perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Geliat sejumlah partai politik mulai terlihat menjelang pemilihan umum yang
akan bergulir pada tahun 2014 mendatang. Sejumlah partai yang telah lolos verifikasi KPU memulai meracik strategi guna pemenangan di pemilu mendatang. Pada awal tahun 2013 ini KPU telah menetapkan sebanyak 15 partai, yang terdiri dari 12 partai nasional dan 3 partai daerah Aceh sebagai perserta pemilu 2014 (KPU, 2013). Komunikasi dan strategi politik yang tepat menjadi keharusan setiap kontestan guna meraup suara terbanyak untuk memenangi pemilihan umum, implementasi keduanya (komunikasi dan strategi politik) tertuang dalam kebijakan kampanye partai yang akan dilakukan. Mengambil pengertian kampanye dari Stecce dalam Rice (1981) “Political campaigns are aimed at the mobilization of support for one’s cause or candidate” (Cangara, 2009: 275). Maka dari itu, strategi yang tercipta merupakan hasil perumusan yang terbaik, sehingga dapat tersampaikan dengan efektif kepada target dan berbuah pemberian suara. Sejumlah partai politik (parpol) yang lolos merupakan peserta dari pemilu sebelumnya yang diselenggarakan pada tahun 2009 yang telah mengalami penyederhanaan (pengurangan) dan penambahan partai baru. Partai Nasional commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Demokrat (Nasdem) dan tiga partai lain dari Aceh menjadi partai dengan wajah baru dalam perhelatan politik terbesar ini. Belajar dari pemilu 2009 lalu, nampaknya partai politik saat ini tidak dapat menerapkan cara, metode, dan strategi kampanye yang sama persis untuk diaplikasikan dalam kampanye pemenangan pemilu 2014. Komunikasi politik parpol biasanya disampaikan melalui kampanye, baik secara langsung maupun melalui saluran media. Secara langsung pesan politik partai disampaikan ke masyarakat tanpa perantara, seperti menggunakan orasi terbuka ataupun melalui penyuluhan. Melalui media partai politik menggunakan media televisi untuk penyampaian iklan politik secara audio visual, melalui koran secara visual, hingga yang terbaru para partai politik berlomba-lomba menggunakan jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan sebagainya untuk menjaring masa yang besar. Banyaknya partai politik yang mengikuti kompetisi dalam pemilu legislatif 2009 lalu menjadi salah satu penyebab dari kegagalan partai politik atau elit politik dalam menyampaikan pesan politik, memikirkan dan mencari jalan keluar bagi masalah-masalah penting yang dihadapi bangsa. Strategi komunikasi yang dilakukan partai menjadi minim pesan (isi) karena anggota parpol terjebak sendiri dalam persaingan antar parpol, dan menjauh dari masyarakat yang mana sebagai voters. Pertikaian antar elit lebih banyak mewarnai wajah perpolitikan Indonesia periode pemilihan umum 2009 dari pada perdebatan untuk upaya pencarian jalan keluar bagi persoalan bangsa .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Kajian yang dilakukan oleh Dwi Tiyanto, Pawito, Pamela Nilan, dan Sri Hastjarjo di Surakarta menjelang pemilihan umum legislatif 2009, misalnya, menemukan kenyataan bahwa masyarakat pada dasarnya merasa kecewa atau tidak puas terhadap kinerja partai politik dan kinerja elit politik. Ketidakpuasan yang berkembang dalam masyarakat berkaitan dengan kinerja partai politik terutama berkenaan dengan terbengkalainya sejumlah fungsi penting partai politik seperti fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat, rekruitmen kepemimpinan, dan fungsi sosial (Pawito, 2012 : 12). Buruknya citra parpol menciptakan ketidakpuasan pada masyarakat yang sejatinya merupakan objek sasaran strategi politik partai yang diharapkan akan memberikan suara atau dukungan. Ketidakpercayaan di masyarakat semakin meningkat, berbanding lurus dengan jumlah pemilih golongan putih (golput). Jumlah golput dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini bisa dilihat dari data Litbang Kompas mengenai pemilu dari tahun 1955-2004 yang memperlihatkan bahwa trend golput semakin meningkat. Begitu juga pada pemilu 2009 jumlah golput mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari KPU bahwa jumlah pemilih terdaftar sebesar 171.265,441 sedangkan jumlah yang tidak memilih mencapai 49.667.075 atau sekitar 29,01% (Firmanzah, 2009 : 39). Keberadaan pemilih seharusnya dijadikan subjek dan kontestan sebaiknya menempatkan diri sebagai pelayan serta agen perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Pada kenyatannya hubungan antara partai politik dengan pemilih tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
dalam bentuk yang ideal. Bentuk pendekatan ideal secara dua arah yang dikembangkan Gioia dan Chittipeddi (1991), menekankan pada hubungan antara partai politik dengan masyarakat adalah hubungan iterasi, kedua pihak terlibat dalam membangun pemahaman besama (Firmanzah, Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas, 2007 : 77). Dengan semakin terciptanya jarak antara elit dan masyarakat di dunia politik, hiruk-pikuk dunia politik hanya berlangsung terbatas dalam tataran elit. Masyarakat tidak melihat arti penting berpolitik. Bagi mereka, berpolitik hanya ajang perebutan kekuasaan dan jarang sekali menyelesaikan permasalahan mereka. Akibatnya, motivasi berpolitik pun memudar. Ditambah masalah pada kepragmatisan dunia politik membuat prinsip serba instan dan cepat menjadi prinsip utama. Semuanya dikarbit, calon dan partai baru diorbitkan untuk menjadi cepat terkenal dan populer di kalangan masyarakat dan media massa. Popularitas digunakan sebagai ukuran utama suatu keberhasilan. Orang yang memiliki kualitas tetapi tidak dalam lingkaran kekuasaan pun disisihkan. Sebaliknya, mereka yang berada dalam posisi pusat perhatian media massa seperti penyanyi, pelawak, artis sinetron, pengamat, dan penyanyi menjadi rebutan partaipartai politik. Dengan semakin rumitnya permasalahan pilihan komunikasi politik partai, maka partai politik dituntut untuk selalu kritis dalam menyampaikan pesan politik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
guna pesan yang disampaikan mengenai substansi permasalahan yang ada di masyarakat. Praktik penyampaian pesan dengan paksaan dan intimidasi sudah tidak dapat digunakan dalam situasi dan kondisi sekarang ini. Masyarakat melihat kapabilitas, reputasi, dan latar belakang kontestan sebelum menjatuhkan pilihannya. Partai politik mulai mengubah paradigma terhadap masyarakat, dari hanya objek menjadi subjek yang dapat dilibatkan dalam komunikasi dua arah saat penyusunan kebijakan politik partai. Kesimpulan dari studi Fiorina (1981) dan serta Enelow dan Hinich (1984) mempelajari tentang isu dan masalah dalam proses pengambilan keputusan politik, kesimpulannya bahwa pemilih menaruh perhatiannya yang sangat tinggi atas cara kontestan (partai politik atau calon pemimpin) dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan (Firmanzah, Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas, 2007).
Buruh Sebagai Objek Kampanye Politik Partai Jumlah angkatan kerja (buruh/pekerja) di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 118,0 juta orang, berkurang sekitar 2,4 juta orang dibanding angkatan kerja Februari 2012 sebesar 120,4 juta orang atau bertambah sekitar 670 ribu orang dibanding Agustus 2011 (BPS, 2012 : 1). Artinya lebih dari setengah dari jumlah penduduk di Indonesia masuk dalam kelompok buruh. Maka dari itu kelompok buruh adalah kelompok potensial bagi partai politik untuk menyusun strategi dan pesan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
politik dalam kampanye. Isu-isu sentral di tengah kaum buruh Indonesia diangkat dan dituangkan dalam kampanye partai yang telah dikemas dalam bentuk kebijakan. Kebijakan yang dirumuskan pun sifatnya transaksional diantara buruh dan partai, solusi permasalahan buruh dituangkan dalam janji-janji partai yang mana janji tersebut dapat terlaksana manakala ditukar dengan suara yang dapat diberikan oleh kaum buruh. Menjadikan kaum buruh sebagai objek kampanye / komunikan dalam komunikasi politik partai bukan lah hal yang baru. Isu-isu sentral seperti upah buruh, sistem kerja outsourcing, hingga THR merupakan isu yang dibungkus dalam janji politik yang disampaikan oleh partai politik. Tidak hanya itu, kaum buruh pun dilibatkan dalam berbagai iklan partai politik. Salah satu iklan politik yang dilakukan oleh Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto di iklan politiknya tahun 2009 dimana dalam iklan tersebut melibatkan buruh tani HKTI (Himpunan Kelompok Tani Indonesia). Sebelumnya juga partai-partai politik telah menjadikan banyak serikat buruh sejenis, dan menggunakan serikat buruh itu sebagai organisasi-front (barisan depan) untuk membantu partai-partai itu dalam kampanye-kampanye politik mereka. Serikat buruh melakukan jasa-jasa penting bagi pengaruh mereka. Mereka mengorganisasi rapat-rapat politik dan demonstrasi kekuatan dan kekuasaan lainnya. Konsep-konsep serikat-serikat buruh sebagai organisasi massa dan sebagai sekolah-sekolah itu sendiri melayani tujuan ini (Tejakusuma, 2008 : 154). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Namun jika menengok pada partisipasi buruh pada pemilu tahun 2009, partisipasi buruh belum dikatakan maksimal. Hasil survei Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) bertajuk “Orientasi Politik Buruh dalam Pemilu Legislatif 2009” menunjukkan, mayoritas buruh tidak mengetahui keberadaan partai politik, mayoritas buruh tidak memiliki pengetahuan yang cukup baik terkait visi, misi dan program (platform) partai politik, dan mayoritas buruh masih menghendaki SB tidak terlibat dalam urusan politik praktis (Launa, 2011 : 11). Survei ini memberi gambaran awal kepada kita bahwa tingkat pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi politik buruh masih terbilang rendah; belum mampu memaksimalkan ruang demokratisasi politik yang tersedia sebagai arena penting perjuangan struktural buruh di pentas politik negara. Sejak konferensi International Labour Organization (ILO) yang menghasilkan ratifikasi kebijakan No.87 tentang serikat pekerja, ikatan buruh semakin kuat melalui organisasi-organisasi pergerakan yang sebelumnya di era Orde Baru sangat dibatasi. Melalui ratifikasi tersebut buruh di Indonesia seharusnya serikat pekerja semakin memiliki nilai tawar terhadap partai politik untuk mengatur kebijakan tentang ketenagakerjaan. Seperti yang diharapkan dari konvesi ILO terakhir pada tahun 2009 yang menyatakan bahwa: To the extent that this proves successful, trade unions will be better positioned to use collective bargaining (and other tools) in support of a wage-led recovery that produces environmentally sustainable prosperity, social justice and gender equality (Curniah, 2009:6). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Dalam perjalanannya serikat buruh semakin tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap partai politik di parlemen. Kondisi tersebut dapat dilihat dari dua sudut pandang, secara interen serikat buruh sendiri keanggotaannya terpecah dimana banyak buruh yang memilih untuk bergabung dengan beragam partai; juga ditambah banyak anggota buruh yang memilih untuk tidak bergabung dengan partai politik. Dari sudut pandang lain posisi tawar antara buruh dan parpol merupakan dua kelompok masa yang tersekat. Ketidakhadiran anggota buruh di parlemen menjadikan posisi tawar terhadap kebijakan ketengakerjaan menjadi berat sebelah. Hal tersebut yang kemudian kemungkinan menjadi penyebab banyaknya anggota dari serikat pekerja lebih memilih sikap apolitis daripada ikut terlibat tawar-menawar kebijakan dengan partai politik. Jika merujuk pada keberadaan Partai Buruh Australia (ALP) dapat dilihat bahwa keberadaan kaum buruh di parlemen dan menjadi bagian dari parpol sangat memberikan pengaruh; dimana akan sangat banyak posisi yang dapat dikelompokkan dan diatur sesuai proporsi yang diinginkan (Leigh, 2009:428).
Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sebagai Salah Satu Serikat Buruh di Indonesia dan Persepsi terhadap Partai Politik Sebagai benteng dan upaya yang lebih solid bagi kaum buruh, khususnya buruh di bidang tekstil, sandang, karet dan kulit untuk melakukan tawar menawar politis, melindungi hak dan kepentingan buruh maka pada tanggal 6 Juni 2003 di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Yogyakarta berdirilah Serikat Pekerja Nasional (SPN). Organisasi ini mulanya bernama Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (F.SPTSK) yang bergerak dibawah organisasi induk buruh yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Keberadaan SPN khususnya di Kota Salatiga merupakan benteng perisai pekerja terhadap partai politik di Kota Salatiga. Sebagai komunikator, SPN Kota Salatiga berusaha menyuarakan kepentingan, hak-hak, dan tuntutan sejumlah buruh anggota serikat pekerja. Sebaliknya sebagai komunikan SPN menerima segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan partai politik melalui anggota parlemen; dan juga menerima segala bentuk pesan parpol yang ditujukan kepada SPN misal menjelang pemilihan umum. Bentuk-bentuk komunikasi politik antara SPN Kota Salatiga dengan Parpol seperti rekruitmen sejumlah anggota SPN kedalam parpol, diskusi publik yang dilakukan menjelang pemilu, somasi yang dilakukan bagian advokasi SPN terhadap DPRD Kota Salatiga, bentuk aksi hari buruh, dan sebagainya merupakan produk komunikasi politik antara keduanya. Jika dilihat secara geografis, Salatiga sendiri termasuk dalam salah satu lempeng area pusat industri Jawa Tengah dimana daerah sekitarnya yaitu Kab. Semarang dan Kab. Boyolali yang merupakan daerah industri padat karya juga memberikan dampak yang signifikan terhadap keberadaan serikat pekerja kota Salatiga, sehingga SPN Kota Salatiga sendiri selalu terlibat dalam upaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
perlindungan buruh dikawasan tersebut salah satunya turut serta dalam menuntut dan memberikan usulan nilai UMK ke pemerintah Provinsi. Meski posisi tawar antara partai politik maupun pemerintah dengan buruh terus tumbuh terjalin, namun ditingkat pengurus pusat pun masih ada yang memilih sikap apolitis terhadap partai politik. Jika dilihat dari level komunikasinya, bahwasanya komunikasi organisasi (serikat pekerja) seharusnya memiliki satu kesamaan visi dan pandangan terhadap partai politik, namun pada kenyataannya anggota SPN Kota Salatiga sendiri terpecah menjadi anggota pro partai politik dan non-partai politik, keberagaman sikap yang ditunjukan anggota didalam satu induk organisasi disebabkan oleh perbedaan persepsi yang menyebabkan perbedaan pengambilan keputusan. Melihat celah permasalah internal yang ditinjau secara komunikasi organisasi bahwa komunikasi internal tidak berjalan dengan baik – karena perbedaan visi (pandangan) terhadap partai politik – maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana persepsi dari anggota khususnya pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Salatiga. Diketahuinya perbedaan persepsi tersebut diantara buruh dipandang peneliti dapat menjadi pijakan awal Serikat Pekerja untuk membangun persamaan (pandangan) tentang partai politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
1.2.
Rumusan Masalah Melihat komunikasi politik yang dilakukan antara Serikat Pekerja Nasional
(SPN) sebagai komunikan terhadap Partai Politik sebagi komunikator yang memiliki hubungan erat dibidang industrial, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah: Bagaimanakah persepsi anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN) kota Salatiga SPN terhadap partai politik peserta Pemilihan Umum 2014?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi anggota Serikat
Pekerja Nasional (SPN) Kota Salatiga terhadap partai politik peserta Pemilihan Umum 2014.
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat teoritis penelitian ini adalah: a. Dari hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar penelitianpenelitian selanjutnya yang sejenis dan dapat dikaji secara mendalam, serta menjadi bagian dari hasanah pengetahuan sehingga dapat menambah pengetahuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
b. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini merupakan pengetahuan dan pengalaman dalam mengkaji tentang persepsi yang ada pada buruh khususnya anggota/pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) terhadap partai politik peserta Pemilihan Umum 2014. Manfaat praktis penelitian ini adalah : a. Bagi kalangan politisi partai politik, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menyusun strategi kampanye dan pendekatan yang tepat terhadap kaum buruh, khususnya buruh anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Salatiga. b. Bagi kalangnana buruh sendiri, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membuat kebijakan di dalam internal dalam upaya konsolidasi organisasi buruh menjadi lebih kondusif khususnya Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Salatiga.
1.5.
Tinjauan Pustaka
A.
Komunikasi Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dan menjalankan seluruh
kehidupannya sebagai individu dalam kelompok sosial, organisasi, maupun masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia berinteraksi, membangun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
relasi dan transaksi sosial dengan orang lain. Interaksi itu lah yang mana merupakan bentuk/upaya untuk memenuhi kebutuhan dari manusia itu sendiri. Itulah sebabnya manusia tidak dapat menghindari komunikasi antar personal, kelompok, komunitas, organisasi dan publik, maupun komunikasi massa. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 1990 : 9). Jika dua orang atau lebih terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan mana mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Sehingga proses komunikasi yang komunikatif dapat dilatar belakangi oleh berbagai hal, salah satunya adalah kesamaan bahasa antar pelaku komunikasi. “Communication as an act of establishing contact between a sender and receiver, with the help of a message; he sender and receiver some common experience which meaning to the message encode and senth by the sender and received an decoder by the receiver.” (Komunikasi sebagai tindakan mengadakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan; pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman umum yang memberi arti pada pesan sandi dan dikirimkan oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima) (Sutarto, 1991 : 12). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definis Hovland menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan poitik memainkan peranan yang sangat penting. (Effendy, 1990 : 10). Carl I. Hovland juga mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individualis). Akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif. Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Persaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. (Effendy, 1990 : 11) Proses komunikasi secara umum adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan sesorang kepada orang lain menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media pada umumnya dalam proses komunikasi adalah bahasa, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang akan diterjemahkan dan dimengerti oleh pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah sebagai simbol yang mampu menerjemahkan ke pikiran orang lain. Apakah itu berbentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai hal yang kongret maupun yang abstrak, bukan saja hal atau peristiwa yang terjadi sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang. Dari beberapa definisi diatas, kita dapat mengatakan bahwa komunikasi sebagai suatu aktivitas manusia selalu melibatkan: 1. Sumber komunikasi 2. Pesan komunikasi berbentuk verbal dan non verbal 3. Media atau saluran sebagai sarana – wadah, tempat pesan atau rangkaian pesan dialihkan. 4. Cara alat, atau metode untuk memindahkan pesan. 5. Proses Komunikasi, yakni proses satu arah, interaksi, dan proses transaksi. (Liliweri, 2007 : 5) Komunikasi diadakan karena secara sadar/tidak sadar orang menginginkan mencapai suatu tujuan. Tujuan ini dapat merupakan tujuan pribadi tetapi dapat juga merupakan tujuan kelompok atau masyarakat luas. Tujuan dari komunikasi adalah selalu untuk mengadakan situasi yang menguntungkan komunikator demi terwujudn commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
ya suatu tujuan atau harapan. Karena itu, suatu kegiatan komunikasi yang mengetahui lingkup referensi dan luas pengalaman, membuka jalan untuk memperhitungkan sebelumnya bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang akan dilancarkan. Setiap proses komunikasi pasti disertai dan dilatarbelakangi oleh hakikat dan tujuan komunikasi, dapat dikatakan bahwa tujuan komunikasi umumnya ada empat, yaitu: 1. Komunikasi bertujuan untuk mengirimkan informasi. Jika komunikator mengirimkan pesan, maka diharapkan agar komunikan mengetahui pesan tersebut. 2. Komunikator mengirimkan pesan
yanag bernuansa pendidikan, dan
diharapkan komunikan dapat belajar dari informasi yang telah diterima 3. Komunikator mengirimkan pesan bernuansa hiburan, dan diharapkan komunikan dapat menikmati informasi yang telah dia terima. 4. Komunikator mengirimkan pesan, baik sebagai informasi, pendidikan, dan hiburan, untuk memengaruhi sikap komunikan. (Liliweri, 2007 : 215) Setiap proses komunikasi didasarkan pada pemikiran dan harapan akan keuntungan (Expectation of reward), disamping itu telah dilihat pula, bahwa nilai komunikasi tergantung juga dari pemberian makna tetapi juga apakah lambang itu dipahami. Selain dari itu, setiap anjuran (melalui public communication ataupun baru) akan menghasilkan suatu pengelompokan baru apabila yang diminta adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
keputusan yang didukung oleh masyarakat. Maka akan terbentuk dua kelompok masyarakat yang pro dan anti, perbedaan penafsiran pesan komunikasi membuat sekat antar individu maupun kelompok, sehingga seroang individu perlu melakukan pengambilan keputusan berdasarkan latarbelakang (pengalaman) dan pemaknaan pesan. Laswell pernah memberikan gambaran tentang proses komunikasi yang dipaparkan dengan kalimat : “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect” (Effendy,1990:10) yang mana dalam paradigma tersebut dilihat dari 5 unsur komunikasi yaitu komunikator sebagai pihak pengirim pesan, pesan itu sendiri yang berisi muatan isi atau maksud, saluran atau media yang digunakan untuk menyampaikan, komunikan sebagai penerima pesan, dan terakhir efek yang ditimbulkan oleh pesan yang telah sampai. Jika melihat pada formula Laswell, penelitian ini menfokuskan pada studi tentang khalayak sebagai komunikan atau penerima pesan. Dalam penelitian ini khalayak yang menjadi sumber data adalah anggota serikat pekerja yang berposisi sebagai stakeholder dalam kepengurusan yang terdiri dari pengurus non parpol dan pengurus anggota parpol. B.
Komunikasi Politik Komunikasi merupakan aktivitas utama dalam kehidupan manusia, dalam
rangka menjalin hubungan dengan individu lain, komunikasi menjadi instrumen penting untuk menjalin sebuah ikatan; juga dalam lingkungan politik manusia, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
komunikasi memiliki peranan yang cukup sentral. Tidak hanya tampil dalam bentuk aksi protes menuntut hak yang terampas maupun menyuarakan aspirasi, namun lebih luas dari itu dalam komunikasi politik dapat juga berupa debat dalam sidang parlemen, pidato, rapat, kampanye, dan perundingan atau negosiasi. Definisi komunikasi didefinisikan oleh Meadow yang menyebutkan bahwa “political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for political system” (Cangara, 2009:35). Pandangan Meadow dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi politik merupakan pertukaran simbol yang memiliki konsekuensi untuk sistem politik, termasuk konten pesan yang disampaikan memiliki muatan politik. Kampanye misalnya merupakan salah satu bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sebuah partai politik. Melalui kampanye kontestan memiliki kesempatan untuk memprosmosikan dan mengkomunikasikan ide dan inisiatif politik. Masing-masing kontestan saling berlomba untuk menawarkan produk politik yang menarik. Praktik paksaan dan intimidasi sudah tidak dapat digunakan dalam situasi dan kondisi sekarang ini. Masyarakat melihat kapabilitas, reputasi, dan latar belakang kontestan sebelum menjatuhkan pilihannya. Menurut McQuaill menyatakan bahwa komunikasi politik adalah semua proses penyampaian informasi, termasuk fakta, pendapat, keyakinan-keyakinan dan seterusnya, pertukaran dan pencarian tentang itu semua yang dilakukan oleh para commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
partisipan dalam konteks kegiatan politik yang lebih bersifat melembaga (Pawito, 2008 : 2). Dalam komunikasi politik juga dimasudkan untuk menciptakan image (poisitioning) di tengah masyarakat. Positioning yang jelas tentang image politik akan dapat memudahkan masyarakat dalam memilih partai politik yang sesuai berdasarkan ideologi dan pogram kerja yang mereka tawarkan. Kegagalan suatu partai untuk membentuk image yang kuat dalam benak masyarakat berarti menyulitkan masyarakat untuk mengidentifikasi partai politik tersebut, karena tidak ada satu image menonjol yang tekekam dalam masyarakat. Perkembangan zaman membawa perubahan pola komunikasi politik di Indonesia. Pola komunikasi satu arah saat ini kurang dapat diaplikasikan dalam kasus antara buruh dengan pemerintah atau partai politik. Khalayak (buruh) meminta dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan politik, artinya komunikasi dua arah menjadi tuntutan – meskipun hingga saat ini aplikasinya komunikasi dua arah belum dapat dilihat. Komunikasi politik menurut Mansfield dan Weaver memiliki beberapa unsur, yakni : a. Komunikator Politik Komunikasi politik tidak hanya menyangkut partai politik, melainkan juga lembaga pemerintah legislatif dan eksekutif. Dengan demikian sumber atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat memberi informasi tentang hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik. b. Pesan Politik Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun non-verbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun tidak disadari yang isinya mengandung bobot politik. c. Media Politik Saluran atau media politik adalah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya. d. Komunikan (Target Politik) Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) kepada partai atau kandidat dalam Pemilihan Umum. e. Efek Komunikasi Politik Efek dari komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem pemerintahan dan partai-partai politik, dimana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara (vote) dalam pemilihan umum. (Cangara, 2009: 37)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Sedangkan menurut McNair komunikasi politik memiliki beberapa fungsi, yaitu: a. Memberikan informasi kepada masyarakat apa yang terjadi di sekitarnya. Disini media komunikasi memiliki fungsi pengamatan dan juga fungsi monitoring apa yang terjadi dalam masyarakat. b. Mendidik masyarakat terhadap arti dan signifikansi fakta yang ada. Di sini para jurnalis diharapkan melihat fakta yang ada sehingga berusaha membuat liputan yang objektif (objective reporting) yang bisa mendidik masyarakat luas. c. Menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-masalah politik sehingga bisa menjadi wacana dalam membentuk opini publik, dan mengembalikan hasil opini itu kepada masyarakat. Dengan cara demikian, bisa memberi artai dan nilai pada usaha penegakan demokrasi. d. Membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga politik. Disini media bisa berfungsi sebagai anjing penjaga (watchdog) sebagaimana pernah terjadi dalam kasus mundurnya Nixon sebagai Presiden Amerika karena terlibat dalam kasus Watergate. e. Dalam masyarakat yang demokratis, media politik berfungsi sebagai saluran advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-program lembaga politik dapat disalurkan kepada media massa. (Cangara, 2009) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Salah satu praktik komunikasi politik adalah melalui kampanye. Di Indonesia kampanye sering diartikan sebagai pawai motor, pertunjukan hiburan oleh para artis, pidato berapi-api dari para juru kampanye penuh propaganda, dan saling ledek dengan saingan lain. Kampanye adalah aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk memengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan penyebar atau pemberi informasi (Cangara, 2009:276). Keberhasilan komunikasi ataupun kampanye dapat dikatakan lancar, wajar, dan sehat manakala sistem politik akan mencapai tingkat responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan kepentingan sesuai dengan tuntutan zaman (Cangara, 2009:17). C.
Persepsi Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik fisik maupun
lingkungan sosial. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula indidvidu langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Sejak itu pula individu menerima langsung rangsangan dari luar dirinya. Dalam rangka individu megnenali stimulus merupakan persoalan yang berkaitan dengan persepsi. Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.
Persepsi merupakan inti komunikasi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
sedangkan penafsiran (intepretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2000 : 167). John R. Wenburg dan William W. Wilmot mendefinisikan persepsi sebagai cara organisme memberi makna. Sejalan dengan definisi John dan William, Rudolph F. Vedderber juga mendefinisikan persepsi sebagai proses menafsirkan informasi indrawi, atau J. Cohen: “Perespsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna sensasi sebagai representatif
objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak
mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi disebut inti komunikasi” (Mulyana, 2000). Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomnikasi dengan efektif. Keneth K Sereno dan Edward M. Mudaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persesi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: seleksi, organisai dan interpretasi . Yang dimaksud dengan seleksi sebenarnya mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi, yang dapat didefinisikan sebagai “meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna” (Mulyana, 2000 : 169). Tahap terpenting dalam persepsi adalah intepretasinya atas informasi yang kita peroleh melalui salah satu atau lebih indra kita. Namun kita tidak dapat menginterpretasikan
makna
setiap
obyek
secara
langsung,
melainkan
menginterpretasikan makna informasi yang dipercaya mewakili objek terebut. Jadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
pengetahuan yang kita peroleh melalui persepsi bukan pengetahuan mengenai objek yang sebenarnya, melainkan pengetahuan mengenai bagian atau tampaknya obyek tersebut. Persepsi merupakan aktivitas yang terintegrasi, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut.
Davidof (1981) mengeemukakan bahwa dalam persepsi itu
sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antar individu satu dengan individu yang lain tidak sama. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi itu memang bersifat individual (Walgito, 2003 : 45). Persepsi manusia sebenarnya terbagi menjadi dua, persepsi terhadap objek lingkungan fisik dan persepsi terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia lebih sulit dan kompleks, karena manusia baersifat dinamis. Persepsi yang kita bahas dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap manusia, sering juga disebut persepsi sosial. Persepsi terhadap lingkungan fisik berbeda dengan persepsi sosial. Perbedaan tersebut mencakup hal-hal berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
a. Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan non verbal. Orang lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramaikan b. Persepsi terhadap objek menaggapi sifat-sifat luar, sedangkan persepsi terhadap orang menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan, dan sebagainya). Kebanyakan objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain objek bersifat statis, sedangkan manusia bersifat dinamis. Oleh karena itu persepsi terhadap manuasia dapat berubah dari waktu ke waktu (Mulyana, 2000 : 181). Dalam prosesnya, terdapat dua hal yang mempengaruhi aktivitas persepsi, yaitu : a. Stimulus b. Lingkungan Stimulus berarti rangsangan yang didapat oleh individu, jika rangsangan (stimulus) yang didapat kuat, maka aktivitas persepsi akan berlangsung dengan baik sehingga menimbulkan kesadaran bagi individu yang mempersepsi. Sedangkan lingkungan merupakan faktor eksternal dari luar diri individu, lingkungan eksternal berupa lingkungan sosial dimana juga akan mempengaruhi aktivitas persepsi itu sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Menurut Tagiuri dalam Lindzey dalam Aronson (1975) persepsi sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui mengintepretasikan dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi , tentang sifat-sifatnya, kualitasnya dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi, sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi (Walgito, 2003 : 47) Persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. R.D. Laing mengatakan, “manusia selalu memikirkan orang lain dan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, dan apa yang orang lain pikirkan mengenai apa yang ia pikirkan mengenai orang lain itu, dan seterusnya” (Mulyana, 2000 : 175). Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Beberapa prisip penting mengenai persepsi
sosial yang menjadi
pembenaran atas perbedaan persepsi sosial ini adalah : a. Persepsi berdasarkan pengalaman Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu
mereka berkaitan dengan orang, objek atau kejadian serupa. Bila
berdasarkan pengalaman kita sering melihat bahwa suatu objek diperlakukan dengan cara tertentu yang lazim, kita mungkin akan bereaksi lain terhadap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
cara baru memperlakukan objek tersebut, berdasarkan persepsi kita yang lama itu. b. Persepsi bersifat selektif Banyak dorongan rangsangan indrawi yang selalu ada dihadapan kita. Karena itu seitap manusia berusaha untuk mengeleminasi dan memperhatikan rangsangan tertentu saja. Atensi merupakan penentu selektivitas atas banyak rangsangan tersebut. Atensi ditentukan oleh : Internal (faktor biologis seperti lapar, haus dan sebagainya), fisiologis (ukuran tubuh, kondisi kesehatan, juga faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan, status sosial, dan pengalaman masa lalu, kebiasaan, dan faktor psikologis). Juga penghargan merupakan atensi internal yang mempengaruhi persepsi seseorang Eksternal, dipengaruhi atribut-ataribut seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan, dan perulangan objek yang dipersepsi (Mulyana, 2000 : 175-176). Situasi sosial juga ikut berperan dalam mempersepsi sesorang, bila situasi sosial yang berlatarbelakang berbeda, hal tersebut akan dapat membawa perbedaan hasil persepsi seseorang. Orang yang biasa bersikap keras, tetapi karena situasi sosialnya tidak memungkinkan untuk menunjukan kekerasan, hal tersebut akan membuat individu berubah dalam menerima respon dan dalam memilih persepsi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Keadaan tersebut dapat mempengaruhi dalam sesorang berperan sebagai stimulus person. Kedaan sosial yang melatarbelakangi stimulus individu mempunyai peran yang penting dalam persepsi, khususnya persepsi sosial. D.
Partai Politik Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan citacita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik yang umumnya dilakukan dengan cara sesuai aturan dan norma yang berlaku dalam kelompok untuk melaksanakan kebijaksanaankebijaksanaan mereka. Carl J. Friedrich mendefinisikan tentang partai politik sebagai “sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mepertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pemimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun kelas materiil.” (A Political party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a goverment, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages) (Budiarjo, 1982 : 161). Maka dari itu partai politik dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan supaya dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
melaksanakan program-programnya dan menempatkan atau mendudukkan anggotaanggotanya dalam jabatan pemerintahan; partai politik berusaha untuk memperoleh kekuasaan dengan dua cara yaitu ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan secara sah, dengan tujuan bahwa dalam pemilihan umum memperoleh suara mayoritas dalam badan legislatif, atau mungkin bekerja secara tidak sah atau secara subversif untuk memperoleh kekuasaan tertinggi dalam negara yaitu melalui revolusi. Perlu diterangkan bahwa partai berbeda dengan gerakan (movement). Suatu gerakan merupakan kelompok-kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau kadang-kadang ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai cara-cara politik. Dibanding dengan partai politik, gerakan memiliki tujuan yang lebih terbatas dan fundamentil sifatnya, dan kad ang-kadang malahan bersifat ideologi (Budiarjo, 1982 : 162). Organisasi dalam gerakan biasnya kurang ketat dibandingkan dengan partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan sering tidak mengadukan nasib dalam pemilihan umum. Suatu peranan yang sangat diharapkan dari partai politik di negara-negara berkembang adalah sebagai sarana untuk mengembangkan integrasi nasional dan memupuk identitas nasional, karena negara-negara baru sering dihadapkan pada masalah bagaimana mengintergrasikan berbagai golongan, daerah serta suku bangsa yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya menjadi satu bangsa (Budiarjo, PARTISIPASI DAN PARTAI POLITIK : Sebuah Bunga Rampai, 1998 : 23). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Salah satu fungsi partai politik adalah untuk memadukan pikiran politik, supaya pikiran, bahasa, tindakan, dan orang-orang didalam organisasi politik itu sendiri bersatu. Kepentingan rakyat sangat berbeda-beda, tetapi pada umumnya kepentingan mereka itu dapat dikelompokkan menjadi kepentingan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Kepentingan-kepentingan ini oleh partai politik harus dapat diperjuangkan (Sukarna, 1979 : 95). Partai politik memiliki beberapa fungsi, yaitu: a.
Partai politik sebagai sarana komunikasi politik Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Maka perlu penampungan dan pengabungan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (agregasi kepentingan) dan kemudian seteleh digabung kepentingan dirumuskan menjadi interest articulation. Di pihak lain partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan meyebarluaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Kadang –kadang partai politik bagi pemerintah bertindak sebagi alat pendengar, sedangkan partai warga masyarkakat sebagai pengeras suara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
b.
Partai sebagai sarana sosialisasi politik Partai politik juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik. Di dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia memeprjuangkan kepentingan umum. c. Partai Politik sebagai saran rekruitmen politik Partai politik juga berfungsi untuk mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontrak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama. Rekruitmen politik adalah proses melalu mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Rekruitmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara untuk menyeleksi calon-calon pemimpin. d.
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik Dalam suasana demokrasi, partai poltik sering dilihat bahwa fungsi-fungsi tersebut di atas tidak dilaksanakan seperti yang diharapkan. Misalnya informasi yang diberikan justru menimbulkan kegelisahan dan perpecahan dalam masyarakat; yang dikejar bukan kepentingan nasional melainkan partai. Dalam negara demokratis yang masyarakatnya bersifat terbuka, adanya perbedaan dan persaingan pendapat sudah merupakan hal yang wajar. Akan tetapi dalam masyarakat heterogen sifatnya, perbedaan pendapat ini, (apakah etnis, stasus sosial ekonomi atau agama) mudah sekali mngundang konflik. Pertikaian-pertikaian semacam ini dapat idatasi dengan bantuan partai politik, sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa, sehingga akibat-akibat negatifnya seminimal mungkin (Budiarjo, PARTISIPASI DAN PARTAI POLITIK : Sebuah Bunga Rampai, 1998 : 163) Dalam berbagai hal, partai politik tidak hanya memiliki tujuan untuk
memenangkan kompetisi pemilihan umum, namun juga untuk memobilisasi dan mengorganisasikan pergerakan sosial untuk juga berperan dalam proses demokrasi. In many societies, parties provide a range of non-political benefits as well, including social activities,recognition and status for people and groups (consider theold ethnic commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
“balanced ticket”), and a sense of security,connectedness, and efficacy (Jonston, 2005). E.
Buruh Pekerja/buruh menurut pengertian dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Sholihin, 2009). Dalam penelitian ini buruh merupakan partisipan politik yang dijadikan objek penelitian. Jika diamati khususnya di Indonesia, partisipasi buruh dalam berpolitik memiliki beragam cara yaitu: pertama buruh terlibat aktif didalam parpol, kedua buruh menjadi pengawas (watchdog) terhadap parpol, ketiga sikap apolitis dengan acuh dan tidak mau tau segala sesuatu tentang politik. Melihat fenomena partisipasi buruh di Indonesia sesuai dengan piramida partisipasi yang digambarkan oleh Milbrath dan Goel, dimana didalamnya memperlihatkan bahwa buruh dibagi dalm tiga kategori: a. Pemain (gladiators), b. Penonton (spectators), c. Apatis (apathetic) (Budiarjo, PARTISIPASI DAN PARTAI POLITIK : Sebuah Bunga Rampai, 1998:372). Pemain (gladiators) yaitu orang yang sangat aktif dalam dunia politik, penonton (spectators) temasuk populasi yang aktif secara minimal, termasuk menggunakan hak pilihnya. Sedangkan apatis yaitu orang yang tidak aktif sama sekali, termasuk tidak menuggunakan hak pilihnya. Dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
buku lain disebutkan yang keempat adalah pengkritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tida konvensional (Sastroatmodjo, 1995:75). Partisipan terdiri dari orang yang bekerja untuk kampanye,anggota partai secara aktif, partisipan aktif dalam kelompok kepentingan dan tindakan-tindakan yang bersifat politik, serta orang yang terlibat dalam komunitas proyek. Sedangkan penonton adalah orang yang menghadiri reli-reli politik, anggota dalam kelompok kepentingan, pe-lobby, pemilih, orang-orang yang terlibat dalam diskusi politik, serta pemerhati dalam pembangunan politik. Partisipasi politik buruh tidak hanya terbatas pada konteks pemilihan. Ada beberapa bentuk partisipasi politik konvensional lain yang dilakukan oleh serikat, antara lain : aktif mencari informasi mengenai berbagai persoalan politik, menulis surat pembaca yang berisi penilaian-penilaian atau saran-saran mengenai berbagai persoalan politik untuk dipublikasikan di surat kabar atau majalah, mendatangi pejabat lokal untuk menyampaikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan, dan menulis petisi untuk meperjuangkan tuntutan-tuntutan. Dalam arti non-konvensional partisipasi politik mencakup berbagai kegiatan yang cenderung melibatkan banyak orang dalam suatu bentuk kelompok massa dan kadang disertai dengan pelanggaran tertib hukum dan kekerasan. Partisipasi politik non-konvensional dapat diterima secara luas apabila tidak disertai aksi kekerasan, seperti misalnya aksi protes dengan cara berpawai seraya membawa spanduk dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
poster yang berisis tentang berbagai tuntutan, mengkoordinasikan aksi pemogokan di kalangan buruh atau menuntut kenaikan upah, memperbaiki kondisi kerja, dan peningkatan jaminan sosial. Mengambil definisi partisipasi politik dari Hadwick yang menyebutkan bahwa : “the manner in which citizens interact wiht goberment. Trough active participation in gobernment, citizens attemp to venvey their needs to pbulic officials in the hope of having these needs met” (cara-cara dengan mana warga negara berinteraksi dengan pemerintah. Melalui partisipasi secara aktif dalam pemerintah, warga negara berupaya untuk membawa kepentingan-kepentingannya ke pejabat-pejabat publik agar kebutuhan-kebutuhannya dapat terpenuhi) (Pawito, Komunikasi Politik Media Massa dan Kampanye Pemilihan, 2008:224). Berbagai pengamatan menunjukkan bahwa jika dilihat dari segi partisipasi politik konvensional, setidaknya terdapat tiga alasan penting mengapa buruh ikut mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan partisipasi politik (Sastroatmodjo, 1995). Ketiga alasan tersebut adalah a. Untuk mengkomunikasikan tuntutan atau aspirasi. b. Untuk lebih memantapkan upaya pencapaian tujuan dari sistem politik yang ada. c. Untuk menunjukan dukungan terhadap sistem politik beserta para pemimpin atau elite pemimpin atau elite politik yang ada. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Ketiga alasan tersebut saling berkaitan sama lain. Maka buruh kemudian memberikan suara kepada partai atau kandidat lain dalam pemilihan. Hal tersebut berarti bahwa buruh mengkomunikasikan aspirasi atau keinginnan sekaligus juga memantapkan perncapaian tujuan sistem karena sistem politik pada umumnya dikembangkan antara lain untuk terselenggaranya proses-proses politik dengan mekanisme yang adil dan wajar. Pada saat yang sama hal demikian juga menunjukkan dukungan buruh bersangkutan terhadap elit politik tertentu dengan memberaikan suara kepadanya.
1.6.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tinjauan pustaka
yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumskan kerangka pemikiran bahwa eksistensi dari partai politik sendiri tidak dapat terlepas dari kelompok buruh. Pada kenyataannya eksistensi partai politik sendiri dianggap sudah mulai bergeser. Partai politik lebih cenderung bertransformasi menjadi kelompok masa yang lebih bersifat individualis, lebih mementingkan kepentingan anggota, dan sarat dengan korupsi. Dilihat dari posisinya partai politik sendiri marupakan sebuah instrumen utama dalam menjalankan demokrasi, maka dari itu menjadi sebuah keniscayaan untuk parpol sebagai kelompok yang mampung menjadi jembatan dan mengakomodir kepentingan rakyat khususnya kelompok buruh. Namun dalam hal ini, setidaknya terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
beberapa orientasi yang mapu mengarahkan partai politik untuk menjalankan peran yang sebenarnya, yakni: meningkatkan partisipasi politik kelompok buruh melalui pendidikan politik, memilih saluran media komunikasi yang lebih tepat dan efektif dari segi kemampuan persuasi, dan melaksanakan fungsi kontrol yang benar terhadap kebijakan terhadap partai buruh di Indonesia. Paritisipasi berupa pemberian suara di pemilihan umum merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan komunikasi partai politik. Besaran partisipasi memberi gambaran keberhasilan komunikasi yang dilakukan antara komunikator yaitu partai politik dan kelompok buruh sebagai komunikan. Namun faktanya partisipasi masyarakat – juga kelompok buruh – terus mengalami penurunan jika dilihat dari angkat partisipasi warga di Pemilu 2009 yang dilihat berdasarkan data dari KPU bahwa jumlah pemilih terdaftar sebesar 171.265,441 sedangkan jumlah yang tidak memilih mencapai 49.667.075 atau sekitar 29,01%, data tersebut menggambarkan bahwa komunikasi yang terjadi tidak efektif dimana tidak dapat menciptakan apresiasi dan partisipasi publik sebagai tolok ukur utama keefektifan komunikasi parpol. Tingginya angka golput memberikan pandangan bahwa partai politik dirasa gagal menjalankan fungsinya, parpol dinilai tidak kredibel sehingga banyak khalayak yang memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya dan memilih sikap apolitis. Belum lagi ditambah sejumlah kasus korupsi yang menyangkut elit partai, tingkat kepercayaan publik yang terus menurun memungkinkan di Pemilu 2014 mendatang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
angka golput akan semakin tinggi. Khususnya untuk kelompok buruh sendiri, pilihan berpolitik dibawah payung serikat sendiri telah terpecah menjadi tiga kelompok yaitu: buruh yang masih mau terjun ke partai politik, buruh yang hanya menjadi pengamat partai politik tanpa harus menjadi anggota parpol, dan buruh yang memilih sikap apolitis. Fenomena didalam tubuh serikat buruh tersebut bukan tanpa sebab, karena sepanjang tahun 2013 ini saja hubungan parpol dengan buruh tidak berjalan secara baik. Kebijakan industrial yang menyangkut kehidupan buruh tidak diselesaikan secara apik oleh parpol sehingga menciptakan posisi baru di kalangan serikat buruh yang mulanya cukup pro-aktif terhadap parpol menjadi konfrontatif terhadap pemerintah maupun parpol. Melihat fenomena komunikasi dalam ranah politik antara parpol dan buruh perlu diadakan sebuah perbaikan pemahaman, sikap, hingga hubungan antara kedua belah pihak. Salah langkah mengawali perbaikan tersebut adalah dengan melihat pandangan buruh sebagai komunikan terhadap partai politik sebagai pembuat kebijakan dibidang industrial, hal ini dilihat dari dua sisi yaitu buruh sebagai anggota partai politik dan pengurus serikat pekerja yang tidak terlibat sebagai anggota partai politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Selanjutnya, kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:
Buruh non-Anggota Partai Politik (Pengurus Serikat Pekerja Nasional yang Tidak Bergabung
Persepsi Buruh SPN terhadap partai politik Pemilu 2014
dengan Parpol)
1. Pemahaman Umum terhadap Parpol (Definisi, Fungsi, Janji, Media, Sistem Politik)
Buruh Serikat Pekerja Nasional Kota Salatiga Anggota Partai Politik
2. Hubungan antara Parpol dan Buruh (Fungsi parpol terhadap buruh, disorientasi janji, posisi politik buruh)
Gambar 1.Kerangka Pemikiran
1.7.
Metodologi
1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitan yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi, atau untuk menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2007 : 35).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
James Carey sendiri berargumen mengenai upaya penelitian bersifat kualitatif adalah untuk dapat mengemukakan intrepretasi-interpretasi, orang menempatkan diri pada keberadaan dan kemudian mensistematisasikan interpretasi-interpretasi bersangkutan sehingga mereka lebih dekat dengan kita. (Pawito, 2007 : 38-39). Metodologi kualitatif lebih menitik beratkan data upaya-upaya pemahaman dan atau deskriptif, misalnya berupa percakapan, dokumen pribadi, catatan-catatan dari pengamatan terhadap perilaku atau proses-proses sosio-kultural mansyarakat tertentu, dan narasi. Data ini kemudian dianalisis dan diinterpretasi untuk kemudian peneliti dapat menarik kesimpulankesimpulan. Dalam hal ini penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang persepsi buruh terhadap partai politik yang maju pada pemilihan umum 2014, hal ini menjadi menarik karena meskipun semakin rendah angka partisipasi, hubungan antara parpol dan buruh tidak dapat dipisahkan karena kebijakan tentang ketenagakerjaan hanya dapat diubah melalui mekanisme parpol yang kemudian dibawa ke meja parlemen dan meskipun buruh memilih bersikap apolitis, namun hanya dengan partai politik-lah kebijakan tentang perburuhan dapat beruhah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Alasan yang melatarbelakangi peneliti untuk memilih penelitian kualitatif adalah topik yang diangkat benar-benar perlu dieksplorasi secara mendalam. Selain itu alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif untuk mempelajari subjek dalam latar alamiah. Latar alamiah yang dimaksud adalah lingkungan alami, normal, dan tanpa adanya intervensi atau perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Situasi yang diteliti benar-benar natural dan apa adanya. Dalam hal ini penelitian kualitatif beranggapan bahwa jika manusia pada dasarnya memiliki interaksi terhadap lingkungan ia berada. 1.7.2. Lokasi Penelitian Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persepsi buruh anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN) terhadap partai politik peserta Pemilu 2009 ini berlokasi di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
1.7.3. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh buruh/pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Salatiga. Jumlah buruh anggota SPN Pekerja Nasional Kota Salatiga sendiri berdasarkan data dari SPN yaitu 3819 orang.
1.7.4. Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik purposive sampling, dimana teknik ini dipandang lebih mampu menangkap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
kelengkapan dan kedalaman data dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal (Sutopo, 2002: 36). Pengambilan sampel dengan metode purposive sampling memiliki dasar pertimbangan bahwa orang tersebut kaya informasi. Sebagaimana diungkapkan Pawito, teknik pengambilan sampel dalam penelitian
komunikasi
kualitatif
berbeda
dengan
kuantitatif,
lebih
mendasarkan diri pada alasan atau pertimbangan pertimbangan tertentu (purposeful selection) sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, sifat metode sampling dari penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah purposive sampling (Pawito, 2007:88). Peneliti menggunakan metode purposive sampling karena. Peneliti memulai menggunakan teknik ini mulanya dengan melakukan obeservasi secara langsung ke dalam serikat pekerja. Dari hasil beberapa kali observasi peneliti menemukan sejumlah responden yang tetap dan dirasa mampu memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti; seperti hakikat purposive secara awal yang tidak mengambil informan secara acak (random). Peneliti sengaja memilih informan yang ada di tingkat pengurus, peneliti berasumsi bahwa keberadaan pengurus lebih mengetahui bagaimana kondisi SPN Kota Salatiga terhadap partai politik secara lebih mendalam. Jika dianalisis
juga
dalam
struktur
komunikasi
organisasi,
penguruslah
(gatekeeper) lah orang pertama yang terkena terpaan komunikasi, artinya bias informasi dari parpol kemungkinan kecil terjadi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
1.7.5. Metode Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) sebagai instrumen utama pengumpulan data dan observasi langsung sebagai penunjang data. Observasi secara langsung awalnya dilakukan peneliti untuk memetakan karakteristik dari kelompok yang diteliti, juga menciptakan kedekatan diantara peneliti dengan kelompok yang diteliti. Kemudian setelah observasi yang dilakukan kurang lebih sebanyak 5 kali di SPN kemudian peneliti mengumpulkan data utama menggunakan metode wawancara. Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data yang digunakan pada hampir semua penelitian kualitatif. Oleh Pawito (2007) menyatakan bahwa wawancara menjadi ikon dalam metode pengumpulan data penelitian kualitatif. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan (Pawito : 2007). Metode ini dipilih karena peneliti ingin menggali informasi secara mendalam terhadap informan serta memahami pola-pola identitas kelompok yang terbentuk dalam diri anggota komunitas.
Wawancara dengan buruh secara interpersonal menggunakan indepth interview (wawancara mendalam) dimaksudkan untuk lebih menfokuskan pada perosalan yang menjadi pokok permasalah penelitian, yaitu persepsi buruh SPN, dan pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dapat berlangsung lebih longgar dan satai, dan mungkin juga dapat untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
memperoleh data tambahan untuk mengetahui persoalan lain sampai perolehan data dirasakan cukup oleh peneliti. Disisi lain untuk menambah kevalidan penelitian yang dilakukan, peneliti juga merujuk pada berbagai data penunjang (sekunder) yang digunakan peneliti dalam melakukan analisis dan triangulasi data. Data sekunder didapatkan dari literatur ilmiah berupa jurnal, buku, koran, majalah dan sebagainya yang ada di kepustakaan, guna menunjang data utama jika masih terjadi kekurangan data atau untuk melakukan evaluasi dan perbandingan. 1.7.6. Validitas Data Untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan benar-benar valid (sahih) maka perlu dilakukan triangulasi data. Neuman (2000) dalam bukunya mendefinisikan: “Validity means thurthful, it refers to the bridge between a construct and the data (Herdiansyah, 2010 : 78). Trianggulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multiprespektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (Sutopo, 2002 : 78). Dalam konteks penelitan ini untuk mengukur tingkat kesahihan data maka triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber (triangulasi data). Cara ini mengarahkan peneliti agar didalam mengumpulkan data wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber sejenis maupun sumber yang berbeda jenisnya.
Trianggulasi sumber bisa menggunakan satu jenis sumber data seperti misalnya informan atau memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis. Di sini tekanannya pada perbedaan sumber data, bukan pada teknik pengumpulan atau yang lain. Peneliti bisa memperoleh dari narasumber (manusia) yang berbeda-beda posisinya dengan teknik wawancara mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu bisa dibandingkan dengan informasi dari narasumber yang lainnya. Dengan menggali data dari sumber yang berbeda dan juga teknik pengumpulan data yang berbeda, data sejenis bisa diuji validitas (kesahihan) datanya (Sutopo, 2002 : 79).
1.7.7. Teknik Analisis Data Analisis data pada penelitian ini dilakukan supaya data dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Agar mendapat hasil penelitian yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Analsis data merupakan proses yang telah dimulai seiring dengan jalannya penelitian, proses ini dimulai sejak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
stujdi pre-elimnary ditentukan. Pada studi pre-eliminary, peneliti kualitatif sudah mulai melakukan pemilahan tema dan kategorisasi tema, dimana pemilahan tema dan kategorisasi tema tersebut sudah masuk pada rangkaian proses analisis data kualitatif (Sutopo, 2002 : 78). Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan menggunakan Model Interaktif Miles dan Huberman. Menurut Miles & Huberman analisis data terdiri dari empat tahapan yang harus dilakukan. Tahapan pertama adalah tahap pengumpulan data, tahapan kedua adalah tahap reduksi data, tahapan ketiga adalah tahap display data, dan tahapan keempat adalah tahap penarikan kesimpulan dan tahap verifikasi (Herdiansyah, 2010 : 10). Model Interaktif Milies dan Huberman digambarkan dengan siklus oleh H.B Sutopo (2002: 96), yaitu : Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Gambar 2. Bagan Siklus Model Analisis (HB. Sutopo, 2002 : 96) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
A. Pengumpulan Data Pada penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dilakukan sebelum penelitian, pada saat penelitian, dan bahkan di akhir penelitian. Idealnya proses pengumpulan data sudah dilakukan ketika penelitian masih berupa konsep atau draf. Peneliti kulaitatif sebaiknya sudah berpikir dan melakukan analisis ketika penelitian kualitatif baru dimulai. Maksudnya adalah peneliti telah melakukan analisis tema dan melakukan pemilihan tema (kategorisasi) pada awal penelitian. Intinya adalah proses pengumpulan data pada penelitian kualitatif tidak memiliki segmen atau waktu tersendiri, melainkan sepanjang penelitian yang dilakukan proses pengumpulan data dapat dilakukan. B. Reduksi data Inti dari reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentu tulisan (script) yang akan dianalisis. Hasil dari wawancara diubah menjadi bentuk tulisan (script) sesuai dengan formatnya masing-masing. C. Display Data (Panyajian Data) Penyajian data dilakukan dengan pengkategorisasi data sehingga memungkinkan untuk melihat data dengan jelas. Penyajian data berupa hasil wawancara dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan diambil pengertiannya dengan bentuk yang kompak. Kategorisasi pada penyajian data didasarkan atas jawaban atas wawancara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
terhadap responden yang terbagi menjadi anggota buruh non parpol dan buruh anggota parpol, dari dua kategorisasi tersebut kemudian dibagi menjadi kategorisasi jawaban umum yang mengarah pada kesimpulan penelitian ini. D. Kesimpulan/Verivikasi Kesimpulan/verifikasi merupakan tahap terakhir dalam rangkaian analisis data kualitatif menurut model interaktif yang dikemukanan oleh Miles & Huberman (1984). Kesimpulan dalam analisis data menjurus kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya, dan mengungkap “what” dan “how” dari temuan penelitian tersebut.
commit to user