1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Dengan meningkatnya kompetensi persaingan, profesi akuntan menghadapi tantangan yang semakin berat sehingga dalam menjalankan aktivitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalisme-nya. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu bersaing di dunia usaha sekarang ini. Tidak hanya kemampuan dan keahlian saja yang harus dimiliki, tetapi suatu profesi juga harus memiliki etika profesi yang merupakan aturan-aturan khusus yang harus ditaati oleh pihak yang akan melaksanakan profesi tersebut. Aturan-aturan dalam etika profesi yang dijalankan oleh seorang akuntan harus mempunyai tanggung jawab terhadap apa yang diperbuat baik terhadap pekerjaan, organisasi, masyarakat dan dirinya sendiri. Dalam bertindak sesuai dengan etika maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan akan meningkat (Arisetyawan, 2010). Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, jasa profesi tidak akan diminati. Hal ini disebabkan karena makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya jasa profesi salah satunya jasa akuntan. Walaupun demikian, masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan
2
terhadap profesi akuntan. Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi akuntan ( Nurlan, 2011). Salah satu masalah adalah dibekukannya izin Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Tahrir Hidayat dan Akuntan Publik (AP) Drs. Dody Hapsoro oleh Menteri Keuangan pada waktu itu Sri Mulyani Indrawati. Pembekuan ini karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Pupuk Sriwidjaya (Persero) dan anak perusahaan tahun buku 2005 (Tempo.com). Terjadinya pelanggaran tersebut karena para pelaku telah melanggar salah satu prinsip etika profesi yaitu prinsip Standar Tekhnis. Dimana dalam standar tekhnis harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar tekhnis dan standar profesional yang relevan sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, karena sebagai seorang akuntan harus mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Seharusnya pelanggaran tersebut tidak akan terjadi jika setiap akuntan dan calon akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan dapat menerapkan etika secara memadai dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang akuntan yang profesional. Dengan sikap akuntan yang profesional maka akan mampu menghadapi tekanan yang muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak
3
eksternal. Oleh sebab itu pengembangan dan pertimbangan moral adalah peran kunci dalam semua area profesi akuntansi. Untuk itu dalam mendukung profesionalisme akuntansi, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan standar profesi yang memuat seperangkat prinsipprinsip moral dan mengatur tentang perilaku professional yaitu Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang mengatur tentang norma perilaku antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Alasan yang mendasari diperlukan kode etik sebagai standar perilaku professional tertinggi pada profesi akuntan adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi akuntan terlepas dari yang dilakukan perorangan (Oktafian, 2013). Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia disebutkan bahwa tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Ikatan Akuntan Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan. Namun, perilaku tidak etis dari para akuntan masih tetap ada. Etika profesi berperan penting dalam membentuk tenaga–tenaga yang profesional dengan mempertahankan kode etik (Nurlan, 2011). Penelitian mengenai etika profesi akuntan ini dilakukan karena dalam melaksanakan pekerjaannya, profesi akuntan tidak terlepas dari aktivitas bisnis yang menuntut mereka untuk bekerja secara profesional sehingga harus
4
memahami dan menerapkan etika profesinya (Nurlan, 2011). Penelitian ini dilakukan kepada mahasiswa akuntansi yang dipandang dari segi pengalaman kerja (yang sudah dan belum memiliki pengalaman kerja). Untuk mahasiswa yang sudah memiliki pengalaman kerja supaya mereka mempunyai pemahaman, pengetahuan dan kemauan yang lebih mendalam untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai sehingga tidak mudah terhasut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) jika nantinya akan menjadi seorang akuntan. Sedangkan untuk mahasiswa yang belum memiliki pengalaman kerja supaya mereka diberi pengetahuan mengenai etika sehingga nantinya jika sudah terjun ke dunia kerja khususnya sebagai akuntan mereka bisa bekerja secara profesional berlandaskan etika profesi. Bersamaan dengan profesional lainnya, profesi sebagai akuntan publik jumlah kaum wanita telah meningkat secara dratis (Murtanto, 2003 dalam Poniman, 2009). Di dalam lingkungan kerja mereka itu yang berkaitan dengan akuntan publik wanita tidak terlepas dari masalah gender. Perkembangan wanita dibidang akuntan merefleksikan suatu perjuangan panjang untuk mengatasi penghalang dan batasan yang diciptakan oleh struktur sosial yang kaku, diskriminasi, perbedaan gender, ketidakadilan konsep dan konflik antara rumah tangga dan karier (Ried, 1987 dalam Poniman, 2009). Persepsi ini perlu diteliti karena sebagai gambaran pemahaman terhadap etika profesi akuntan (Kode Etik Akuntan). Dengan pengetahuan, pemahaman, kemauan yang lebih untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara
5
memadai dapat mengurangi berbagai pelanggaran etika (Ludigdo 1999, dalam Arisetyawan, 2010). Sebagai acuan dari studi ini dapat disebutkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Indiana Farid Martadi (2006) melakukan penelitian tentang persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis dan profesi. Namun, untuk etika profesi terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanita. Selanjutnya Poniman (2009) meneliti tentang persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dengan akuntan wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan. Untuk itu, maka penelitian ini mereplikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indiana Farid Martadi (2006). Perbedaannya terletak pada objek penelitian, ruang lingkup, sampel penelitian, tahun penelitian dan kelompok responden. Penelitian sebelumnya menguji perbedaan persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender yang ada di wilayah Surakarta.
Sedangkan penelitian ini akan
6
menguji perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dipandang dari segi pengalaman kerja dan gender di Universitas Mercu Buana. Alasannya adalah untuk mengetahui sejauh mana perbedaan tingkat pemahaman masing-masing kelompok mengenai etika profesi akuntan. Berdasarkan uraian diatas, penulis berinisiatif untuk menyusun skripsi dengan judul “PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP ETIKA PROFESI AKUNTAN DI PANDANG DARI SEGI PENGALAMAN KERJA DAN GENDER (Studi Empiris pada Universitas Mercu Buana)”.
B. Rumusan Masalah Penelitian Banyaknya masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi akuntan, membuat masyarakat memandang negatif peran akuntan. Penegakan etika profesi harus dimulai melalui pemahaman dan penghayatan dengan kesadaran penuh sedini mungkin, yaitu sejak bangku perkuliahan. Adanya pemahaman dan penghayatan yang lebih untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dapat mengurangi berbagai pelanggaran etika. Penelitian ini megkhususkan untuk menyoroti masalah gender karena masih adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam lingkungan pekerjaannya.
7
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini masalah yang diangkat adalah: 1.
Apakah terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntan antara yang sudah memiliki pengalaman kerja dengan yang belum memiliki pengalaman kerja?
2.
Apakah terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntan antara pria dengan wanita?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris: 1.
Perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntan antara yang sudah memiliki pengalaman kerja dengan yang belum memiliki pengalaman kerja.
2.
Perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntan antara pria dengan wanita.
8
Kontribusi Penelitian Adapun kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Bagi Akademisi Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dalam bidang akuntansi khususnya mengenai persepsi mahasiswa terhadap Etika Profesi Akuntan serta sebagai wahana pembelajaran terutama bagi para mahasiswa sebagai dasar pembanding dalam rangka melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang kajian ini.
b.
Bagi Praktisi dan Akuntan Diharapkan memiliki pemahaman dan wawasan terkait dengan etika profesi serta dapat dijadikan acuan bertindak dan berperilaku etis dalam dunia pekerjaan nantinya.
c.
Bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Untuk mengetahui seberapa jauh kode etik yang diterapkan telah melembaga dalam diri masing-masing kelompok akuntan sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa perilakunya dapat memberikan citra profesi yang mapan dan kemahiran profesionalnya dalam memberikan jasa kepada masyarakat.