (International Education Standards, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Popa et al (2013) membuktikan bahwa pengalaman auditor mempunyai pengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Penelitian ini dilakukan pada 247 auditor di Rumania dengan menggunakan indikator jumlah tahun kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maqellari dan Dika (2015) membuktikan bahwa pengalaman auditor mempunyai pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 132 CPA yang berasal dari Authorized Accountant Experts Institute, Albania dengan jumlah tahun kerja sebagai indikator. Namun, penilitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Galeh dan 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Mahendra (2014) pada akuntan publik di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Indikator yang digunakan adalah jumlah tahun kerja dan banyaknya penugasan. Hasil penelitian menyatakan pengalaman auditor tidak berpengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas. Hal ini disebabkan karena sampel penelitian sebagai besar adalah junior auditor atau setara dengan 70% dari total sampel sehingga tidak dapat merepresentasikan tentang pengalaman auditor. Terkait dengan fenomena-fenomena yang dijelaskan diatas, maka penulis ingin mengkonfirmasi kembali hasil penilitian tersebut dengan merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Novanda (2012) yang berjudul “Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Matarialitas” dan penilitian Dimas (2015) yang berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi, Profesionalisme Auditor dan Gender terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan”. Maka dalam penelitian ini variabel yang digunakan untuk menilai pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik adalah profesionalisme, etika profesi dan pengalaman auditor. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik dan termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena dalam menjalankan tugasnya auditor eksternal harus dapat mempertimbangkan tingkat materialitas dengan baik demi tercapainya mutu dan kualitas audit yang baik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penulis melakukan penelitian dengan menggunakan periode waktu dan responden yang berbeda yaitu pada tahun 2016 dan mengganti variabel kompetensi, independensi dan gender dengan variabel etika profesi dan pengalaman 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
auditor. Berdasarkan fenomena tersebut, penulis mengkaji penelitian ini dengan judul “PENGARUH PROFESIONALISME, ETIKA PROFESI DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES PENGAUDITAN LAPORAN KEUANGAN”. B. Rumusan Masalah Penelitian Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan? 2. Apakah etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan? 3. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka dapat diperoleh tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengkaji apakah profesionalisme berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. 2. Untuk mengkaji apakah etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Untuk mengkaji apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. 2. Kontribusi Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi sebagai berikut ini: 1. Bagi auditor, diharapkan dapat membantu dalam membuat perencanaan audit atas laporan keuangan klien sehingga dengan pemahaman tentang materialitas laporan keuangan tersebut, auditor eksternal dapat memiliki kualitas jasa audit yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kepercayaan para pemakai jasa audit dan meningkatkan prestise profesi akuntan publik didunia bisnis. 2. Bagi kantor akuntan publik, untuk memahami secara praktik akuntan publik dalam mewujudkan perilaku profesional yang diberikan. 3. Bagi peneliti yang akan datang, bisa dijadikan sebagai referensi pada penelitian yang sejenis dan pengembangan teori selanjutnya. 4. Bagi pengambil keputusan dan pengguna laporan keuangan dapat memiliki kepercayaan terhadap auditor eksternal untuk memakai jasanya.
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/