BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sektor keuangan sebagai bagian dari penyokong perekonomian negara mempunyai tugas penting dalam mendukung kegiatan ekonomi masyarakat miskin agar mereka tetap dapat melakukan kegiatannya. Terutama didalam menghadapi masa-masa sulit, setelah krisis gobal yang terjadi pada tahun 2008 yang masih berdampak hingga saat ini terhadap kestabilan perekonomian Indonesia. Dukungan tersebut yakni memberi kesempatan kepada masyarakat yang belum terjangkau oleh kegiatan sektor keuangan untuk dapat mengakses dan memperoleh produk dan jasa perbankan dari yang paling dasar seperti tabungan, pinjaman, layanan transfer, termasuk juga asuransi dengan harga yang terjangkau, wajar, dan transparan. Hal ini disebut keuangan inklusif atau financial inclusion. Meskipun tidak ada definisi yang baku, secara umum keuangan inklusif dapat diartikan mengajak orang untuk ―berbank‖ agar dapat memperoleh produk dan jasa perbankan sebagaimana disebut di atas.1 Keuangan inklusif telah menjadi agenda penting di tingkat internasional maupun nasional. Ditingkat internasional, financial inclusion telah dibahas dalam forum G20, OECD, AFI, APEC dan ASEAN, dimana Indonesia berpartisipasi aktif didalamnya. Sedangkan di tingkat nasional, komitmen pemerintah telah disampaikan 1
www.ojk.go.i/d, (diakses pada tanggal 26 Februari 2016 pukul 11.14 WIB).
Universitas Sumatera Utara
Presiden Republik Indonesia dalam Chairman Statement pada ASEAN Summit 2011 dan komitmen untuk memiliki Strategi Nasional Keuangan Inklusif (selanjutnya disebut dengan SNKI). Dalam SNKI, strategi keuangan inklusif dijabarkan dalam 6 (enam) pilar yaitu edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan informasi keuangan, kebijakan/peraturan pendukung, fasilitas intermediasi dan distribusi, serta perlindungan konsumen.2 Menurut situs Bank Indonesia (selanjutnya disebut dengan BI) keuangan inklusif mulai diperkenalkan kepada masyarakat dunia pasca krisis tahun 2008 dan terus berkembang sampai saat ini. Keuangan inklusif didasari oleh kehidupan masyarakat kelompok bawah (in the bottom of the pyramid) yang jumlahnya besar yang paling terpukul dari krisis tersebut. Pemerakarsa keuangan inklusif bermaksud membela mereka dengan memberdayakannya dalam aktifitas kehidupan ekonomi bukan dengan bantuan dana/pangan yang selama ini dilakukan. Mereka diberi pembinaan agar mandiri dalam menjalani kehidupan. Mereka adalah kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah, berposisi lemah, yang memiliki pekerjaan tidak teratur, buruh lepas maupun masyarakat pinggiran yang umumnya tidak mempunyai akses ke lembaga keuangan. Dengan keuangan inklusif mereka diperkenalkan pada lembaga keuangan, memperkenalkan bagaimana mencapai kehidupan masa depan yang lebih baik serta menciptakan percaya diri dan menghilangkan ketergantungan pada orang lain. Tentu program ini merupakan
2
Republik Indonesia, Bank Indonesia, Booklet Keuangan Inklusif (Jakarta:Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UKM Bank Indonesia, 2014), hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
program jangka panjang dan bersifat makro serta tidak bersifat instan. Ia berjalan secara evolusi. 3 Masalah keuangan inklusif tidak menyangkut pada masyarakat Indonesia saja tapi juga pada berbagai negara di dunia khususnya masyarakat negara-negara berkembang. Disana banyak ditemukan masyarakat yang dianggap marjinal tapi disana juga menyimpan potensi yang dapat dikembangkan untuk menghindari mereka dari himpitan kehidupan. Mereka perlu bimbingan dan edukasi. Pada saat seperti inilah keuangan inklusif perlu digerakan yang menurut pemerkasa merupakan tanggung jawab sosial lembaga keuangan tiap negara.4 Keuangan inklusif diharapkan terdapat hubungan yang harmonis antara lembaga keuangan dengan individu masyarakat serta dapat membagi manfaat dan tanggung jawab masing masing. Untuk inilah perlu dibangun keuangan inklusif dan yang merupakan tanggung jawab lembaga formal (lembaga keuangan) bagi kehidupan masyarakat informal yang berdaya lemah. Ini merupakan salah satu pelaksanaan fungsi sosial lembaga keuangan seperti yang biasa dilakukan selama ini walau dalam bentuk lain.5 Perbankan berperan besar untuk menjadi motor penggerak kegiatan keuangan inklusif mengingat perbankan Indonesia memiliki share kegiatan keuangan sampai dengan 80% dalam pembangunan ekonomi di Indonesia,. Namun demikian
3
Bachtiar Hassan, ―Membangun Keuangan Inklusif‖, Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi, Vol 23 No. 2, Desember 2014, hlm. 1. 4 Ibid. 5 Ibid, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga Pemerintah dalam upaya pelayanan keuangan kepada masyarakat luas. Keuangan inklusif ini merupakan strategi pembangunan nasional untuk
mendorong
pertumbuhan
ekonomi
melalui
pemerataan
pendapatan,
pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan tercipta secara baik dan terstruktur.6 Lembaga perbankan sebagai institusi utama dalam perkembangannya memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana.7 Apabila lembaga perbankan tidak dapat bekerja dengan baik, maka dapat dipastikan bahwa perekonomian suatu negara menjadi tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Lembaga perbankan tumbuh dengan berbagai alternatif jasa yang ditawarkan. 8 Paling tidak ada sembilan fungsi pokok yang dapat dilayani lembaga keuangan bank dan selain bank yakni fungsi kredit,fungsi investasi, fungsi pembayaran, fungsi
6 7
Republik Indonesia, Bank Indonesia, Op. Cit, hlm. 6 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum (Yogyakarta: Kanisius, 2003),
hlm 20 8
Neni sri imaniyati, Pengantar hukum Perbankan Indonesia (Bandung : PT. Refika Aditama, 2010),hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
tabungan, fungsi pengelolaan kas, fungsi penjamin, fungsi perantara, fungsi perlindungan, dan fungsi kepercayaan.9 Bank merupakan lembaga perbankan berbadan usaha yang memiliki sifat khusus dalam usahanya yaitu badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Sifat kekhususan Bank inilah yang membedakan badan usaha Bank dengan badan usaha lainnya lainnya. Dalam menjalankan usahanya, Bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada Bank dalam bentuk simpanan. Eksistensi kegiatan usaha suatu Bank sangatlah tergantung pada kepercayaan masyarakat, dalam arti semakin tinggi kepercayaan masyarakat terhadap Bank akan semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk menyimpan uangnya pada Bank dan menggunakan jasajasa yang ditawarkan oleh Bank. Dengan demikian sesungguhnya sebagian besar aset yang dikelola oleh suatu Bank adalah merupakanana milik masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dalam pengertian Bank yang selengkapnya berbunyi:10 ―Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak‖. Bank dalam menghimpun dana masyarakat, salah satu produk yang ditawarkan oleh bank adalah produk tabungan. Produk ini adalah salah satu fasilitas bagi masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank, kemudian bank akan 9
Juli Irmayanto dkk, Bank dan lembaga keuangan (Jakarta: Universitas Trisakti, 2002), hlm.
12. 10
Pasal 1 angka 2 UU Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
menggunakan dana tersebut sebagai dana pihak ketiga yang akan digunakan bank dalam operasionalnya untuk mendapatkan keuntungan. 11 Produk perbankan yang dikembangkan dalam strategi layanan keuangan inklusif adalah program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (selanjutnya disebut dengan Laku Pandai) dengan jenis tabungan Basic Saving Account (selanjutnya disebut dengan BSA). BSA yang ditawarkan bank berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (selanjutnya disebut dengan POJK Laku Pandai) dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 6/SEOJK.03/2015 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif oleh Bank memberikan karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan produk tabungan pada umumnya. Dimana terdapat batas maksimal untuk penarikan dan batas minimal untuk penyimpanan di bawah standar perbankan pada umumnya. Produk baru ini dikeluarkan dalam rangka Keuangan inklusif dimana semakin mendekatkan lembaga keuangan melalui produk keuangan kepada masyarakat lapisan menengah ke bawah.12 Perkembangan dunia perbankan pada 3 (tiga) dekade yang lalu nyaris hanya didominasi dengan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana yang konvensional dalam arti nasabah harus datang kepada Bank untuk memenuhi
11
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),
hlm. 235. 12
Pasal 5 Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.
Universitas Sumatera Utara
keperluannya, maka produk perbankan sekarang jauh lebih maju dan variatif, meskipun dasar utama kegiatannya tidak berubah dari menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Contoh nyata dalam kegiatan operasional perbankan saat ini adalah masyarakat sangat mengenal produk perbankan Automatic Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri (selanjutnya disebut dengan ATM), yang memudahkan masyarakat yang telah menjadi nasabah Bank dalam menarik uang tanpa harus mengantri pada kasir Bank. Dalam perkembangannya pula melalui ATM masyarakat dimudahkan untuk melakukan transaksi penyetoran, pengiriman dan pembayaran. Setelah ATM, muncul pelayanan nasabah berbasis teknologi informasi seperti sebutkanlah mobile banking (phone atau sms banking) dan internet banking. Segi operasional dua kegiatan ini nyaris sama dengan ATM, namun dalam perkembangannya, perkembangan mobile banking belum seperti yang diharapkan. 13 Masyarakat kurang meminati mobile banking karena masih terdapatnya kekuatiran terhadap keamanan bertransaksi dengan telepon genggam. Sedangkan internet banking juga belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena selain faktor keamanan sebagaimana bertransaksi dengan mobile banking, internet banking dinilai merupakan transaksi perbankan cukup mahal karena nasabah harus
13
Nurtjipto, Aspek Hukum Penggunaan Agen dalam Branchless Banking Di Indonesia (Tesis, Pasca Sarjana Hukum, UI, 2012), hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai perangkat computer beserta modem atau sejenisnya kendatipun penggunaan perangkat tersebut hanya dengan jalan menyewa. 14 Keberadaan sarana ATM, mobile banking dan internet banking yang sudah begitu luas penggunaanya dan sangat membantu nasabah Bank, terutama untuk saat ini adalah ATM, ternyata ditenggarai belum mampu meningkatkan fungsi Bank sebagai lembaga intermediasi yang dapat menjangkau masyarakat khususnya masyarakat yang tergolong kurang mampu atau miskin dan masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Banyak alasan golongan masyarakat ini tidak memanfaatkan Bank sebagai bagian dari kehidupan ekonominya. Alasan paling klasik adalah mereka tidak mau berbelit dengan prosedur, kekuatiran atau tidak percaya diri ketika hendak bertemu dengan ―orang‖ Bank dan menurut pengukuran secara
ekonomi
mereka,
dibutuhkan biaya tidak sedikit apabila hendak
berhubungan dengan Bank atau menggunakan jasa Bank. Atas dasar kondisi masyarakat inilah mendorong adanya kegiatan baru yang dikenal dengan nama branchless banking atau dalam terjemahan bebas disebut dengan Perbankan Tanpa Cabang.15 Branchless banking adalah istilah yang masih terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada masyarakat internasional, awalnya branchless banking diartikan sebagai operasional perbankan tanpa menggunakan kantor Bank, namun menggunakan Agen dari pihak ketiga yang tidak terkait dengan Bank. Dalam
14 15
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perkembangannya, branchless banking diartikan sebagai istilah yang mencakup layanan perbankan seperti internet banking, ATM, mobile banking yang berbasis jasa keuangan dan Agen perbankan yang beroperasi seperti gerai ritel. Menjadi menarik untuk dikaji, ketika salah satu layanan perbankan dari branchless bank yaitu Agen yang diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa penggunaan Agen dalam layanan branchless banking belum berkembang di Indonesia sebagaimana di negara lain seperti Afrika Selatan, Pakistan dan Brazil. Hal ini dapat dimaklumi karena di negara-negara tersebut terdapat regulasi yang mengatur penggunaan Agen dalam branchless bank. Adanya Agen tersebut, memungkinkan masyarakat yang hendak membuka rekening dan menggunakan jasa perbankan lainnya tidak perlu datang ke kantor Bank.16 Branchless banking sebagai salah satu fasilitas yang sedang digalakkan oleh bank di Indonesia dan juga sebagai sarana mewujudkan sistem keuangan inklusif perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah khususnya dalam aspek pengawasannya dalam kegiatan perbankan. Fungsi pengawasan tersebut dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut dengan OJK). Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal di sektor jasa keuangan di Indonesia, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK) mempunyai tujuan agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang 16
Ibid, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.17 Definisi secara umum yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. 18 Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa. Pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan bank dan selain bank dilakukan oleh Bank Indonesia dan menteri keuangan, yang sekarang menjadi kewenangan OJK sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sesuai dengan UU OJK .19 Fungsi OJK sebagai regulator adalah penyelengaraan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor keuangan. Berdasarkan itu, keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang dilakukan oleh lembaga lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan OJK, seperti sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. 20
17
Repulik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoriras Jasa Keuangan, Penjelasan Umum. 18 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2011), hlm. 2. 19 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab II, Pasal 5 dan Pasal 6. 20 Bismar Nasution, ―OJK Sebagai Suatu Sistem Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi‖, (Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, 25 November 2014), hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, di dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaimana kajian yuridis otoritas jasa keuangan sebagai pengawas dalam
kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless
banking).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
permasalahan
yang
telah
disampaikan
sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimanakah kedudukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan perbankan di Indonesia?
2.
Bagaimanakah kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia?
3.
Bagaimanakah peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarka perumusan masalah diatas, maka penulisan penelitian ini memiliki tujan dan manfaat yaitu: 1. Tujuan penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik sebagai mata kuliah pembulat studi guna memperoleh gelar
Universitas Sumatera Utara
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun disamping Tujuan diatas terdapat tujuan-tujuan lainnya yaitu: a. Mengetahui kedudukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas perbankan di Indonesia. b. Mengetahui kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. c. Mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) di Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Sementara yang diharapkan menjadi manfaat dalam penelitian ilmiah ini adalah : a. Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam ilmu pengetahuan dibidang hukum yang terkait dengan isi substansi penulisan skripsi ini, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya pengaturan dalam perdagangan dan dalam bidang hukum ekonomi secara umumnya. b. Secara praktis Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca , baik kalangan akademis, pelaku usaha, pihak perbankan dan masyarakat kecil di seluruh Indonesia
untuk
mengetahui
adanya
layanan
perbankan
tanpa
kantor,
menumbuhkembangkan layanan perbankan tanpa kantor, serta agar dapat mengetahui
Universitas Sumatera Utara
peran OJK sebagai pengawas layanan perbankan tanpa kantor. Serta dengan adanya penulisan skripsi ini para pihak tersebut terhindar dari kerugian.
D. Keaslian Penulisan Sebelum melakukan penulisan skripsi ini, telah dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penelusuran yang dilakukan, ditemukan salah satu penelitian skripsi yang telah dilakukan oleh Alumni Fakultas Hukum USU terkait dengan Standardisasi yang berjudul Fungsi dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan) oleh M. Syahputra Lubis. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut mengkaji fungsi dan kewenangan OJK dalam kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Sedangkan penelitian skripsi ini mengkaji aspek hukum OJK sebagai pengawas branchless banking di Indonesia. Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 26 Agustus 2015 yang menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama. Surat tersebut dijadikan dasar bagi Ibu Windha, S.H, M.Hum dan Bapak Ramli Siregar, S.H, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menerima judul yang diajukan karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat di lingkungan perpustakaan Fakulltas Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila dikemudian hari terdapat judul
Universitas Sumatera Utara
yang sama atau telah tertulis orang lain dalam tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Lembaga Perbankan Lembaga perbankan mempunyai arti penting dalam kegiatan perekonomian di setiap negara. Dalam membahas Lembaga Keuangan Bank, ada dua istilah yang perlu dijelaskan lebih dahulu, yaitu Perbankan dan Bank. Perbankan diatur dalam UndangUndang No 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang No 10 Tahun 1998, (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan). Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) UU Perbankan, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pada angka (2) pasal tersebut ditentukan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pengertian perbankan itu lebih luas dibandingkan dengan pengertian bank. Pengertian perbankan merupakan rumusan yang abstrak mencangkup 3 (tiga) aspek utama yaitu:21 a. kelembagaan bank;
21
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
b. kegiatan usaha bank; c. cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha bank. Pengertian Bank merupakan rumusan khusus yang konkret mencangkup 2 (dua) aspek utama, yaitu:22 a. badan usaha bank (corporate company); b. kegiatan usaha bank (business activities). Menurut ketentuan Pasal 21 UU Perbankan, dikenal dan diatur 2 (dua) jenis bank yaitu bentuk hukum bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki bentuk sebagai berikut : a. Perseroan Terbatas; b. Perusahaan Daerah; atau c. Koperasi. Ketiga bentuk hukum ini adalah badan hukum. Badan hukum bank dapat berupa Perseroan Terbatas, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Sedangkan badan hukum Bank yang berupa Perusahaan Daerah, hanya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan yang berupa Koperasi hanya Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Berdasarkan fungsinya, bank dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Bank Indonesia (selanjutnya disebut dengan BI, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diatur dengan 22
Ibid, hlm. 38.
Universitas Sumatera Utara
UU Perbankan. BI berfungsi sebagai Bank Sentral. Bank Umum berfungsi sebagai bank yang dapat menjalankan segala jenis usaha di bidang jasa Perbankan.23 2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sejak tanggal 22 November 2011, telah disahkan dan diundangkan Undang- Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253. Menurut pasal 1 angka 1 Undang- Undang No 21 Tahun 2011, menyebutkan: ―Otoritas Jasa keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang memiliki tugas, fungsi dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ini‖.
Independen dapat terkecuali apabila diatur lebih lanjut dalam UU OJK. Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksa dana, asuransi, dana pensiun dan perusahaan pembiayaan. Secara normatif ada empat tujuan pendirian OJK yaitu:24 a.
meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang
jasa
keuangan; 23
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Edisi Revisi (Bandar Lampung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 36. 24 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta: Raih Asa sukses, 2014), hlm. 42
Universitas Sumatera Utara
b. menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan; c. meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan; d. melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Menurut Pasal 4 UU OJK, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di sektor jasa keuangan: a. terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel; b. serta mampu mewujudkan sistem keuangan
yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil; c. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Berdasarkan tujuan tersebut, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional antara lain sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan disektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi atas prinsip-prinsip tata kelola yang
baik
yang
meliputi
independensi,
akuntablitas,
pertanggungjawaban,
transparansi dan kewajaran. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagai berikut:25 a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai
25
Ibid, hlm. 113.
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Asas kepastian hukum, yakni
asas dalam
Negara
hukum
yang
mengutamakan landasasn peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum; d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang- undangan; f.
Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. 3. Layanan Kantor Tanpa Bank (Branchless banking) Otoritas Jasa Keuangan industri perbankan dan industri jasa keuangan lainnya berkomitmen untuk mendukung terwujudnya keuangan inklusif. Hal ini selaras
Universitas Sumatera Utara
dengan program pemerintahan yaitu Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang dikeluarkan Juni 2012. Salah satu programnya adalah branchless banking. Menindak lanjuti hal tersebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif. Otoritas juga sudah mengeluarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/SEOJK.03/2015 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif oleh Bank.26 Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif yaitu program penyediaan layanan perbankan dan atau layanan keuangan lainnya melalui kerjasama dengan pihak lain (agen bank) dan juga didukung oleh penggunaan sarana teknologi informasi. Tujuan dari Laku Pandai adalah menyediakan produk-produk keuangan yang sederhana, mudah dipahami, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang belum dapat menjangkau layanan keuangan saat ini. Apabila berbagai kelompok masyarakat di Indonesia menggunakan layanan keuangan/perbankan, diharapkan kegiatan ekonomi masyarakat bisa menjadi lebih lancar sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antarwilayah di Indonesia terutama antara desa-kota.27 Upaya implementasi Laku Pandai membutuhkan peranan agen Laku Pandai. Agen ini merupakan pihak (perorangan dan badan hukum) yang bekerjasama dengan bank penyelenggara Laku Pandai dan menjadi kepanjangan tangan bank untuk 26
Bank Kaltim, ―Program Laku Pandai dari OJK‖, Majalah Bank Kaltim Media, Edisi 53, Oktober-November 2015, hlm. 30 27 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menyediakan layanan perbankan dan layanan keuangan lainnya sesuai yang diperjanjikan kepada masyarakat dalam rangka keuangan inklusif. Selain dari perorangan dan badan hukum, agen Laku Pandai bisa juga diperankan oleh penduduk setempat dengan syarat memiliki kegiatan di lokasi sebagai sumber penghasilan utama.28 Perorangan dan badan hukum juga harus memiliki kemampuan, kredibilitas, reputasi dan integritas. Sementara untuk badan hukum harus memenuhi syarat memiliki kegiatan usaha di lokasi, memiliki teknologi informasi yang memadai, memiliki reputasi, kredibilitas dan kinerja yang baik serta lulus uji tuntas (due diligence) oleh bank penyelenggara. Agen Laku Pandai dapat berada di seluruh wilayah Indonesia dengan wilayah operasional di kelurahan atau desa dimana agen tersebut bertempat tinggal (jika agen perorangan) atau berlokasi usaha (jika agen berbadan hukum).29 Mengenal agen Laku Pandai, masyarakat dapat mengenali tempat atau lokasi usaha agen laku pandai dengan melihat atribut pengenal berupa tanda pengenal laku pandai seperti papan nama atau spanduk dan surat penunjukan agen Laku Pandai. Kedua jenis atribut pengenal agen tersebut dipasang di tempat usaha agen sedemikian rupa agar mudah dilihat oleh nasabah dan calon nasabah. Untuk bertransaksi, agen dapat melayani transaksi nasabah secara real time online dengan menggunakan perangkat elektronik seperti telepon seluler, laptop, komputer, tablet, internet
28 29
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
banking, atau host to host, selaras dengan perjanjian kerjasama dengan bank. Dan untuk nasabah transaksi dapat melalui telepon seluler atau bisa juga tanpa perangkat elektronis seperti kartu, buku tabungan, atau hanya bukti transaksi, sesuai dengan yang ditetapkan oleh bank.30
F. Metode Penelitian Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. 31 Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Pemilihan metode ini, sebagaimana yang ditulis Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang akan dihadapi. Alasan penggunaan penelitian hukum normatif ialah penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan. Metode penelitian yang dipakai dapat dipakai dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jenis dan sifat penelitian Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Perundangundangan yang akan dibahas dalam skripsi ini antara lain Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 30
Ibid. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia-Press, 1986), hlm.7. 31
Universitas Sumatera Utara
No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif, serta peraturan lain yang berkaitan dengan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek penelitian yakni OJK sebagai pengawas branchless banking di Indonesia 2. Data penelitian Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun non komersial. Data Penelitian tersebut antara lain : a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. 3) Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. 4) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
5) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif. 6) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/Seojk.03/2015 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif Oleh Bank. b. Bahan hukum sekunder, berupa buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel,
hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang
diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik. c. Bahan hukum tersier, mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 3. Alat pengumpulan data Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka (literature research) dan juga mengambil informasi dengan menggunakan media elektronik yaitu internet. 4. Analisis data Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu dengan: a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, tersier yang relevan. b. Mengelompokkan bahan-bahan hukum yang relevan secara sistematis. c. Mengolah
bahan-bahan
hukum
tersebut
sehingga
dapat
menjawab
permasalahan yang telah disusun. d. Memaparkan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis terhadap bahan-bahan hukum yang telah diolah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan skripsi sehingga mudah untuk mencari hubungan antara satu pokok pembahasan dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai dengan pengertian sistem yaitu rangkaian beberapa komponen yang satu sama lain saling berkaitan atau berhubungan untuk terjadinya suatu hal. Skripsi ini disusun dalam lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I tentang pendahuluan akan dijelaskan mengenai gambaran umum mengenai latar belakang masalah yang
menjadi dasar Penulisan, pokok
permasalahan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan , metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II tentang kedudukan
otoritas jasa keuangan sebagai pengawas
perbankan di indonesia merupakan penjabaran dari permasalahan pertama penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan tentang sejarah, tugas serta wewenang, indepedensi OJK dan juga hubungan antara OJK dengan Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam pengawasan bank. Bab III tentang layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) diawali dengan menjelaskan pengertian dan dasar hukum branchless banking di Indonesia, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat branchless banking di Indonesia, diteruskan
Universitas Sumatera Utara
dengan sistem layanan branchless banking di Indonesia, serta kedudukan agen dalam branchless banking di Indonesia Bab IV tentang kajian yuridis otoritas jasa keuangan sebagai pengawas dalam kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) diawali dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan branchless banking sebagai perwujudan dari keuangan inklusif di Indonesia, serta menguraikan peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas layanan branchless banking di Indonesia. Bab IV tentang kesimpulan dan saran memberikan kesimpulan yang merupakan intisari bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan saran-saran kepada para pihak yang bersangkitan tentang kajian yuridis OJK sebagai pengawas branchless banking
Universitas Sumatera Utara