BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Penelitian Kegiatan yang dilakukan manajer dalam pengelolaan keuangan pada
dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan dalam pencarian sumber dana financing dan kegiatan penggunaan dana investment (Mamduh, 2004:3), kaitannya dengan pengambilan keputusan manajer keuangan harus memilih sumber dana yang akan digunakan dan juga seberapa besar dana-dana tersebut digunakan untuk pembiayaan perusahaan
sehingga nantinya dana yang diperoleh dapat
dimanfaatkan secara maksimal sehingga dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Kinerja manajemen tercermin dari laporan keuangan yang telah disusun secara periodik, dimana laporan keuangan menggambarkan kondisi dan perkembangan keuangan suatu perusahaan. Laporan keuangan merupakan keuangan yang mendasar bagi para investor dan juga informasi yang digunakan sebagai hasil dari kegiatan operasional sebuah perusahaan yang dikeluarkan secara periodik oleh perusahaan yang akan menjadi sebuah pertanggungjawaban perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti manajemen, pemegang saham, kreditur dan pemerintah. Ukuran Perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan, yaitu jumlah karyawan, total asset, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar perusahaan dan luasan usahanya, mengakibatkan pemilik tidak bisa mengelola sendiri perusahannya secara langsung. Hal inilah
1
2
yang memicu munculnya masalah keagenan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen labanya lebih kecil dibanding perusahaan yang ukurannya lebih kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredible . Menurut Alexandri (2008:200) Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak. Sedangkan menurut Bastian dan Soehardjono (2006: 299) Net Profit Margin adalah perbandingan antara laba bersih dan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar presentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Penggunaan sumber-sumber pembiayaan perusahaan, baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun sumber pembiayaan jangka panjang akan menimbulkan suatu efek yang biasa disebut Leverage Operasi. Gibson (1990) menyimpulkan bahwa “ the use of debt, called leverage, can greatly affect the level and degree of change is the common earning”artinya penggunaan hutang disebut pengungkit sangat mempengaruhi tingkat derajat dan tingkat perubahan
3
saham . Selain itu, Schall dan Harley (1992) mendefinisikan leverage sebagai “ The degree of firm borrowing” artinya sebagai tingkat pinjaman perusahaan. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Leverage Operasi adalah suatu tingkat kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva dan atau dana yang mempunyai beban tetap (hutang atau saham istimewa) dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan untuk memaksimisasi kekayaan pemilik perusahaan. Permasalahan leverage akan selalu dihadapi oleh perusahaan, bila perusahaan tersebut menanggung sejumlah beban atau biaya yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan. Jadi, beban atau biaya tetap sebenarnya merupakan risiko yang harus ditanggung perusahaan dalam pelaksanaan keputusan-keputusan keuangan. Besar kecilnya risiko tersebut perlu diketahui agar dapat diantisipasi dengan meningkatkan volume kegiatan usaha. Kecenderungan untuk memperhatikan laba yang terdapat dalam laporan laba rugi yang ditentukan banyak peneliti. Situasi ini didasari oleh manajemen terutama dari kalangan manajemen yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi tersebut, sehingga mendorong timbulnya disfunctional behavior. Adapun bentuk perilaku yang tidak semestinya yang timbul dalam hubungannya dengan laba adalah praktik perataan laba (income smoothing). Koch dalam Suwito dan Arleen (2005) mendefinisikan Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan perusahaan. Praktik perataan laba terkait erat dengan manajemen (agent) dan pemilik (principal)
4
ketika semua pihak berusaha untuk mencapai dan mempertahankan tingkat keutamannya adalah kemakmuran yang dikehendakinya. Sasaran utamanya adalah untuk melunakkan variabilitas laba setiap tahunnya, dengan mengalihkan pendapatan dari tahun yang baik ke tahun yang buruk. Dalam hal ini pendapatan masa yang akan datang dapat dialihkan ke tahun sekarang atau sebaliknya, demikian pula halnya dengan biaya dapat dimodifikasi dengan mengalihkan beban atau kerugian dari periode ke periode. Ketatnya persaingan dalam dunia usaha atau bisnis jadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk menampilkan performa terbaik bagi perusahaan yang dipimpinnya, karena baik buruknya performa perusahaan akan berdampak terhadap nilai pasar perusahaan di pasar dan juga mempengaruhi minat investor untuk menanam atau menarik investasinya dari sebuah perusahaan. Subekti (2005) menyebutkan bahwa perhatian investor sering kali hanya terpusat pada informasi laba bukan pada prosedur yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan informasi laba, sehingga dapat memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan tindakan manipulasi laba yang dilakukan manajemen untuk memperbaiki citra perusahaan dimata pihak eskternal yaitu jika perusahaan memiliki resiko yang rendah, variabilitas laba dilakukan manajemen untuk memberi informasi yang relevan dalam melakukan terhadap laba dimasa yang akan datang. Penelitian-penelitian tentang perataan laba antara lain dilakukan oleh Suwito dan Arleen (2005) perataan laba dapat melalui beberapa dimensi perataan laba, yaitu: (1) perataan laba melalui kejadian atau pengakuan suatu peristiwa, (2)
5
perataan laba melalui alokasi selama satu periode tertentu, (3) perataan laba melalui klasifikasi. Dilakukannya tindakan perataan laba ini biasanya mengurangi pajak, meningkatkan kepercayaan investor yang beranggapan laba yang stabil akan mengurangi kebijakan deviden yang stabil dan menjaga hubungan antara manajer dan pekerja untuk mengurangi gejolak kenaikan laba dalam pelaporan laba yang cukup tajam. Menurut Zuhroh dalam Suwito dan Herawati (2005) hasil penelitiannya berhasil membuktikan bahwa leverage operasi saja yang merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh praktik perataan laba, sekalipun terdapat perbedaan variasi rata-rata karakteristik perusahaan antara perusahaan perata laba dengan perusahaan non perata laba. Nilai rata – rata ukuran perusahaan dan profitabilitas perusahaan yang melakukan perataan laba lebih rendah daripada perusahaan non perata laba, hal ini mengindikasikan bahwa perataan laba cenderung banyak dilakukan oleh perusahaan yang memiliki rasio hutang yang tinggi. Penelitian Suwito dan Arleen (2005) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jenis usaha, ukuran perusahaan, net profit margin dan leverage operasi memberikan kesimpulan yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Suwito dan Arleen (2005) menyimpulkan bahwa tidak ada faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap praktik perataan laba. Menurut beberapa penelitian yang ada memberikan bukti empiris bahwa perusahaan-perusahaan besar lebih mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat umum (Budilekmana dan Andriani, 2005). Sebaliknya Nasser dan Parulian (2006) menemukan bahwa perusahaan besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan
6
dengan perusahaan kecil karena perusahaan besar diteliti dan dipandang lebih kritis. Juniarti dan Carolina (2005) berhasil membuktikan bahwa profitabilitas mempengaruhi perataan laba dikarenakan profitabilitas dipandang untuk memperbaiki image perusahaan. Dengan image perusahaan yang meningkat, maka investor akan tertarik untuk menanamkan sahamnya, sehingga perusahaan bisa mendapatkan dana untuk mengembangkan perusahaannya. Nasser dan Parulian (2006) Perusahaan dengan menggunakan leverage operasi yang tinggi membuat perusahaan berusaha untuk memberikan informasi laba yang lebih baik, agar para kreditur masih percaya kepada perusahaan tersebut. Semakin tinggi leverage, maka perusahaan semakin melakukan perataan laba. Karena hutang yang besar mengakibatkan rasio leverage menjadi besar yang mengakibatkan risiko semakin meningkat. Jadi semakin besar leverage, maka risiko yang ditanggung oleh pemilik modal juga akan semakin meningkat (Widyaningdah, 2001). Rasio leverage yang besar menyebabkan turunnya minat investor menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut, sehingga dapat memicu adanya tindakan perataan laba (Narsa,dkk.,2003). Praktik perataan laba merupakan fenomena yang umum dan dilakukan banyak Negara namun demikian praktek perataan ini dilakukan dengan sengaja dibuat-dibuat dapat menyebabkan pengungkapan laba yang tidak memadai atau menyesatkan. Sebagai akibatnya, investor mungkin tidak memperoleh informasi yang akurat dan memadai mengenai laba untuk mengevaluasi hasil dan risiko dari portofolio mereka.
7
Fenomena perataan laba di Indonesia terjadi pada salah satu perusahaan manufaktur yaitu PT.Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp. 132 milyar dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp. 99,56 milyar atau lebih rendah sebesar Rp. 32,6 milyar atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT.Indofarma Tbk, berdasarkan hasil pemerikasaan Bapepam terhadap PT.Indofarma Tbk (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004), ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses dinilai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp. 28,87 milyar , akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar Rp.28,87 milyar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama. Rasionalitas yang mendasari studi ini adalah adanya hubungan antara laba dengan ukuran perusahaan,net profit margin dan leverage. Bila laba dimanipulasi maka rasio keuangan dalam laporan keuangan juga akan dimanipulasi. Pada akhirnya bila pengguna laporan keuangan menggunakan informasi yang telah dimanipulasi untuk tujuan pengambilan keputusannya, maka keputusan tersebut secara tidak langsung telah termanipulasi. Disisi lain laporan keuangan
8
dimanfaatkan oleh investor dalam pengambilan keputusan ekonominya. Analisis untuk investor dari informasi yang telah diperoleh dari laporan keuangan dan laporan lainnya yang mencakup ukuran perusahaan, net profit margin dan leverage. Perbedaan
penelitian
ini
dengan
penelitian
sebelumnya
adalah
menggunakan tahun serta objek penelitian yang berbeda, dimana penelitian ini menggunakan tahun 2008-2013 pada perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI. Pengembangan penelitian ini juga mengambil sampel perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) go public yang terdaftar di BEI yang belum dilakukan pada penelitian sebelumnya, periode penelitian dilakukan tahun 2008-2013 agar penelitian menghasilkan data yang lebih akurat. Penelitian ini dilakukan untuk menyempurnakan atau melihat bukti empiris terkini tentang praktik perataan laba, maka berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis, untuk itu penulis tertarik mengadakan penelitian tentang “ Pengaruh Ukuran Perusahaan, Net Profit Margin dan Leverage Operasi terhadap Tindakan Praktik Perataan Laba pada Perusahaan BUMN yang Terdaftar di BEI Periode 2008-2013 ”
B.
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
perumusan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tindakan praktik perataan laba ?
9
2. Apakah Net Profit Margin berpengaruh terhadap tindakan praktik perataan laba ? 3. Apakah Leverage Operasi berpengaruh terhadap tindakan praktik perataan laba ? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap tindakan praktik perataan laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) b. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Net Profit Margin terhadap tindakan praktik perataan laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) c. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Leverage Operasi terhadap tindakan praktik perataan laba pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2. Kontribusi penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Bagi penulis, diharapkan sebagai wahana latihan pengembangan kemampuan dalam bidang penelitian dan penerapan teori yang diperoleh di bangku kuliah.
10
b. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak manajemen bahwa dengan pengujian secara empiris dapat diketahui apakah perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi praktik perataan laba tersebut. c. Bagi peneliti yang akan datang, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan sumbangan informasi tambahan tentang tindakan praktik perataan laba