BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Populasi lanjut usia (lansia) di dunia akan bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Populasi lanjut usia di Indonesia antara tahun 19902025 diproyeksikan akan naik 414%, suatu angka yang tertinggi di seluruh dunia. Pada tahun 2020 jumlah populasi lansia di Indonesia akan menjadi nomor 4 paling besar di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat (Darmojo dan Martono, 2010). Depresi merupakan salah satu problem gangguan mental yang sering ditemukan pada lanjut usia. Depresi merupakan salah satu masalah emosional yang sering dijumpai pada orang usia lanjut. Prevalensi depresi pada populasi umum, terendah pada usia pertengahan, selanjutnya mengalami peningkatan dan mencapai puncaknya pada usia 80 tahun atau lebih (Glas et al., 1997). Sejauh ini, prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 % dan hasil meta-analisis dari laporan negara-negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan wanita-pria 14,1: 8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di rumah sakit dan panti perawatan sebesar 30-45 % (Darmojo dan Martono, 2010). Depresi pada pasien geriatri adalah masalah besar yang mempunyai konsekuensi medis, sosial, dan ekonomi. Hal ini menyebabkan penderitaan bagi 1
2 pasien dan keluarganya, memperburuk kondisi medis dan membutuhkan sistem pendukung yang mahal (Soejono et al., 2009). Menurut The National Institute of Health (NIH) Consensus Development Panel dan World Health Organization (WHO) depresi merupakan penyebab terjadinya disabilitas pada lanjut usia. Depresi dapat terjadi akibat morbiditas, disabilitas, nyeri, kelelahan, efek obat dan malnutrisi. Depresi juga meningkatkan risiko mortalitas, disabilitas fisik dengan menurunnya motivasi beraktifitas sebagai bagian dari proses penuaan (Yanagita et al., 2006). Lansia sering mengalami perasaan kehilangan dan stres. Penekanan imunitas sering dihubungkan dengan perasaan kehilangan, depresi, dan rendahnya dukungan sosial. Perasaan depresi pada usia lanjut dapat melemahkan sistem imun. Stres menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis tubuh yang melemahkan sistem imun dan akan mempengaruhi kesehatan sehingga mudah terserang penyakit, serta timbulnya kelainan sistem imun seperti munculnya psoriasis dan eczema. Hormon glukokortikoid dan kortisol akan memicu reaksi anti inflamasi dalam sistem imun saat terjadi stres. Proses penuaan sendiri berkaitan dengan penurunan fungsi sistem imun, hal ini ditunjukkan berupa penurunan terhadap respon proliferatif terhadap mitogen, aktivitas natural killer cells, produksi antibodi, dan aktivitas fagositosis. Penurunan fungsi sistem imun mengubah kondisi tubuh dari sehat menjadi lemah dan lebih rentan terhadap penyakit dan kematian (Miller, 1994). Memelihara kehidupan sosial yang aktif dan memperoleh pengobatan depresi dapat meningkatkan sistem imun kelompok lansia (Fatmah, 2006).
3 Sel-sel imun dinilai berdasarkan jumlahnya di dalam sirkulasi dan fungsinya secara in vitro. Jumlah dan persentase leukosit dapat memberikan informasi tentang komposisi leukosit pada sirkulasi perifer. Penderita stres dan depresi mengalami kenaikan angka leukosit (AL) darah tepi, angka limfosit total dan subset limfosit (Boscarino dan Chang, 1999). Angka leukosit merupakan salah satu penanda inflamasi yang sederhana, mudah diperiksa dan merupakan bagian dari pemeriksaan darah rutin. Manajemen depresi terdiri dari tiga macam yaitu intervensi psikososial, farmakoterapi dan terapi kombinasi. Obat untuk terapi depresi seperti antidepresan trisiklik, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan inhibitor monoamine oksidase (MAOIs) dapat menyebabkan disfungsi seksual (Baldwin dan Mayers, 2003). Disamping ketiga modalitas terapi depresi di atas, terdapat mind-body therapy yang banyak direkomendasikan dan dipakai untuk terapi alternatif. Akhir-akhir ini ada peningkatan penggunaan meditasi, yoga, dan latihan pernafasan sebagai terapi komplementer. Yoga dikerjakan oleh hampir 20% orang yang disurvei dan direkomendasikan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan nyeri dan kekakuan osteoartritis kronik, hipertensi, depresi dan ansietas. Survei terbaru pada populasi juga melaporkan tentang penggunaan meditasi, relaksasi dan latihan pernafasan untuk mengatasi ansietas, depresi dan nyeri kronik (Koithan, 2009). Latihan pasrah diri (LPD) merupakan salah satu metode dalam mind and body therapy adalah suatu metode yang memadukan antara relaksasi dan dzikir dengan fokus latihan pada pernafasan dan kata yang terkandung di dalam dzikir (relaxation
4 and repetitive prayer) untuk membangkitkan respons relaksasi, dimana timbulnya respons relaksasi diharapkan mampu memperbaiki gejala stres ataupun gejala depresi (Dharma, 2006 ). B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini adalah apakah latihan pasrah diri dapat mempengaruhi penurunan angka leukosit pada usia lanjut dengan simtom depresi di wilayah Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah mind and body intervention berupa latihan pasrah diri dapat menurunkan angka leukosit pada usia lanjut dengan simtom depresi di wilayah Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi pasien, penelitian ini dapat memberikan harapan adanya perbaikan angka leukosit pada usia lanjut dengan latihan pasrah diri.
2.
Bagi klinisi, penelitian ini dapat diaplikasikan dalam pengelolaan pasien usia lanjut dengan simtom depresi yang mengalami peningkatan angka leukosit sehingga menekan biaya pengobatan farmakoterapi dan mengurangi efek samping dari obat-obatan
3.
Bagi peneliti dapat mengetahui apakah latihan pasrah diri yang murah dan sederhana dapat memperbaiki angka leukosit pada usia lanjut dengan simtom depresi di wilayah Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah.
5 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur yang dilakukan penulis, belum ada penelitian mengenai pengaruh latihan pasrah diri terhadap kenaikan angka leukosit pada usia lanjut dengan simtom depresi sejauh ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian latihan pasrah diri terhadap angka leukosit pernah dilakukan oleh Widodo (2008) pada subyek penelitian pasien DM tipe 2 dengan simtom depresi, sedangkan pada penelitian ini mengambil subyek penelitian usia lanjut dengan simtom depresi. Daftar penelitian yang digunakan penulis sebagai acuan dalam penelitian ini dicantumkan dalam tabel 1.
6 Tabel 1. Penelitian-Penelitian Sebelumnya Tentang Hubungan Simtom Depresi Dengan Angka Leukosit. Peneliti/Metode
Judul
Hasil
Widodo, 2008 Prospective, Randomized, Open,end-blinded Evaluation/PROBE Control Trial Subyek: 44 pasien DM tipe 2
Pengaruh latihan pasrah diri terhadap angka leukosit pada penderita Diabetes melitus tipe 2 dengan gejala depresi
Duivis, 2012 Prospective Cohort Study Subyek: 667 pasien penyakit jantung koroner yang stabil.
Depressive symptoms and white blood cell count in coronary heart disease patients:prospective findings from the Heart and Soul Study
Brown et al., 2013 Cross sectional study Subyek: 3769 subyek lansia dari populasi Establish Populations for Epidemiologic Studies of the Elderly (EPESE).
Depressive symptoms in the elderly: Association with total white blood cell count
Latihan pasrah diri selama 21 hari tidak mempengaruhi penurunan angka leukosit pada subyek DM tipe 2 dengan gejala depresi, meskipun dapat menurunkan skor gejala depresi (BDI) secara bermakna. Subyek dengan gejala depresi berulang pada pasien penyakit jantung koroner yang stabil memiliki angka leukosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang tidak memiliki gejala depresi dan yang tidak mengalami gejala depresi berulang setelah follow up 5 tahun. Subyek dengan gejala depresi memiliki rerata angka leukosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang tidak depresi