BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu memiliki kondisi fisik yang sehat pula. Mampu melakukan aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat dengan baik dapat dilakukan bila individu memiliki kualitas hidup yang baik pula. Untuk mendukung aktifitas fisiknya maka diperlukan otot-otot yang dapat berkontraksi dengan baik, mobilitas sendi yang mampu melakukan gerakan tanpa hambatan dan bebas dari rasa sakit serta adanya fleksibilitas otot yang baik. Aktifitas yang monoton dapat juga berpengaruh pada kekuatan dan kelenturan otot. Kurangnya latihan dan berolahraga secara teratur akan menambah faktor resiko terjadinya pemendekan otot dan penurunan fleksibilitas otot. Fleksibilitas otot merupakan kemampuan suatu jaringan otot untuk memanjang semaksimal mungkin sehingga tubuh dapat bergerak dengan lingkup gerak sendi yang normal tanpa disertai rasa nyeri. Fleksibilitas merupakan faktor penting untuk melakukan suatu gerakan baik dalam berolahraga ataupun aktifitas fisik lainnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fleksibilitas otot, diantaranya struktur sendi, usia, jenis kelamin, aktifitas termasuk latihan dan suhu tubuh (Caroline & Allen, 2007).
1
2
Angka kejadian yang cukup tinggi di masyarakat (mahasiswa) tentang penurunan fleksibilitas otot hamstring akibat pemendekan yang terjadi tanpa disadari. Karena sebagian masyarakat (masyarakat) tidak tahu bagaimana stretching yang benar. Tidak disadari bahwa cara stretching yang salah misalnya, melakukan stretching terlalu lama akan mengakibatkan micro injury pada bagian yang diulur, sehingga apabila dibiarkan akan terjadi cidera (Benjamin and Haggquist, 2009). Pada penelitian yang dilakukan terhadap pemain bola di Eropa, tercatat bahwa rata-rata setiap musim seorang pemain mengalami dua kali cedera muskuloskeletal (otot/ligamen/sendi/tulang). Kasus terbanyak adalah cedera hamstring sebanyak 12%, diikuti oleh ligamen lutut MCL 9%, dan otot kuadriceps 7% (Ekstrand et al., 2012). Menurut penelitian Odunaiya et al (2005) dikatakan bahwa pemendekan otot hamstring mengaibatkan meningkatnya tekanan petelo femoral. Selanjutnya menrut penelitian de Aquino et al (2006), ditunjukkan bahwa kontraktur jaringan otot mempengaruhi kekakuan sendi sebanyak 41% dan berkontribusi pada gangguan kapsul 47% serta pada tendon 10%. Setiap gangguan pada kapsul, sendi, tendon selalu diikuti terjadinya pemendekan otot. Dalam hal ini fleksibilitas otot hamstring memegang peran penting dalam menentukan tercapainya gerak dan fungsi yang optimal. Kondisi otot hamstring yang mengalami pemendekan mempengaruhi keseimbangan kerja otot yang berdampak terhadap munculnya gangguan – gangguan lainnya dalam aktifitas individu. Salah satu diantaranya adalah perubahan sikap postur
3
mempengaruhi biomekanik yang pada akhirnya dapat memunculkan keluhan nyeri punggung bawah. Selain itu juga mempengaruhi aktifitas berjalan dimana dalam penelitian Yu et al ditunjukkan bahwa kecepatan pemanjangan otot hamstring secara signifikan lebih tinggi selama fase menapak dibandingkan fase mengayun. Untuk dapat melakukan aktifitas berjalan dengan efisien dengan resiko cedera kecil membutuhkan fleksibilitas hamstring yang adekuat (Odunaiya et al., 2006). Berdasarkan dari penelitian-penelitian yang disebutkan di atas, angka kejadian cedera pada otot hamstring cukup tinggi. Selain itu juga pemendekan pada otot hamstring berpengaruh lagsung pada meningkatnya tekanan patelo femoral syndrome, kekakuan sendi, gangguan kapsul serta tendon. Sehingga pemendekan otot hamstring berdampak pada kualitas fungsi gerak individu yang secara tidak langsung mengakibatkan penurunan kualitas hidup seseorang. Mahasiswa yang mengikuti rutinitas perkuliahan yang lama cenderung mempunyai sikap monoton sehingga mengakibatkan pemendekan otot yang akan berpengaruh pada eksibilitas dan fleksibilitas ototnya. Terlebih lagi mahasiswa mempunyai kebiasaan jarang berolaharaga. Dalam mempertahankan kestabilan postur tubuh dibutuhkan otot-otot stabilitas tubuh yang memadai. Otot- otot tersebut terdiri dari otot-otot bagian belakang dan depan tubuh, yakni otot-otot sekitar depan dan belakang pada hip dan knee, otot – otot bagian depan (quadriceps) dan belakang (hamstring) pada paha serta otot-otot pergelangan kaki (Gatti et al., 2011).
4
Sesuai dengan Kepmenkes 1363 mengenai pelayanan fisioterapi dinyatakan bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapiutis dan mekanis), latihan fungsi dan komunikasi. Dalam proses fisioterapi harus mampu mengembangkan intervensi fisioterapi secara rasional dan logis, serta mampu melaksanakan intervensi fisioterapi
yang telah ditetapkan dan
direncanakan. Pemilihan intervensi stretching dalam meningkatkan penurunan fleksibilitas otot hamstring adalah sangat tepat dan rasional (Wismanto, 2011). Stretching merupakan suatu bentuk terapi atau pelatihan yang diprogram untuk memanjangkan struktur jaringan lunak yang mengalami pemendekan patologis guna meningkatkan sudut gerak sendi dan fleksibilitas jaringan otot yang bersangkutan. Fleksibilitas otot hamstring dapat ditingkatkan melalui berbagai metode seperti, passive strethcing, active strethcing, metode PNF (proprioceptive neuromuscular facilitation), metode contract relax strethcing, dan dynamic strethcing. Dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat sebenarnya telah banyak dilakukan strethcing sebelum melakukan aktivitas, misalkan melakukan pemanasan sebelum berolahraga. Tetapi didalam pelaksanaannya belum tentu benar, karena misalkan melakukan strethcing terlalu lama akan menimbulkan micro injury pada bagian yang diulur dan bisa menimbulkan cidera. Oleh karena itu penelitian dan pendidikan mengenai cara strethcing yang benar sangatlah
5
penting dalam menunjang aktivitas sehari-hari, karena pemakaian kerja otot yang secara berlebihan akan menimbulkan kelelahan dan pada gilirannya akan menimbulkan pemendekan jaringan lunak yang bersangkutan, dan merubah biomekanik. Pada pemakaian atau posisi yang sama dalam waktu yang lama akan menimbulkan problem pada sendi lutut dan lumbal. Untuk itu sangat diperlukan strethcing atau peregangan otot yang memadai (Benjamin and Haggquist, 2009) Studi ini akan mengangkat, dan meneliti mengenai active strethcing. Penerapan active stretching didasari oleh asumsi ketika otot diregangkan maka akan terjadi tahanan yang minimal. Tehnik active stretching hanya melemaskan jaringan kontraktil, tapi tidak melemaskan jaringan ikat, stretching tipe ini hanya mungkin dilakukan bila otot yang hendak diregangkan mendapatkan distribusi persyarafan yang normal (innervative) dan terkontrol. Active stretching tidak dapat diterapkan pada pasien yang menderita kelemahan otot berat, ketegangan otot berlebihan (spasme) atau kelumpuhan yang disebabkan oleh disfungsi sistem otot syaraf (Romana,2014). Menurut penelitian Wismanto (2011) mengatakan bahwa pemberian latihan Active Isolated Stretching lebih efektif dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring dibandingkan pemberian latihan dengan metode contract relax stretching. Active Isolated Stretching merupakan stretching aktif, dengan menggunakan terapi myofacial release dan stretchig untuk otot (yang dangkal maupun yang dalam), tendon, dan fascia. Strethcing berguna mengoptimalkan fleksibilitas. Gerakan aktif yang memungkinkan otot antagonis untuk relaksasi, sehingga
6
terjadi peningkatan fleksibilitas tanpa hambatan. Adapun tujuan dari pemberian Active Isolated Stretching adalah untuk mencegah dan atau mengurangi kekakuan serta mengulur strktur jaringan lunak (soft tissue) yang berkaitan dengan spasme sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan fleksibilitas otot (Kochno,2004). Myofascial release secara luas digunakan sebagai pengobatan langsung yang memanfaatkan kekuatan mekanik khusus untuk memanipulasi dan mengurangi keterbatasan disfungsi somatik. Myofacial release bila digunakan dengan pengobatan konvensional lainnya menjadi sangat efektif untuk memberikan pembebasan nyeri untuk mengurangi nyeri tekan pada jaringan (Werenski,2011). Istilah mobilisasi saraf masih rancu karena memasukkan tes penekanan saraf juga pergerakan meluncur saraf/ neural gliding dalam satu istilah. Tujuan dari gerakan meluncur saraf/
neural gliding
sendiri adalah untuk memfasilitasi
gerakan saraf yang kemungkinan terhambat tanpa menekannya namun sekarang istilah yang digunakan untuk mencakup gerakan penekanan dan peluncuran saraf disebut neurodynamics. Slump stretching dapat menjadi terapi strain otot karena pada saat terjadinya stretching saraf simpatis menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada kulit dan pelebaran pembuluh darah pada otot, yang mungkin terlibat pada proses penyembuhan jaringan otot (Bertolini, 2009) Sejauh ini terdapat banyak jenis stretching yang beredar di masyarakat tetapi masih sedikit yang mengetahui dari beberapa jenis latihan
tersebut dapat
dikombinasikan. Active isolated strethcing dapat dikombinasikan dengan myofascial release maupun mobilisasi saraf. Dimana pemberian myofascial
7
release akan mengulur terlebih dahulu otot hamstring sebelum diberikan latihan sedangkan mobilisasi saraf dapat pula memberikan sensasi relaksasi terhadap otot hamstring sehingga keduanya memiliki peran sebagai pendukung dalam pemberian latihan active isolated strethcing untuk meningkatkan fleksibilitas otot hamstring. Berdasarkan latar belakang masalah di atas kami akan melakukan penelitian untuk membandingkan pemberian latihan Active Isolated Stretching dan mobilisasi saraf dengan latihan myofascial release dan Active Isolated Stretching dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakamg di atas maka ditentukan rumusan masalah dari skripsi ini sebagai berikut. 1. Apakah kombinasi pelatihan Active Isolated Stretching dan Mobilisasi Saraf dapat meningkatkan fleksibilitas otot hamstring? 2. Apakah kombinasi pelatihan Active Isolated Stretching dan Myofascial Release dapat meningkatkan fleksibilitas otot hamstring? 3.
Apakah ada perbedaan antara kombinasi pelatihan Active Isolated Stretching dan Mobilisasi Saraf dengan kombinasi Active Isolated Stretching dan Myofascial Release dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring?
8
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui peran pelatihan active isolated strethcing, mobilisasi saraf, myofascial release dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring.
1.3.2
Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan active isolated strethcing dengan mobilisasi saraf dapat meningkatkan fleksibilitas otot hamstring. 2. Untuk mengetahui kombinasi pelatihan active isolated strethcing dengan myofascial release dapat meningkatkan fleksibilitas otot hamstring. 3. Untuk mengetahui perbandingan kombinasi pelatihan active isolated strethcing dengan mobilisasi saraf dan myofascial release dalam meningkatkan stabilitas otot hamstring.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Ilmiah
1.4.1.1 Untuk menambah khasanah pengetahuan terhadap pemahaman terapi latihan yang efektif dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring. 1.4.1.2 Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi pembaca (mahasiswa) dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.
9
1.4.2
Manfaat Praktisi Untuk mendapatkan metode pelatihan yang tepat dan bermanfaat serta dapat dikembangkan untuk tindakan preventif (pencegahan terjadinya cidera akibat aktivitas yang salah) sehingga dapat dicapai efisiensi tenaga dan pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas masyarakat.