BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wilayah
pedesaan
umumnya
adalah
wilayah
yang
penduduknya
mempunyai kegiatan utama yang bergerak dibidang pertanian, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut, dengan susunan fungsi
wilayah
sebagai
tempat
pemukiman
pedesaan,
pelayanan
jasa
pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.1 Pedesaaan di Indonesia masih merupakan wilayah terbesar, mengingat luasnya wilayah yang dimiliki Negara agraris sekaligus maritim ini. Pedesaan merupakan
sentral
penghasil
tanaman
pertanian,
perkebunan
dan
peternakan. Terutama di Jawa, pertanian yang diusahakan terutama pada area sawah dan ladang. Penanaman utama di Jawa adalah padi, sebagai bahan makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia dan palawija sebagai tanaman penyelingnya. Berdasarkan data statistik yang ada, saat ini (sensus pertanian tahun 1993) sekitar 75% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan. Lebih dari 54% diantaranya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, dengan tingkat pendapatan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan penduduk
1Mubyarto,
et al., Otonomi Masyarakat Desa, Pengembangan Partisipasi Masyarakat, 2000), hlm. 1.
(Jakarta:
Forum 1
yang tinggal di perkotaan. Perbedaan pendapatan tersebut berkaitan dengan produktivitas para petani di Indonesia, yang tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor, antara lain luas lahan yang dimiliki, kebijakan pemerintah dalam hal pemberian intensif kepada petani, dan sebagainya.2 Pengembangan
perekonomian
berbasis
pada
pertanian
guna
meningkatkan produksi pangan telah dilaksanakan oleh pemerintah semenjak pemerintahan Presiden Soekarno dengan dirancangkannya Kasimo Plan oleh Menteri
Urusan
Bahan
Makanan
kala
itu,
Ignatius
Joseph
Kasimo
Hendrowahyono yang intinya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan produksi bahan pangan. Isinya antara lain menanami tanah-tanah kosong di Sumatera Timur, usaha intensifikasi bibit padi unggul di Pulau Jawa, penyediaan kebun-kebun bibit di setiap desa, dan transmigrasi bagi penduduk pulau Jawa menuju Sumatera.3 Pelaksanaan Kasimo plan pada tahun 1948-1951 dipicu akibat kekurangan pangan yang mendesak kala itu, sedangkan Negara sedang dalam kondisi yang belum stabil dan masih dalam masa agresi militer oleh Belanda. Pada tahun 1956-1964 pemerintah mengeluarkan program Padi Sentra yang memberikan percontohan bagaimana cara bertanam yang baik agar bisa mendapatkan hasil lebih besar sehingga dapat mencapai swasembada pangan. 2Loekman
Soetrisno, Paradigma Pembangunan Petanian (Yogyakarta: Kanisius,2002) hlm. 3. 3J.B.
Sudarmanto, Politik Bermartabat: Biografi I.J. Kasimo (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2011)hlm.152. 2
Penerapannya membutuhkan banyak penyesuaian di lapangan. Perputaran roda pemerintahan memutus pelaksanaan program tersebut sebelum dapat mencapai hasil yang diinginkan. Bencana kekeringan panjang yang terjadi menyebabkan
program
tersebut
tidak
mendapatkan
hasil
yang
baik.
Selanjutnya malah terjadi kekurangan pangan akibat kekeringan dan hama tikus. Selanjutnya, pemerintah mengadakan penataan kembali dalam sektor agraria. Peraturan mengenai hal tersebut dicantumkan dalam UUPA No. 6 Th. 1960. Program tersebut sebenarnya sudah mulai direncanakan bersamaan dengan program peningkatan pertanian, namun dalam perencanaannya menemui banyak pertimbangan dan barulah pada tahun 1960 dapat ditetapkan. Pelaksanaannya telah dilakukan hingga ke pelosok-pelosok desa. Pelaksanaan tersebut lebih dikenal dengan Landreform. Tujuan Landreform Indonesia adalah untuk memperkuat hak atas tanah, yaitu menjadi hak milik, serta meningkatkan taraf hidup petani pada umumnya.4 Pemerintahan kemudian bergulir ke masa yang berbeda. Presiden Soekarno telah di gantikan oleh Soeharto dan memulai pemerintahan Orde Baru dalam menjalankan tugasnya sebagai Peresiden Republik Indonesia. Programprogram baru dibuat demi mendukung keberlangsungan pemerintahan. Salah satu program pemerintah adalah penggalakan Revolusi Hijau.
4Soegijanto
Padmo, Landreform dan Gerakan Protes Petani 1959-1965 (Yogyakarta: Media Pressindo, 2000) hlm.79. 3
Revolusi hijau kala itu mulai dilirik oleh banyak Negara setelah melihat kesuksesan di Meksiko dan India yang berhasil dengan budidaya gandum dan padi, termasuk Indonesia. Revolusi hijau adalah usaha pengembangan teknologi pertanian guna meningkatkan produksi pangan. Pelaksanaannya di Indonesia merujuk pada Panca Usaha Tani, yaitu penerapan lima usaha tani modern yang meliputi perbaikan cara bercocok tanam, penggunaan varietas unggul, pemakaian pupuk dengan dosis dan waktu yang tepat, pengandalian hama dan penyakit, serta pengelolaan pengairan.5 Pemerintah
memberlakukan
program
BIMAS
dan
INMAS
dalam
pelaksanaan mensukseskan Panca Usaha Tani guna meningkatkan produksi pertanian agar dapat mencapai swasembada yang diharapkan pada akhirnya akan mengangkat taraf hidup para petani yang masih banyak berada dalam taraf ekonomi rendah. Program BIMAS mengambil contoh pada pelaksanaan Padi Sentra. Pada program tersebut diberikan penyuluhan dan contoh pelaksanaan di lapangan, serta pengawasan hasil tanam oleh penyuluh dan petani, perbedaannya hanya pada pemberian kredit pada anggota kelompok BIMAS karena program ini ditujukan pada petani penghasil tanaman pangan. Agar memudahkan pelaksanaan juga pemantauan BIMAS dan INMAS di daerah maka pemerintah mengharuskan setiap desa untuk memiliki kelompok tani.
5W.
Mangoendijoyo, Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman (Yogyakarta: Kanisius, 2003) hlm. 2 4
Skirpsi ini ingin mengkaji pelaksanaan kebijakan di bidang pertanian dengan mengambil studi kasus di desa Baturan kecamatan Gantiwarno kabupaten Klaten. Klaten adalah salah satu daerah yang memasok hasil pertanian di Jawa Tengah, sudah sewajarnya apabila sebagian besar masyarakat masih bergantung pada sektor pertanian. Salah satu pemasukan daerah yang terbesar juga didapat dari sektor pertanian dan wilayah yang sebagian besar masih merupakan pedesaan. Kecamatan Gantiwarno adalah salah satu bagian dari wilayah Klaten. Terletak di bagian selatan Kabupaten, berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Baturan
adalah
salah
satu
Kelurahan
yang
berada
didalam
wilayah
Kecamatan tersebut. B.
PERMASALAHAN DAN RUANG LINGKUP
Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perkembangan di bidang pertanian di desa Baturan sejak tahun 1972 sampai tahun 2000an. Hubungannya dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung pelaksanaan Revolusi Hijau dan pembangunan desa yang mendukung pelaksanaan program tersebut serta dampak yang ditimbulkan sehingga membentuk masyarakat petani seperti saat ini. Permasalahan di atas menimbulkan pertanyaan sebagai berikut: Seperti apa Kebijakan Revolusi Hijau dan pendukung kebijakannya yang masuk ke desa Baturan? Siapa saja yang berperan dan bagaimana pelaksanaan kebijakan tersebut? Apa saja akibat dari pelaksanaan kebijakan tersebut pada 5
pertanian di desa? Seperti apa dampak dari perubahan tersebut pada masyarakat tani terutama dan perekonomian desa pada umumnya? Dalam penelitian ini digunakan cakupan temporal yang diawali pada masa dimulainya penerapan Revolusi Hijau di desa yaitu pada tahun 1972. Alasan dipilihnya waktu tersebut karena pada saat itulah perubahan mulai masuk pada para petani dan lingkungan desa, misalnya pada teknik menanam, cara pemeliharaan dan pemanenan tanaman yang berubah, juga pembangunan desa. Pembentukan kelompok tani juga terjadi dekat dengan masa tersebut. Batasan akhir yang akan dipakai adalah pada tahun 2000-an. yaitu masa dimana pemerintahan Orde Baru sudah tergantikan oleh era demokratisasi yang juga mengubah pola pertanian dan petani diberikan kebebasan dalam bertani, misalnya mengenai tanaman apa yang akan mereka tanam dan pemeliharaan seperti apa yang akan mereka terapkan pada tanaman tersebut. Faktor lain adalah semakin berkembangnya teknologi yang mendukung para petani untuk dapat mengembangkan usaha taninya. Informasi mengenai pembaharuan yang terjadi di luar desa lebih mudah didapatkan begitu juga dengan informasi mengenai pertanian. Cakupan spasial yang dipilih adalah Desa Baturan. Baturan adalah desa yang cukup dapat
mewakili dalam melihat kondisi
Gantiwarno pada
umumnya. Alasan desa ini dipilih adalah karena wilayahnya yang masih banyak berupa lahan persawahan. Wilayah tersebut menurut monografi desa yang penulis dapat selama selang beberapa waktu terakhir tidak mengalami 6
perubahan yang berarti.6 Letaknya yang cukup strategis, tidak begitu jauh dengan jalan raya Jogja-Solo dan Wedi sebagai pusat perdagangan (pasar besar) terdekat. Kebanyakan penduduk bercocok tanam padi dan memiliki input yang cukup memadai dalam teknologi pertanian. C. TINJAUAN PENELITIAN Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk memberi informasi bagaimana perkembangan dan perubahan yang terjadi di desa Baturan. Penelitian ini juga ingin mendokumentasikan keadaan desa Baturan, selain itu juga untuk memberi masukan tentang desa Baturan sebagai salah satu desa yang memiliki lahan pertanian yang luas dan subur agar dapat lebih berkembang dan maju. D. TINJAUAN PUSTAKA Buku
yang
akan
dipakai
adalah
buku
Desa
karangan
Soetarjo
Kartohadikoesoemo7, buku ini menerangkan tentang kondisi desa dan pemerintahannya sebelum tahun penelitian. Buku Masyarakat Desa di Indonesia karangan Koentjoroningrat8 diperlukan guna melihat kehidupan 6Monografi
Desa Baturan tahun 2010-2012, lihat juga pada Gantiwarno dalam angka tahun 1985, 1996, 2001, 2007. 7Soetardjo
Kartohadikoesoemo, Desa (Yogyakarta: Sumur Bandung,
1965) 8Koen tjaraningrat,
Masyarakat Desa di Indonesia (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984) 7
dalam pedesaan lebih mendalam sebelum masa penelitian sebagai pelengkap Buku Desa. Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten 1959-1965 karangan Soegianto Padmo9 memperlihatkan bagaimana kondisi politik dan agraria masyarakat Klaten pada saat terjadinya Landreform, hal ini penting untuk dapat menggambarkan desa pada saat situasi tersebut berdasarkan gambaran umum dari buku dengan menambah dari data-data yang diperoleh dari arsip dan sumber lisan. Kemudian buku Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman: Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980 karangan Frans Husken10 dan buku Ranah Studi Agraria karangan Gunawan Wiradi dkk11 akan menjadi buku penuntun mengenai implementasi kebijakan yang berhubungan dengan Revolusi Hijau pada petani di desa. Pengaruh yang diberikan oleh pelaksanaan kebijakan kepada masyarakat desa. Perilaku masyarakat desa menanggapi perbedaan yang terjadi.
9Soegijanto
Padmo, op.cit,.
10Frans
Husken, Masyarakat Desa dakam Perubahan Zaman: Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980 (Jakarta: Grasindo,1998) 11Gunawan
Wiradi, dkk. Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, 2009) 8
E. SUMBER DAN METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah
proses
menguji
dan
menganalisa
secara
kritis
rekaman
dan
peninggalan masa lampau.12 Adapun langkah– langkah yang dipakai dalam penelitian ini adalah pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan penulisan.13 Dalam proses pengumpulan sumber, tidak hanya sumber primer yang diperlukan melainkan juga harus menggunakan sumber-sumber sekunder. Sumber primer yang dipakai dalam penelitian ini antara lain; arsip desa yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Baturan, guna mengetahui gambaran umum mengenai desa melalui data monografi desa. Balai Pusat Satistik Klaten, untuk mempertegas gambaran yang lebih dengan melihat Gantiwarno dalam Angka dalam kurun waktu yang lebih lama. Wawancara dengan pihakpihak yang dianggap relevan dengan tema penelitian ini. Sumber lisan adalah petani
yang
mengalami
masa-masa
yang
diteliti.
Metode
wawancara
diperlukan karena sejarah lisan dapat memverifikasikan data yang diperoleh dari dokumen yang ada serta melengkapi data yang belum terekam oleh dokumen.
12Louis
Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI- Press,1985), hlm. 32
13Kuntowijoyo,
Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang, 2005),
hlm. 90 9
Sumber sekunder lebih banyak diperoleh dari studi pustaka yaitu dengan mengambil, menelaah, dari buku–buku, maupun literatur–literatur lain yang berhubungan dengan tema yang akan ditulis. Buku-buku yang dipakai dalam penelitian ini adalah buku-buku yang sesuai dengan tema penelitian yang didapat
dari
beberapa
perpustakaan
di
Yogyakarta,
antara
lain
dari
Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM dimana penulis mendapatkan buku panduan untuk dasar penulisan, Perpustakaan Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan
UGM
tempat
buku-buku
yang
meneliti
mengenai
pedesaan,
perpustakaan UPT II UGM dengan buku-buku tentang pertanian dan perpustakaan Kolese Ignatius di Kota Baru yang memiliki majalah-majalah yang memuat tentang pedesaan. Langkah selanjutnya adalah verifikasi sejarah yaitu menyeleksi data–data yang sudah diperoleh melalui kritik sumber, dengan demikian akan dapat diketahui apakah data–data tersebut otentik atau tidak, kredibel atau tidak. Data–data tersebut kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh fakta sejarah. Fakta–fakta tersebut kemudian akan disusun sehingga tercipta suatu tulisan sejarah yang kronologis. F. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan secara sistematis selain untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan juga bertujuan agar penelitian ini tersusun secara rapi dan kronologis.
10
Bab I berisi pendahuluan berupa latar belakang penulisan, permasalahan dan ruang lingkup yang ingin diteliti, tinjauan pustaka. Bab II berisi mengenai kondisi desa Baturan baik secara geografis, sosial maupun
ekonomi
sebelum
masa
penelitian
dimulai.
Bab
ini
akan
menunjukkan bagaimana latar belakang desa tersebut agar mempermudah analisis mengenai perkembangan di bidang pertanian selama kurun waktu penelitian. Bab III berisi tentang kebijakan pertanian yang masuk ke desa. Penerapan kebijakan terhadap pertanian dan perubahan yang terjadi akibat hal tersebut. Bab
IV
berisi
kesimpulan.
Dampak
kebijakan
pertanian
terhadap
masyarakat desa.
11