BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia. Tindakan earnings management telah memunculkan dalam beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, WorldCom dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et al, 2006). Pada kasus Enron, satu dampak yang sangat jelas yaitu kerugian yang ditanggung para investor dari ambruknya nilai saham yang sangat dramatis dari harga per saham US$ 30 menjadi hanya US$ 10 dalam waktu dua minggu. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa suatu perusahaan kelas dunia dapat mengalami hal yang sangat tragis dengan mendeklarasikan bangkrut justru setelah hasil audit keuangan perusahaannya dinyatakan “wajar tanpa syarat” (Alijoyo et al., 2004). Fenomena manajemen laba di Indonesia telah memunculkan beberapa kasus skandal keuangan yang melibatkan manipulasi laporan keuangan, antara lain Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mencatat sepanjang tahun 2010 telah menyelesaikan penelaahan dan pemeriksaan teknis terhadap indikasi perdagangan tidak wajar atas sejumlah kasus. Di antaranya 16 kasus dugaan pelanggaran pasal 91 dan 92 tentang Perdagangan
Semu dan Manipulasi Pasar, serta dua kasus dugaan Penggunaan Informasi Orang Dalam (tribunnews.com,31/12/2010). Kasus tersebut terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM-LK terhadap PT Indofarma Tbk, ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar Rp28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated) sebesar Rp28,8 miliar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama. Kasus pada perbankan terjadi pada kasus Bank Century pada awalnya bernama Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC) yang kini menjadi Bank Mutiara diduga adanya manipulasi laporan keuangan September 2008 yang dilakukan oleh Robert Tantular sebagai pemilik lama Bank Century, dalam laporan keuangan yang disusun manajemen lama, banyak kredit-kredit yang sebenarnya telah masuk dalam kolektabilitas 5 (macet) namun dianggap lancar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan posisi rasio kecukupan modal (CAR) Century per Oktober 2008 adalah -3,5 persen, sedangkan dalam laporan keuangan unaudited per September 2008 yang dilaporkan manajemen lama menyebutkan CAR perseroan masih di posisi 2,5 persen. Manajemen lama juga banyak melakukan kecurangan-kecurangan seperti benyak mencantumkan kredit fiktif dan Letter of Credit (L/C) fiktif dalam laporan keuangannya serta aset-aset yang ternyata bodong, dalam kasusnya dugaan korupsi Bank Century
sekitar Rp 13 tirilun (suarakarya-online.com,14/12/2009). Sementara menurut beberapa media masa, lebih banyak lagi perusahaan-perusahaan non publik melakukan pelanggaran yang melibatkan persoalan laporan keuangan. Perusahaan publik yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat melalui bursa saham, penyajian laporan keuangan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwewenang, di Indonesia lembaga ini adalah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), dan laporan ini harus diterbitkan melalui media-media masa yang dapat digunakan sebagai sumber informasi penting yang diperlukan oleh pemegang saham khususnya
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan
dengan
perusahaan
(stakeholders) pada umumnya. Salah satu peraturan yang diterbitkannya adalah bahwa emiten wajib mengungkapkan informasi penting melalui laporan tahunan di antaranya laporan keuangan kepada para pemegang saham maupun laporanlaporan lainnya kepada BAPEPAM-LK, bursa efek, serta kepada masyarakat dengan cara tepat waktu, akurat, dapat dimengerti dan obyektif. Laporan
keuangan
menjadi
alat
utama
bagi
perusahaan
untuk
menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen. Penyampaian informasi melalui laporan keuangan tersebut perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak eksternal maupun internal yang kurang memiliki wewenang untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan. Seperti dinyatakan dalam kerangka konseptual Financial Accounting Standards Board (FASB) bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna untuk keputusan
bisnis. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang secara formal
wajib
dipublikasikan
sebagai
sarana
pertanggungjawaban
pihak
manajemen terhadap pengelolaan sumber daya pemilik. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terdiri dari laporan posisi keuangan awal, laporan posisi keuangan, laba rugi komprehensif, catatan atas laporan keuangan, laporan posisi awal dan arus kas. Laporan ini diakui oleh investor, kreditur, organisasi buruh, bursa efek dan para analis keuangan sebagai sumber informasi penting mengenai keberadaan sumber daya ekonomi perusahaan yang diharapkan berguna untuk pengambilan keputusan. Informasi ini juga diharapkan menjadi pedoman untuk pemegang saham dan investor potensial untuk menentukan kepentingan investasi mereka terhadap saham emiten. (Boediono, 2005) Berdasarkan beberapa contoh kasus yang telah dipaparkan sebelumnya, sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan corporate governance. Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni dkk, 2004) Laporan keuangan sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari proses penyusunannya. Kebijakan dan keputusan yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan mempengaruhi penilaian
kinerja
perusahaan.
Manajemen
akan
memilih
metode
tertentu
untuk
mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen (Boediono, 2005). Penelitian mengenai hubungan Corporate Governance yang diamati melalui kepemilikan manajerial dan institusional telah banyak dilakukan namun menunjukan hasil tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005) yang membuktikan bahwa Mekanisme Corporate Governance dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komposisi dewan komisaris secara simultan berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian lain Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyimpulkan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris secara simultan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba sedangkan manajemen laba tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan. Penelitian Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan mekanisme corporate governance berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Maruf (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh corporate governance terhadap motivasi manajemen laba perusahaan Go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba tetapi proporsi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Isnanta (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh corporate governance dan struktur kepemilikan terhadap manajemen laba dan kinerja pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini dilakukan terhadap 58 perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba tetapi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Welfin dan Herawaty (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance, independensi auditor, kualitas audit, dan faktor lainnya terhadap manajemen laba. Penelitian ini dilakukan terhadap 120 sampel perusahaan dan terdapat 40 perusahaan yang memenuhi kriteria yang bergerak di bidang manufaktur. Hasil ini menyimpulkan bahwa leverage, kualitas audit dan profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba sedangkan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, independensi dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Sriwedari (2009) mengenai pengaruh good corporate governance terhadap manajemen laba dan kinerja perusahaan. Penelitian ini menghasilkan bahwa mekanisme GCG yang diproyeksikan ke dalam kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan proporsi dewan komisaris berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba, Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan fenomena yang diungkapkan maka penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali mekanisme Corporate Governance, manajemen laba dan kinerja keuangan. Adanya hasil yang tidak konsisten dari penelitian-penelitian sebelumnya menyebabkan isu ini menjadi topik penting untuk diteliti. Peneliti menambahkan variabel lain untuk alat ukur
corporate governance sesuai dengan rekomendasi dari peneliti sebelumnya dan dari teori-teori yg peneliti dapat yaitu menambahkan variabel komite audit yang membantu fungsi pengawasan dewan komisaris. Objeknya pun berbeda karena menggunakan perusahaan perbankan yang sudah go publik dan terdaftar di BEI selama periode tahun 2010. Maka, penelitian ini dituangkan dalam judul: “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Go Public Sektor Perbankan)” 1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap manajemen laba dan manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Pertanyaan penelitian dari perumusan masalah tersebut adalah: (1)
Apakah
mekanisme
corporate
governance,
dalam
hal
ini
kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. (2)
Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data-data yang objektif yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini dan untuk mempelajari, menganalisis, dan menyimpulkan tentang mekanisme corporate governance, manajemen laba dan kinerja keuangan Tujuan penelitian ini untuk mengetahui secara empiris: 1) Memberikan bukti empiris mengenaai pengaruh mekanisme corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris dan komite audit baik secara bersama-sama maupun individual terhadap manajemen laba. 2) Memberikan bukti empiris apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama kajian akuntansi keuangan mengenai agency theory dan corporate governance dan konsekuensinya terhadap kinerja keuangan yang dilaporkan. Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memberikan masukan kepada para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami mekanisme corporate governance serta praktik manajemen laba, sehingga dapat meningkatkan nilai dan pertumbuhan perusahaan.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil sampel perusahaan manufaktur yang telah go public di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sumber data diperoleh dari internet melalui situs www.idx.co.id, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan Pojok Bursa Universitas Widyatama yang berlokasi di jalan Cikutra 204A, Bandung. Adapun waktu penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2012 sampai dengan selesai.