BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat polusi dan perubahan cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Daya tahan tubuh berhubungan dengan kemampuan tubuh untuk menghindari penyakit, terutama penyakit infeksi. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Dewasa ini, penggunaan bahan alami yang berasal dari tumbuhan cenderung semakin diminati dengan konsep back to nature (Block & Mead, 2004). Imunostimulan adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja komponenkomponen sistem imun (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Bahan tersebut mampu memodulasi sistem imunitas manusia dengan berperan memperbaiki ketidakseimbangan sistem imun (Ediati, 2012). Sistem imun terdiri atas imunitas nonspesifik dan spesifik. Kedua sistem imun bekerja sama dalam pertahanan keseimbangan badan. Penyembuhan infeksi akan lebih cepat bila fungsi sistem imun tubuh ditingkatkan. Berbagai bahan asal tanaman dapat memacu fungsi berbagai komponen sistem imun nonspesifik (makrofag, sel NK) dan sistem imun spesifik (proliferasi sel T, sel B yang memproduksi antibodi) serta produksi sitokin sehingga dapat digunakan dalam klinik sebagai adjuvan (meningkatkan sistem imun namun bersifat non imunogenik) untuk penyembuhan berbagai penyakit infeksi (Baratawidjaja & Rengganis, 2010; Anderson, 1999). Kombinasi obat merupakan salah satu cara pengobatan yang efektif (Hafid et al., 2011). Kombinasi efek kandungan aktif dalam campuran bahan dapat melalui
1
2
efek sinergisme dan komplementer. Efek sinergisme yaitu saling mendukung menuju satu indikasi dengan mekanisme yang sama, sedangkan efek komplementer yaitu saling mendukung menuju satu indikasi dengan mekanisme berbeda. Makrofag sebagai sel fagosit dapat membunuh kuman dengan berbagai cara seperti peningkatan aktivitas enzim lisosomal, produksi sitokin, pelepasan nitric oxide,
interleukin,
Tumor
Necrosis
Factor-α
(TNF-α)
sehingga
dapat
meningkatkan aktivitas dari makrofag (Ediati, 2012). Senyawa yang mempunyai bioaktifitas sebagai agen imunostimulan adalah golongan senyawa polisakarida, terpenoids, alkaloid dan polifenol (Wagner, 1985).
Kombinasi ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata) dan daun mangga (Mangifera indica L.) memiliki efek sinergisme sebagai imunostimulan. Sambiloto dengan senyawa aktif andrographolide (diterpen lakton), sedangkan mangga dengan zat aktif manginferin (xanton). Kedua kombinasi ekstrak tersebut ternyata memiliki efek sinergisme meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dengan parameter kapasitas fagositosis dibandingkan dengan ekstrak tunggal (Pradana, 2012). Beberapa obat yang ada dipasaran saat ini pun merupakan kombinasi dari satu atau lebih ekstrak bahan alam, sebagai contoh Stimuno®, Fituno®, Primunox®, dan Tribost®. Meniran merupakan salah satu tanaman yang telah banyak dilaporkan memiliki efek imunostimulan. Ekstrak air meniran mampu meningkatkan proliferasi dari sel B dan sel T limfosit, pelepasan sitokin spesifik seperti TNF-α, IFN-γ dan IL-4. Selain itu, meniran juga mampu memacu aktifitas fagositosis
3
makrofag, aktivitas enzim lisosomal, serta pelepasan nitric oxide oleh makrofag (Nworu, et al., 2010). Kandungan utama dari meniran yang memiliki efek imunomodulator adalah golongan alkaloid, lignan, dan flavonoid (Chavali, et al., 2001; Gupta & Ahmed, 1984; Nara et al., 1977; Wagner, 1985). Apriyanto (2011) menyebutkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih merah pada tikus dapat menaikkan indeks fagositosis makrofag secara in vivo. Penelitian Paula (2012) melaporkan bahwa senyawa golongan neolignan daun sirih merah mempunyai efek imunostimulan secara in vitro terhadap aktivitas fagositosis makrofag. Daun sirih merah mengandung alkaloid, senyawa fenolat, flavonoid, isoflavonoid, dan triterpen. Golongan senyawa tersebut sudah diketahui bermanfaat sebagai antikanker dan imunomodulator (Parmer et al., 1997, Groteword, 2006). Berdasarkan penelitian Sriyanti (2012), ekstrak etanol umbi keladi tikus mampu meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag pada tikus terinduksi cyclophosphamide. Titania (2012) melaporkan ekstrak etanolik umbi keladi tikus mampu memperbaiki sistem imun akibat terinduksi cyclophosphamide dengan parameter peningkatan presentase sel T CD8+. Keladi tikus mengandung metabolit sekunder alkoloid, flavonoid, dan steroid dengan kandungan utamanya adalah alkoloid dan flavonoid (Mankaran, 2013). Pemejanan tunggal dari ekstrak herba meniran, daun sirih merah, dan umbi keladi tikus secara ilmiah dapat berefek imunomodulator. Kandungan senyawa yang berbeda-beda dan mekanisme aktivasi makrofag yang berbeda dari masingmasing ekstrak ternyata mampu meningkatkan fagositosis makrofag. Kombinasi
4
ketiganya penting untuk diketahui efek sinergisme melalui mekanisme yang sama yaitu peningkatan aktivitas fagositosis makrofag.
B. Rumusan Masalah Apakah kombinasi ekstrak etanol herba meniran (Phyllanthus niruri L.), daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz. & Pav.), dan umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) konsentrasi 1 µg/ml, 10 µg/ml, dan 100 µg/ml dengan kombinasi 1 (EEM 28,6%, ESM 14,3%, EKT 57,1%), kombinasi 2 (EEM 30,8%, ESM 7,7%, EKT 61,5%) kombinasi 3 (EEM 18,2%, ESM 9,1%, EKT 72,7%) dan kombinasi 4 (EEM 30%, ESM 30%, EKT 40%) dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag mencit jantan Balb/c secara in vitro?
C. Tujuan Penelitian Sebagai data ilmiah yang dapat digunakan sebagai pengembangan obat alami khususnya obat imunomodulator yang terdiri dari herba meniran (P. niruri), daun sirih merah (P. crocatum), dan umbi keladi tikus (T. flagelliforme) dan secara khusus mengevaluasi kombinasi ekstrak tersebut secara in vitro terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag mencit jantan Balb/c.
5
D. Tinjauan Pustaka 1. Sistem Imun Istilah Imun berasal dari bahasa Latin Immunis yang berarti bebas dari pajak atau bebas dari beban. Immunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekulmolekul, dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup seperti bakteri, virus, toksik, jamur, serta jaringan asing. Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau nonspesifik/ natural/ innate/ native/ nonadaptif dan didapat atau spesifik/ adaptif/ acquired (Baratawidjaja & Rengganis, 2010).
Gambar 1. Perbedaan fungsi sistem imun nonspesifik dan spesifik (Abbas and Lichman, 2005)
a. Sistem Imun Nonspesifik Disebut nonspesifik karena tidak ditunjukkan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifisitas
6
terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial dan merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Sistem imun nonspesifik mencakup : 1) Pertahanan Fisik Dalam sistem pertahanan fisik, kulit selapur lendir, silia, saluran nafas, batuk, dan bersin merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. 2) Pertahanan biokimia Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, air susu ibu melindungi tubuh terhadap kuman gram positif dengan cara menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Saliva mengandung enzim seperti laktooksidase yang merusak dinding mikroba, dan antibodi serta komplemen yang dapat berfungsi yang dapat berfungsi sebagai opsonin dalam sel mikroba. Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus halus menciptakan lingkungan asam yang mencegah infeksi mikroba. 3) Pertahanan humoral Sistem imun nonspesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut tertentu diproduksi ditempat infeksi atau cidera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain adalah peptida anti mikroba, seperti defensin, katelisidin, dan IFN dengan efek antiviral. Faktor larut lainnya diproduksi ditempat yang lebih
7
jauh dan dikerahkan di jaringan sasaran melalui sirkulasi seperti komplemen dan PFA. 4) Pertahanan seluler Yang berperan dalam pertahanan seluler adalah fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil. Dapat ditemukan dalam dalam sirkulasi atau jaringan. Sel yang ditemukan dalam sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah merah, dan trombosit. Contoh sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel plasma, dan sel NK. (Baratawidjaja & Rengganis, 2010) b. Sistem Imun Spesifik Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing bagi dirinya. Ada dua jenis mekanisme efektor yang menengahi respons imun spesifik (1) mereka ditengahi oleh produk sel jaringan-jaringan limfoit yang disebut sebagai antibodi (humoral immunity), fungsi utama antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus, bakteri serta menetralkan toksinnya dan (2) mereka yang diperantarai oleh limfosit sendiri yang tersentisisasi
yang
disebut
imunitas
seluler
(cell-mediated
immunity)
(Baratawidjaja & Rengganis, 2010).
2. Makrofag Berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, sel utama yang berperan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta granulosit (Baratawidjaja & Rengganis, 2010).
Fagosit
8
mononuklear dihasilkan oleh sel induk (steam cell) di dalam sumsum tulang kemudian
berdiferensiasi
menjadi
premonosit-monosit-makrofag.
Monosit
berdiameter 10-15 µm. Kemudian bermigrasi dan menetap di jaringan, sel monosit matang dan menjadi makrofag. Sel makrofag berdiferensiasi, membesar jumlahnya dan organel-organel bertambah kompleks (Abbas and Lichtman, 2005). Ukuran makrofag bisa 5-10 kali lebih besar dibanding monosit (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Makrofag sebagai sel fagosit mampu membunuh kuman melalui dua mekanisme, yaitu : a. Oxygen dependent mechanisms Dimana terjadi peningkatan penggunaan oksigen yang menghasilkan ROIs (reactive oxygen intermediates) yaitu suatu metabolit oksigen mikrobisidal yang dilepas selama fagositosis. Ikatan mikroba dengan sel fagositosis terjadi fusi dengan lisosom membentuk fagolisosom (Abbas & Lichtman, 2005). Dengan terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit yang mengikat mikroba mengirimkan sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim dalam fagolisosom, salah satunya oksidase fagosit terbentuk atas pengaruh mediator inflamasi LTB4, PAF dan TNF atau produk bakteri seperti peptida N-formilmetionil (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Enzim tersebut mengubah oksigen menjadi superoxide anion, hydroxyl radicals, single oxygen, myeloperoxidase, hydrogen peroxide (H2O2) yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan metabolit oksigen yang toksik yang dapat digunakan untuk membunuh kuman (Abbas & Lichtman, 2005).
9
b. Oxygen independent mechanism Dengan peningkatan reactive oxygen intermediste (ROIs), makrofag menghasilkan reactive nitrogen intermediates dengan bantuan enzyme seperti hydrolitic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric oxide synthase (iNOS). Nitric oxide synthase merupakan katalase dalam konversi arginin menjadi NO yang bersifat bakterisidal. Dalam fagolisosom terjadi reaksi fagosit oksidase antara nitrit oksida dengan hidrogen peroksida atau superoksida yang menghasilkan radikal peroxy nitrit sangat reaktif dan bisa membunuh mikroba (Abbas & Lichtman, 2005).
3. Fagositosis Proses fagositosis terjadi melalui beberapa tingkat yaitu kemotaktis, menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan, dan mencerna. Kemotaktis adalah pergerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai faktor seperti produk bakteri dan faktor kimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibodi seperti halnya dengan dengan komplemen (C3b) dapat meningkatkan opsonisasi. Opsonin adalah molekul besar yang diikat dan dapat dikenal oleh reseptor permukaan sel fagosit makrofag, sehingga meningkatkan efisiensi fagositosis. Makrofag mengekspresikan banyak reseptor permukaan yang dapat menelan mikroba. Bila sudah ditelan, membran menutup, partikel digerakkan ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang mengandung bakteri atau bahan lain asal ekstraseluler yang disebut fagosom. Didalam sel terdapat enzim lisosom yang diperlukan untuk memecah bahan yang ditelan,
10
bersatu dengan fagosom membentuk fagolisosom memungkinkan terjadinya degradasi oleh ROS dan NO sehingga terjadi degradasi oleh makrofag (Baratawidjaja & Rengganis, 2010).
Gambar 2. Fagositosis mikroba di dalam sel. (A) Mikroba berikatan dengan reseptor fagositosis. (B) Membran sel fagosit membentuk fagosom. (C) Mikroba di dalam fagosom dan berfusi dengan lisosom. (D) Mikroba dihancurkan oleh enzim lisosom , ROS, dan NO di dalam fagolisosom (Abbas & Lichman, 2005)
Makrofag cocok untuk studi fagositosis karena makrofag dianggap sebagai salah satu sel fagosit yang paling primitif dari sistem kekebalan tubuh nonspesifik (Zelikoff et al., 1991 ; Silva et al., 2002 cit Jensch-Junior et al., 2006). Fagositosis makrofag banyak digunakan sebagai parameter imunologi untuk mengevaluasi kesehatan/fungsi kekebalan tubuh. Penilaian kemampuan/aktivitas fagositosis dapat dihitung dengan mengukur kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis. Kapasitas fagositosis = Indeks fagositosis
= (Jensch-Junior et al., 2006)
11
4. Imunomodulator Imunomodulator
bekerja
melalui
mekanisme
imunostimulasi
dan
imunosupresi. Imunostimulasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan imunostimulan yaitu bahan yang dapat meningkatkan sistem imun. Imunostimulan dapat berupa imunostimulan biologis (limfokin, interferon, antibodi monoklonal, Lymphokine-Aktivated Killer, bakteri, jamur) maupun sintetik (levamisol, isoprinosin, hidroksiklorin, muramil dipeptida, dan lain-lain) (Bratawidjaja & Rengganis, 2010). Imunosupresi adalah suatu tindakan untuk menekan respon imun dengan imunosupresan yaitu kelompok obat yang menekan satu atau lebih komponen dari sistem imun spesifik maupun nonspesifik seperti mencegah penolakan transpalansi atau mengatasi penyakit autoimun. Contoh obat imunosupresan adalah cyclosporine dengan aksi mengeblok sitokin dari T sel (Abbas & Lichman, 2005).
5. Meniran
Gambar 3. Meniran yang digunakan dalam penelitian
Tumbuhan meniran terdapat di India, Cina, Malaysia, Filiphina, Dan Australia. Tumbuh tersebar hampir di seluruh Indonesia pada ketinggian tempat
12
Antara 1 m sampai 1.000 m di atas permukaan laut. Tumbuh liar di tempat terbuka, pada tanah gembur yang mengandung pasir, di ladang, di tepi sungai dan pantai (Departemen Kesehatan RI, 1978). Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa meniran mengandung senyawa aktif, yaitu golongan alkaloid seperti 4-metoksi-norsekurinin, 4-metoksisekurinin (Mulchandani & Hassarajani, 1985). Golongan flavonoid seperti kuersetin, isoquersitrin, astragalin, rutin, kaemferol-1-4’-O-ramnosida; eridiktiol7-ramnosida,
nirurin
(5,6,7,4’-tetrahidroksi-8-(3-metilbut-2-enil)-flavonon-50-
rutinosida (Gupta & Ahmed, 1984; Nara et al., 1977). Golongan lignan seperti filantin, hipofilantin, nirantin, nirtetralin, filtetralin, lintetralin, nirfilin dan firnilurin (Ward et al., 1989, Singh et al., 1989). Konsumsi makanan yang mengandung lignan dapat meningkatkan mediator sitokin seperti IL-12. Interleukin 12 merupakan mediator utama dan awal pada respon imun nonspesifik untuk mikroba intraseluler (Gambar 4). Paparan terhadap mikroba menyebabkan sel-sel imun seperti makrofag dan dendritik sel mengekspresikan IL-12. Selanjutnya sitokin ini akan menginduksi aktivasi berbagai sel pada sistem imun, sel TCD8+, natural killer, sel TCD4+ dan yang lainnya untuk menanggapi mikroba bersangkutan. (Abbas & Lichman, 2012 cit Yuswanto, 2013; Chavali et al., 2010). Senyawa yang mempunyai bioaktifitas sebagai agen imunostimulan adalah golongan senyawa polisakarida, terpenoids, alkaloid dan polifenol (Wagner, 1985). Meniran mengandung metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, dan lignan
sehingga berpotensi sebagai imunostimulan.
13
Gambar 4. Induksi IL-12 pada sel-sel imun (Abbas et al., 2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Nworu et al (2010) mengatakan bahwa ekstrak air meniran mampu meningkatkan proliferasi dari sel B dan sel T limfosit, produksi IFN-γ dan IL-4. Selain itu, meniran juga mampu memacu aktifitas fagositosis makrofag, aktivitas enzim lisosomal, dan pelepasan TNF-α, serta memodulasi pelepasan nitric oxide, oleh makrofag.
6. Sirih Merah
Gambar 5. Daun sirih merah yang digunakan dalam penelitian
Tanaman sirih merah menyukai tempat teduh, berhawa sejuk dengan sinar matahari 60-75%, dapat tumbuh subur dan bagus di daerah pegunungan. Bila
14
tumbuh pada daerah panas, sinar matahari langsung, batangnya cepat mengering. Selain itu, warna merah daunnya akan pudar (Manoi, 2007 cit Juliantina, 2008). Daun sirih merah mengandung alkaloid, senyawa fenolat, flavonoid, isoflavonoid, dan triterpen. Golongan senyawa tersebut sudah diketahui bermanfaat sebagai antikanker dan imunomodulator (Parmer et al., 1997; Groteword, 2006). Secara ilmiah, pemberian ekstrak etanol daun sirih merah pada tikus dapat menaikkan indeks fagositosis makrofag (Apriyanto, 2011). Senyawa golongan neolignan dari fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanol daun sirih merah juga dapat meningkatkan indeks fagositosis makrofag. Isolasi yang dilakukan oleh Paula (2012) mendapatkan senyawa golongan neolignan sebagai imunostimulan, yaitu isolat 1 dan isolat 2 : 3''' 1''' 2'''
H3CO
3'
H3CO
3''
3
2 1
4
1''
4''
H3CO
2'
2''
6
1'
5''
O
5 OH
6''
OCH3
H3CO
Gambar 6. isolat 1 (2-allyl-4- (1'-hydroxy-1'(3" ,4" ,5"-trimethoxyphenyl) propan-2'-yl)-3,5dimethoxycyclohexa 3,5-dienone) 3''' 1''' 2'''
H3CO H3CO
3' 3''
3
2 1
4
1''
4''
H3CO
2'
2''
O
5 6
1'
5''
O
6''
OCH3
H3CO O
CH3
Gambar 7. isolat 2 (2-ally-4-(1'-acetyl-1'-(3" ,4" ,5"-trimethoxyphenyl) propan-2'-yl)-3,5dimethoxycyclohexa-3,5-dienone)
7. Keladi Tikus Tumbuh berumpun di alam bebas pada tanah gembur, lembab dan teduh. Waktu yang tepat untuk pengambilan umbi adalah akhir musim hujan sampai pertengahan musim kemarau. Di pulau Jawa hampir ditemukan hampir di semua
15
tempat, dataran tinggi maupun dataran rendah. Banyak dijumpai di parit dan sawah (Widyaningrum, 2011). Ekstrak etanol umbi keladi tikus mampu meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag dan presentase sel T CD8+ pada tikus terinduksi cyclophosphamide (Sriyanti, 2012; Titania 2012). Keladi tikus mengandung metabolit sekunder alkoloid, flavonoid, dan steroid dengan kandungan utamanya adalah alkoloid dan flavonoid (Mankaran, 2013). Kandungan golongan senyawa flavonoid dan alkaloid bersifat imunostimulan (Wagner, 1985).
8. Ekstraksi dan Maserasi, dan Identifikasi Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstraksi atau penyarian adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Peristiwa difusi lebih berpengaruh dibandingkan osmosis. Dalam penyarian, larutan harus melewati lapisan batas antara butir serbuk dengan cairan penyari. Kecepatan melintasi lapisan batas dipengaruhi oleh derajat perbedaan konsentrasi, tebal lapisan batas, serta koefisien difusi. Ekstraksi dalam penelitian ini menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasiantara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka
16
larutan yang terpekat didesak keluar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis. Penotolan sampel akan optimal apabila penotolan dengan bercak sekecil dan sesempit mungkin karena apabila terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan pengeringan antar totolan. Pengembangan dilakukan pada bejana kromatografi yang sebelumnya sudah dijenuhi dengan uap fase gerak. Fase gerak pada bejana ± 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak harus berada di bawah lempeng totolan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak biasanya bejana dilapisi kertas saring. Bila fase gerak sudah mencapai ujung kertas saring, maka dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Pengembangan menaik merupakan teknik yang paling popular dibanding cara lain. Deteksi bercak dapat dilakukan dengan cara fisika dan kimia. Dengan cara fisika yaitu pencacahan radioaktif dan flouresensi sinar UV. Sedang untuk kimiawi dengan reagen kromogenik, menyemprot dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat, memaparkan uap dengan iodium, dan lain-lain tergantung senyawa yang akan dianalisis (Gandjar & Rohman, 2007). Perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu terhadap jarak rambat fase gerak, diukur dari titik penotolan sampai titik yang memberikan intensitas maksimum pada bercak, dinyatakan sebagai harga Rf senyawa tersebut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
17
E. LANDASAN TEORI Salah satu alternatif untuk mendapatkan terapi yang efektif adalah dengan menggunakan kombinasi obat. Terapi kombinasi obat akan terjadi efek sinergis obat dan peningkatan potensi dari satu atau lebih obat melalui mekanisme yang kompleks dari sistem tubuh (Hafid et al., 2011). Daun sirih merah mengandung alkaloid, senyawa fenolat, flavonoid, isoflavonoid, triterpen, dan neolignan. Golongan senyawa tersebut sudah diketahui bermanfaat sebagai antikanker dan imunomodulator (Parmer et al., 1997; Groteword, 2006; Paula, 2012). Meniran mampu memacu aktifitas fagositosis makrofag, aktivitas enzim lisosomal, dan pelepasan TNF-α, serta memodulasi pelepasan nitric oxide oleh makrofag (Nworu, et al., 2010). Meniran mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan lignan yang berefek sebagai imunostimulan. Berdasarkan penelitian Sriyanti (2012), ekstrak etanol umbi keladi tikus mampu meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag pada tikus terinduksi cyclophosphamide. Kandungan utama pada keladi tikus adalah flavonoid dan alkaloid (Mankaran, 2013) Penelitian dari masing-masing tanaman di atas sudah banyak dilakukan dan terbukti sebagai agen imunomodulator dengan berbagai kandungan yang berbeda pada masing-masing ekstrak dalam mengaktifkan sistem imun. Secara umum golongan senyawa yang memiliki efek imunostimulan adalah golongan flavonoid, alkaloid dan lignan. Kombinasi ketiganya penting untuk diketahui efek sinergisme
18
dari kandungan metabolit sekunder yang berbeda tersebut melalui mekanisme sistem imun yang sama yaitu peningkatan aktivitas fagositosis makrofag.
F. Hipotesis Kombinasi ekstrak etanol herba meniran (P. niruri), daun sirih merah (P..crocatum) dan umbi keladi tikus (T. flagelliforme) dapat meningkatkan aktivitas makrofag mencit jantan Balb/c secara in vitro.