BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam setiap organisasi, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan di dalam suatu organisasi. Suatu organisasi dalam melakukan aktivitasnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan perlu adanya manajemen yang baik terutama pada sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan modal utama dalam merencanakan, mengorganisir, mengarahkan serta menggerakkan faktor-faktor yang ada dalam suatu organisasi(Mishra & Singh, 2011). Pada setiap organisasi tentunya ada interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Karyawan sering dihadapkan dengan berbagi masalah dalam organisasi sehingga sangat memungkinkan terkena stres. (Murphy, 1996) Stres kerja dapat diartikan sebagi respon tubuh terhadap lingkungan atau terjadinya konflik aturan yang dirasakan karyawan karena tugas-tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi sehingga terjadinya perbedaan individu yang merupakan konsekuensi atau tindakan dan situasi pada diri individu itu sendiri(Birkenerova, 2011. Landsbergis, 1995. Ostrowski, 2009. Kumary & pandey, 2011),artinya stres muncul saat karyawan tidak mampu memenuhi apayang menjadi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Ketidakjelasan apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan, kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas, tidak ada dukungan fasilitas untuk menjalankan pekerjaan, tugas-tugas yang saling bertentangan, merupakan contoh pemicu stres. Dalam jangka pendek, stres
1
2
yang dibiarkan begitu saja tanpa penanganan yang serius dari pihak organisasi membuat
karyawan
menjadi
tertekan,
tidak
termotivasi,
dan
frustasi
menyebabkan karyawan bekerja tidak optimal sehingga kinerjanya pun akan terganggu. Dalam jangka panjang, karyawan yang tidak dapat menahan stres kerja maka ia tidak mampu lagi bekerja didalam sebuah organisasi,pada tahap yang semakin parah, stres bisa membuat karyawan menjadi sakit atau bahkan akan mengundurkan diri. (Selye, 1977) Stres kerja pada umumnya lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku (Munandar, 2008., Robbins, 2007). Gejala fisiologis mengarah pada perubahan metabolisme, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung sebagai akibat dari stres. Straus & Sayles (1980) Mengemukakan bahwagejala psikologisstres dapat menyebabkan ketidakpuasan, karena itulah dampak psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres itu. Namun, stres muncul dalam keadaan psikologis lain, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka menunda-nunda. Terbukti bahwa bila orang ditempatkan dalam pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda dan berkonflik atau di tempat yang tidak ada kejelasan mengenai tugas, wewenang, dan tanggungjawab pemikul pekerjaan, stres dan ketidakpuasan akan meningkat. Sama halnya, makin sedikit kendali yang dipegang orang atas kecepatan kerja mereka, makin besar stres dan ketidakpuasan.Walaupun diperlukan lebih banyak riset untuk memperjelas hubungan itu, bukti mengemukakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang memberikan keragaman, nilai penting, otonomi, umpan balik, dan identitas pada tingkat yang rendah ke pemangku pekerjaan
3 akan menciptakan stres dan mengurangi kepuasan serta keterlibatan dalam pekerjaan itu. Sedangkan gejala perilaku mencakup perubahan produktivitas, absensi, dan tingkat keluar masuknya karyawan, juga perubahan kebiasaan makan,
meningkatnya
merokok,
bicara
cepat,
gelisah,
dan
gangguan
tidur.(Runtu, 2009). Stres kerja merupakan fenomena yang mempengaruhi karyawan secara berbeda, di dalam konteks kerja yang berbeda. Mempelajari stres kerja di konteks yang berbeda akan memberikan pengertian yang mendalam terhadap fenomena
tersebut
sebagai
suatu
keseluruhan
dan
bagaimana
untuk
meminimalisir pengaruh negatif terhadap produktivitas karyawan, kepuasan, dan komitmen kerja karyawan (Orly, 2009). Stres kerja yang dialami oleh karyawan pria dan wanita bisa jadi berbeda.Munandar (2008) mengatakan stres ditentukan pula oleh individunya sendiri. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis danatau dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman lalu, keadaan kehidupan, dan kecakapan. Tuntutan peran ganda umumnya dialami oleh wanita yang melibatkan diri dalam lingkungan organisasi, yaitu sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga sehingga lebih rentan mengalami stres yang dapat menyebabkan penderitaan psikis berupa kecemasan dibandingkan dengan pria. Tuntutan pekerjaan,
rumah
tangga,
dan
ekonomi
keluarga
sangat
berpotensi
menyebabkan wanita karir rentan mengalami stres.(Hersona, 2013). Stres dalam pekerjaan merupakan sebuah konsep
penting
dalam
kaitannya dengan perilaku organisasi. Stres dapat ditimbulkan dari semakin
4
banyaknya tantangan yang dihadapi seperti lingkungan kerja, karakteristik persaingan yang semakin tinggi, tidak dapat memanfaatkan waktu secara maksimal, faktor-faktor yang tidak terkontrol, tidak cukupnya ruang untuk bekerja, perkembangan teknologi informasi yang terus menerus, tuntutan permintaan yang berlebihan dari stakeholders ( Murphy, 1996) Cahyono (2006),mengungkapkan stres meningkatnya komputeris, pimpinan
tuntutan
akan
dan meningkatnya atau
menejer
lebih
disebabkan
manajemen partisipatori, ketidakpastian.
dituntut
Pada
untuk dapat
bekerja
sistem
sisi
oleh yang
lain seorang
dan
mengelola
organisasi di bawah tekanan. Dari waktu ke waktu stres karyawan akan menjadi masalah yang serius bagi organisasi. Muatan tugas yang begitu besar cenderung merupakan
penyebab
stres yang
dominan,
karena karyawan
harus bekerja lebih banyak dengan kemampuan yang dimiliki. Berbagai gejala yang muncul dalam stres tentunya ditimbulkan oleh berbagai sebab. Adapun sumber-sumber potensial yang dapat menyebabkan seseorang stres antara lain: faktor lingkungan, faktor organisasi, dan faktor individu. (Robbins, 2006). Faktor lingkungan terkait dengan ketidakpastian
lingkungan
yang
mempengaruhi organisasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat stres karyawan, siklus bisnis yang dapat menciptakan ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian lingkungan, dan ketidakpastian teknologi.(Febriana, 2011). Di lingkungan organisasi berbagai penyebab stres antara lain tekanan untuk menyelesaikan tugas dalam kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan,pimpinan yang menciptakan budaya ketegangan, rasa takut, dan kecemasan,
rekan
kerja
yang
tidak
kompak. Semua
itu
dapat
diklasifikasikan dalam tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan
5 antar pribadi,
struktur
organisasi,
kepemimpinan organisasi,
dan
tingkat
hidup organisasi. Faktor pribadi yang memicu munculnya stres antara lain: persoalan
keluarga,
masalah
ekonomi pribadi, penyesuaian yang rendah
tehadap suatu budaya kerja dan beban kerja yang berlebih. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Stres adalah istilah umum yang diterapkan pada tekanan perasaan hidup manusia. Sebagai akibatnya, pada diri para karyawan berkembang sebagai macam gejala stres yang dapat mengganggu kinerja mereka (Davis & John, 1996). Stres harus dilihat sebagai fungsi dari individu yang menafsirkan situasi, karena reaksi setiap orang terhadap suatu stimulus berbeda-beda. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mengakibatkan ketidakseimbangan fisik dan psikis, sehingga dapat mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan (Rivai, 2004). Hal yang penting dalam memahami sumbersumberpotensial stres adalah bagaimana para karyawan mempersepsikan dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan, kebiasaan dan iklim dari organisasi. Organisasi menuntut anggotanya untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan suasana, kebijakan, dan konvensi kelompok. Namun tidak semua kondisi kelompok sesuai dengan keinginan, harapan, dan kebutuhan individu, sehingga individu tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ketidaksesuaian inilah yang akan memunculkan konflik dan ketegangan yang kemudian akan menimbulkan stres. Seperti yang kita ketahui bersama stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para pekerja di kota besar. Masyarakat pekerja di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
6
Yogyakarta yang sebagian besar merupakan urbanis dan industrialis yang selalu disibukkan dengan deadline penyelesaian tugas, tuntutan peran di tempat kerja yang semakin beragam dan kadang bertentangan satu dengan yang lain, masalah keluarga, beban kerja yang berlebihan, dan masih banyak tantangan lainnya yang membuat stres menjadi suatu faktor yang hampir tidak mungkin untuk dihindari. Stres di tempat kerja menjadi suatu persoalan yang serius bagi organisasi karena dapat menurunkan kinerja karyawan dan organisasi. Stres kerja merupakan hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan antara individu sebagai pegawai dengan lingkungan tempat kerjanya, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat padaketidakmampuan
seseorang
berinteraksi
secara
positif
dengan
lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun diluar pekerjaan. Stres kerja dapat menimbulkan dampak negatif terhadap aspek fisiologis, psikologis, dan perilaku pegawai sehingga harus diatasi dengan tepat.(Permaityas, 2013). Stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, harmonisasi hubungan sesama pegawai, penurunan jam kerja akibat absenteisme, produktivitas rendah, penyakit dan kecelakaan kerja, berdampak langsung terhadap tujuan organisasi (Margiati, 2010). Stres kerja adalah suatu bentuk konsekuensi pekerjaan yang tidak dapat terhindarkan dan bisa saja menimpa pada setiap karyawan di tempat kerjanya termasuk juga pegawai di kementerian Perindustrian Makassar. Oleh karena itu, organisasi harus secara optimal membuat hubungan yang kontinyu dan serasi dengan para karyawan menjadi sangat penting. Salah satu hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pemeliharaan tersebut adalah mengenai
7 penanggulangan stres pada karyawan. Fenomena stres kerja pada pegawai negeri secara tidak langsung sangat sering terjadipadasemua organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta, hal ini juga dialami oleh pegawai baru pada organisasi pemerintah kementerian Perindustrian Makassar. Pegawai baru beresiko terkena stres kerja karena dalam tahap pengenalan terhadap lingkungan yang baru, dan tidak jarang seorang pegawai baru mendapatkan tekanan dan setimen negatif dari pegawai lain yang terlebih dahulu bekerja Salah satu faktor penyebab pegawai baru mengalami stres adalah sifat pekerjaan
yang
terlalu
ringan,
pada
tahap
awal
bekerja
pegawai
barumemanghanya diberikan pekerjaan yang sifatnya ringan, seperti mengetik surat, membuat amplop atau mendampingi pimpinan pada saat rapat, disisi lain kemampuan sumber daya pegawai baru mampu mengejakan pekerjaan yang melebihi dari hanya sekedar mengetik surat atau membuat amplop. Awal-awal kerja memang bosanki karna Cuma mengetik suratji, ada juga yang kerjanya bikin-bikin amplop, begitu-begitu saja setiap hari (W.S.03, 8-10) Iya nih mas, kita-kita disuruh bapak T. kerja ringan-ringan aja, awalnya biasa aja, tapi lama-kelamaan kok bosan, padahal menurutku ya.. kami bisa ngerjain yang lebih dari ini. (W.S.04, 25-28)
Berdasarkan dengan kondisi tersebut terkadang membuat pegawai baru merasa bosan, hal ini jika terjadi secara terus menerus akan membuat pegawai baru menjadi stres. Faktor penyebab stres yang lain komunikasi yang tidak berjalan dengan lancar antara pegawai baru dengan pegawai yang lebih dahulu bekerja, pegawai baru biasanya selalu menjadi korban dari sifat sentimen pegawai lama, dengan kondisi semacam ini maka akan membuat pegawai baru menjadi tidak nyaman, dan kecendrungan adaptasinya menjadi rendah.
8
Budaya kerja juga merupakan salah satu sumber yang dapat membuat pegawai baru menjadi stres, jika konsep budaya kerja yang di terapkan tidak mampu dipahami dengan baik oleh pegawai baru, maka akan menjadi masalah bagi mereka, apalagi jika budaya kerja itu tidak disosialisasikan dengan baik kepada mereka.Di kementerian Perindustrian, pelaksanaan budaya kerja memilki korelasi yang kuat dengan kinerja pegawai, artinya jika pegawai baru tidak mampu menjalankan budaya kerja dengan sebaik-baiknya, maka kinerja pegawai tersebut bisa berdampak pada penurunan prestasi kerja, artinya keseluruhan konsep budaya kerja 5K mengakumulasi semua unsur-unsur kinerja pegawai,
misalnya
unsur kedisiplinan,
kerapihan,
keteraturan dan
lain
sebagainya. Kementrian Perindustrian menerapkan konsep budaya kerja 5Kmenitik beratkan pada penataan dan kebersihan lingkungan di tempat kerja. Budaya kerja 5K merupakan singkatan dari (K1) Keteraturan, (K2) Kerapihan, (K3) Kebersihan, (K4) Kelestarian, dan (K5) Kedisiplinan. Apabila perlakuan 5K dilaksanakan secara terus menerus maka akan membentuk budaya kerja yang mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja dan mutu pelayanan kepada publik. Bagi pegawai baru diharapkan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap budaya kerja yang telah diterapkan. Budaya kerja 5K diharapakan dapat dilakukan secara berulang-ulang setiap hari sehingga terbentuk menjadi kebiasaan yang baik, Jika pegawai baru gagal menjalankan budaya kerja ini maka pegawai-pegawai tersebut akan berdampak pada pengalaman stres yang berkepanjangan. Stres di tempat kerja menimbulkan berbagai konsekuensi pada individu, secara psikologis timbul tekanan emosi seperti cemas, mudah tersinggung, atau mudah marah. Stres di tempat kerja dapat mengubah perilaku
9 pegawai baru seperti menurunnya produktifitas, menurunnya tingkat kehadiran, serta tingginya tingkat turnover, malas masuk kantor, sering menyendiri dan tidak mau bergaul, bahkan sampai ketahap ekstrim berkonflik dengan teman kerja. Melihat fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk menggali lebih jauh bagaimana strategi pegawai baru mengatasi stres kerja yang bersumber dari lingkungan kerja, organisasi, maupun dari kegagalan pegawai baru mengadaptasi budaya kerja di kementrian Perindustrian Makassar.
B. Pertanyaan Penelitian Stres di tempat kerja bukanlah fenomena baru, Stres kerja dapat menimbulkan berbagai konsekuensi pada pegawai yang bekerja,baik secara fisiologis, psikologis dan perilaku.Stres yang dialami secara terus-menerus dan tidak terkendalibisa menyebabkan terjadinya burnout, yaitu kombinasi kelelahan secara fisik, psikis dan emosi.Bagi organisasi, stres di tempat kerja dapat berakibat pada rendahnya kepuasan kerja, kurangnya komitmen terhadap organisasi, terhambatnya pembentukan emosi positif, pengambilan keputusan yang buruk, rendahnya kinerja, dan tingginya turnover.Stres di tempat kerja pada akhirnya bisa menyebabkan terjadinya kerugian finansial pada organisasi yang tidak sedikit jumlahnyaa. Stres kerja menjadi suatu persoalan yang serius bagi perusahaan karena dapat menurunkan kinerja karyawan dan perusahaan. Penyebab stres kerja bisa terjadi dimana saja, namun pada umumnya stres kerja disebabkan 3 faktor, yaitu faktor lingkungan kerja, faktor organisasi dan faktor individu itu sendiri. Individu pada suatu organisasi akan merasakan dampak yang diakibatkan stres kerja tersebut, dampak dari stres kerja bisa berupa dampak
10
perilaku, dampak kognitif, dampak psikologis, maupun dampak kepada organisasi itu sendiri. Agar dampak yang ditimbulkan dari stres kerja tidak berlarut-larut dan dapat mempengaruhi kinerja pegawai, maka pegawai perlu melakukan sebuah langkah strategi untuk mengatasi stres kerja yang mereka rasakan. Proses strategi yang digunakan pegawai baru kemudian memunculkan pertanyaan untuk dikaji dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana stretegi yang dilakukan pegawai baru Kementerian Perindustrian Makassaruntuk mengatasi stres kerja yang mereka alami ?” C. Tujuan dan Manfaat penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran strategi pegawai baru mengatasi stres kerja yang mereka rasakan, dan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini dapat berupa secara teoritis maupun secara praktis. Secara praktis, penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi dalam mengungkapkan pengalaman para pegawai yang pernah mengalami stres kerja. Adapun manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan dibidang ilmu psikologi secara umum, psikologi industri dan organisasi secara khususnya.Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang strategi mengatasi stres kerja pegawai baru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan strategi mengatasi stres kerja bagi pegawai khususnya pegawai baru. Dengan mengetahui letak permasalahan pegawai baru ketika akan mengatasi stres kerja yang mereka rasakan, maka akan dapat membantu pemimpin instansi membuat kebijakan yang terkait mengatasi stres kerja.
11 D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Peneliti mencoba melihat secara cermat hasil-hasil dari penelitian sebelumnya, baik dengan menggunakan metode kuantitatif ataupun kualitatif dari berbagai sumber yang mengangkat tema tentang strategi mengatasi stres kerja. Meskipun penelitian tentang stes kerja sudah sering dilakukuan, namun penelitian yang mengangkat tema tentang stres kerja masih harus terus dilakukan mengingat permasalahan tentang stres ditempat kerja semakin lama semakin meningkat. Peneliti menemukan beberapa penelitian tentang tema diatas, diantaranya penelitian yang didapatkan penulis adalah Singh dan Mishra (2011) bahwa budaya
organisasi
yang
dikembangkan
didalam
sebuah
perusahaan
mempengaruhi prilaku stres anggota organisasi, sebagian besar anggota organisasi yang baru tentu akan melakukanproses penyesuaian terhadap budaya organisasi yang baru tentu menciptakan stres atau kadar stres tertentu. Berdasarkan uraian ringkas tersebut dapat disimpulkan budaya organisasi dapat menyebabkan stres kerja. Penelitian lain yang dikemukakan Permaityas (2013) bahwa gejala yang timbul ketika karyawan mengalami stress adalah otot tubuh menjadi tegang, konsentrasi menjadi terganggu ketika berkomunikasi, dan banyak diam ketika menyelesaikan pekerjaan. Dampak dari stres ini akan berpengaruh kepada organisasi seperti kualitas layanan menjadi terganggu, perasaan ingin keluar, dan hubungan dengan orang lain menjadi kurang harmonis. Penulis juga menemukan penelitian yang dilakukan oleh Noviana (2013) : Coping stress bagi mahasiswa tunanetra yaitu : 1. Berbicara dengan orang lain (curhat dari hati kehati) dengan teman, keluarga, atau dengan siapa saja tentang masalah yang dihadapi.
12
2. Mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang dihadapi 3. Mengambil pelajaran dari peristiwa masa lalu 4. Membuat perencanaan dan mencari dukungan sosial secara instrumental Penelitian yang lain dari Tyagita. (2012), tentang strategi koping yang dilakukan para perawat untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja berupa pelatihan pengalaman untuk meningkatkan pemahaman, pelatihan tersebut melibatkan aktivitas-aktivitas seperti berdiskusi, permainan, mengisi kuesioner dan mengerjakan lembar kerja. Hasil yang diperoleh bahwa peserta memiliki pola pikir positif yang akan mempengaruhi perilakunya lebih positif Berdasarkan penelitian Imadatus (2011) yang meneliti coping stress pada WTS di Surabaya, Strategi koping yang dilakukan adalah: 1. Menggunakan
pendekatan
Problem
Focus
Coping,
dimana
individu
memutuskan sendiri untuk menghadapi realitas stres yang dialami dan mengklarifikasi masalah melalui upaya konstruktif terkait dengan pihak-pihak lain. 2. Emotional Focus Coping dimana individu memutuskan, menurunkan atau menolak stres yang dialami dengan menghindari masalah Penelitian Soraya (2009), tentang coping stress bagi ibu yang memiliki anak retardasi mental dengan membuat perencanaan yangmelibatkan pemikiran kemasa depan dengan strategi tindakan tentang langkah yang akan diambil untuk mengatasi masalah Penelitian yang dilakukan Dahlan (2005), strategi yang paling banyak digunakan oleh orang Indonesia adalah religious coping, penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang akan meningkatkan intensitas ibadahnya (religious coping) apabila situasi yang dihadapi merupakan satu hal yang negatif.Penelitian
13 ini lebih menekankan pada bagaimana strategi pegawai baru dalam mengatasi stres kerja.