BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal yang amat penting dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. Kesehatan merupakan keadaan
bebas dari
penyakit, baik penyakit fisik, maupun menyakit mental, juga bebas dari kecacatan (Soekidjo, 2003). Untuk dapat melakukan aktivitas fungsional sehari-hari dibutuhkan kondisi kesehatan yang optimal. Aktivitas yang kita lakukan seharihari tidak jarang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh kita, misalnya pada saat mengangkat barang dengan posisi membungkuk, duduk dengan posisi membungkuk atau posisi tubuh yang tidak proporsional dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan pada daerah lumbal yang kita kenal dengan nyeri punggung bawah. Kemajuan teknologi yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula pada aktivitas yang terjadi pada seseorang. Ketatnya persaingan di bidangnya masing-masing menuntut setiap orang untuk selalu produktif dalam melakukan pekerjaannya. Bahkan banyak pula dari orang-orang tersebut yang mengabaikan masalah kesehatan yang akan terjadi pada dirinya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Pekerjaan sangat erat kaitannya dengan aktivitas manusia yang dipengaruhi oleh kemampuan fungsional, apabila kemampuan fungsional terganggu maka pekerjaan pun menjadi terganggu. Adapun gaya hidup modern 1
2
yang sangat erat kaitannya dengan berbagai gangguan penyakit tulang belakang dapat mengakibatkan gangguan postur tubuh seseorang. Bagi pekerja yang berlama-lama dalam posisi duduk di depan komputer, berdiri terlalu lama maupun aktivitas-aktivitas lainnya. Gangguan yang terjadi dapat berupa nyeri bahkan gangguan kemampuan fungsional (Hills, 2006). Keluhan nyeri punggung bawah merupakan kasus muskuloskeletal yang banyak ditemui dan ditangani fisioterapis dalam praktek klinisnya. Walaupun secara klinis hanya berupa keluhan nyeri punggung bawah, ternyata kasus ini cukup sulit ditangani karena banyaknya proses patologi baik anatomis maupun fungsional yang berpotensi menimbulkan keluhan. Keluhan ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang berat, sehingga memerlukan perawatan di Rumah Sakit (Harsono, 2007). Nyeri punggung bawah (NPB) adalah salah satu masalah umum kesehatan yang dijumpai dalam masyarakat industri yang menyebabkan ketergantungan dalam penggunaan layanan kesehatan. Sekitar 70-80% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini dalam hidupnya (Elders dan Burdoff, 2003). Prevalensi pertahunnya bervariasi dari 15% - 45%, dengan poin prevalensi rata-rata 30%. Di Amerika Serikat nyeri ini merupakan penyebab urutan paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia < 45 tahun, urutan kedua untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan kelima alasan perawatan di rumah sakit, alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi. Nyeri punggung bawah adalah penyebab dari ketidakhadiran kerja di Inggris, diperkirakan sekitar 3,5 juta hari kerja hilang tahun 2008/2009
3
karena gangguan muskuloskeletal terutama masalah nyeri punggung bawah (Health and Safety Ex ecutive, 2009). Hasil studi Departemen Kesehatan RI tentang profil masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya. Menurut studi yang dilakukan terhadap 9,482 pekerja di 12 kabupaten
kota Indonesia, umumnya berupa
penyakit muskuloskeletal (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan saraf (6%), gangguan pernafasan (3%), dan gangguan THT (1,5%). Data epidemiologi mengenai NPB di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri punggung bawah, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3% - 17% (Sadeli, 2001). Data dari bagian Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H.Adam Malik Medan menunjukkan penderita nyeri punggung bawah dari 7964 pasien NPB yang dirujuk ke Rehabilitasi Medik, 3853 orang adalah menderita nyeri punggung bawah tahun 2013, dan sekitar 2297 orang pada tahun 2014 (Simson, 2014). Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 – S1 yang paling besar menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stres mekanikal paling besar sepanjang vertebra (Kapanji, 2010). Menurut The Health and Safety Executive (2009), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri punggung bawah karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak dan saat menumpu berat
4
badan. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya cedera pada lumbar spine. Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisikondisi yang pada umumnya menyebabkan nyeri punggung bawah adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang (stenosis spinal, spondylolisthesis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spine bifida dan skoliosis). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa sekitar 90% pasien nyeri punggung bawah mengalami spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Bernard (2009), nyeri punggung bawah dibagi atas dua bagian yaitu mekanikal nyeri punggung bawah dan non-mekanikal nyeri punggung bawah. Mekanikal nyeri punggung bawah terdiri dari lumbar strain/sprain, spondylosis lumbal, piriformis sindrom, herniasi diskus, spinal stenosis, fraktur kompresi osteoporotik, spondulolisthesis, fraktur traumatik, dan penyakit kongenital (skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal menduduki peringkat kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri punggung bawah sedangkan lumbar strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal nyeri punggung bawah. Kelebihan berat badan meningkatkan berat pada tulang belakang dan tekanan pada diskus (intra diskus), struktur tulang belakang , serta herniasi pada diskus lumbalis yang rawan terjadi. Faktor resiko NPB lain juga diketahui meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan obesitas IMT > 25 kg/m2 , kebiasaan merokok, kurang aktivitas, serta kerja berat (Mette et al, 2010).
5
Problem nyeri, spasme dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi fisioterapi. Fisioterapi merupakan salah satu profesi kesehatan juga mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas hidup. Berbagai modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Pendekatan fisioterapi yang dilakukan merupakan pelatihan Core Stability dalam upaya untuk memaksimalkan aktivitas fungsional sendi vertebra lumbal penderita nyeri punggung bawah miogenik. Adapun pelatihan ‘Core stability’ dimana otot transvers abdominis dan multifidus merupakan komponen terpenting di dalamnya. Core Stability Exercise mempunyai manfaat untuk memperkuat otot-otot perut dan otot-otot punggung sehingga tubuh dalam keadaan tegak/posisi netral. Fungsi Core yang utama adalah untuk memelihara postur tubuh (Brandon dan Raphael, 2009). Fisioterapi berperan penting untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada nyeri NPB miogenik, sesuai dengan peran fisioterapi menurut Kepmenkes No.1363/Menkes/SK/XII/2001 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa: Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. “Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
6
(fisik, elektroterapeutik, mekanik), pelatihan fungsi komunikasi” (Sunarto , 2009). Peran fisioterapi sangat besar dalam pananganan NPB miogenik. Untuk mengatasi disfungsi akibat NPB miogenik bisa memberikan intervensi berupa Short Wave Diathermy (SWD), Interferensial Terapy (IT) dan terapi latihan stabilitas punggung. Salah satu intervensi yang dapat diberikan dengan teknik pemberian pelatihan William’s Flexion Exercises. Program fisioterapi yang diberikan pada nyeri punggung bawah di RSUP H. Adam Malik adalah fisioterapi konvensional dengan terapi dasar antara lain : pemanasan dengan diathermi, stimulasi Interferesial terapi
dan pelatihan
William’s Flexion Exercise. William’s Flexion Exercise adalah sistem latihan fisik yang dimaksudkan untuk meningkatkan fleksi lumbal, menghindari ekstensi lumbal, dan memperkuat perut dan otot gluteus dalam upaya untuk mengelola nyeri punggung bawah non operasi. Pelatihan ini dilakukan dalam posisi terlentang di lantai atau permukaan datar. Adapun tujuan dari William’s Flexion Exercise adalah untuk mengurangi nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring, untuk menigkatkan fleksibilitas / elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinalis), serta untuk mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara grup otot postural fleksor dan ekstensor. Selain itu bentuk intervensi Fisioterapi yang dapat diberikan pada kondisi nyeri punggung bawah adalah pelatihan Core Stability. “Core Stability merupakan kemampuan lumbal spinalis dan pelvik untuk menyangga dirinya dalam keselarasan ketika terlibat dalam gerakan atau posisi yang statik”. Latihan ini
7
bertujuan untuk meningkatkan stabilisasi dan kontrol postur. Dimana target utama pada pelatihan Core Stability otot yang letaknya lebih dalam (deep muscle) pada perut, yang terkoneksi dengan tulang belakang (spine), dan panggul (pelvic). Penguatan otot diafragma berpengaruh pada kontrol postur, dimana otot diafragma berperan dalam respirasi dan kontrol stabilitas. Penguatan otot abdominal serta otot dasar panggul yang berpengaruh terhadap peningkatan Intra Abdominal Pressure. Lebih khusus penguatan otot-otot panggul yang bertujuan untuk stabilisasi, dimana jika otot-otot panggul kuat, maka untuk melakukan gerakan sudah tidak akan terganggu lagi (Hopkin, 2009). Dengan adanya penguatan pada otot-otot tersebut akan meningkatkan kestabilan postur, keseimbangan postur, serta menurunkan nyeri dan meningkatkan kemampuan fungsional. Pengukuran yang dilakukan menggunakan alat ukur Oswestry Disability Index yang dalam pembahasan selanjutkan akan disingkat menjadi ODI. ODI merupakan satu dari beberapa alat ukur yang khusus digunakan untuk masalah gangguan tulang belakang khususnya pada nyeri punggung bawah. Dimana telah diuji secara luas dalam beberapa penelitian sebelumnya dan menunjukkan hasil validitas atau kehandalan atau kemampuan prediktif yang baik. ODI berisi 10 buah pertanyaan yang dirancang untuk mengetahui kemampuan pasien dalam kehidupan sehari-hari dimana setiap pertanyaan mengandung skor 0 – 5 dan mempunyai nilai maksimum 50. Tingkat ketidakmampuan dibagi menjadi lima yaitu presentase 0 – 20% minimal disability, 21 – 40% moderat disability, 41 – 60% berat disability, 61 – 80% sangat terbatas aktivitas dan 81 – 100% tidak mampu beraktivitas. ODI telah menerbitkan empat versi dalam bahasa Inggris dan
8
sembilan dalam bahasa asing di antaranya bahasa Denmark, Belanda, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Norwegia, Spanyol dan Swedia (Fairbank, 2000). Sedangkan skala ODI yang digunakan di Indonesia masih digunakan terjemahan bebas dan belum mengalami cross cultural dan cross languange yang diterbitkan secara meluas. Sehingga ODI yang digunakan peneliti sebagai alat ukur di dalam penelitian juga hasil terjemahan bebas dari peneliti.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas penulis tertarik untuk meneliti penambahan pelatihan Core Stability pada terapi dasar terhadap peningkatan aktivitas fungsional pada nyeri punggung bawah miogenik di RSUP H. Adam Malik Medan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah terapi dasar
dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada nyeri
punggung bawah miogenik? 2. Apakah pelatihan Core Stability pada terapi dasar dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada nyeri punggung bawah miogenik? 3. Apakah pelatihan Core Stability pada terapi dasar lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional dibandingkan dengan terapi dasar pada nyeri punggung bawah miogenik? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
9
Untuk mengetahui penambahan pelatihan Core Stability pada terapi dasar lebih meningkatkan aktivitas fungsional dibandingkan dengan terapi dasar pada nyeri punggung bawah miogenik.
1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui terapi dasar dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada nyeri punggung bawah miogenik. 2. Mengetahui pelatihan Core Stability dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada nyeri punggung bawah miogenik. 3. Mengetahui pelatihan Core Stability pada terapi dasar lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada nyeri punggung bawah miogenik. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat keilmuan (Teoritis) 1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari, mengidentifikasi dan mengembangkan teori-teori yang didapat dari perkuliahan. 2. Menambah sumber referensi ataupun bahan perbandingan bagi kegiatan yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi pelayanan kesehatan. 1.4.2 Manfaat praktis 1. Memberi gambaran bahwa nyeri punggung bawah (NPB) miogenik mempengaruhi aktivitas fungsional seseorang.
10
2. Memberikan gambaran tentang manfaat penambahan pelatihan Core Stability pada terapi dasar dengan pelatihan terapi dasar pada nyeri punggung bawah miogenik terhadap peningkatan aktivitas fungsional. 1.4.3 Manfaat bagi masyarakat 1. Memberi informasi kepada masyarakat tentang nyeri punggung bawah dapat menyebabkan penurunan aktivitas fungsional. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat pelatihan Core Stability pada terapi dasar dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada nyeri punggung bawah miogenik. 1.4.4 Manfaat bagi peneliti 1. Manfaat bagi peneliti dengan adanya tesis ini akan memberikan pengetahuan sejauh mana pemberian penambahan pelatihan Core Stability pada terapi dasar dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada nyeri punggung bawah miogenik agar dapat memilih penanganan fisioterapi yang tepat dan benar.