BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah “Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu”. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; “Balada kue putu, lelaki carilah kayu perempuan yang menumbuk padi”, tersebut memperlihatkan konsepsi pembagian kerja (division of labour) berdasarkan jenis kelamin. Bila diperluas, maka syair tersebut menunjukkan tentang peran yang ‘harus’ diemban laki-laki dan perempuan dalam proses dan struktur sosial. Lelaki lebih tepat bekerja di sektor publik, menjadi pedagang atau pegawai kantoran, sementara perempuan dianjurkan untuk bekerja di sektor domestik, mengatur rumah tangga, mengasuh dan menyusui anak, serta mengurus suami. Hanya kaum lelaki yang pantas berdasi dan memperoleh gaji, perempuan cukup berdaster atau berkebaya, perempuan
tidak
perlu
keluar
rumah,
bekerja
dan
mendapat
upah
(Soehartono,1997:51). Pembagian kerja secara seksual ini telah berlangsung berabad-abad dan cenderung dipandang sebagai sesuatu yang kodrati, alamiah, tidak bisa dan tidak perlu diubah. Pembagian kerja yang didasarkan atas perbedaaan jenis kelamin tersebut kemudian melahirkan mitos gender. Mitos yang mentasbihkan ‘keunggulan lelaki’ dan ‘subordinasi perempuan’ (Suhartono,1997:52). Adanya dikotomi maskulin-feminin dan peran publik-domestik diantara manusia sebagai akibat dari determinisme biologis, telah mengakibatkan proses marginalisasi kaum perempuan. Marginalisasi peran perempuan tersebut bukan 1
saja merugikan bagi kaum perempuan itu sendiri, melainkan pula pada proses dan keberhasilan pembangunan secara menyeluruh. Oleh karena itu, partisipasi perempuan dalam pembangunan perlu terus diperluas dan ditingkatkan karena: 1. Sumbangan perempuan dalam pembangunan ekonomi cukup besar; satu diantara empat karyawan industri, dan empat diantara sepuluh pekerja di bidang pertanian dan jasa adalah perempuan; 2. Perempuan memberikan 66% dari jam kerjanya, akan tetapi hanya mendapatkan 10% dari upahnya. Perempuan bertanggungjawab terhadap 50% produksi pangan dunia, akan tetapi hanya menguasai 1% dari barang-barang material yang ada; 3. Perempuan menikmati lebih sedikit dari pada laki-laki sebagai hasil kontribusinya pada produksi nasional: rata-rata upah per jamnya lebih rendah daripada laki-laki, perempuan terbatas pada buruh kasar dengan bayaran rendah, akses kepada sumber-sumber produksi lebih kecil dari pada pria (World Survey on Women in Development, Tjokrowinoto,1996:60).
Berdasarkan hasil sensus 2010 jumlah penduduk Indonesia dewasa ini mencapai 220 juta orang, dimana jumlah kaum perempuannya kurang lebih sekitar 49,8 % dari total jumlah penduduk Indonesia dan mereka merupakan separuh pemanfaat dan pelaku pembangunan. Kalau kualitas perempuan terus merosot, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pun akan terus memprihatinkan. Namun apabila kualitas hidup perempuan dapat ditingkatkan maka IPM kita pun akan meningkat.
2
Untuk meningkatkan IPM dan kualitas hidup perempuan, ada 3 variabel yang perlu diperhatikan yaitu variabel di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dibidang pendidikan, perlu peningkatan partisipasi perempuan pada pendidikan yang paling rendah pada tingkat Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), sehingga partisipasi mereka berlangsung jangka panjang; pendidikan massal di tingkat Lanjutan Atas maupun Perguruan Tinggi dan memberikan perhatian khusus bagi perempuan, misalnya melalui pemberian beasiswa untuk Lanjutan Atas maupun Mahasiswa. Di bidang kesehatan, usia kaum perempuan dewasa ini lebih panjang dari kaum laki-laki. Hal ini kemungkinan besar disebabkan semakin baiknya kondisi kesehatan kaum perempuan. Upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses kehamilan, melahirkan dan pasca persalinan kaum ibu atau perempuan melalui peran serta masyarakat dan meningkatkan aksesnya terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. Di bidang ekonomi permasalahan perempuan tidak terlepas dari kemiskinan. Untuk itu, memberi kesempatan kepada kaum perempuan
untuk
berpartisipasi dalam usaha ekonomi produktif dan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada perempuan merupakan solusi dari hal tersebut, yang mana perempuan bisa tetap bekerja diluar rumah sehingga mempunyai kontribusi positif terhadap pendapatan keluarga. Hal ini mengingat tingkat kesejahteraan keluargakeluarga Indonesia sebagian besar masih berada di garis kemiskinan. Dalam aktivitas usaha ekonomi mikro (sektor informal ) kontribusi kaum perempuan dibidang ini sangat signifikan. Dari tiga puluh juta Pengusaha Mikro, Kecil, dan Menengah enam puluh persen diantaranya adalah perempuan. Proporsi
3
Tenaga kerja Perempuan di sektor informal pun ternyata mencakup tujuh puluh persen dari keseluruhan tenaga kerja perempuan. Misalnya kaum perempuan yang bekerja di sektor informal memunculkan dua indikasi. Pertama, adanya keterbatasan akses kaum perempuan untuk masuk kedalam sektor formal karena adanya keterbatasan pada aspek pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Kedua, kaum perempuan sendiri yang memilih masuk ke sektor informal dengan pertimbangan adanya kemudahan, keleluasaan dan fleksibilitas kerja disektor informal yang tidak mungkin diperoleh ketika bekerja di sektor formal (Media Perempuan, Edisi ke-V, 2010). Usaha mikro tergolong jenis usaha marginal, ditandai dengan penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Sejumlah kajian di beberapa negara menunjukkan usaha mikro berperanan cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, usaha mikro juga merupakan salah satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal, dan berpotensi meningkatkan posisi tawar (bargaining position) perempuan dalam keluarga (Sugiarto, 2007:203). Di Indonesia, usaha mikro dan usaha kecil telah memberikan kontribusi yang signifikan kepada perekonomian nasional. Sebagai gambaran, pada tahun 2000-2008, tenaga kerja yang diserap industri rumah tangga (salah satu bagian dari usaha mikro sektor perindustrian) dan industri kecil mencapai 65,38% dari
4
tenaga kerja yang diserap sektor perindustrian nasional. Pada tahun yang sama sumbangan usaha kecil terhadap total PDB mencapai 39,93% (BPS,2009). Usaha mikro juga mampu bertahan menghadapi goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Indikatornya antara lain, serapan tenaga kerja antara kurun waktu sebelum krisis dan ketika krisis berlangsung tidak banyak berubah, dan pengaruh negatif krisis terhadap pertumbuhan jumlah usaha mikro dan kecil lebih rendah dibanding pengaruhnya pada usaha menengah dan besar. Lebih jauh lagi, usaha mikro dan usaha kecil telah berperan sebagai penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety valve) dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menyediakan alternatif lapangan pekerjaan bagi para pekerja sektor formal yang terkena dampak krisis. Kegiatan usaha mikro dan usaha kecil tidak lepas dari peran kaum perempuan. Usaha mikro banyak diminati perempuan dengan pertimbangan bahwa usaha ini dapat menopang kehidupan rumah tangga dan dapat memenuhi kebutuhan pengembangan diri (Sumampouw, 2000). Meskipun sulit untuk memisahkan peran perempuan dan laki-laki dalam usaha mikro, dan belum ada angka pasti mengenai tingkat keterlibatan perempuan dalam usaha mikro, diperkirakan porsinya cukup besar dan sebanding dengan porsi perempuan dalam usaha kecil, yaitu sekitar 40%. Kiprah perempuan dalam perekonomian keluarga dan nasional menjadi salah satu bagian penting dalam pembangunan secara keseluruhan. Seiring dengan bertambahnya pendapatan perempuan atau akses perempuan terhadap sumbersumber daya ekonomi melalui usaha ini, maka kemampuan dan kesempatan mereka bernegosiasi dalam rumah tanggapun meningkat. Posisi tawar mereka
5
berubah dan pendapat mereka mulai diperhitungkan dalam setiap proses pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Partisipasi perempuan merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan. Upaya pengembangan usaha mikro yang dilakukan perempuan menjadi penting, karena perempuan berhadapan dengan kendalakendala tertentu yang dikenal dengan istilah “tripple burden of women”, yaitu ketika mereka ‘diminta’ menjalankan fungsi reproduksi, produksi, sekaligus fungsi sosial di masyarakat pada saat yang bersamaan. Hal tersebut menyebabkan kesempatan perempuan untuk memanfaatkan peluang ekonomi yang ada menjadi sangat terbatas. Sebagian besar perempuan masih berkiprah di sektor informal atau pekerjaan yang tidak memerlukan kualitas pengetahuan dan ketrampilan spesifik.
Pekerjaan-pekerjaan
ini
biasanya
kurang memberikan
jaminan
perlindungan secara hukum dan jaminan kesejahteraan yang memadai, disamping kondisi kerja yang memprihatinkan serta pendapatan yang rendah. Beberapa studi mengindikasikan upah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Salah satu studi menunjukkan bahwa upah perempuan sekitar 70% dari upah laki-laki. Dilihat dari akses terhadap kredit, pengusaha perempuan diperkirakan mempunyai akses yang lebih kecil, 11% dibandingkan laki-laki, 14% (Lembaga Penelitian SMERU: 1 : 2003). Usaha mikro yang paling banyak diminati kaum perempuan diantaranya adalah di bidang industri rumah tangga dan perdagangan. Di bidang industri rumah tangga misalnya saja adalah pembuatan kripik dan makanan sejenisnya serta produksi barang-barang kerajinan rumah tangga, selanjutnya dibidang
6
perdagangan, yaitu dagang yang modalnya < Rp. 10.000.000 misalnya dagang makanan sehari-hari/warung nasi, kedai sampah, gorengan dan lain sebagainya. Penelitian dilakukan di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi di daerah ini dikarenakan lokasi ini merupakan salah satu gerbang awal memasuki Kota Medan, sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkan dearah ini pada sektor perdagangan dan industri rumah tangga khususnya perempuan. Menurut data BPS Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 bahwa Kecamatan Medan Amplas pada Kelurahan Harjosari II merupakan Kelurahan yang memiliki penduduk yang terpadat keempat dari beberapa Kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Amplas. Selain itu, Kelurahan ini juga memiliki 665 Pedagang Besar dan Eceran, 418 bangunan untuk usaha, dan 10 Industri Rumah Tangga. Karena itu, daerah ini banyak dimanfaatkan penduduk sekitar untuk melakukan kegiatan ekonomi guna mempertahankan kelangsungan hidup. Dari pra-penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bagaimana tingkat sosial ekonomi keluarga di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan dari sebuah keluarga yang isterinya ikut berpartisipasi dalam usaha ekonomi mikro. Dari 10 KK yang isterinya ikut berpartisipasi dalam usaha ekonomi mikro (diantaranya yaitu 7 orang isteri menjual makanan gorengan, bakso, dan makanan sejenisnya dan 3 orang isteri yang bergerak pada industri rumah tangga; produksi keripik, produksi keranjang, dan produksi tas), 8 diantaranya mempunyai alasan sama berpartisipasi dalam usaha mikro yaitu membantu suami dalam mencari nafkah, karena keterbatasan penghasilan yang diperoleh suami dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dengan pekerjaan
7
suami yang rata-rata sebagai buruh bangunan, tukang becak, dan pegawai tidak tetap memaksa sang istripun untuk ikut berpartisipasi. Adapun 8 isteri yang berpartisipasi dalam usaha ekonomi mikro tersebut mengakui bahwa dengan pekerjaan yang dilakukan sangat membantu perekonomian keluarga. Misalnya semenjak si isteri ikut bekerja, keluarga tersebut sudah mampu membeli sepeda motor walaupun dengan cara pembayaran secara kredit, sudah mampu memasukkan anak pada sekolah-sekolah informal atau les bahasa inggris dan mata pelajaran lainnya, membantu membayar uang SPP dan buku pelajaran anak, menabung untuk pendidikan anak di masa mendatang, ataupun untuk hal yang lainnya. Dengan demikian dari pra-survey ini dapat diketahui bahwa dengan berpartisipasinya perempuan dalam usaha ekonomi mikro ini secara langsung memiliki pengaruh terhadap tingkat sosial ekonomi keluarga di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh partisipasi perempuan dalam usaha ekonomi mikro terhadap tingkat sosial ekonomi keluarga khususnya di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan yang diberi judul “Pengaruh Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Usaha Ekonomi Mikro terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan”.
8
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian adalah : “Bagaimana Tingkat Pengaruh Partisipasi Perempuan dalam Usaha Ekonomi Mikro terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan”.
1.3 Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, maka penulis perlu membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasannya ialah pada : a. Perempuan dalam objek penelitian ini adalah seorang isteri dari suatu keluarga yang bekerja di bidang industri (industri rumah tangga; produksi keripik, sapu, dan roti) dan dagang (dagang makanan seperti bubur, gorengan, warteg, kedai sampah). b. Sosial ekonomi yang akan dikemukakan indikatornya adalah hanya terbatas pada pendidikan, perumahan, pekerjaan, dan penghasilan Keluarga di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
9
1.4 Tujuan dan Manfaat 1.4.1
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Usaha Ekonomi Mikro terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
1.4.2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ialah :
a. Bagi Penulis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir penulis dalam menyikapi dan menganalisis masalah-masalah sosial, khususnya masalah pemberdayaan perempuan dalam sektor informal terhadap peningkatan sosial ekonomi keluarga. b. Bagi Fakultas, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap keilmuan yang dikembangkan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya, serta dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan masyarakat. c. Bagi praktisi, dapat menjadi masukan dan menambah wawasan khususnya dalam melihat potensi perempuan pada sektor usaha informal.
10
1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian teori yang berkaitan dengan penelitian yaitu Pengaruh Partisipasi Perempuan dalam Usaha Ekonomi Mikro terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Keluarga, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang tipe penelitian yang digunakan, lokasi penelitian dan alasan pemilihan lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisi tentang ganbaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.
11
BAB V
: ANALISIS DATA Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.
BAB VI
: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang bermanfaat dari hasil penelitian.
12