BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif terhadap kebutuhan non-medis penduduk dan mewujudkan (fairnes) dalam kontribusi pembiayaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem kesehatan perlu melaksanakan empat fungsi utama, salah satu fungsi utama adalah pembiayaan kesehatan (health financing), disamping fungsi “stewardship”, mobilisasi sumber daya dan penyediaan pelayanan kesehatan (WHO, 2000). Salah
satu tujuan sistem kesehatan adalah menjamin keadilan dalam
kontribusi pembiayaan. Sistem kesehatan diharapkan memberikan proteksi dalam bentuk jaminan pembiayaan kesehatan penduduk yang membutuhkan. Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan distribusi secara adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada tingkat manfaat yang diberikan tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009). Pujiyanto (2005) menyatakan bahwa pada umumnya negara-negara berkembang memiliki pengeluaran kesehatan yang sangat rendah, jauh lebih kecil dibandingkan
dengan
rekomendasi
WHO
agar
negara-negara
tersebut
mengalokasikan minimal 5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Di Indonesia pembiayaan kesehatan selain relatif kecil, juga efektivitas dan efisiensi penggunaannya belum optimal. Efektivitas dan efisiensi yang belum optimal tersebut diduga berkaitan dengan jumlahnya kurang, alokasi yang tidak sesuai dengan prioritas kesehatan dan pola belanja yang cenderung pada investasi barang dan kegiatan tidak langsung, sehingga biaya operasional dan biaya untuk kegiatan tidak langsung kurang. Kinerja suatu program kesehatan sangat ditentukan oleh kecukupan anggaran operasional dan anggaran kegiatan langsung (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009). Banyak faktor yang menentukan kecukupan, efisiensi dan kualitas dari barang dan jasa sistem kesehatan. Salah satunya berkaitan dengan mobilisasi 1
2
sumber pendanaan, bagaimana sumber daya ini diorganisasikan serta bagaimana sumber daya digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. National Health Account (NHA)
merupakan alat yang sangat membantu untuk mengelola
organisasi, fungsi dan dampak dari pembiayaan sistem kesehatan tersebut (Anonim, 2005). Andayani (2005) menyatakan bahwa National Health Account (NHA) dikembangkan untuk mendapatkan informasi tentang alur pendanaan kesehatan yang dimulai dari sumber-sumber pendanaan kesehatan di suatu negara, sampai dengan bagaimana biaya tersebut ditujukan. Hal ini dimaksudkan agar pengeluaran jumlah biaya yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan secara nasional dapat dimanfaatkan secara efektif kepada sasaran dan efisien dalam pengalokasiannya, serta dimungkinkannya adanya mobilisasi dana dari sumbersumber yang potensial dikembangkan. Dengan demikian informasi pada tingkat nasional disebut dengan National Health Account (NHA), pada tingkat provinsi adalah Provincial Health Account (PHA) dan pada tingkat kabupaten/kota adalah District Health Account (DHA). District Health Account atau DHA, ada delapan dimensi yang menggambarkan ciri suatu belanja kesehatan. Delapan dimensi tersebut adalah ; 1) Sumber Biaya (financing sources); 2) Pengelola Anggaran (financing Agents); 3) Penyelenggara Pelayanan/Program (providers/Executors); 4) Jenis Kegiatan; 5) Mata Anggaran; 6) Jenis Program; 7) Jenjang Kegiatan; dan 8) Penerima Manfaat (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009). Pembiayaan kesehatan pada tingkat nasional dan daerah dalam kenyataannya masih menghadapi berbagai kekurangan yang menghambat kinerja program
kesehatan.
Kekurangan
dan
kelemahan
tersebut
termasuk
ketidakcukupan dana, anggaran terfragmentasi, bergantung sebagian besar pada pembayaran tunai oleh pasien (OOP atau out of pocket payment), ketidakcukupan biaya operasional, kecenderungan membelanjakan dana untuk konstruksi sarana fisik penunjang, dana terserap banyak untuk kuratif (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009).
3
Hasil penelitian Heywood & Harahap (2009) di 15 kabupaten di pulau Jawa menunjukan pemerintah kabupaten bergantung kepada pemerintah pusat sebesar 90%, dan 40% dari APBD digunakan untuk kesehatan digunakan belanja pegawai. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan realisasi belanja sektor kesehatan Kabupaten Ketapang pada tahun 2011, pengeluaran belanja gaji 58,76%, belanja barang dan jasa 27,73% dan belanja modal 13,50%. Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten terluas dibandingkan 14 Kabupaten/Kota lain di Provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah sebesar 31.588 km2. Secara georafis Kabupaten Ketapang berada pada posisi 00 19’ 26,51” Lintang Selatan sampai dengan 30 47”36,55” Bujur Timur sampai dengan 111021’37,36” Bujur Timur, dan berada pada posisi paling selatan Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Kabupaten Ketapang pada tahun 2011 sebanyak 435.596 jiwa dengan jumlah penduduk miskin sebesar 55.000 jiwa atau 12.63%. Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Ketapang tahun 2011 terdiri dari rumah sakit type C 1 buah, puskesmas 24 buah terdiri dari 8 buah puskesmas perawatan dan 16 buah puskesmas non perawatan, puskesmas pembantu 128 buah dan polindes/poskesdes 166 buah. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di Kabupaten Ketapang pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini. Tabel 1. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Ketapang Tahun 2011 Terhadap Target Nasional Tahun 2010 dan 2015
Indikator Pelayanan Kesehatan Dasar - Cakupan kunjungan bumil K-4 - Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani - Cakupan pertolongan persalinan oleh nakes yang memiliki kompetensi kebidanan - Cakupan pelayanan nifas - Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani
Hasil (%)
SPM 2010 (%)
SPM 2015 (%)
Sasaran (org)
Capaian
10.684
8.538
79,9
95
2.137
406
19
80
9.757
7.432
76,2
90
10.084
7.549
74,9
90
1.273
163
12,8
80
4
Indikator
Sasaran (org)
Capaian
- Cakupan kunjungan bayi 9.472 8.079 - Cakupan Desa/Kelurahan Universal 249 179 Child Immunization - Cakupan Pelayanan Anak Balita 43.214 24.599 - Cakupan Pemberian makanan 0 0 Pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan Keluarga miskin - Cakupan Balita Gizi Buruk mendapat 34 34 Perawatan - Cakupan Penjaringan Kesehatan 13.304 12.766 Siswa SD dan setingkat - Cakupan Peserta KB aktif 80.704 52.916 - Cakupan Penemuan Penderita Penyakit : o AFP rate per 100.000 penduduk < 269.543 3 15 Tahun o Penemuan Penderita Pneumonia 4.321 176 Balita o Penemuan Pasien Baru TB BTA 900 443 Positif o Penderita DBD yang ditangani 20 20 o Penemuan Penderita Diare 18.536 11.080 - Cakupan yankesdas pasien maskin 132.550 121.838 Pelayanan Kesehatan Rujukan - Cakupan yankes rujukan pasien 132.550 491 maskin - Cakupan Pelayan Gawat Darurat 2 1 Level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan ( RS ) di kabupaten Ketapang / Kota Penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan Wabah - Cakupan Desa/Kelurahan mengalami 249 170 KLB yang dilakukan penyelidikan epidemilogi < 24 jam Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat - Cakupan Desa Siaga Aktif 249 170 Sumber : Profil Dinas kesehatan 2011 Kabupaten Ketapang
85,3 71,9
SPM 2010 (%) 90 100
56,9 100
90 100
100
100
96
100
65,6
70
1,11
100
4,1
100
49,2
100
100 59,8 92,0
100 100
Hasil (%)
SPM 2015 (%)
100
0,37
100
50,0
100
68,27
100
68,27
100
Dari tabel 1 menunjukan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten Ketapang pada tahun 2011 dibandingkan terhadap target nasional tahun 2010 dan tahun 2015 masih banyak yang belum memenuhi standar nasional, misalnya hasil cakupan kunjungan ibu hamil K-4 sebesar 79.9% masih dibawah dari target nasional yaitu 95%, hasil capaian cakupan komplikasi
5
kebidananan yang ditangani sebesar 19% masih jauh dibawah dari target nasional yaitu 80% dan hasil capaian cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin sebesar 92%, target nasional 100%, data ini menggambarkan program atau kegiatan di sektor kesehatan belum memprioritaskan program pelayanan kesehatan masyarakat atau ada kemungkinan anggaran sektor kesehatan belum mencukupi untuk memprioritaskan masalah kesehatan di Kabupaten Ketapang. Alokasi anggaran sektor kesehatan di Kabupaten Ketapang cenderung mengalami peningkatan, tetapi jika dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten masih dibawah 10%. Dalam amanat UndangUndang Kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 171 ayat (2) menjelaskan
besaran
anggaran
kesehatan
pemerintah
daerah
provinsi,
kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah diluar gaji, berikut proporsi anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten terhadap anggaran kesehatan. Tabel 2. Proporsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Terhadap Anggaran Kesehatan Kabupaten Ketapang tahun 2009-2011 Tahun APBD Kab. Ketapang (Rp) Anggaran Kesehatan (Rp) 830.870.560.822 74.379.143.411 2009 835.849.702.467 70.000.888.176 2010 966.492.884.219 87.184.938.691 2011 Sumber ; Profil Dinas kesehatan 2009,2010 dan 2011
% 8,96 8,37 9,02
Sumber pembiayaan kesehatan Kabupaten Ketapang bersumber dari ; Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN). Adapun gambaran pembiayaan kesehatan Kabupaten Ketapang dapat dilihat tabel 3 dibawah ini.
6
Tabel 3. Sumber Anggaran Kesehatan di Kabupaten Ketapang Tahun 2009-2011
APBD Kab. Ketapang
2009 (Rp) 74.379.143.411
Tahun 2010 (Rp) 70.000.888.176
2011 (Rp) 87.184.938.691
APBN
14.495.200.000
21.607.462.100
18.179.534.243
PHLN
3.982.907.800
3.455.000.000
3.734.640.000
Jumlah 92.857.251,211 95.063.350.276 Sumber ; Profil Dinas kesehatan 2009,2010 dan 2011
109.099.112.934
Sumber Dana
Pada tabel 3 menunjukan pembiayaan kesehatan cenderung meningkat tetapi perubahan tersebut tidak menggambarkan pembiayaan kesehatan di Kabupaten Ketapang, karena tidak didukung dengan penggunaan data atau pencatatan
pembiayaan
kesehatan
daerah.
Hal
ini
menyebabkan
tidak
diketahuinya berapa besar biaya untuk sektor kesehatan dan bagaimana penggunaan serta jenis program dan kegiatan kesehatan, sehingga diperlukan District Health Account atau DHA untuk menggambarkan pembiayaan kesehatan secara menyeluruh. Penggunaan DHA di kabupaten/kota dapat melakukan diagnosis kemungkinan adanya masalah dalam sistem pembiayaan kesehatan kabupaten/kota, dengan hasil DHA kabupaten/kota dapat melakukan perbaikan dan perubahan (reform) terhadap sistem pembiayaan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana gambaran dan kinerja pembiayaan kesehatan di Kabupaten Ketapang yang bersumber dari pemerintah dengan pendekatan District Health Account (DHA) ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Ketapang menurut sumber biaya, pengelola anggaran, penyelenggara
7
pelayanan, jenis kegiatan, mata anggaran, jenis program, jenjang kegiatan dan penerima manfaat. 2. Mengidentifikasi kinerja pembiayaan dari aspek kecukupan, efiseinsi, efektifitas, sustainabilitas dan equity.
D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan strategi advokasi kepada para pengambil keputusan di Kabupaten Ketapang. 2. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan kepada pemerintah daerah dalam menyusun dan menetapkan kebijakan pembiayaan kesehatan di Kabupaten Ketapang. 3. Sebagai perbaikan alokasi untuk program-program prioritas 4. Meningkatkan kinerja program dengan alokasi anggaran operasional
E. Keaslian Penelitian Penelitian telah dilakukan sebelumnya oleh : 1. Akhirani & Trisnantoro (2004) Analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah melalui District Health Account (DHA) di Kabupaten Sinjai. Penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder, jenis penelitian quasi experiment dan rancangan ex post facto serta instrumen penelitian dengan tabel DHA sedangkan penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dengan telaah dokumen atau laporan, instrumen penelitian dengan menggunakan daftar isian, analisis data dengan menggunakan pivot table. 2. Johanna (2006) Analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah dan swasta dan alternatif kebijakannya di Kabupaten Mimika. Penelitian ini pengumpulan data primer dan sekunder berupa data kuantitatif dan kualitatif, wawancara mendalam kepada stakeholder dan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah dan swasta. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dengan tealaah dokumen atau laporan,
8
instrumen penelitian daftar isian, analisis pembiayaan hanya bersumber pemerintah. 3. Yandriani et al., (2007) Analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah berdasarkan pendekatan District health Account (DHA) di Kota Pariaman. Penelitian ini dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder berupa data kuantitatif, serta dilanjutkan dengan wawancara mendalam kepada policymaker. Sedangkan penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dengan telaah dokumen atau laporan, instrumen penelitian dengan daftar isian, dan variabel penelitian mendeskripsikan jenis kegiatan, mata anggaran, jenjang kegiatan dan penerima manfaat. 4. Samkani (2008) Analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah dengan pendekatan District Health Account (DHA) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder, variabel penelitian kecukupan dan ketepantan alokasi anggaran sedangkan dalam penelitian yang dilakukan adalah penumpulan data sekunder dengan telaah dokumen atau laporan, instrumen penelitian daftar isian, variabel penelitian akan mendeskripsikan jenis kegiatan, mata anggaran, jenjang kegiatan dan penerima manfaat serta mengidentifikasi kecukupan, efisiensi, efektifitas, sustainabilitas dan equity. 5. Wikrama (2010) Analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber pemerintah berdasarkan District Health Account (DHA) di kabupaten lombok timur provinsi nusa tenggara barat. Penelitian ini dilakukan dengan penumpulan data primer dan sekunder, varibel penelitian menganalisis kecukupan dan ketepatan, analisis dengan menggunakan dummy tabel sedangkan dalam penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dengan telaah dokumen atau laporan, instrumen penelitian dengan daftar isian, analisis data dengan menggunakan pivot table, variabel penelitian ini variabel penelitian akan mendeskripsikan jenis kegiatan, mata anggaran dan jenjang kegiatan serta mengidentifikasi kinerja pembiayaan dari aspek kecukupan, efisiensi, efektifitas, sustainabilitas dan equity.