BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah sekelompok penyakit sebagai akibat dari pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh pada payudara dan tumbuh di luar kendali, yang bila tidak cepat ditangani dan diobati akan menyebabkan kematian (American Cancer Society, 2013). Kanker merupakan penyebab kematian utama kedua yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Oemiati et al., 2011). Selain itu kecenderungan peningkatan prevelensinya tidak dapat dihindari. Ditambah lagi kematian karena kanker payudara masih tinggi, terutama pada negara-negara sedang berkembang, karena keterlambatan diagnosis, yang berarti juga keterlambatan pengobatan (Bustan, 2007). Kanker payudara menyerang lebih banyak wanita Eropa dan Amerika dengan prevalensi tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan wanita di Asia Timur. Akan tetapi, peningkatan jumlah kasus kanker payudara akhir-akhir ini juga terjadi di sejumlah negara maju di Asia seperti Jepang, Singapura dan Hongkong. Risiko sepanjang hidup untuk mengalami kanker payudara di Hongkong diperkirakan mencapai 5,3% (Leung et al., 2008). Di Indonesia sendiri terlihat lima besar provinsi mempunyai prevalensi tumor di atas angka nasional (>5,03 %), yang pertama DIY menduduki urutan prevalensi tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 9,66 %, disusul Jateng 8,06 %, DKI Jakarta 7,44 %, Banten 6,35 %, selanjutnya Sulut 5,76%. Sedangkan prevalensi lima
1
2
terendah adalah Maluku 1,54%, Sumsel 1,91%, Maluku Utara 1,95%, Bangka Belitung 2,01% dan NAD 2,68%. Kanker payudara mempunyai prevalensi kedua tertinggi setelah kanker ovarium dan cervix uteri di Indonesia pada tahun 2011 (Oemiati et al., 2011). Hal ini menunjukkan bahwa kanker payudara masih merupakan kanker yang cukup tinggi. Angka kejadian kanker payudara yang cukup tinggi tersebut disebabkan masih kurangnya kesadaran perempuan untuk segera memeriksakan diri jika terjadi kelainan pada payudara (Manuaba, 2009). Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas oleh penderita, sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Kesadaran akan pentingnya memahami apa dan bagaimana penyakit kanker tersebut menjadi sangat penting, sebab pengenalan dan pemahaman sejak dini akan mampu mendeteksi dini setiap gejala penyakit ini, sehingga penyakit kanker ini bisa segera ditangani agar penanganannyapun efektif dan efisien, sehingga tidak terlalu membahayakan dan bahkan bisa ditangani secara tuntas (Diananda, 2009). Hasil penelitian menunjukan bahwa bila kanker payudara ditemukan dalam kondisi stadium dini, maka angka harapan hidup (life expectancy) menjadi tinggi, yaitu berkisar 85%95% (Moningkey, 2000). Deteksi dini merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mengetahui secara dini adanya tumor atau benjolan pada payudara (Andraini, 2008). American Cancer Society (2005) merekomendasikan cara sederhana untuk mendeteksi dini kanker payudara dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), mammografi dan Clinical Breast Examination. Bahkan dari ketiga cara deteksi
3
dini kanker payudara tersebut, SADARI merupakan cara yang paling mudah, murah dan dapat dilakukan oleh wanita di rumah masing-masing (Epstein, 2003). SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan sebagai deteksi dini kanker payudara yang sangat mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan yang dicurigai atau kelainan lainnya (Nugroho, 2011). Tindakan SADARI sangatlah penting karena hampir 85% benjolan payudara ditemukan oleh penderita sendiri, sehingga merupakan hal yang penting bagi remaja untuk mengetahui tentang SADARI sedini mungkin (Saputri, 2012). SADARI sebaiknya dilakukan 7-10 hari setelah menstruasi, karena kondisi payudara lunak dan longgar sehingga memudahkan perabaan (Suryaningsih dan Sukaca, 2009). Wanita yang melakukan SADARI diharapkan dapat mengetahui lebih dini jika ada kelainan pada payudaranya dan segara membawa ke pelayanan kesehatan (Marwanti, 2011). Penelitian Dundar et al. (2006) menegaskan bahwa SADARI masih dianggap pemeriksaan yang berguna di daerah urban yang jauh dari instalasi kesehatan dan pemeriksaan klinis payudara dan mammografi sulit diperoleh. SADARI masih merupakan strategi utama untuk menumbuhkan kewaspadaan pribadi wanita terhadap kanker payudara (Epstein, 2003). Cara ini perlu dikuasai dan dilakukan oleh remaja putri agar dapat mendeteksi dini kanker payudara. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan SADARI remaja adalah melalui upaya promosi kesehatan di sekolah seperti pelatihan SADARI (Sulastri et al., 2012).
4
Promosi kesehatan di sekolah ditambah dengan metode promosi yang tepat dalam pelaksanaan dan penyerapannya merupakan langkah yang strategis dalam meningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa sekolah merupakan lembaga yang sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik fisik mental maupun spiritual. Media promosi kesehatan merupakan salah satu sarana atau upaya yang dapat digunakan untuk menampilkan pesan atau informasi kesehatan yang ingin disampaikan kepada remaja sehingga dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif atau mendukung terhadap kesehatan (Sulastri et al., 2012). Mubarak (2007) mengungkapkan perubahan pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu beberapa diantaranya adalah pendidikan, media massa, sosial budaya, dan ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia. Cara Belajar Aktif (CBA) atau active learning dan proses belajar mandiri (selflearning process) merupakan salah satu model pembelajaran yang didasarkan pada konsep belajar konstruktivisme (Baharuddin dan Wahyuni, 2007). Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan dan menarik yang dapat diterapkan pada semua pembelajaran termasuk juga dalam pelatihan (Muslich, 2007). Dalyono (2001) mengemukakan bahwa metode CBA adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional, sehingga subyek didiknya benar-benar berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Belajar aktif dan proses belajar mandiri (self-learning process) merupakan salah satu model pembelajaran yang
5
didasarkan pada konsep belajar kontruktivisme (Muslich, 2007). Cara belajar aktif (CBA) merupakan suatu metode pendidikan masyarakat yang berorientasi pada keaktifan peran serta dari peserta didik dalam mencari dan menumbuhkan sikap kritis, sehingga pada akhirnya akan mengubah perilaku peserta didik (Dalyono, 2001). Penelitian Latumahina (2009) mengenai Cara Belajar Aktif (CBA) dalam penanggulangan penyakit kecacingan pada anak sekolah dasar di kota Ambon menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan yang diberikan intervensi pendidikan dengan metode CBA dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku hidup bersih dan sehat subjek penelitian secara bermakna (p<0,05). Penelitian lain yang dilakukan Amri (2002) menyatakan bahwa CBA dapat meningkatkan pengetahuan tentang obat dan pengobatan diabetes dan meningkatkan keterampilan asisten apoteker dalam penyampaian informasi. Penelitian Yunus (2013) mengenai gambaran pengetahuan remaja putri tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) sebagai deteksi dini kanker payudara di SMA Negeri 4 Gorontalo menunjukkan bahwa 32 orang (21.9%) dinyatakan memiliki pengetahuan baik tentang SADARI 107 orang (73.3%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang SADARI dan 7 orang (4.8%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang SADARI. Menurut Saputri (2012) mengenai tingkat pengetahuan remaja putri tentang Periksa Payudara Sendiri (SADARI) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Surakarta menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri di MAN 1 Surakarta tentang SADARI dalam kategori baik sebanyak 14 responden (11,7%), sedangkan dalam kategori cukup yaitu sebanyak 87
6
responden (72,5%), dan untuk kategori kurang sebanyak 19 responden (15,8%). Kedua penelitian tersebut menggunakan metode analisis deskriptif. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa persentase tingkat pengetahuan remaja putri tentang SADARI masih kurang sehingga perlu ditingkatkan lagi. Dari hasil studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan di SMA N 4 Yogyakarta didapatkan jumlah keseluruhan siswa/siswi dari kelas X dan XI. Dari 10 siswi yang diwawancarai, didapatkan data bahwa masih kurangnya pengetahuan tentang kanker payudara dan mereka tidak mengetahui tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) sebagai deteksi dini kanker payudara. Selain itu, belum pernah dilakukan pendidikan kesehataan mengenai pengetahuan tentang kanker, kanker payudara dan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) sebagai deteksi dini kanker payudara di SMA N 4 Yogyakarta. Berdasarkan uraian di atas dan informasi kasus kanker dengan insiden tertinggi pada perempuan dengan kanker payudara, maka perlu adanya upaya pendeteksian dini kanker/tumor payudara pada tingkat sekolah menengah atas, karena pada tingkatan ini siswa merupakan remaja putri yang beresiko terkena kanker payudara. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode Cara Belajar Aktif (CBA) tentang “SADARI” terhadap tingkat pengetahuan remaja putri di SMA N 4 Yogyakarta.
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini mengenai pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode Cara Belajar Aktif (CBA) terhadap tingkat pengetahuan remaja putri di SMA N 4 Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan dengan metode Cara Belajar Aktif (CBA) terhadap tingkat pengetahuan remaja putri tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja putri segera setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode Cara Belajar Aktif (CBA) tentang SADARI b. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja putri satu minggu setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode Cara Belajar Aktif (CBA) tentang SADARI.
8
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitan ini diharapkan mampu menambah wawasan, ilmu pengetahuan, serta informasi dalam dunia kesehatan terutama keperawatan manternitas tentang kanker payudara dan SADARI sebagai deteksi dini kanker payudara. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam praktik penelitian secara ilmiah serta menjadikan suatu motivasi untuk lebih meningatkan pemahaman mengenai kanker payudara dan SADARI sebagai deteksi dini kanker payudara b. Bagi Responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan remaja putri tentang kanker payudara dan SADARI sehingga dapat melakukan pemeriksaan sendiri dengan benar dan teratur sebagai salah satu upaya untuk deteksi dini kanker payudara. c. Bagi Intitusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelola pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dengan cara memberikan materi SADARI. d. Bagi Profesi Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tenaga keperawatan untuk memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki tentang
9
kanker payudara dalam deteksi dini kanker payudara dengan SADARI, baik terhadap diri sendiri maupun di pelayanan masyarakat. e. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat menjadi wawasan dan sumber informasi untuk mengembangkan penelitian-penelitian lain dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas ilmu kesehatan di Indonesia terutama mengenai kanker payudara dan SADARI sebagai deteksi dini kanker payudara.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang promosi kesehatan dengan menggunakan metode CBA dan demonstrasi dalam meningkatkan pengetahuan remaja putri terhadap deteksi dini kanker payudara dengan SADARI belum banyak dilakukan oleh peneliti lain. Adapun beberapa penelitian lain yang mirip dengan penelitian ini antara lain: 1. Andraini (2008), melakukan penelitian tentang Perbedaan Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Tentang Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan “SADARI” Melalui Metode Cara Belajar Aktif (CBA), Modul, Leaflet Dibandingkan Dengan Metode Modul Dan Leaflet Di Kelurahan Batu Ampar Balikpapan. Hasil penelitian menunjukan Metode CBA, modul dan leaflet secara bermakna dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap deteksi dini kanker payudara dengan SADARI (p<0,05) serta dapat mempertahankan pengetahuan dan sikap setelah satu bulan dilakukan intervensi. Metode modul dan leaflet secara bermakna dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap deteksi dini kanker payudaar
10
dengan SADARI (p<0,05), namun hanya dapat mempertahankan sikap ibu setelah satu bulan dilakukan intervensi. Ada perbedaan peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap deteksi dini kanker payudara dengan SADARI antara kelompok eksperimen dengan metode CBA, modul dan leaflet dan kelompok pembanding dengan intervensi metode modul dan leaflet. Persamaan: Menggunkan Metode Cara Belajar Aktif Perbedaan: Rancangan penelitian pretest and posttest nonequivalent group design. Populasi penelitian adalah ibu-ibu yang berusia 25-65 tahun. 2. Saputri (2012), meneliti Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Periksa Payudara Sendiri (SADARI) Di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri di MAN 1 Surakarta tentang SADARI dalam kategori cukup yaitu sebanyak 87 responden (72,5%), untuk kategori tingkat pengetahuan kurang sebanyak 19 responden (15,8%), sedangkan kategori tingkat pengetahuan baik sebanyak 14 responden (11,7%). Persamaan: Subjek penelitian Perbedaan: Menggunakan Metode Deskritif Kuantitatif 3. Latumahina (2009), meneliti tentang Penerapan Cara Belajar Aktif (CBA) Dalam Penanggulangan Penyakit Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Kota Ambon. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok perlakuan yang
diberikan
intervensi
pendidikan
dengan
metode
CBA
dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku hidup bersih dan
11
sehat subjek penelitian secara bermakna (p<0,05) sedangkan pada kelompok kontrol peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perilaku hidup bersih dan sehat orang tua dan guru dalam cara mengenal gejala, pencegahan maupun cara pengobatan tidak bermakna. Pada kelompok perlakuan terjadi penurunan jumah penderita dan jumlah telur cacing yang bermakna setelah dilakukan pengobatan. Pada kelompok kontrol jumlah penderita dan jumlah telur cacing menurun tetapi tidak bermakna. Persamaan: Menggunkan Metode Cara Belajar Aktif Perbedaan: Rancangan penelitian pretest and posttest nonequivalent group design. Subjek penelitian adalah siswa SD kelas II, III, IV pada dua sekolah beserta orang tuanya dan guru. 4. Amri (2002), meneliti tentang Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan dalam Pelayanan Informasi Obat dan Pengobatan di Apotek di Kota Bengkulu melalui Metode CBA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode CBA efektif untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas asisten apoteker dalam penyampaian informasi tentang obat dan pengobatan diabetes mellitus. Persamaan: Menggunakan Metode Cara Belajar Aktif Perbedaan: Rancangan nonequivalent control group design with pretest dan posttest. Subjek penelitiannya adalah asisten apoteker. 5. Yunus (2013), meneliti tentang Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara di SMA Negeri 4 Gorontalo. Populasi penelitian adalah siswi-siswi
12
SMA Negeri 4 Gorontalo dan jumlah sampel sebanyak 146 siswi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja putri SMA Negeri 4 Gorontalo tentang Sadari dalam kategori baik sebanyak 32 orang (21.9%), kategori cukup sebanyak 107 orang (73.3%) dan untuk kategori kurang sebanyak 7 orang (4.8%). Persamaan: Subjek penelitian Perbedaan: Menggunakan Metode Deskritif Kuantitatif